Anda di halaman 1dari 18

TUGAS AKHIR SEMESTER I

“VIRUS POLIO”

OLEH :
Nama : Hermalia Putri
Kelas : XE.3

Guru Pembimbing : Lenny Ningsih, S.Pd, M.Si

SMA NEGERI 18 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karuma-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul "Virus Polio" Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas
akhir semester ganjil saya, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada
ibu Lenny Ningsih, S.Pd., M.Si kana telah memberikan tugas ini kepada saya.

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan


masyarakat pada umumnya. Di samping itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan pembaca mengenai virus Polio, gejala-gejalanya dan
lain sebagainya di lingkungan sekitar kita.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang
kami miliki. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, November 2023

Penulis

DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……..………………………………………………….... 1
B. Rumusan masalah………………………………………………………. 2
C. Tujuan…………………………………………………………..……….. 2
D. Manfaat…………………………………………………………..........… 2

BAB II ISI

A. Polio dan Epidemiologi………..……………………………………….. 3


B. Cara penularan……………………………………………………….... 4
C. Siklus Hidup….……………………………………………………….... 4
D. Gejala Penyakit Polio…..……………………………………………… 6
E. Pencegahan dan Pengobatan Polio……………………...……………. 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………. 14
B. Saran…………………………………………………………………... 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..... 15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polio merupakan (keluarga Picornaviridae), sering disingkat


sebagai "Polio" adalah virus yang paling ditakuti abad ke-20 di dunia
yang menghasilkan permulaan program inisiatif global untuk
pemberantasan polio pada tahun 1988. Sebagian polio positif yang
diakibatkan oleh enterovirus RNA ini dikenal dengan kemampuannya
untuk mempengaruhi sebuah bagian dari sumsum tulang belakang, dan
mengakibatkan terjadinya Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau dapat
menyebabkan kematian jika otot pernapasan atau tenggorokan mendapat
lumpuh tetapi untungnya tidak banyak kasus yang terjadi.

Terdapat tiga serotypes dari virus polio, di dunia kasus infeksi


dari 1 per 200-2000 kasus tergantung pada jenis serotype virus. Tingkat
fatality biasanya dari 5 hingga 10% dalam kasus-kasus lumpuh. World
Health Organization (WHO) 27 tahun yang lalu telah mencapai
keberhasilan luar biasa dalam mengurangi jumlah polio di negara-negara
endemik, dari 125 negara di penjuru dunia hanya ada 3 negara termasuk
Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria, dimana Wild Polio Virus (WPV)
transmisinya belum terputus walaupun angka kasus terjadinya polio telah
turun dibawah angka 99% dibandingkan dengan 350.000 kasus baru per
tahun kemudian (Ghafoor & Sheikh, 2016). Pada bulan Mei 2012, World
Health Assembly (WHA) mendeklarasikan bahwa eradikasi polio adalah
salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu disusun suatu
strategi menuju eradikasi polio. Indonesia telah berhasil menerima
sertifikasi bebas polio bersama dengan negara anggota WHO di South
East Asia Region (SEAR) pada bulan Maret 2014.

A. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit Polio dan epidemiologinya?
2. Bagaimana cara penularan penyakit Polio?
3. Bagaimana siklus hidup Polio?
4. Apa gejala penyakit Polio?
5. Apa faktor risiko Polio?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan Polio?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Polio dan epidemiologinya.
2. Untuk mengetahui cara penularan Polio.
3. Untuk mengetahui siklus hidup Polio.
4. Untuk mengetahui gejala penyakit Polio.
5. Untuk mengetahui faktor risiko Polio.
6. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan Polio.

