Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular
langsung melalui dahak berupa droplet yang telah terinfeksi oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar di udara dan dapat
bertahan selama beberapa jam, hingga terhirup oleh orang lain kemudian
menetap dalam tubuh orang tersebut. Jika bakteri ini sering masuk dan
terkumpul dalam paru-paru, maka akan berkembang biak menjadi banyak
dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
(Najmah,2016)
Orang yang telah menghirup udara dengan kandungan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, maka bakteri tersebut akan masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan dan menyebar ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ
terdekatnya. Setiap satu bakteri akan menularkan kepada 10-15 orang di
sekitarnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TB sebesar
17%. Hasil studi lain melaporkan bahwa kontak terdekat seperti keluarga
serumah, dua kali lebih berisiko tertular dibandingkan kontak biasa yang
tidak serumah.
Saat ini, Tuberculosis (TB) masih menjadi permasalahan kesehatan
di dunia. Penyakit Tuberculosis (TB) menjadi penyebab kematian kedua dari
seluruh penyakit menular di dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2013,
kasus TB di dunia diperkirakan sebanyak 9 juta orang dan 1,5 juta orang
meninggal akibat penyakit ini. Sebanyak 550.000 anak menderita penyakit
TB dan 80.000 anak HIV-negatif meninggal karena TB pada tahun yang
sama. Namun, pada tahun tersebut sebenarnya terjadi penurunan kasus TB
paru di dunia dengan diagnosis dini dan kepatuhan berobat. Tingkat
kematian TB menurun 45% antara tahun 1990 hingga tahun 2013. Sejak

1
2

tahun 2000 hingga tahun 2013, sekitar 37 juta jiwa diselamatkan melalui
diagnosis dan pengobatan TB.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penduduk
Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%,
yang diantaranya lima provinsi dengan kasus TB paru tertinggi adalah Jawa
Barat (0,7%0, Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten
(0,4%) dan Papua Barat (0,4%). Proporsi penduduk dengan gejala TB Paru
batuk ≥ 2 minggu sebesar 3,9% dan batuk darah 2,8%. Sedangkan
berdasarkan Angka notifikasi kasus atau Case Notification Rate (CNR),
angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 81,0 per
100.000 penduduk. Provinsi dengan CNR BTA+ terendah yaitu DI
Yogyakarta (35,2), Bali (40,1), dan Jawa Tengah (60,6). Sedangkan provinsi
yang tertinggi yaitu Sulawesi Utara (224,2), Sulawesi Tenggara (183,9) dan
Gorontalo (177,3). Angka keberhasilan pengobatan (success rate)
berdasarkan angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan lengkap di
Indonesia, melebihi standar WHO (85%) dan renstra RI (minimal 87%) pada
tahun 2013 mencapai 90,5%.
Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Barat tahun 2013, prevalensi
penduduk Jawa Barat yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun
2013 adalah 0.7 persen. Lima Kabupaten/Kota dengan TB tertinggi adalah
Cianjur (1,4%), Subang (1,2%), Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung
dan Kabupaten Bekasi (masing-masing 1,0%). Prevalensi penduduk Jawa
Barat dengan gejala TB adalah 3,3 persen dan 2.8 persen diantaranya
mengalami batuk berdarah. Berdasarkan karakteristik penduduk Jawa Barat,
yang paling banyak didiagnosis TB adalah penduduk ≥65 tahun dan berusia
1-4 tahun, laki-laki, pendidikan SD ke bawah, namun tidak ada perbedaan
prevalensi antara tempat tinggal di daerah perkotaan dengan perdesaan.
Menurut kuintil indeks kepemilikan, prevalensi TB terendah terdapat pada
kuintil indeks kepemilikan teratas (0.4%). Dari seluruh penduduk yang
didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, hanya 56,2% diobati dengan obat
program. Lima Kabupaten/Kota terbanyak yang mengobati TB dengan obat
program adalah Kabupaten Bandung (70,6%), Purwakarta (68,9%), Cianjur
(66,4%), Kota Bekast (65,5%) dan Kota Tasikmalaya (65,3%).
3

