Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN PERTUSIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Anak

Ns. Rus Andraini, A. Kp.,M. Ph.

Disusun oleh

Kelompok 7
1. Muhammad (P07220121022)
2. Wulan Alvianty Sukamito (P07220121045)
3. Sinta (P07220121039)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLITEKSIK KESEHATAN KEMENTRIAN

KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pertusis”. Makalah ini berisikan pembahasan
tentang perumusan keperawatan anak dengan gangguan pertusis . Dalam penyusunan Makalah
ini kami telah berusaha memberikan yang terbaik dengan dukungan dari berbagai sumber atau
literatur yang ada. Dan kami ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Samarinda 01 Februari 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................3
C. TUJUAN.........................................................................................................................................3
D. MANFAAT....................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
KONSEP TEORI.........................................................................................................................................5
A. DEFINISI........................................................................................................................................5
B. ETIOLOGI......................................................................................................................................6
C. PATOFISIOLOGI..........................................................................................................................7
D. TANDA DAN GEJALA.................................................................................................................8
E. PENATALAKSANAAN................................................................................................................8
BAB II.......................................................................................................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................................................14
A. ANAMNESE................................................................................................................................14
B. PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................................................18
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC.................................................................................................18
D. MASALAH KEPERAWATAN....................................................................................................19
E. RENCANA KEPERAWATAN....................................................................................................19
F. IMPLEMENTASI.........................................................................................................................22
G. EVALUASI..................................................................................................................................23
BAB III......................................................................................................................................................24
PENUTUP.................................................................................................................................................24
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................24
B. SARAN.........................................................................................................................................24
BAB IV.....................................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................25

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,


sebelumditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita
pertusiscukup tinggi.Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah
terserangpenyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah
penduduk total.

Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi


makamortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian penyakitini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama mengenai bayi- bayi dibawah
umur. Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memilikikekebalan.
Penyakit ini mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang
terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untukbeberapa tahun
tetapi tidak seumur hidup, kadang – kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian.

Pada saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi orang dewasa.Walaupun orang
dewasa sering sebagai penyebab pertusis pada anak– anak, mungkin vaksin orang dewasa
dianjurkan untuk masa depan.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Konsep teori dari pertusis ?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan pertusis?

C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Mengetahui dan memahami bagaimana membuat Asuhan Keperawatan

2. Masalah anak dengan gangguan Pertusis.

3
b. Tujuan Khusus
1. Memahami definisi pertusis
2. Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
4. Mengeidentifikasi manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien
5. anak pertusis
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
7. Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis
8. meliputi WOC, analisis data, pengkajian, diagnosis, intervensi

D. MANFAAT
1. Bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan pertusis terjadi,
bagaimana cara mengobati serta bagaimana menyusun Asuhan Keperawatannya.

4
BAB II
KONSEP TEORI

A. DEFINISI

Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak.(Behrman, 1992)
Pertusis (whooping cough) merupakan suatu penyakit infeksi traktus respiratorius
yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis, namun walaupun jarang dapat
pula disebabkan oleh Bordetella parapertussis. Bordetella bronchiseptica juga dapat
menyebabkan pertussis-like cough illness. Angka kematian penyakit ini di negara maju
seperti di USA sebesar 5 dari 1000 bayi lahir hidup, sedangkan di negara berkembang
sejak tahun 1980, berdasarkan Expanded Programme on Immunization (EPI) tahun 1992
angka kematian pertusis anak lebih dari 7 per 1000 kelahiran. Bagaimanapun angka
kesakitan dan kematian setelah usaha EPI 1992 berkurang 60% (WHO,1996).

Penularan terjadi melalui droplet yang mengandung Bordetella pertusis dari pasien
yang batuk dan mencapai traktus respiratorius bagian atas dari orang yang suseptibel.
Faktor yang 1151 mempengaruhi penularan adalah sanitasi, higiene lingkungan dan pribadi
yang buruk, karena penyebaran tidak langsung bisa juga terjadi dari pasien ke lingkungan
melalui sekresi respiratorius dan selanjutnya tangan host yang baru akan mentransfer
kuman ini sehingga terjadi inokulasi di traktus respiratorius. Setelah pasien terpapar
dengan bakteri Bordetella pertussis pathogenesis infeksi tergantung 4 langkah penting
yaitu: perlekatan, pertahanan pejamu, kerusakan lokal, dan penyakit sistemik.