C. Manfaat
1. Dapat mengetahui Polio dan epidemiologinya.
2. Dapat mengetahui cara penularan Polio.
3. Dapat mengetahui siklus hidup Polio.
4. Dapat mengetahui gejala penyakit Polio.
5. Dapat mengetahui faktor risiko Polio.
6. Dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan Polio

BAB II
ISI

2.1 Polio dan Epidemiologi


Poliomielitis merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan
paralisis ireversibel dan kematian pada anak. Predileksi virus polio pada sel kornu
anterior medula spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak,
menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot. Mengingat penyakit ini menyebabkan
kelumpuhan, maka polio menjadi salah satu penyakit yang penting untuk dieradikasi
secara global. Dikenal dua jenis vaksin polio, yaitu oral polio vaccines (OPV) dan
inactivated polio vaccines (IPV). Namun terdapat masalah, yaitu circulating vaccine
derived polio viruses (cVDPVs) dan kejadian vaccine associated paralytic
poliomyelitis (VAPP), yang merupakan kasus polio paralitik yang disebabkan oleh
virus vaksin. Maka pemakaian OPVdiubah dari tOPV menjadi bOPV.4,5 Di saat ini,
dunia hampir tiba pada masa eradikasi penyakit. Para ilmuwan telah bergabung
untuk mendukung program eradikasi polio, dengan target bebas polio di tahun 2018,
melalui Eradication and Endgame Strategic Plan, suatu strategi gerakan Global Polio
Eradication Initiative (GPEI).
Pada tahun 1988, menteri kesehatan dari berbagai negara anggota World
Health Organization (WHO) menyerukan gerakan eradikasi polio. Hasil dari
gebrakan ini adalah menurunnya insidens polio lebih dari 99% pada tiga regional
WHO (Amerika, Pasifik Barat, dan Eropa) dan mendapat sertifikasi bebas polio
Program intensif untuk eradikasi polio di Asia Tenggara dengan menggunakan
trivalent OPV (tOPV) menyebabkan penurunan angka kejadian polio. Kasus baru
infeksi virus polio liar berkurang dari perkiraan 350.000 kasus di 125 negara (pada
tahun 1988) menjadi hanya 748 kasus di tahun 2000, dan kurang dari 250 kasus di
lima negara pada tahun 2012.1,7 India dinyatakan telah berhasil menghentikan
transmisi virus polio liar di tahun 2011. Saat ini, hanya tinggal dua negara yang
masih endemis polio, yaitu Pakistan dan Afganistan. Nigeria yang sebelumnya juga
termasuk negara endemis, sudah tidak melaporkan lagi kasus polio liar sejak 24 Juli
2014 dengan didukung oleh surveillance AFP yang baik.
2.2 Cara Penularan

Polio (Poliomielitis) adalah penyakit menular berbahaya yang


disebabkan oleh virus polio.. Penyakit ini disebabkan oleh Virus polio yang
berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Penyakit ini
menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan
kelemahan otot yang bersifat permanen, kelumpuhan atau kematian. Virus ini
menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang
terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan infeksi.
Selain itu, virus masuk melalui mulut, dan virus memperbanyak diri di tempat
implantasi dalam faring dan saluran pernapasan. Hal ini dapat terjadi dengan
mudah bila tangan terkontaminasi oleh benda-benda yang terkontaminasi dan
dimasukkan ke dalam mulut. Virus polio berkembang biak di tenggorokan
dan usus selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalui tinja
selama beberapa minggu kemudian virus ini menyerang sistem saraf yang
dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Poliomyelitis
dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang paling rentan
adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun (lebih dari 50% dari semua
kasus). Gejala awal adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, dan
kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota badan. Polio tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi.

2.3 Siklus Hidup


Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme
biologis. Secara umum virus merupakan partikel tersusun atas elemen genetik
(genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam
deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) yang dapat berada
dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh inang
dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Virus memiliki sifat hidup dan mati. Sifat
hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun tidak keduanya (hanya
DNA atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi dan hanya dapat
dilakukan didalam sel inang (parasit obligat intraseluler). Virus polio
merupakan penyebab penyakit polio. Penyakit polio terutama menyerang
pada anak-anak kecil. Polio dapat menyebabkan demam, sakit kepala,
muntah, sakit perut, nyeri otot, kekakuan pada leher dan punggung, serta
kelumpuhan. Kebanyakan pasien akan pulih, namun dalam kasus yang parah,
penyakit ini dapat menyebabkan cacat permanen dan kematian. Penyakit ini
sangat menular.

