Anda di halaman 1dari 48

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


PERTUSIS

KELOMPOK 5
1. ALMIZA NURAWANI PO7220121 1703
2. FAZIRA PO7220121 1713
3. IMAM SYAPUTRA PO7220121 1716
4. MEGA CENDYA WATI PO7220121 1718
5. NIKE KUSUMA PO7220121 1723
6. SITI AISYAH PO7220121 1733

DOSEN :
ASMARITA JASDA, S.Kep.M.Si.Med

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2022
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Gangguan Pertusis”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Keperawan Anak
yaitu Ibu Asmarita Jasda, S.Kep., M.Si., Med. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan mengenai gangguan pertusis pada anak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Keperawatan Anak yang dengan ikhlas
bersedia membimbing dan mengarahkan agar dapat membuat makalah dengan benar.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 26 Agustus 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORITIS ........................................................................................................................... 3
2.1 Defenisi pertusis ..................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi.................................................................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi ............................................................................................................................ 5
2.4 Manifestasi klinis.................................................................................................................... 6
2.5 Komlipkasi ............................................................................................................................. 8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Pertusis .......................................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan Pertusis .................................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................. 11
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 11
3.1 Pengkajian ............................................................................................................................ 11
3.2 Diagnosa keperawatan ......................................................................................................... 14
3.3 Interverensi .......................................................................................................................... 14
3.4 Implementasi ........................................................................................................................ 26
3.5 Evaluasi ................................................................................................................................ 32
3.6 Prosedur pelaksanaan terapi aktivitas bermain (TAB) di RS ............................................ 37
BAB IV ................................................................................................................................................. 41
PENUTUP ............................................................................................................................................ 41
4.1 KESIMPULAN .................................................................................................................... 41

ii
4.2 SARAN ................................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 42

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya
vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi. Ternyata
80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan
untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka
mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian penyakit ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama mengenai bayi-bayi dibawah
umur.
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Penyakit ini
mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang terinfeksi pertusis maka
orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup,
kadang-kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian. Pada saat ini vaksin pertusis
tidak dianjurkan bagi orang dewasa. Walaupun orang dewas sering sebagai penyebab
pertusis pada anak-anak, mungkin vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep pengkajian pada anak dengan gangguan pertusis?
2. Apa saja diagnosa keperawatan pada anak dengan gangguan pertusis?
3. Bagaimana interverensi pada anak dengan gangguan pertusis?
4. Bagaimana implementasi pada anak dengan gangguan pertusis?
5. Bagaimana evaluasi pada anak dengan gangguan pertusis?
6. Bagaimana dokumentasi asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan pertusis?
7. Bagaimana prosedur terapi aktivitas bermain (TAB) di RS?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pengkajian pada anak dengan gangguan pertusis
2. Untuk mengetahui diagnosa pada anak dengan gangguan pertusis
3. Untuk mengetahui intervensi pada anak dengan gangguan pertusis
4. Untuk mengetahui implementasi pada anak dengan gangguan pertusis

1
5. Untuk mengetahui evaluasi pada anak dengan gangguan pertusis
6. Untuk mengetahui dokumentasi pada anak dengan gangguan pertusis
7. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan terapi aktivitas bermain (TAB) di RS

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi pertusis
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan, batuk
100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi
berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)
Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi
tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang
keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga
bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir
berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar.
Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat
kelelahan setelah serangan batuk.

2.2 Etiologi
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou,
kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media
buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella
Parapertusis, Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000).
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
a. Berbentuk batang (coccobacilus).

3
b. Tidak dapat bergerak.
c. Bersifat gram negatif.
d. Ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um.
e. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
f. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
g. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
h. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
i. Menghasilkan 2 macam toksin, antara lain :
 Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
 Endotoksin (lipopolisakarida).
j. Melekat ke epitel pernafasan melalui hemaglutinasi filamentosa dan adhesin yang
dinamakan pertaktin.
k. Menghasilkan beberapa antigen , antara lain :
o Toksin Pertusis (PT).
o Filamentous hemagglutinin (FHA).
o Pertactine 69-kDa OM
o Aglutinogen fimbriae
o Adenylcyclase
o Endotoksin (pertusis lipopolysaccharide)
o Tracheal cytotoxin
l. Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut berdet gengou (potato-blood-
glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogram/ml untuk menghambat pertumbuhan
organisme lain.
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella pertusis :
 Toksin pertussis: histamine sensitizing factor (HSF), lymphocytosis
promoting factor, Islet activating protein (IAP).
 Adenilat siklase luarsel.
 Hemaglutinin (HA): F-HA (filamentous-HA) , PT-HA (pertussis toxin- HA).
 Toksin tak stabil panas (heat labile toxin).

