Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1999 jumlah balita yang terinfeksi virus polio sebanyak 1.267 di
seluruh dunia. Saat ini masih terdapat enam negara di seluruh dunia yang endemis
polio, yakni India, Sudan, Nigeria, Afghanistan, Mesir dan Pakistan. Namun, pada
awal 2005 ini, beberapa negara yang sudah bebas polio seperti Chad dan Yaman
ternyata terserang kembali oleh virus polio yang berasal dari negara endemis
polio. Demikian pula dengan Indonesia yang sebelumnya dinyatakan bebas polio.
Namun pada kenyataanya kasus polio di Sukabumi memang cukup mengagetkan
pemerintah dan masyarakat.
Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18 dan beberapa tahun
kemudian menyebar ke Amerika Serikat. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju
belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi terus meningkat dan
rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian
meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika Serikat tahun
1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena penyakit ini.

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan
amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi
dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen
kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari
gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari (Anonymous, 2009).
Poliomyelitis atau yang lebih dikenal dengan Polio merupakan penyakit
yang sangat menular diakibatkan oleh virus polio. Penyakit ini menyerang sistem
syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dalam hitungan
beberapa jam. Virus polio yang secara ilmiah dikenal sebagai virus polio liar atau
Wild Polio Virus/WPV memasuki tubuh manusia melalui mulut dengan
perantaraan makanan yang telah terkontaminasi tinja dari orang yang sudah
terjangkit polio (Anonymous, 2009).
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang
paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi, yaitu pemberikan
kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin
atau bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan (soemohardjo,2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi polio dan poliovirus itu?
2. Bagaimanakah sejarah poliovirus hingga dapat menimbulkan penyakit
bagi manusia?
3. Bagaimanakah klasifikasi poliovirus?
4. Apakah penyakit yang ditimbulkan akibat poliovirus?

5. Bagaimanakah morfologi, bentuk, dan struktur anatomi poliovirus?


6. Apa sajakah jenis-jenis poliovirus?
7. Apakah penyebab terjadinya infeksi poliovirus?
8. Bagaimanakah proses penularan poliovirus?
9. Bagaimanakah fase-fase infeksi poliovirus?
10. Apa sajakah tanda-tanda dan gejala yang tampak saat terinfeksi
poliovirus?
11. Bagaimanakah komplikasi penyakit yang disebabkan poliovirus?
12. Bagaimanakah diagnosis orang yang terkena poliovirus?
13. Bagaimanakah cara pengobatan seseorang yang terinfeksi poliovirus?
14. Bagaimanakah upaya pencegahan terinfeksinya tubuh oleh poliovirus?
15. Bagaimanakah epidemiologi infeksi poliovirus?
16. Bagaimanakah kemajuan terkait poliovirus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi polio dan poliovirus.
2. Untuk mengetahui sejarah poliovirus hingga dapat menimbulkan penyakit
bagi manusia.
3. Untuk mengetahui klasifikasi poliovirus
4. Untuk mengetahui penyakit yang ditimbulkan akibat poliovirus
5. Untuk mengetahui morfologi, bentuk, dan struktur anatomi poliovirus
6. Untuk mengetahui jenis-jenis poliovirus
7. Untuk mengetahui penyebab terjadinya infeksi poliovirus
8. Untuk mengetahui proses penularan poliovirus
9. Untuk mengetahui fase-fase infeksi poliovirus
10. Untuk mengetahui tanda-tanda dan gejala yang tampak saat terinfeksi
poliovirus
11. Untuk mengetahui komplikasi penyakit yang disebabkan poliovirus
12. Untuk mengetahui diagnosis orang yang terkena poliovirus
13. Untuk mengetahui cara pengobatan seseorang yang terinfeksi poliovirus
14. Untuk mengetahui upaya pencegahan terinfeksinya tubuh oleh poliovirus
15. Untuk mengetahui epidemiologi infeksi poliovirus
16. Untuk mengetahui kemajuan terkait poliovirus

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Polio
Penyakit polio adalah penyakit
infeksi paralis yang menular dan
disebabkan oleh virus polio. Agen
pembawa penyakit ini dinamakan
poliovirus, virus tersebut masuk ke
tubuh melalui mulut dan menginfeksi
saluran usus. Virus ini juga memasuki
aliran darah dan mengalir ke sistem
saraf
pusat
menyebabkan
melemahnya otot dan bisa jadi
kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi didalam saluran
pencernaan menyebar ke kelenjar limfe dan sebagian yang lain
menyebar ke sistem saraf.
2.2 Sejarah
Polio disebabkan oleh virus dan telah ada beribu-ribu tahun. Bahkan ada
benda-benda Mesir yang melukiskan individu-individu dengan fitur-fitur khusus
dari kelumpuhan setelah polio. Polio telah disebut dengan banyak nama-nama
yang berbeda, termasuk kelumpuhan anak-anak, kelemahan dari anggota-anggota
tubuh bagian bawah (kaki-kaki dan tangan-tangan), dan spinal paralytic paralysis.
Kita sekarang merujuk pada virus dan penyakit sebagai polio, yang adalah
kependekan untuk poliomyelitis dan mempunyai asal usul Yunani: polios (abuabu), myelos (sumsum), dan itis (peradangan).
2.3 Klasifikasi Virus Polio
Virus polio diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan sifat
antigenik dari struktur protein penyusunnya. Untuk bereplikasi maka genom virus
akan masuk ke dalam sel inang melalui endositosis. Reseptor untuk pengikatan
virus ini terletak pada epitelium usus manusia. Apabila virus ini telah berhasil
menginfeksi usus maka dapat terjadi kerusakan jaringan dan mengakibatkan diare.
Klasifikasi virus polio adalah sebagai berikut :
Kelas : Kelas IV (+ ssRNA)
Ordo : Picornavirales
Famili : Picornaviridae