Virus penyebab polio pertama kali ditemukan di tahun 1909 oleh Karl
Landsteiner dan Erwin Popper, dua orang dokter dari Austria. Virus polio
(VP) adalah virus RNA ultra mikroskopik yang termasuk genus Enterovirus,
dalam famili Picornaviridae. Virus single stranded 30% terdiri dari virion,
protein mayor (VP1 sampai 4) dan satu protein minor (VPg). Virus terdiri
dari 3 serotipe yaitu serotipe 1, 2, dan 3 masing-masing disebut juga serotipe
Mahoney, Lansing, dan Leon. Perbedaan ketiga jenis strain terletak pada
segmen nukleotida. Virus polio serotipe 1 adalah antigen yang paling
dominan dalam membentuk antibodi netralisasi. Serotipe 1 adalah yang
paling paralitogenik dan sering menimbulkan KLB, sedangkan serotipe 3
adalah yang paling tidak imunogenik.

Siklus Penularan Polio ialah polio menyebar melalui kontak orang ke


orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam
tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus. Ini kemudian dibuang ke
lingkungan melalui faeces di mana ia dapat menyebar dengan cepat melalui
komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi yang buruk. Virus
tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak mendapatkan
imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika makanan atau
minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti bahwa lalat dapat secara
pasif memindahkan virus polio dari feses ke makanan. Kebanyakan orang
yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak
pernah sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini
membawa virus dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan
infeksi ke ribuan orang lain.

2.4 Gejala Penyakit Polio

Kebanyakan penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka


terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala
atau bahkan tidak sama sekali.Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu polio non-paralisis, polio paralisis, dan sindrom pasca-polio.
a. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis adalah tipe polio yang tidak menyebabkan
kelumpuhan serta mempunyai gejala yang tergolong ringan. Berikut ini
adalah gejala polio non-paralisis yang umumnya berlangsung antara satu
hingga sepuluh hari yaitu:
1) Muntah
2) Lemah otot
3) Demam
4) Meningitis
5) Merasa letih
6) Sakit tenggorokan
7) Sakit kepala
8) Kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku dan sakit
b. Polio paralisis
Polio paralisis adalah tipe polio yang paling parah dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Polio paralisis bisa dibagi berdasarkan bagian
tubuh yang terjangkit, seperti batang otak, saraf tulang belakang, atau
keduanya.Gejala awal polio paralisis sering kali sama dengan polio non-
paralisis, seperti sakit kepala dan demam. Gejala polio paralisis biasanya
terjadi dalam jangka waktu sepekan, di antaranya adalah sakit atau lemah
otot yang serius, kaki dan lengan terasa terkulai atau lemah, dan
kehilangan refleks tubuh.
Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan
dengan sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah terinfeksi
dan kadang-kadang kelumpuhan hanya terjadi pada salah satu sisi tubuh.
Saluran pernapasan mungkin bisa terhambat atau tidak berfungsi, sehingga
membutuhkan penanganan medis darurat.
c. Sindrom pasca-polio
Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang rata-rata
30-40 tahun sebelumnya pernah menderita penyakit polio. Gejala yang
sering terjadi di antaranya:
1) Sulit bernapas atau menelan.
2) Sulit berkonsentrasi atau mengingat.
3) Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit.
4) Kelainan bentuk kaki atau pergelangan.
5) Depresi atau mudah berubah suasana hati.
6) Gangguan tidur dengan disertai kesulitan bernapas.
7) Mudah lelah.
8) Massa otot tubuh menurun (atrophia).
9) Tidak kuat menahan suhu dingin.