Infeksi dimulai dari adanya perlekatan bakteri Bordetella pertussis pada cilia dari sel-
sel epitel bersilia di traktus respiratorius. Perlekatan ini difasilitasi oleh pertactin, fimbriae
2 dan 3, pertussis toxin (PT), lipopolisakarida (LPS), tracheal colonization factor (TCF),
dan kemungkinan filamentous hemaglutinin (FHA). Masa inkubasi pertusis 6–21 hari, rata-
rata 7-10 hari. Manifestasi klinis tergantung tergantung dari etiologi spesifik , umur dan
status imunisasi. Perjalanan klinis penyakit terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataralis
berlangsung 1-2 minggu, stadium paroksismal atau spasmodik berlangsung 2-4 minggu,
dan stadium konvalesens selama 1-2 minggu.

5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat kontak dengan pasien
pertusis, riwayat imunisasi, dan serangan paroksismal dan bunyi whoop yang khas. Gejala
klinis tergantung dari stadium saat pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaa laboratorium
didapatkan leukositosis 20.000- 50.000/Ul dengan limfositosis absolut yang khas pada
akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Diagnosis banding yang harus
dipikirkan adalah bronkiolitis, pneumonia bakterial, sistik fibrosis, tuberkulosis, serta
adanya benda asing. Infeksi B. Parapertussis dan B bronkiseptika dan adenovirus dapat
menyerupai sindrom klinis B. Pertussis. Penyulit dapat terjadi terutama pada sistem saluran
pernafasan berupa pneumonia dan sistem saraf pusat yaitu kejang, koma, ensefalitis, dan
hiponatremia sekunder terhadap SIADH (syndrome of inappropriate diuretic hormon)

Pengobatan antibiotik dengan eritromisisn (50 mg/kgBB/hari) atau ampisilin (100


mg/kgBB/hari), maksimum 2gram perhari diberikan selama 14 untuk mencegah relaps.
Pemberian antibiotik tidak memperpendek stadium paroksismal. Terapi suportif ditujukan
untuk mengurangi serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi.

B. ETIOLOGI
Etiologi pertusis adalah bakteri Bordetella pertussis yang merupakan bakteri
coccobasil gram negatif, tidak motil, tidak berspora, berkapsul. Pertama kali diisolasi pada
abad ke-16. Pada pewarnaan toluidine blue akan tampak granula metakromatik bipolar.
Patogen penyebab Pertusis, Bordetella pertussis, adalah bakteri dengan host khusus
manusia tanpa adanya reservoir binatang maupun lingkungan yang lain. Sudah ada 8
spesies Bordetella yang teridentifikasi, yaitu B. parapertussishu, B. parapertussisov, B.
bronchiseptica, B. avium, B. hinzii, B. holmesii, B. trematum, dan B. petrii. Tiga dari
spesies yang telah disebutkan (B. parapertussis, B. bronchiseptica, dan B. holmesii) dapat
menyebabkan penyakit saluran napas pada manusia.

Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :

a. Berbentuk batang (coccobacilus)


b. Tidak dapat bergerak

6
c. Bersifat gram negative.
d. Tidak berspora, mempunyai kapsul
e. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam,
dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
f. Dengan pewarnaan Toluidin blue,
dapat terlihat granula bipolar metakromatik
g. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin,
ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin
h. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
 Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
 Endotoksin (lipopolisakarida

C. PATOFISIOLOGI

7
D. TANDA DAN GEJALA
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi
dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataralis Lamanya 1 – 2 minggu
Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-
batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala
lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.

2. Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4 minggu


Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-
batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar.
Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah gejala – gejala masa
inkubasi 5 – 10 hari.
Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung
mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang
kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali
berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking).
Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama
rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk
yang biasanya terjadi pada malam hari.Selama masa penyembuhan, batuk akan
berkurang secra bertahap.

3. Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu


Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul
kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi
semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.