Genus : Enterovirus
Spesies : Human enterovirus C
2.4 Penyakit yang Ditimbulkan
Penyakit yang
ditimbulkan
oleh
virus polio disebut
dengan
Poliomyelitis.
Penyakit ini lebih
sering berjangkit di
daerah
dingin,
sehingga penderita
penyakit ini akan
berkurang di daerah
tropik. Virus polio
dapat bertahan lebih
lama di suasana
lembab dan jika
berada di tempat
yang panas atau
terkena
sinar
matahari selama dua
hari maka virus ini
akan mati.
Penyakit ini bersifat menular melalui beberapa cara, baik secara langsung
dari penderita ke orang lain melalui cairan yang dikeluarkan seperti lendir dari
hidung atau mulut, melalui tinja penderita, dan pada umumnya melalui air yang
terkontaminasi virus polio. Oleh sebab itu pengaturan sanitasi dalam rumah
tangga perlu untuk distandardisasi sesuai dengan SOP sanitasi yang benar.
Virus dapat masuk melalui hidung dan mulut, berkembang biak dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan, kemudian diserap dan disebarkan melalui
pembuluh getah bening. Apabila bagian otak yang berfungsi mengatur sistem
pernafasan terserang maka dapat menimbulkan sesak pernafasan yang akan
mengganggu suplai oksigen dalam tubuh.
Faktor penyebab penyakit ini terjadi antara lain
a. Kelalaian imunisasi polio
b. Hidup dan merawat penderita polio
c. Sanitasi yang buruk
d. Kualitas gizi yang buruk
e. Makanan minuman yang terkontaminasi dipakai bersama dalam suatu
komunitas
f. Kehamilan

g. Usia sangat lanjut atau sangat muda


h. Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani
pengangkatan amandel atau pencabutan gigi)
i. Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh).
j. Pernah berpergian atau bahkan menetap di daerah yang merupakan
daerah endemis polio
k. Melemahnya kekebalan tubuh yang mengakibatkan virus dengan
masuk ke dalam tubuh.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit ini adalah kelumpuhan
karena virus polio menyebabkan infeksi saraf dan kadang-kadang sumsum tulang
belakang dan otak sehingga menyebabkan kelumpuhan parsial atau lengkap.
Biasanya penderita mengalami komplikasi setelah 20-30 tahun menderita polio.
Kelumpuhan berat yang merupakan kelumpuhan bersifat menetap terjadi paling
banyak >1 dari setiap 100 kasus yang ditemukan.
2.5 Morfologi Poliovirus

Bentuk dan struktur anatomi


Virus polio merupakan virus yang memiliki diameter 30 nm, tahan pada
keadaan asam (pH 3 atau lebih rendah), dan berbentuk ekosahedral. Virion
(partikel penyusun) virus polio terdiri dari empat protein kapsid yang
berbeda, disebut VP1, VP2, VP3, dan VP4. ] Genom (materi genetik) dari
virus polio terdiri dari RNA utas tunggal positif (+) yang berukuran 7441
nukleotida.
Virus polio adalah virus RNA yang cukup sederhana dari genus
Enterovirus, keluarga Picornaviridae virus. Sebuah partikel virus polio
(virion) pada dasarnya merupakan untai RNA yang dikelilingi oleh kapsid.
Kapsid tersebut memiliki reseptor pada permukaannya yang digunakan
untuk membantu virus mengenali dan mengikat untuk menargetkan neuron
motorik dalam tubuh inang. Virus ini tidak memiliki amplop lemak sehingga