2.5 Pencegahan dan Pengobatan Polio


a. Pencegahan Polio
Sejak pengenalan vaksin poliovirus di tahun 1950 dan awal tahun
1960-an, efektivitas vaksin untuk mencegah poliomielitis telah dibuktikan
secara nyata. Kasus polio terakhir di Amerika Serikat yang disebabkan
oleh virus polio liar dilaporkan pada tahun 1979. Tidak ada kasus baru
yang dilaporkan di negara barat sejak Agustus 1991, dan hal ini membuat
Amerika mendapat sertifikasi bebas polio dari komisi internasional di
tahun 1994. 5 Fakta ini membuat pemikiran positif bahwa polio dapat
dieradikasi di dunia. Jenis-jenis vaksin polio yaitu:
a. Oral poliovirus vaccine (OPV)
OPV sering disebut sebagai vaksin polio Sabin sesuai nama
penemunya, bentuk trivalen (tOPV) untuk mencegah tiga jenis virus
polio. Vaksin tOPV adalah vaksin hidup yang dilemahkan
(liveattenuated virus vaccine), diberikan tiga dosis secara serial untuk
memberikan kekebalan seumur hidup.
Vaksin polio oral lebih efektif untuk pemberantasan
poliomielitis, karena virus yang dilemahkan akan mengadakan replikasi
di traktus gastrointestinalis bagian bawah. Hal ini dapat menutup
replikasi virus sehingga virus lain tidak dapat menempel dan
menyebabkan kelumpuhan. Kemampuan ini dapat menekan transmisi
virus saat KLB. Namun, vaksin OPV adalah virus yang dilemahkan,
yang dapat mengalami mutasi sebelum dapat bereplikasi dalam usus
dan diekskresi keluar.
Hal ini menimbulkan kerugian berupa munculnya circulating
vaccine derived polio viruses (cVDPVs) dan vaccine associated
paralytic poliomyelitis (VAPP).2,3,5 Saat ini, mulai dipertimbangkan
pemberian vaksin OPV bivalent (bOPV) yang berisi virus tipe 1 dan 3
sesuai rekomendasi WHO.
b. Inactivated poliovirus vaccine (IPV)
Vaksin polio inaktif (IPV) sebenarnya lebih dulu ditemukan
daripada OPV, disebut juga vaksin polio Salk, sesuai dengan nama
penemunya Jonas Salk di tahun 1955. Vaksin IPV berisi virus inaktif,
berisi 3 tipe virus polio liar. Vaksin yang disuntikkan akan
memunculkan imunitas yang dimediasi IgG dan mencegah terjadinya
viremia serta melindungi motor neuron.
Vaksin IPV mampu mencegah kelumpuhan karena
menghasilkan antibodi netralisasi yang tinggi. Pada tahun 1980an,
komposisi awal IPV yang ditemukan Salk dikembangkan sehingga
memiliki kandungan antigen yang lebih tinggi, dikenal sebagai
enhanced potency IPV (eIPV) dan digunakan sampai sekarang.
Pemberian IPV pada berbagai studi dilaporkan dapat
menyebabkan serokonversi terhadap ketiga tipe virus polio sebesar 94%
setelah pemberian dua dosis dan 99-100% setelah pemberian injeksi 3
dosis. Keuntungan lain IPV adalah dapat diberikan pada kasus dengan
status Immune compromised. Namun bila dibandingkan dengan OPV,
vaksin inaktif ini kurang kuat dalam memberikan perlindungan mukosa
dan kurang efektif untuk menimbulkan herd immunity. Harga vaksin
IPV ini juga relatif mahal.2,5,9,10 Di Negara maju, pemberian IPV
lebih direkomendasikan karena dapat mengurangi angka kejadian
VAPP dan VDPV (Satari, 2016).
Rencana strategis eradikasi dan babak akhir polio (polio
eradication and endgame strategic plan) dibuat WHO untuk tahun 2013
sampai 2018. Eradikadi polio didefinisikan sebagai tidak ditemukannya
lagi kasus polio baru yang disebabkan oleh virus polio liar (VPL) atau
virus polio vaksin (sabin). Empat tujuan utama rencana strategis
tersebut adalah:
a. Deteksi dan interupsi virus polio.
Bertujuan untuk menghentikan transmisi virus polio pada akhir