E. PENATALAKSANAAN

1. Anti mikroba

8
Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin
merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan
dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg
BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
2. Kortikosteroid
1) Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
2) Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian
diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
3) Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari. Berguna dalam pengobatan pertusis terutama
pada bayi muda dengan seragan proksimal. Salbutamol

Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :

a) Beta 2 adrenergik stimulant


 Mengurangi paroksimal khas
 Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop
 Mengurangi frekuensi apneu

b) Terapi suportif
 Lingkungan perawatan penderita yang tenang
 Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan
cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
 Pembersihan jalan nafas
 Oksigen

3. Vaksin DPT
Vaksin jerap DPT ( Difteri Pertusis Tetanus ) adalah vaksin yang terrdiri dari toxoid
difteri dan tetanus yang dimurnikan dan bakeri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap pertusia. Cara pemberian dan
dosis:

9
a. Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar menjadi homogen.
b. Disuntikan secara IM denagn dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan,dosis selanjutnya diberikan 1 bulan
d. Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang tekah dibuka hanya boleh digunakan
minggu

Efek Sampingnya
 Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi
DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih
dari 1 hari sesudah pemberian DPT, bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT,
mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
 Rasa sakit di daerah suntikan. Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan,
bengkak di tempat suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan berarti ini
disebabkan oleh suntikan DPT.
 Peradangan hal ini sebagai akibat dari: jarum suntik tidak steril, bisa karena
tersentuh tangan atau sterilisasi kurang lama ataupun sebelum dipakai menyuntik
jarum diletakkan di atas tempat yang tidak steril.
 Kejang-kejang pana anak yang setelah dapat pemberian vaksin DPT mengalami
hal ini, tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja.
Kontra indikasi. gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertussis. Anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertussis harus
dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT. (Direktorat Jendral PPM & PL, Departemen Kesehatan RI)

Strategi
 Meningkatkan kualitas pelayanan
 Mengembangkan pelaksanaan program diseluruh unit pelayanan kesehatan
 Meningkatkan kerja sama dengan semua pihak terkait
 Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat

10
 Melaksanakan desentralisasi melalui titik berat manajemen program di kabupaten
atau kota
 Mengembangkan pelaksanan program melalui penelitian.

Kontraindikasi :
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada
dosis kedua dan untuk meneryskan iminisasi dapat diberikan DPT.

F. KOMPLIKASI
1. Pada saluran pernafasan
a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan
menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan,berbentuk
gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar,udara tidak dapat
masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.Paling sering terjadi dan
menyebabkan kematian pada anakdibawah usia 3 tahun terutama bayi
yang lebih muda dari 1 tahun.Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas,
panas, pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
b. Otitis
media / radang rongga gendang telinga Karena batuk hebat kuman
masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasofaring,
kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika
saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat
tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui

11
gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi
tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih
yang kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli
e. Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah
danmenyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan
disertai infeksi sekunder.

g. Kolaps alveoli paru


Terjadi akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga
dapat menyebabkan hipoksia berat dan pada bayi dapat
menyebabkan kematian mendadak.
2. Pada saluran pencernaan.
a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat
batuk.
d. Stomatitis.

3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang


a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lemah.
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus

d. Gangguan elektrolit karena munta

12
13
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. ANAMNESE
1) Abiodata
Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang
dewasadiatas 15 tahun
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang.
a) Identitas klien
 Nama/Namapanggilan:
 Tempattanggallahir/Usia:
 Jeniskelamin: L/P
 Agama:
 Pendidikan:
 Alamat:
 Tanggalmasuk:
 Tanggalpengkajian :
 Diagnosamedik:Pertusis
 Rencana terapi:
b) Identitas orangtua
a) Ayah
 Nama :
 Usia :
 Pendidikan :
 Pekerjaan :
 Agama :
 Alamat

14
b) Ibu
 Nama :
 Usia :
 Pendidikan :
 Pekerjaan :
 Agama :
 Alamat :

2) Keluhan Utama
Biasanya klien akan mengeluhkan batuk yang mula-mula timbul pada
malam hari dan semakin hari semakin bertambah bahkan hingga siang -
malam dan terjadi terus menerus hingga 100 hari.
3) Riwayat Kesehatan:
1) Kesehatan Sekarang
Pada anamnesis penting ditanyakan ada kah serangan yang khas yaitu
batuk makin lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah
terjadi siang dan malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair
disertai panas ringan ,lama–kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi
nyaring) dan sering terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk
bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas. Pada pemeriksaan
fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa.