tahan terhadap pelarut lemak .Struktur virus polio pertama kali ditemukan
pada tahun 1985.
Genome
Genome polio (informasi genetik) terkandung pada untai tunggl RNA
(asam ribonukleat). Virus polio RNA kode utuk menyerang ribosom
sel target.
Kapsid
Kapsid dari virus polio mengelilingi dan melindugi RNA. Kapsid
terdiri dari protein dan memliki resptor pada permukaanya yang
merasakan sel-sel saraf, sehingga memungkinkan virus polio untuk
mengikat sel-sel saraf.
Reseptor
Reseptor pada virus polio, yang terbuat dari protein sel target akal
saraf. Target dari virus polio adalah neuron motorik. Banyak sel dalam
tubuh memiliki situs resptor yang sama dengan target virus polio,
tetapi virus polio hanya menyerang sel-sel saraf tertetu. Antibodi
diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengikat resptor untuk
membantu mencegah virus polio menyerang.
2.6 Jenis-Jenis Poliovirus
Penyakit polio terdapat tiga macam :
1. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit
perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan
punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan
otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami
kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki.
Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembuluh
darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio
menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik yang mengontrol
gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada
penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus
ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang
dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya
virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf

motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot


yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari
sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi
lemas -- kondisi ini disebutacute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah
pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang
tubuh
dan
otot
pada
toraks (dada)
dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia.
3. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke
berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal
dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi,
dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim
sinyal ke Untuk mengetahui, usus, Untuk mengetahui, dan saraf
tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan
meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian
biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang
bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau
diberi perlakuan Untuk mengetahui untuk menyedot cairan yang
disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi
juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi'
(iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara
terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada
otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia
penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis
ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio
bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas
dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita
yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
2.7 Penyebab

Penularan virus terjadi melalui beberapa cara:

Secara langsung dari orang ke orang

Melalui percikan ludah penderita

Melalui tinja penderita.


Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu diserap dan diserbarkan melalui sistem
pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Polio beresiko terjadi karena
beberapa hal, diantaranya adalah:
Belum mendapatkan imunisasi polio
Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
Kehamilan
Usia sangat lanjut atau sangat muda
Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani
pengangkatan amandel atau pencabutan gigi)
Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh).
2.8 Proses Penularan
Virus polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita
yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka
sendiri sedang terjangkit. Virus polio ditularkan infeksi droplet dari oral-faring
(mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan virus polio dapat
berlangsung melalui:
a. Fekal-oral (dari tinja ke mulut) berarti minuman atau makanan yang telah
terkontaminasi tinja dari orang yang sudah terjangkit polio masuk ke
mulut manusia sehat lainnya
b. Oral-oral (dari mulut ke mulut) adalah penyebaran dari air liur penderita
yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Bahan yang dianggap berpotensi infeksius adalah feses dan sekresi faring
yang dikumpulkan untuk tujuan apapun dari daerah yang masih terdapat virus
polio liar. Darah, serum dan cairan serebrospinal tidak diklasifikasikan infeksius
untuk virus polio. Globalisasi telah membuat pengendalian penyebaran virus
menjadi lebih sukar.
Mobilitas penduduk negara endemis ke berbagai negara membuat virus
dengan cepat menyebar. Ketika terjadi wabah polio tahun 2005 di Sukabumi lalu
virus polionya adalah virus yang berasal dari Afrika barat. Belum dapat dipastikan
bagaimana virus yang jauh dari Afrika itu bisa sampai ke Sukabumi. Salah satu
perkiraannya adalah virus masuk dari Jakarta melalui perjalanan darat. Perkiraan
lain adalah melalui penduduk yang menjadi jemaah haji, bisa juga dari tenaga
kerja Indonesia di Timur Tengah.

Setelah seseorang terkena infeksi, virus tersebut berkembang biak didalam


usus dan akan keluar melalui feses selama beberapa minggu. Masa inkubasi
umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari.
Virus polio dapat ditemukan didalam sekret tenggorokan dalam waktu 36 jam dan
pada tinja 72 jam setelah terpajan dengan infeksi baik dengan penderita klinis
maupun dengan kasus inapparent. Penderita polio sangat menular selama
beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudah gejala awal.
Siklus penularan virus polio
1. Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah.
2. Reseptor-reseptor sel saraf menempel pada virus.
3. Capsid (kulit protein) dari virus pecah untuk melepaskan RNA (materi
genetik) ke dalam sel.
4. RNA polio bergerak menuju sebuah ribosom-stasiun perangkai protein
pada sel.
5. RNA polio menduduki ribosom dan memaksanya untuk membuat
lebih banyak RNA dan capsid polio.
6. Capsid dan RNA polio yang baru bergabung untuk membentuk virus
polio baru.
7. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus polio
baru kembali ke aliran darah.
Banyak jenis sel manusia memiliki reseptor yang cocok dengan virus polio
tak diketahui mengapa virus suka neuron motorik ketimbang sel lain. Dari 200
virus yang bertemu sel, hanya satu yang sukses masuk dan bereplikasi. Sistem
kekebalan tubuh melindungi diri dengan memproduksi antibodi yang melawan
protein yang ditutupi virus, mencegah virus berinteraksi dengan sel yang lain.
2.9 Fase-Fase Infeksi
Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum
serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak
setelah demam selama 2-5 hari.
Berikut fase-fase infeksi virus tersebut:
1. stadium akut
Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan
suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntahmuntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di
bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus.
Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan

gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan


menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada
tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini
berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.
2. stadium subakut
Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya
demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri
otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya
salah satu sisi saja.
3. stadium konvalescent
Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan
pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen
fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya
setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.
4. stadium kronik
Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat
permanen.
Organ-organ tubuh yang biasa terkena poliomyelitis adalah :
1. Medula Spinalis (sumsum tulang belakang)
2. Batang otak
3. Cerebrum(otak besar)
2.10 Tanda-Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala-gejala dari polio berbeda tergantung pada luas
infeksi. Tanda-tanda dan gejala-gejala dapat dibagi kedalam polio yang
melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-paralytic).
Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab untuk kebanyakan
individu-individu yang terinfeksi dengan polio, pasien-pasien tetap asymptomatic
atau mengembangkan hanya gejala-gejala seperti flu yang ringan, termasuk
kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah. Gejalagejala, jika hadir, mungkin hanya bertahan 48-72 jam, meskipun biasanya mereka
bertahan untuk satu sampai dua minggu.
Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi
dengan virus polio dan adalah penyakit yang jauh lebih serius. Gejala-gejala
terjadi sebagai akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum
tulang belakang (spinal cord).
Ada beberapa gejala kelainan utama dan penyerta pada anak poliomyelitis
yang mungkin dapat dilakukan identifikasi:
1. Kelumpuhan dan/atau pengecilan otot anggota gerak tubuh
2. Kontraktur atau kekakuan sendi, seperti sendi paha melipat ke depan,
sendi lutut melipat ke belakang, sendi telapak kaki jinjir, melipat ke atas,
ke luar, ke dalam, sendi rulang belakang skoliosis.

3. Atropi otot, sehingga kekuatan otot hilang.


4. Pemendekan urat di sekitar sendi, sehingga terjadi deformitas sendi.
Ada beberapa kemungkinan lebih lanjut yang terjadi pada anak polio.
Kemungkinan sembuh total 30%, lumpuh tingkat ringan 30%, lumpuh moderat/
berat 30%, dan meninggal dunia (10%).
Bentuk hambatan atau kelainan fungsi akibat poliomyelitis diantaranya:
1) Kelainan dungsi mobiliras, termasuk kesulitan dari dan ke posisi
tengkurap, telenrang, berguling, duduk, berdiri, jalan
2) Hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
3) Kelainan fungsi sosial psikologis, seperti munculnya rasa malu, rendah
diri, dan tidak percaya diri
4) Hambatan dalam aspek ekonomis produktif
Kira-kira 5%-10% dari pasien-pasien yang mengembangkan polio yang
melumpuhkan seringkali meninggal dari kegagalan pernapasan, karena mereka
tidak mampu untuk bernapas sendiri. Itulah sebabya mengapa sangat mendesak
bahwa pasien-pasien menerima evaluasi dan perawatan medis yang tepat.
Sebelum era vaksinasi dan penggunaan dari ventilator-ventilator modern, pasienpasien akan ditempatkan dalam "iron lung" (ventilator bertekanan negatif, yang
digunakan untuk mendukung pernapasan pada pasien-pasien yang menderita polio
yang melumpuhkan).
Terdapat 3 pola dasar pada infeksi polio, yaitu infeksi subklinis, nonparalitik, dan paralitik. Kasus yang terbesar merupakan infeksi subklinis yang
menempati angka 95%.
1.
Poliomielitis klinis menyerang sistem saraf pusat (otak dan korda
spinalis) serta erbagi menjadi non-paralitik serta paralitik. Infeksi klinis
bisa terjadi setelah penderita sembuh dari suatu infeksi subklinis. Infeksi
subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72
jam).
demam ringan
sakit kepala
tidak enak badan
nyeri tenggorokan
tenggorokan tampak merah
muntah.
2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)
demam sedang
sakit kepala
kaku kuduk
muntah
diare

kelelahan yang luar biasa


rewel
nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
kejang dan nyeri otot
nyeri leher
nyeri leher bagian depan
kaku kuduk
nyeri punggung
nyeri tungkai (otot betis)
ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri
kekakuan otot.
3.Poliomielitis paralitik
demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya
sakit kepala
kaku kuduk dan punggung
kelemahan otot asimetrik
onsetnya cepat
segera berkembang menjadi kelumpuhan
lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
sulit untuk memulai proses berkemih
sembelit
perut kembung
gangguan menelan
nyeri otot
kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
ngiler
gangguan pernafasan
rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
refleks Babinski positif.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling berat dari penyakit polio adalah kelumpuhan yang
menetap. Beberapa penyakit akibat komplikasi polio sebagai berikut,
Hiperkalsuria
Yaitu terjadinya dekalsifikasi (kehilangan zat kapur dari tulang atau gigi)
akibat penderita tidak dapat bergerak.