TB berdasarkan diagnosis dan gejala TB di Kota Cimahi sebesar


0,7%. CNR kasus baru TB BTA + per 100.000 penduduk menunjukkan
angka notifikasi kasus baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis dan
angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis per 100.000 penduduk dari tahun
2014-2016 mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus baru tuberkulosis
paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2017 di Kota Cimahi sebesar 90
per 100.000 penduduk, dan CNR seluruh kasus TB per 100.000 sebesar 299
per 100.000 penduduk. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya karena untuk meningkatkan cakupan pengobatan dan
menurunkan mata rantai penularan.
Kota Cimahi terdiri dari tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi
Utara, Kecamatan Cimahi Tengah, dan Kecamatan Cimahi Selatan.
Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan
Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Kecamatan Cimahi Tengah
memiliki tingkat kepadatan penduduk sebanyak 17.277 jiwa/km², sedangkan
Kecamatan Cimahi Selatan memiliki tingkat kepadatan penduduk sebanyak
15.210 jiwa/km². Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa wilayah
Kecamatan yang penduduknya padat tak akan lepas dari penyakit yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan, yaitu salah satunya penyakit TB paru.
Penyakit TB paru paling tertinggi terjadi di Kecamatan Cimahi Selatan
terutama di Kelurahan Utama. Hal ini disebabkan oleh tempat tinggal yang
padat, lokasi pemukiman yang berada tepat di belakang pabrik-pabrik
sehingga kondisi lingkungan rumah masyarakat tidak memenuhi syarat
sebagai rumah sehat seperti kurang pencahayaan, sering berdebu, dan
sebagainya. Selain itu, disertai juga dengan perilaku masyarakat yang sering
merokok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit tuberculosis
diantaranya faktor bibit penyakit/agent (Mycobacterium tuberculosis), faktor
pejamu/host (umur, pendidikan, pekerjaan, imunitas, penyakit HIV dan
perilaku merokok), lingkungan/environment (sosial ekonomi, kondisi
lingkungan rumah, kepadatan hunian, dan kedekatan kontak).
(Najmah,2016)
4

Hasil penelitian Jendra,2015 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-


55 tahun merupakan kelompok yang rentan terpapar bakteri TB dan
sebanyak 55 responden memiliki kepadatan hunian yang buruk dari jumlah
97 responden. Sedangkan hasil penelitian Erwin dkk,2012 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara kualitas fisik rumah dengan terjadinya
penyakit TB paru BTA positif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada
hubungan perilaku merokok dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian
TB paru pada usia produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama Tahun
2019?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara perilaku merokok dan kondisi lingkungan
rumah dengan kejadian TB paru pada usia produktif (15-49 tahun) di
Kelurahan Utama Kota Cimahi Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kejadian TB paru di Kelurahan Utama Kota
Cimahi Tahun 2019.
b. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok dan kondisi rumah usia
produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama Kota Cimahi Tahun 2019.
c. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian TB paru
pada usia produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama Kota Cimahi
Tahun 2019.
d. Mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian TB
paru pada usia produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama Kota
Cimahi Tahun 2019.
5

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Epidemiologi
Kesehatan Masyarakat khususnya penyakit menular TB paru.

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit TB paru khususnya di Kelurahan Utama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis
Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung
melalui dahak berupa droplet yang telah terinfeksi oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar di udara dan dapat
bertahan selama beberapa jam, hingga terhirup oleh orang lain kemudian
menetap dalam tubuh orang tersebut.
1. Etiologi
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Bakteri tersebut memiliki ukuran
0,5-4 mikron Utama 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau
sedikit bengkok, bergranular atau tidak memiliki selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil
tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri
tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman
dan aerob. Selain itu, bakteri ini juga tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembab dan gelap, namun tidak tahan terhadap
sinar atau aliran udara.
2. Cara Penularan
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
ditularkan melalui dahak berupa droplet yang menyebar di udara. Bila
penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang
lain, maka basil tuberculosis keluar ke udara dan terhirup oleh orang lain
saat bernapas. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15
orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC
adalah 17%. Masa inkubasi hingga terjadinya penyakit adalah 3-6 bulan.