2) Kesehatan Masa Lalu


Pada anamnesis bisa ditanyakan apakah anak pernah mengalami hal yang
selama saat sebelumnya dan bagaimana pemberian obat yang telah
dilakukan sebelumnya. Harus ditanyakan apakah klien pernah melakukan
kontak dengan penderita pertusis.

15
3) Kesehatan keluarga
Pertusis bukanlah penyakit yang ditularkan melalui genetic namun dapat
ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang terkena pertusis.

4) Riwaya vaksin
Pada saat anamnesa kita harus mengkaji apakah klien sudah melakukan
vaksin :

JENIS Umur CARA Jumlah

BCG 0-2bulan 1C 1×

DPT 2,3,4bulan 1M 3×

Polio 1-5bulan Refisi 4×

Capak 9bulan 5C 4×

Heportits 0,1,6bulan 1M 3×

5) Riwayat Nutrisi
Pola nutrisi dan metabolisme biasanya jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoraksia.
6)Tumbuh Kembang
 Pertumbuhan
Pertumbuhan pada klien dapat kita kaji sesuai dengan umur klien saat
proses pengkajian yang dilakukan. Biasanya pertusis menyerang anak usia
dibawah2 tahun.
 Perkembangan
Perkembangan klien pun dapat kita kaji sesuai dengan umur klien saat
proses pengkajian
 Personal Sosial

16
Ibu pasien mengatakan kalau dirumah anaknya lincah, tidak mau diam.

 Motorik Halus
Anak terbiasa melakukan gerakan seperti memasukkan benda kedalam
mulutnya, menangkap objek atau benda–benda, memegang kaki dan
memegang kaki dan mendorong kearah mulutnya.
 Motorik Kasar
Anak dapat tengkurap dan berbalik sendiri, dapat merangkak mendekati
benda atau seseorang.

 Kognitif
Anak berusaha memperluas lapangan pandangan, tertawa dan menjerit
karena gembira bila diajak bermain, mulai berbicara tapi belum jelas
bahasanya.

USIA Fisik Monitor kasar Monitor halus Sosial emosional

15 bln Berjalan sendiri -pengang cangkir -Bermain


-memasukan jari keluhan solitaryplay
-membuka kotak
-melempar kotak

18 bln -lari jatuh -menggunakan sedikit


-menerima mainan -membuka halaman buku
-naik dengan -meyusun balok
bantuan

24 bln -bb4×bblhr -berlari suda baik -Membukapintu


-TB baik -naik dengan tangan -Membukakunci
sendiri -Menggunting
-Menggunakan sendok
dengan baik

17
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas / istirahat
DS : Gangguan istirahat tidur, malaise.
DO : Lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman.
b) Sirkulasi
DS : -
DO : Tekanan darah normal / sedikit menurun,
takikardi, peningkatan suhu.
c) Eliminasi
DS : BAB dan BAK normal
DO : BB menurun, turgor kulit kurang, membrane mukosa kering.
d) Makanan dan cairan
DS : Sakit kepala, pusing.
DO : Gelisah
e) Nyeri / kenyamanan
DS : Batuk pada malam hari dan memberat pada siang
hari. DO : Mata tampak menonjol, wajah memerah /
sianosis, lidah terjulur dan pelebaran vena leher saat
serangan batuk.
f) Pernafasan
DS : Batuk
Pilek DO :
a.Bunyi nyaring (whoop) saat inspirasi.
b.Penumpukan lender pada trachea dan nasopharing
c.Penggunaan otot aksesorus pernafasan.
d.Sputum atau lendir kental.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a) Pembiakan lendir hidung dan mulut.
b) Pembiakan apus tenggorokan.