Melena
Yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan tinja yang berwarna hitam
ataupun muntah yang berwarna kehitaman karena darah dari saluran
cerna yang menjadi hitam dibawah pengaruh asam klorida lambung dan
akibat terjadinya emosi pada permukaan lambung dapat tunggal atau
multiple.
Pelebaran lambung akut
Keadaan ini terjadi pada masa akut atau konvalesen (dalam keadaan
pemulihan kesehatan atau stadium menuju ke kesembuhan setelah
serangan penyakit atau masa penyembuhan) disebabkan gangguan
pernafasan.
Hipertensi ringan
Keadaan ini terjadi selama fase akibat gangguan pusat vasoregulator.
Pneumonia
Yaitu sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus
(alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer
meradang dan terisi oleh cairan. Kaitan munculnya pneumonia pada
penderita poliomyelitis adalah disebabkan oleh terganggunya refleks
batuk dan menurunnya gerakan pernafasan.
Ulkus dekubitus dan emboli paru
Dapat terjadi akibat tirah baring yang lama ditempat tidur, sehingga
terjadi pembusukan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi otot)
sehingga terjadi kematian sel dan jaringan.
Psikosis
Psikosis adalah kumpulan gejala yang dapat berasosiasi dengan
gangguan psikiatrik lain tetapi tidak merupakan gangguan spesifik.
Psikosis juga dapat diartikan sebagai delusi dan halusinasi. Oleh karena
itu, gejala ini dapat dilihat pada orang yang mengalami gangguan pada
kapasitas mental, gangguan afektif, gangguan pada pemahaman realita,
dan gangguan komunikasi.
Beberapa kemungkinan lain dari komplikasi dan akibat penyakit
poliomyelitis.
Kontraktur sendi yang sering terkena kontraktur antara lain sendi
paha, lutut, dan pergelangan kaki.
Pemendekan anggota gerak bawah biasanya akan tampak salah satu
tungkai lebih pendek dibandingkan tungkai yang lainnya, kemudian
tungkai yang pendek akan mengalami antropi otot.
Skoliosis terjadi pada tulang belakang yang melengkung ke salah satu
sisi, disebabkan kelumpuhan sebagian otot punggung dan juga
kebiasaan duduk atau berdiri yang salah.

Kelainan telapak kaki berupa kaki membengkok ke luar atau ke


dalam.
Dislokasi pada sendi yang terkilir, dapat terjadi pada sendi lutut,
panggul, dan pergelangan kaki.

2.12 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan
pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi.
Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau
cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan
serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan,
protein serta sel darah putihnya agak meningkat.
1. Untuk Bayi
a. Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai
menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan
menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.
b. Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung
pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi
kelumpuhan.
c. Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan
menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai
tergantung lemas.
2. Untuk Anak besar
a. Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.
b. Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang
mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.
c. Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa
melakukannya.
d. Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun
kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri
dengan berpegangan merambat pada tungkainya.
e. Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.
Macam-macam Diagnosis:
a. Diagnosis Laboratorium
Isolasi virus Virus polio dapat pulih dari tinja atau faring dari orang
dengan polio. Isolasi virus dari cerebrospinal fluid (CSF) adalah
diagnostik, tetapi jarang dicapai. Jika virus polio terisolasi dari seseorang
dengan acute flaccid kelumpuhan, harus diuji lebih lanjut, dengan
menggunakan oligonukleotida pemetaan (sidik jari) atau genom

sequencing, untuk mencegah tambang jika virus "wild type" (yaitu, virus
yang menyebabkan penyakit) atau vaksin polio jenis (virus yang bisa
berasal dari vaksin strain).
b. Serologi
Antibodi muncul awal dan mungkin pada tinggi tingkat pada saat pasien
dirawat di rumah sakit, sehingga suatu kenaikan empat kali lipat dalam
titer antibodi tidak dapat dibuktikan.
c. Cairan serebrospinal
Pada infeksi virus polio, CSF biasanya berisi peningkatan jumlah sel
darah putih (10-200 sel/mm3, terutama limfosit) dan protein sedikit
meningkat (40-50 mg/100 ml).
2.13 Pengobatan
Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-virus tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernafasan menjadi lemah, bisa digunakan
ventilator. Jika terjadi infeksi saluran kemih, diberikan antibiotik. Untuk
mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bisa diberikan obat pereda nyeri.
Kejang dan nyeri otot juga bisa dikurangi dengan kompres hangat.
Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan fungsi otot mungkin perlu
dilakukan terapi fisik, pemakaian sepatu korektif atau penyangga maupun
pembedahan ortopedik.
2.14 Pencegahan
Vaksin polio merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanakkanak.
Terdapat 2 jenis vaksin polio:
Vaksin Salk, merupakan vaksin virus polio yang tidak aktif
Vaksin Sabin, merupakan vaksin virus polio hidup.
Vaksin Polio
Saat ini, kebanyakan anak di Amerika Serikat menerima empat dosis
virus polio tidak aktif (IPV) pada usia berikut:
2 bulan
4 bulan
Antara 6 dan 18 bulan
Sebuah penguat ditembak, antara usia 4 dan 6 ketika anak-anak baru
saja memasuki sekolah IPV adalah 90 persen efektif setelah dua
tembakan dan 99 persen efektif setelah tiga. Hal ini tidak dapat
menyebabkan polio dan aman bagi orang-orang dengan sistem kekebalan
yang lemah, meskipun tidak yakin betapa pelindung vaksin mungkin
dalam kasus defisiensi kekebalan yang parah. Efek samping yang umum
adalah nyeri dan kemerahan di tempat suntikan.