tahun 2014 dan KLB cVDPV dalam 120 hari setelah konfirmasi kasus
indeks. Aktivitas meliputi peningkatan surveilans virus polio yang
dilakukan secara global, penyempurnaan kualitas kampanye OPV untuk
menjangkau anak-anak di daerah endemis dan negara dengan cVDPV
persisten serta menjamin respons cepat bila ada KLB.
b. Peningkatan sistem immunisasi dan penarikan OPV.
Bertujuan untuk mempercepat penghentian transmisi virus polio
dan membantu memperkuat system imunisasi dalam menyalurkan
vaksin lain. Dalam menghilangkan cVDPV, bergantung pada penarikan
semua OPV yang diawali dengan penarikan virus polio tipe 2 dalam
OPV (OPV2). Penarikan OPV2 memerlukan sistem imunisasi yang
diperkuat, introduksi inactivated polio vaccine (IPV) dan pengalihan
dari tOPV menjadi bOPV di semua Negara yang menggunakan OPV.
Vaksin bOPVakan dihentikan penggunaannya pada tahun 2019-2020.
c. Pencekalan (containment) dan sertifikasi.
Tujuan pencekalan adalah memberi sertifikasi semua wilayah
(region) WHO yang bebas polio dan menjamin penyimpanan virus
polio adalah aman pada tahun 2018. Kegiatan tersebut melibatkan
semua anggota WHO yang berjumlah 194 negara. Setelah dinyatakan
bebas polio, VPL harus disimpan di laboratorium dengan pengamanan
ketat. Hal tersebut juga meliputi finalisasi konsensus internasional
tentang persyaratan penyimpanan virus polio untuk jangka panjang.
Keenam wilayah WHO perlu mempunyai regional certification
commissions yang akan menelaah dokumentasi semua negara dan
memverifikasi tidak adanya virus polio liar dalam surveilans sertifikasi
standar.
d. Legasi polio (Legacy planning)
Bertujuan untuk menjamin bahwa dunia tetap bebas polio secara
permanen dan investasi yang digunakan untuk eradikasi polio
bermanfaat untuk kesehatan masyarakat pada masa mendatang.
Kegiatan mengutamakan fungsifungsi yang berhubungan dengan polio
seperti imunisasi dengan IPV, pencekalan virus polio dan surveilans
polio, serta memperbaiki infrastruktur polio jika diperlukan.
Peranan tenaga medis Indonesia dalam mencegah Polio untuk
mensukseskan eradikasi dan babak akhir polio, perlu diupayakan
cakupan imunisasi polio (bOPV) semaksimal mungkin sesuai jadwal
yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI, yaitu bOPV diberikan
pada usia 1 bulan dan pada usia 2, 3, 4 bulan bersamaan dengan vaksin
DTPHB- Hib. Pada usia 4 bulan selain OPV, vaksin IPV juga diberikan
secara bersamaan. Pemantauan AFP perlu dilakukan oleh seluruh
tenaga medis baik dokter umum, dokter spesialis anak, dokter spesialis
saraf atau praktisi klinis lainnya baik di praktik pelayanan kesehatan
pemerintah maupun swasta. Apabila ditemukan kasus AFP maka harus
segera dilaporkan ke dinas kesehatan setempat dalam 48 jam.
Selanjutnya dua spesimen tinja (minimal 8 gram atau sebesar
ruas jempol orang dewasa, tinja tidak kering dan pot tinja tidak bocor),
disimpan pada suhu 2-8 0C di lemari es. Spesimen kedua harus diambil
dengan selang waktu 24-48 jam dan dalam 14 hari setelah awitan
kelumpuhan.27,28 Petugas dinaskesehatan akan mengambil spesimen
dan akan mengirimnya ke laboratorium yang ditunjuk WHO sebagai
laboratorium polio nasional yaitu: 1) Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Kemenkes RI, 2) Balai Besar
Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya dan 3) Laboratorium PT.
Biofarma, Bandung29 untuk mengidentifikasi virus polio dan
membuktikan bahwa kelumpuhan bukan disebabkan oleh virus polio.