6
7

3. Gejala dan Tanda


Seseorang ditetapkan sebagai penderita tuberculosis paru jika ditemukan
gejala klinis utama pada dirinya. Gejala utama pada penderita TBC
adalah:
a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu.
b. Batuk berdarah.
c. Sesak napas.
d. Nyeri dada.
Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak
tinggi/meriang lebih dari 1 bulan, dan penurunan berat badan.
4. Perjalanan Alamiah Penyakit
Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC
batuk. Jika bakteri ini sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru
akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan
daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu, infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, namun yang paling sering
terkena yaitu paru-paru.
Saat bakteri ini berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel
paru. Mekanisme pembentukan dinding tersebut adalah dengan membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang akan menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang
8

telah memproduksi sputum diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan


tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Menurut WHO, riwayat terjadinya tuberculosis terbagi menjadi dua bagian
yaitu:
a. Infeksi Primer
Infeksi primer merupakan saat orang pertama kali terpapar dengan
bakteri tuberculosis. Masa inkubasi untuk penyakit ini sekitar 6 bulan.
Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilierbronkus dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat bakteri TB
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang
menyebabkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa bakteri TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
dari banyaknya bakteri yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan bakteri TB. Meskipun demikian, ada
beberapa bakteri akan menetap sebagai bakteri persister atau
dormant. Jika daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan bakteri, dalam beberapa bulan orang tersebut akan
menjadi penderita TB.
b. Post Primary Tuberculosis
Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat infeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kapitas atau efusi pleura. Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga bila terjadi
infeksi oportunistik maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan bisa mengakibatkan kematian.
9

5. Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa


Diagnosis penyakit tuberculosis ditegakkan melalui pemeriksaan
laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang
dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya
mahal dan hasilnya lama. Metode pemeriksaan dahak yaitu dengan
pemeriksaan mikroskopis membutuhkan ±5 mL dahak dan biasanya
menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau
pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet. Jika dari dua kali pemeriksaan
didapatkan hasil BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif
mengidap tuberculosis paru.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberculosis Paru


Teori John Gordon (Najmah,2016) mengemukakan bahwa timbulnya
suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit
(agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).
1. Bibit Penyakit (Agent)
Agent adalah penyebab timbulnya suatu penyakit. Tuberculosis
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berukuran sangat kecil, berbentuk batang tipis, sedikit bengkok,
bergranular, dan berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah
mikroskop. Bakteri tuberculosis terdiri dari berat dindingnya lebih dari
30%, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor
dan protein yang terdiri dari tuberkulin.
2. Pejamu (Host)
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung
dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi
alam. Host untuk bakteri tuberkulosis paru adalah manusia.
Semua umur pada manusia dapat tertular TB paru, tetapi kelompok risiko
tertinggi adalah kelompok usia produktif. Diperkirakan 95% kasus TB
paru dan kematian akibat TB paru di dunia terjadi di Negara berkembang
dan berpenghasilan rendah. Di indonesia, berdasarkan karakteristik
penduduk, prevalensi TB paru cenderung meningkat dengan
bertambahnya umur, pada pendidikan rendah, dan tidak bekerja.
10

Selain itu, faktor imunitas, penyakit HIV dan perilaku merokok juga
meningkatkan risiko terkena TB. Orang yang terinfeksi HIV memiliki
risiko 26-31 kali terserang penyakit TB. TB adalah pembunuh utama
orang HIV positif yang menyebabkan seperempat dari semua kematian
terkait HIV. Merokok juga sangat meningkatkan risiko penyakit TB dan
kematian. Lebih dari 20% kasus TB di seluruh dunia disebabkan oleh
rokok.
3. Lingkungan (Environment)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu)
baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang
lain. Lingkungan sosial ekonomi, kondisi lingkungan rumah, kepadatan
hunian, dan kedekatan kontak dengan pejamu BTA + sangat
mempengaruhi penyebaran bakteri tuberculosis pada manusia. Kondisi
lingkungan rumah seperti ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan hunian menjadi salah
satu faktor yang berperan dalam penyebaran bakteri ini.

C. Perilaku Merokok
Merokok merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular serta penyebab utama lain dari kematian di seluruh dunia,
yaitu serebrovaskular, infeksi saluran napas bawah, PPOK, TB, dan kanker
saluran napas. Merokok dan TB adalah dua masalah besar kesehatan di
dunia, walaupun TB lebih banyak ditemukan di negara berkembang.
Penggunaan tembakau khususnya merokok, secara luas telah diakui
sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi penyebab
kematian yang penting di dunia. Data World Health Organization (WHO)
menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar
ke-3 setelah Cina dan India dan diikuti Rusia dan Amerika. Padahal dari
jumlah penduduk, Indonesia berada di posisi ke-4 setelah Cina, India dan
Amerika. Berbeda dengan jumlah perokok Amerika yang cenderung
menurun, jumlah perokok Indonesia justru bertambah dalam 9 tahun
terakhir. (Wijaya,2012)
11