Reaksi alergi terhadap vaksin IPV dapat menyebabkan reaksi alergi


pada beberapa orang. Karena vaksin mengandung jumlah jejak antibiotik
streptomisin, polimiksin B dan neomisin, itu tidak boleh diberikan
kepada siapa saja yang memiliki reaksi terhadap obat-obat ini. Tanda dan
gejala dari reaksi alergi biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai
beberapa jam setelah ditembak dan mungkin termasuk:
Demam tinggi
Kesulitan bernapas
Kelemahan
Suara serak atau mengi
Detak jantung cepat
Hives
Pusing
Kepucatan yang tidak biasa
Pembengkakan tenggorokan
Jika mengalami reaksi alergi setelah ditembak apapun, mendapatkan
bantuan medis dengan segera.
Vaksin Polio biasanya diberikan
bersamaan dengan vaksinasi terhadap penyakit lainnya, termasuk difteri,
tetanus dan pertusis aselular (DTaP), infeksi pneumokokus dan hepatitis
B.
Sebuah kombinasi vaksin yang disebut Pediarix tersedia yang
mengurangi jumlah suntikan yang diberikan selama dua tahun pertama
kehidupan. Pediarix menggabungkan DTaP, hepatitis B, dan polio
menjadi vaksin tunggal. Efek samping dari Pediarix yang mirip dengan
vaksin individu secara terpisah, meskipun demam lebih mungkin terjadi
pada anak-anak yang menerima Pediarix dibandingkan anak yang
menerima vaksin secara terpisah.
Vaksinasi dewasa
Di AS, orang dewasa tidak secara rutin divaksinasi terhadap polio
karena sebagian besar sudah kebal dan kemungkinan tertular polio yang
minimal. Namun, orang dewasa tertentu yang berisiko tinggi polio yang
memiliki seri vaksinasi primer dengan baik IPV atau vaksin polio oral
(OPV) harus menerima tembakan penguat tunggal IPV. Sebuah tunggal
dosis booster IPV berlangsung seumur hidup. Dewasa beresiko termasuk
mereka yang bepergian ke belahan dunia mana polio masih terjadi atau
mereka yang merawat orang-orang yang mungkin buang virus polio liar.
Yang memberikan kekebalan yang lebih baik (sampai lebih dari 90%) dan
yang lebih disukai adalah vaksin Sabin per-oral (melalui mulut). Tetapi pada
penderita gangguan sistem kekebalan, vaksin polio hidup bisa menyebabkan
polio. Karena itu vaksin ini tidak diberikan kepada penderita gangguan sistem

kekebalan atau orang yang berhubungan dekat dengan penderita gangguan sistem
kekebalan karean virus yang hidup dikeluarkan melalui tinja.
Dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan hendak
mengadakan perjalanan ke daerah yang masih sering terjadi polio, sebaiknya
menjalani vaksinasi terlebih dahulu. Ada beberapa langkah upaya pencegahan
penyakit polio ini, di antaranya:
1. Eradikasi Polio
Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian
besar negara di seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk
melakukan Eradikasi Polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas
polio tahun 2000. Program ERAPO yang pertama dilakukan adalah
dengan melakukan cajupan imunisasi yang memuelutuh.
2. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995, 1996, dan
1997. Imunsasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi
WHO yaitu diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8
minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5tahun; 5 tahun; dan usia 15
tahun.
Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan menimbulkan dampak
negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang efisien dan
efektif dalam pencegahan penyakit polio.
Imunisasi polio
Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit polimielitis. Imunisasi polio dapat diberikan
sebanyak 4 kali selang waktu tidak kurang dari 1 bulan.imunisasi
ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah dasar (umur 5-6
tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar(umur 12 tahun). Vaksin
polio di berikan secara oral, yaitu dengan cara meneteskan dua tetes
vaksin polio ke dalam mulut anak.(sumber pujiyanto,sri.2008.
menjelajah dunia biologi 2. Solo: platinum)
3. Survailance Acute Flaccidd Paralysis
Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah
usia 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah
karena polio atau bukan. Berbagai kasus yang diduga polio harus benarbenar diperiksa di laboratorium karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi
bukan karena polio.
4. Mopping Up
Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di
daerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio
sebelumnya.
Tampaknya di era globalisasi di mana mobilitas penduduk antarnegara
sangat tinggi dan cepat muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus
ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio, tentu harus disertai dengan

peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban


keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara
kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi resiko
penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan.
Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio
menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali
alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun sebenarnya orangtua
tidak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio
lengkap.
Kebutuhan rehabilitasi/ habilitasi bagi anak polioyelitis diarahkan untuk:
1. Menumbuh kembangkan kemampuan agar dapat mengatasi akibat
kelumpuhan
2. Menjaga agar kelainan tidak menjadi parah.
Diantara kebutuhan rehabilitasi/ habilitasi bagi anak yang limpuh karena
polio, adalah :
a. Mengurangi kondisi kontraktur sendi, melenturkan urat yangkaku
maupun memendek, mengatasi otot fleksid, meninglkatkan ruanggerak
sendi, melatih fungsi koordinaso dan lain-lain melalui berbagai bentuk
terapi.
b. Pemberian alat bantu khusus sesuai kebutuhan seperti brace pendek,
brace oanjang, skoliosisi, flat foot, sepetu koreksi, splint/bidai.
c. Bimbingan ADL baik dengan ataupun tanpa alat bantu
d. Bimbingan mobilitas, mulaidari posisi tubuh sampai berjalan
e. Bimbingan sosial psikologis untuk menghilangkan dampak negatif
kelainan
f. Pendidikan anak dengan orang tua
g. Bimbingan ekonomi produktif
Selain dengan melakukan vaksinasi Polio dan rehabilitasi/
habilitasi, cara lain untuk mencegah penyakit polio adalah
meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan keluarga dengan melakukan
cuci tangan bila akan melakukan sesuatu pekerjaan seperti
makan dan menjaga kebersihan alat dan bahan makanan serta minuman.
Seseorang beresiko terancam serangan virus POLIO dari usia balita hingga
usia 14 tahun. Diatas umur tersebut tidak akan terancam karena setelah dewasa
mendapatkan kekebalan tubuh secara natural. Selain memperoleh imunisasi polio
dasar maupun booster sebagai pencegahan terhadap seranagan poliovirus, belum
diketemui obat yang tepat untuk penyembuhan penderita serangan virus ganas
ini.Cara pengobatan dan pencegahan yang dapat ditempuh adalah :
1
Memberikan tindakan pergejala, misalnya menurunkan suhu badan
ketika demam tinggi dan mengobati pilek/flu yang dideritanya.
2
Meminimalkan efek samping serangan poliovirus
3
Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan memberikan vitamin
yang tepat

Memberikan terapi pada penderita yang di duga akan mengalami


kelumpuhan parah, seperti dengan menjalani fisioterapy, sehingga pasien
yang ototnya lemah tidak sampai lumpuh total, walau jalannya sedikit
pincang. Terapi tersebut dapat berupa latihan jalan, pemanasan, pijat dan
beraneka ragam latihan dengan menggunakan alat
Kecukupan asupan gizi pada balita guna meningkatkan daya tahan tubuh,
dan tidak tinggal diarea yang overcrowded dan terlalu kumuh demi
mengurangi resiko penularan poliovirus.

2.15 Epidemiologi
Infeksi virus polio terjadi di seluruh dunia, untuk Amerika Serikat transmisi
virus polio liar berhenti sekitar tahun 1979. Di Negara-negara Barat, eliminasi
polio sejak tahun 1991. Program eradikasi polio global secara dramatis
mengurangi transmisi virus polio liar di seluruh dunia, kecuali beberapa negara
yang sampai saat ini masih ada transmisi virus polio liar yaitu di India, Timur
Tengah dan Afrika. Resevoir virus polio liar hanya pada manusia, yang sering
ditularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa
kuman dengan status karier asimtomatis kecuali pada orang yang menderita
defisien sistem imun.
Virus polio menyebar dari orang satu ke orang lain melalui jalur oro-fecal,
pada beberapa kasus dapat berlangsung secara oral-oral. Infeksi virus mencapai
puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis ticlak ada bentuk
musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak antar
rumah tangga (yang belum diimunisasi) derajat serokonversinya lebih dari 90%.
Kasus-kasus polio sangat infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah
timbulnya gejala, tetapi virus polio dapat ditemukan dalam tinja dari 3 sampai 6
minggu. Berikut adalah beberapa kondisi yang memungkinkan dapat mendukung
penyebaran virus polio,

Waduk
Manusia merupakan reservoir hanya dikenal dari virus polio, yangpaling
sering ditularkan oleh orang dengan tanpa gejalainfeksi. Tidak ada
operator negara asimtomatik kecuali dalamorang kekurangan kekebalan
tubuh.

Transmisi
Orang-ke-orang penyebaran virus polio melalui rute fecal-oraladalah rute
yang paling penting dari transmisi, meskipun oral-oral dapat menjelaskan
beberapa kasus.