18
c) Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang
ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-
50.000 sel / m³darah.
d) Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
e) Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig
A.
f) Foto roentgen dada memperlihatkan adanya infiltrate
perihilus, atelaktasis atau emphysema

D. MASALAH KEPERAWATAN
1.Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan
secret 2.Nyeri b.d batuk yang menetap

E. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif b.d penumpukan keperawatan Observasi
secret d.d rinore dengan selama1x24jam, status 1. Monitor bola nafas
lender cair,jernih ventilasi saluran pernafasan 2.monitor bunyi napas tambahan
baik dng keterima hasil: 3. Monitor sputum
1.Keluarga mampu (jumlah,warna,aroma)
mengetahui tentang sakit Terapeutik
yang dialami anaknya, 4. Pertahankan kepatuhan jln napas
2. pasien mengungkapkan 5. Posisikan semi fowler atau fowler
pernafasan menjadi mudah 6. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
3.pasien mampu melakukan 7.lakukan penghisapan lendir kurang

19
batuk efektif,rata-rata dari 15 detik.
pernafasan normal (16 - 8. berikan oksigen,jika perlu
24x/mnt). Edukasi
9. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari jika tidak perlu
kontraindikasi
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,ekspektoran,mukolitik
jika perlu.

Nyeri b.d batuk yang Setelah dilakukan Manajemen nyeri


menetap d.d Klien nampak intervensi keperawata Observasi
kesakitan pada saat batuk selama 1x24 jam maka 1.identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat Nyeri Menurun durasi, frekuensi, kulaitas, intensitas
dengan kriteria hasil: nyeri
1. keluhan nyeri menurun 2.identifikasi skala nyeri
2. meringis menurun 3.identifikasi factor yang
memperberat atau memperingan
nyeri
Terapeutik
4.berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
5.fasilitasi istirahat dan tidur
6. pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
7. jelaskan strategi meredakan nyeri
8. anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat

20
9. ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
10. kolaborasi pemberian analgetik

Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI


kebutuhan nutrisi (kurang keperawatan Observasi
dari kebutuhan) b. d selama1x24jam maka 1.Identifikasi status nutrisi
mual/muntah kebutuhan nutrisi klien 2.Identifikasi alergi dan intoleransi
terpenuhi dengan kriteria makanan
hasil: 3.Identifikasi makanan yang disukai
1. keluarga mengerti 4.Identifikasi kebutuhan kalori dan
tentang pentingnya nutrisi jenis nutrient
2. pasien mengungkapkan 5.Identifikasi perlunya penggunaan
nafsu makannya bertambah selang nasogastrik
3.pasien mampu 6.Monitor asupan makanan
menghabiskan makanan 7.Monitor berat badan
sesuai dengan porsi yang 8.Monitor hasil pemeriksaan
dibutuhkan/diberikan laboratorium
4.BB meningkat dan Terapeutik
membran mukosalembab. 9.Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
8.Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
9.Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
10.Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
11.Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
12.Berikan suplemen makanan, jika

21
perlu
13. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
14. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
15. Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
17.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

F. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk


membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang mengambarkan criteria hasil yang diharapkan
(Gordon,2013).Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilakasanakan untuk
memodifikasi.

Factor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien(Carpenito,2000).


Impementasi pada pasien dengan kasus pertusis dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditentukan dan prioritas masalah.

22
G. EVALUASI

Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya secara umum, evaluasi ditujukan untuk melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

Evaluasi terbagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan, dirumuskan dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP

Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua


aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah

sebagai berikut :
1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Bordotella pertusis.
2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai anak 1-
5 tahun
3. Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis, paroksimal
dan konvelesensi.
4. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah
menjaga kebersihan jalan napas agar berkurangnya lendir dijalan napas

B. SARAN
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap penderita pertusis dan diftei. Karena seringkali pada penderita pertusis dan
difteri disertai dengan komplikasi. Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit batuk rejan dan difteri perlu dicegah. Cara
yang paling mudah adalah dengan pemberian imunisasi bersama vaksin lain yang
biasa
disebut DPT dan polio.
Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi dan imunisasi akan berdaya guna jika
dilakukan sesuai dengan program. Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan
pada orang tua mengenai penyakit pertusis secara jelas dan
lengkap.terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

CK. Herdman, T. heather, (2012), Diagnose Keperawatan Definisi Dan


Klasifikasi 2012-2014, EGC, Jakarta

Susilo, H. (2018). Sistem Pakar Metode Forward Chaining Dan Certainty Factor Untuk
Mengidentifikasi. Media Teliti Com.

25

Anda mungkin juga menyukai