Asap rokok mengandung lebih dari 4.500 bahan kimia yang memiliki
berbagai efek racun, mutagenik dan karsinogenik. Asap rokok menghasilkan
berbagai komponen baik di kompartemen seluler dan ekstraseluler, mulai
dari partikel yang larut dalam air dan gas. Banyak zat yang bersifat
karsinogenik dan beracun terhadap sel namun tar dan nikotin telah terbukti
imunosupresif dengan mempengaruhi respons kekebalan tubuh bawaan dari
pejamu dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Semakin tinggi
kadar tar dan nikotin efek terhadap sistem imun juga bertambah besar.
Risiko TB dapat dikurangi dengan hampir dua pertiga jika seseorang
berhenti merokok. (Wijaya,2012)
Jenis kelamin laki-laki lebih rentan untuk terinfeksi TB paru
dibandingkan dengan perempuan, namun angka kematian lebih tinggi pada
perempuan. Di Indonesia laki-laki mempunyai risiko menderita TB 1,6 kali
dibandingkan dengan perempuan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan
bahwa kelompok laki-laki 10% lebih banyak ditemukan kasus TB
dibandingkan dengan perempuan. Tidak ditemukannya hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian TB karena proporsi penderita TB pada laki-
laki dan perempuan berdasarkan Riskesdas 2013 hampir sama, meskipun
ditemukan perbedaan jumlah penderita TB pada laki laki dan perempuan.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti perbedaan perilaku
dimana lebih banyak laki laki yang merokok (96,3%) dibandingkan dengan
perempuan (3,7%). (Riskesdas,2013)
Menurut Bustan (2000) dalam Arief ( 2011) jumlah rokok yang
dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Kategori perokok
dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Perokok ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2. Perokok sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang perhari.
3. Perokok berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari.
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan rokok,
maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu
bungkus) perhari, akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa
12

zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat komulatif
(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga
akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan. (Sitepoe 1997 dalam Arief
2011)
Penelitian Nurjana,2016 menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian TB paru. Penelitian
Falletehan,2014 mengemukakan juga bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian TB paru.

D. Kondisi Lingkungan Rumah


Menurut Otto Sumarwoto, 1990 (Suyono dan Budiman,2010),
lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Faktor lingkungan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap status kesehatan, salah satu
bagiannya adalah lingkungan fisik yaitu lingkungan rumah. Adapun syarat-
syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi rumah sehat secara fisiologis
yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain:
1. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga
mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh
Robert Koch (1843-1910). Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk
pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan
masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk
ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar
matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan
bakteri. Bakteri tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun
lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan
panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko
menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang
dimasuki sinar matahari. (Soedarto, 2009)
2. Kelembaban
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu
ruangan yang ideal antara 180C – 300C. Bila kondisi suhu ruangan
tidakoptimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat
13

lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya,


bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-
orang tertentu dapat menimbulkan alergi. kelembaban dalam rumah
akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain
bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi
dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga
kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri
Mycrobacterium tuberkulosis. (Kemenkes RI, 2016)
3. Ventilasi
Menurut Kemenkes RI (2014), Jendela dan lubang ventilasi selain
sebagai tempat keluar masuknyaudara juga sebagai lubang
pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas
lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak
memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya
konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang
bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya
proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman
tuberkulosis.
Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk
ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam
rumah tidak dapat keluar dan ikut terhirup bersama udara pernafasan.
(Korua, 2015)
14

4. Jenis Lantai
Pada rumah yang sehat, lantai seharusnya yang kering dan mudah
dibersihkan sehingga tidak menimbulkan kelembaban yang memicu
mudahnya bakteri Mycobacterium tuberculosis bertahan hidup dan
mempermudah penularan penyakit tuberkulosis. Lantai tanah sebaiknya
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga
dapat menimbulkan gangguan atau penyakit terhadap penghuninya
(Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/SK/VII/1999).
Penelitian Budi dan Tuntun,2016 mengemukakan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan rumah terhadap
kejadian TB paru. Penelitian Pangastuti,2015 menunjukkan juga bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan rumah dengan
kejadian TB paru terutama indikator jenis lantai, jenis dinding, pencahayaan
ruang tidur, kelembaban kamar tidur, dan ventilasi ruang tidur. Sama halnya
dengan penelitian Pangastuti, penelitian yang dilakukan oleh Azzahra,2017
juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kondisi
lingkungan rumah dengan kejadian TB paru.
15