Pola Temporal

Infeksi virus polio biasanya puncak pada bulan-bulan musim panas di


beriklim sedang. Tidak ada pola musiman di daerah tropis iklim.
Penularan:
Virus polio sangat menular, dengan tingkat serokonversi antara kontak
rumah tangga rentan anak-anak hampir 100%, dan lebih besar dari 90% di antara
rumah tangga rentan kontak orang dewasa. Orang yang terinfeksi dengan virus
polio yang paling infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan sesudah terjadinya
gejala, tetapi virus polio dapat hadir dalam tinja dari 3 sampai 6 minggu.
2.16 Kemajuan
Secara keseluruhan, sejak GPEI ini diluncurkan, jumlah kasus telah
menurun lebih dari 99%. Pada 2013, hanya tiga negara di dunia tetap endemik
polio: Nigeria, Pakistan dan Afghanistan.
Pada tahun 1994, WHO Wilayah Amerika telah disertifikasi bebas polio,
diikuti oleh WHO Wilayah Pasifik Barat pada tahun 2000 dan Wilayah Eropa
WHO pada bulan Juni 2002. Dari tiga jenis virus polio liar (tipe 1, tipe 2 dan tipe
3), tipe 2 transmisi virus polio liar telah berhasil dihentikan (sejak 1999).
Lebih dari 10 juta orang saat ini berjalan, yang seharusnya telah lumpuh.
Diperkirakan lebih dari 1,5 juta kematian anak telah dicegah, melalui administrasi
sistematis Vitamin A selama kegiatan imunisasi polio.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Poliovirus merupakan satu dari sekian virus yang lambat laun
penyebarannya semakin cepat dan meluas. dinamakan poliovirus, virus tersebut
masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus. Virus ini juga
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan bisa jadi kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi didalam
saluran pencernaan menyebar ke kelenjar limfe dan sebagian yang lain menyebar
ke sistem saraf.
Poliomyelitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi akut polio virus
yang dalam bentuk beratnya menyerang susunan syaraf pusat (SSP). Kerusakan
neuron motorik dalamj sumsum tulang belakang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Namun sebagian besar infeksi polio virus bersifat subklinik.
Mulut adalah tempat masuknya virus dan perkembangbiakan pertama terjadi
di orofaring atau usus. Virus selalu ada pada tenggorokan dan dalam tinja sebelum
timbulnya penyakit. Seminggu setelah serangan virus di tenggorokan tinggal
sedikit, tetapi virus tetap dikeluarkan dalam tinja selama beberapa minggu,
meskipun terdapat kadar antibody yang tinggi dalam darah.
Poliovirus dapat menyebar melalui akson saraf perifer ke susunan saraf
pusat, dan dari sana diteruskan melalui serabut-serabut neuron motorik yang lebih
rendah untuk melibatkan secara lebih mendalam sumsum tulang belakang atau
otak.
Selain itu, virus polio dapat dicegah dan ditangani oleh para dokter untuk
memperkecil jumlah angka penderita penyakit poliomeritis tersebut. Namun, juga
harus diseimbangi dengan gizi yang cukup. Seperti yang sudah kami papar diatas
bahwa ada pengobatan terbaru yang dapat menyembuhkan penyakit polio tersebut
meskipun terbilang mahal biaya yang dikeluarkan dan berlangsung secara
bertahap.
Dari makalah ini kita dapat menyimpulkan bahwa virus polio tersebut sudah
ada sejak lama. Meskipun dulu pernah punah akan tetapi pada zaman sekarang
tumbuh lagi atau berkembang lagi yang diakibatkan dari kurangnya pemenuhan
gizi, pola hidup, dan masih banyak lagi
3.2 Saran
1. Kepada pemerintah diharapkan selalu waspada terhadap gejala-gejala virus
polio yang menyebar di lingkungan masyarakat baik pada lingkungan
masyarakat kelas menengah maupun kelas bawah, karena yang sering
terkena segala macam penyakit itu pada kalangan menengah bawah supaya
lebih fokus ke kalangan ini.

2. Untuk para mahasiswa supaya selain mengkaji masalah tentang virus


polio,juga turut ikut mencegah virus tersebut dengan cara memperdalam,
memperbanyak, dan memperluas pengabdian masyarakat yang sesuai
dengan tri dharma perguruan tinggi.
3. Khususnya kepada mayarakat, marilah saling bergabung, bergotong
royong, saling membantu dan saling memberikepada sesama,supaya
timbulnya penyakit yang dikarenakan virus tidak menyebar luas,karena
kurangnya gizi atau vitamin.

DAFTAR PUSTAKA

CDC. Poliomyelitis prevention in the United States: updated


recommendations

of

the

Advisory

Committee

on

Immunization Practices. (ACIP). MMWR 2000;49 (No.RR5):122.


Modlin JF. Poliovirus. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds.
Principles and Practice of Infectious Diseases . 7th ed.
Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2009:chap
171.
Silver JK. Post-poliomyelitis syndrome. In: Frontera WR, Silver JK,
Rizzo Jr TD, eds. Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation . 2nd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2008: chap 137.

Anda mungkin juga menyukai