b. Pengobatan Penyakit Polio


Belum ada pengobatan antivirus yang spesifik untuk penyakit
polio sampai saat ini. Pleconali, satu antivirus yang aktif secara invitro
terhadap picornavirus telah dicoba dibeberapa pusat penelitian di
diunia. Untuk mengurangi jumlah virus serta meningkatkan daya tahan
tubuh pasien, dapat diberikan zat imunoglobuline. Pada prinsipnya
ditujukan pada pencegahan terjadinya cacat agar anak dapat tumbuh
senormal mungkin. Berikut ini pencegahan terjadinya cacat ialah:
1. Poliomielitis abortif
a) Cukup diberikan analgetika dan sedatifa
b) Diet adekuat
c) Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya
dicegah aktifitas yang berlebihan selama dua bulan dan dua bulan
kemudian diperiksa neuroskeletal secara teliti.

2. Poliomeilitis non-paralitik
a) Sama seperti tipe abortif
b) Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasi dengan
kompres hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam.

3. Poliomielitis paralitik
a) Membutuhkan perawatan di rumah sakit
b) Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya fase akut dilampaui.
c) Selama fase akut kebersihan mulut dijaga.
d) Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga
persendian tanpa menyentuh otot dan hindari gerakan memeluk
punggung.
e) Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai
dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya
deformitas.
f) Akupuntur dilakukan sedini mungkin.
g) Interferon dilakukan sedini mungkin, untuk mencegah terjadinya
paralitik progresif.

4. Poliomielitis bentuk bulbar


a) Perawatan khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian
makanan dalam bentuk padat atau semisolid.
b) Selama fase akut dan berat, dilakukan drainasepostural dengan
posisi kaki lebih tinggi (20-25 derajat), muka pada satu posisi
untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lender dilakukan
secara teratur dan hati-hati, kalau perlu trakeostomi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Poliomyelitis atau yang lebih sering disebut penyakit polio adalah


penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Polio ditularkan
melalui air atau makanan yang terkontaminasi, atau melalui kontak dengan
penderita polio. Virus polio menyerang otak dan saraf tulang belakang
penderitanya dan bisa menyebabkan kelumpuhan. Di daerah dengan
sanitasi yang buruk, virus mudah menyebar melalui rute fekal-oral,
melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Selain itu, kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi virus juga dapat menyebabkan polio.
Imunisasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah
penyakit polio.

3.2 Saran

Kami menyadari laporan ini banyak kekurangan dan jauh dari


kesempurnaan. Kami mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini agar dapat lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ma’rifatun, dkk. 2013. Model penyebaran Penyakit Polio Dengan Pengaruh


Vaksinasi. Jurnal fourier, volume Vol. 2 (1). hal. 11-18.

Satari, Irawan Hindra. 2016. Eredikasi Polio. Sari Pediatri. Volume 18 Nomor 3.

Zulkifli, Andi. 2007. Epidemiologi Penyakit Polio. Makalah Ilmiah. Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Yuningsih, Rahmi.(2018).Upaya Pencegahan Penularan Wabah Penyakit Polio.


Vol 10 (21).

Satari, H. I., 2016. Eradikasi Polio. Sari Pediatri, 18 (3), hal. 245-250.

Gunardi, H., 2016. Eradikasi dan Babak Akhir Polio: Peran Tenaga Kesehatan
Indonesia.eJKI, 4 (3), hal. 141-148.

Anda mungkin juga menyukai