E. Kerangka Teori

Faktor Bibit Penyakit


(Agent):
Bakteri Mycobacterium
tuberculosis

Faktor Pejamu (Host):


1. Umur
2. Pendidikan
Kejadian
3. Pekerjaan
4. Imunitas tubuh Penyakit TB
5. Penyakit HIV Paru
6. Perilaku Merokok

Faktor Lingkungan
(Environment):
1. Sosial ekonomi
2. Kondisi lingkungan
rumah
3. Kedekatan kontak
4. Kepadatan hunian

Gambar 2.1
Sumber: Teori John Gordon (Najmah,2016)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung
melalui dahak berupa droplet yang telah terinfeksi oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar di udara dan dapat
bertahan selama beberapa jam, hingga terhirup oleh orang lain
kemudian menetap dalam tubuh orang tersebut.
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit TB
paru sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (bakteri
Mycobacterium tuberculosis), pejamu (umur, pendidikan, pekerjaan,
imunitas tubuh, penyakit HIV, dan perilaku merokok), serta lingkungan
(sosial ekonomi, kondisi lingkungan rumah, kedekatan kontak, dan
kepadatan hunian).
Menurut penelitian Nurjana,2015 menunjukkan bahwa diantara faktor
risiko TB paru yaitu pendidikan, bahan bakar memasak, kondisi ruangan
dan perilaku merokok, faktor risiko yang dominan adalah kondisi ruangan
dan perilaku merokok. Sedangkan penelitian Budi dan Tuntun,2016
mengemukakan bahwa kondisi lingkungan rumah berpengaruh terhadap
kejadian TB paru. Dan penelitian Falletehan,2014 mengemukakan
bahwa adanya hubungan yang signifikan antara perilaku merokok
dengan kejadian TB paru.

2. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
faktor yang dominan terhadap kejadian TB paru adalah perilaku merokok
dan kondisi lingkungan rumah dengan kerangka konsep sebagai berikut:

Perilaku Merokok
Kejadian Penyakit
TB Paru
Kondisi Lingkungan
Rumah

16
17

3. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
survei analitik. Penelitian survei analitik merupakan suatu penelitian yang
mencoba mengetahui mengapa kejadian TB paru bisa terjadi, kemudian
melakukan analisis hubungan antara faktor risiko yaitu perilaku merokok
dan kondisi lingkungan rumah dengan faktor efek yaitu kejadian TB paru.
Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah desain Case
Control yaitu penelitian yang mempelajari faktor risiko (perilaku merokok
dan kondisi lingkungan rumah) dengan menggunakan pendekatan
retrospektif yang mengidentifikasi kelompok yang terkena penyakit TB
paru (kasus) dan kelompok tanpa penyakit TB paru (kontrol).
4. Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian TB paru
pada usia produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama tahun 2019.
b. Ada hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian TB
paru pada usia produktif (15-49 tahun) di Kelurahan Utama tahun
2019.
5. Definisi Operasional

Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Tuberculosis
merupakan penyakit
menular yang
disebabkan oleh Penduduk Kelurahan Melihat rekam 0 = Menderita
infeksi bakteri Utama yang menderita TB medik di TB paru
Kejadian TB Rekam
Mycobacterium paru yang terdaftar di Puskesmas 1 = Tidak Ordinal
paru medik
tuberculosis dan Puskesmas Cimahi Selatan Cimahi menderita TB
biasanya sering tahun Utama. Selatan paru
menyerang parenkim
paru-paru.
(Brunner,2014)
Aktivitas menghisap
atau menghirup asap
Suatu perbuatan responden 0 = Merokok
Perilaku rokok dengan Melakukan
menghisap rokok Kuesioner 1 = Tidak Ordinal
merokok menggunakan pipa wawancara
(tembakau) setiap harinya. merokok
atau rokok (Sari dkk,
2003)
Kondisi Keadaan rumah yang Keadaan dari rumah Mengamati Lembar 0 = Tidak Ordinal
lingkungan memenuhi syarat penderita TB paru yang pencahayaan, observasi memenuhi
rumah kesehatan dinilai berdasarkan jenis lantai, syarat
diantaranya memiliki pencahayaan, lantai, dan dan ventilasi 1 = Memenuhi
ventilasi serta ventilasi. rumah syarat
pencahayaan yang responden
cukup sehingga
terbebas dari
penyakit.

18
19

Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(Kemenkes,2012)
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
a. Populasi Kasus
Populasi kasus adalah penderita TB paru yang berusia produktif (15-
49 tahun) di Kelurahan Utama tahun 2019 yang terdaftar di
Puskesmas Cimahi Selatan sebanyak 25 orang.
b. Populasi Kontrol
Populasi kontrol adalah orang dengan usia produktif (15-49 tahun)
yang tidak menderita TB paru di Kelurahan Utama tahun 2019
sebanyak 25 orang.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik random sampling dengan jenis simple random sampling. Cara
perhitungan sampel dengan menggunakan rumus jika populasi (N)
diketahui sehingga didapatkan sampel keseluruhan sebanyak 32 orang
(16 orang kasus dan 16 orang kontrol).

C. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
dengan mengambil data sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dengan melakukan wawancara
dan observasi, yaitu melakukan kunjungan ke rumah responden
dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit TB paru di Kelurahan Utama tahun
2019.
b. Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data dan
informasi yang diperlukan melalui catatan-catatan tertulis lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode ini dilakukan
melalui studi dokumentasi dengan menelaah catatan tertulis,
dokumen, dan arsip seperti rekam medik di Puskesmas yang

20
21

menyangkut masalah yang diteliti dan berhubungan dengan


Kelurahan Utama pada tahun 2019.

2. Instrumen Penelitian
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar
observasi untuk mengamati kondisi lingkungan rumah dan kuesioner
untuk menanyakan riwayat kebiasaan merokok.

D. Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan proses penelitian ini dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
Hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
a. Penyusunan proposal.
b. Perizinan penelitian.
c. Persiapan alat dan bahan penelitian.
d. Koordinasi dengan berbagai pihak.
e. Uji coba kuesioner.
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan, yang harus dilakukan adalah:
a. Pengambilan data.
b. Pengumpulan data.
c. Editing data
3. Tahap Evaluasi dan Analisis Data
4. Tahap Penyusunan Laporan Hasil Penelitian

E. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari secara manual dan dilanjutkan dengan
komputer, dengan tahapan entry, coding, dan editing data. Data dianalisis
secara analitik dan analisis statistik dengan menggunakan Chisquare test
pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil lembar observasi dan lembar
kuesioner akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi dari tiap variabel.
22

2. Analisis Bivariat
Variabel independen dan variabel dependen menggunakan uji statistik
Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan
dikatakan bermakna apabila P<0,05 dan melihat nilai Odds Ratio (OR)
untuk memperkirakan resiko masing-masing variabel yang diselidiki.
Data diambil berdasarkan kunjungan langsung peneliti dengan
menggunakan kuesioner dengan wawancara serta pengamatan
langsung.
Interpretasi nilai Odds Ratio (OR) menurut Riyanto,2011 adalah:
1) Bila nilai OR = 1 maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko
ternyata tidak ada pengaruhnya terhadap terjadinya efek, dengan
kata lain bersifat netral dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya
efek.
2) Bila nilai OR > 1 dengan tingkat kepercayaan 95% tidak melewati
angka 1, maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata
benar merupakan faktor risiko terjadinya efek.
3) Bila nilai OR > 1 dengan tingkat kepercayaan 95% melewati angka 1,
maka variabel yang diduga menjadi faktor risiko ternyata tidak ada
pengaruhnya terhadap terjadinya efek, dengan kata lain bersifat
netral dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya efek.
4) Bila nilai OR < 1 dengan tingkat kepercayaan 95% tidak melewati
angka 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor protektif atau
justru dapat mengurangi kejadian penyakit.
5) Bila OR < 1 dengan tingkat kepercayaan 95% melewati angka 1,
maka variabel yang diteliti belum tentu benar merupakan faktor
protektif.

3. Etika Penelitian
Etika profesional dalam penelitian dan mencegah timbulnya masalah
etika maka diperlukan hal-hal sebagai berikut: (Hidayat,2013)
1. Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
2. Confidentiality (kerahasiaan) merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
23

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah


dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019 sampai
Agustus 2019 yang berlokasi di Kelurahan Utama Kecamatan Cimahi
Selatan. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
penemuan penderita TB paru di Kelurahan Utama merupakan yang paling
banyak di Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Anda mungkin juga menyukai