4
Secara morfologis terdapat beberapa kuman yang menyerupai Bordetella Pertusis seperti
Bordete

2.3 Patofisiologi
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh
Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap
mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik.
Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada
silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasi dan
menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif oleh karena
pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka
akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan
whooping cough.
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan karena pertusis
toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B
selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan sub unit A yang
aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit
dan makrofag ke daerah infeksi.
Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis
protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel
target termasuk lifosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine
dan serotonin, efek memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin,
sehingga akan menurunkn konsentrasi gula darah.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid
peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia
sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh
Streptococcus pneumonia, H. influenzae dan Staphylococcus aureus ). Penumpukan
mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi pada saat
ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat

5
mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin
ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel
mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic
terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan
infeksi yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.
 Cara penularan pertusis, melalui:
 Droplet infection
 Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
 Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
 Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari
kuman-kuman penyakit tersebut.
Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya
kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

2.4 Manifestasi klinis


Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar antara 3-12 hari.
Pertussis merupakan penyakit 6 minggu (a 6-week disease) yang dibagi menjadi: stadium
catarrhal, paroxysmal, dan convalescent.
a. Stadium 1
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga catarrhal phase,
stadium kataralis, stadium prodromal, stadium pre-paroksismal.
Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas
dengan common cold, kongesti nasal, rinorea, dan bersin, dapat disertai dengan
sedikit demam (low-grade fever), tearing, dan conjunctival suffusion.
Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis dapat tetap
menular selama tiga minggu atau lebih setelah onset batuk. Kuman paling mudah
diisolasi juga pada stadium ini.

6
Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari (rata-rata 7 hari),
perjalanan penyakitnya berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
 Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan timbulnya rinore
dengan lendir yang cair dan jernih.
 Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
 Batuk dan panas yang ringan.
 Kongesti nasalis
 Anoreksia
Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu siang hari, dan menjadi
semakin hebat. Sekret banyak, menjadi kental dan lengket. Pada bayi, lendir
mukoid sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas, dimana bayi terlihat sakit
berat dan iritabel.

b. Stadium 2
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini disebut juga
paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium paroksismal, stadium
spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tiba-tiba dan tak
terkontrol (paroxysms of intense coughing) yang berlangsung selama beberapa menit.
Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat
disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan (exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
o Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat penderita
menarik nafas di akhir serangan batuk.
o Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir serangan
batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
o Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau sianosis, mata
tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah. Juga tampak pelebaran
pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher, petekie di wajah, perdarahan
subkonjungtiva dan sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah.

7
o Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
o Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat

c. stadium 3
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada stadium
konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan batuk
kronis yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Dapat terjadi petekie pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva, dapat terjadi ronki
difus.
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
o Whoop dan muntah berhenti.
o Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3 minggu.
o Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal kembali dengan
whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi berulang dalam beberapa bulan
bahkan hingga satu atau dua tahun, dan sering dihubungkan dengan infeksi
saluran nafas bagian atas yang berulang.

2.5 Komlipkasi
a. Sistem pernafasan
Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan tuberculosis
yang sudah ada menjadi bertambah berat.
b. Sistem pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi kurus
sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya
tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau
tergigit pada waktu serangan batuk, juga stomatitis.
c. Susunan saraf

8
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak, mungkin pula
terjadi perdarahan otak.
d. Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Pertusis


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnose
pertusis yaitu :
a) Pemeriksaan sputum
b) Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
c) ELISA
Elisa dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap “filamentous
hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP serum
tidak bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun
primer dan dapat disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin
pertussis merupakan test yang paling sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA
dan IgA-TP kurang sensitif daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural
dan tidak terlihat sesudah imunisasi pertussis.
a. Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis absolut selama stadium 1
(catarrhal) dan stadium 2 (paroxysmal).
b. Didapatkan antibodi (IgG terhadap toksin pertusis)
c. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis pada apus
nasofaring posterior (bahan media Bordet-Gengou).
d. Polymerase chain reaction (PCR) assay memiliki keuntungan sensitivitasnya lebih
tinggi daripada kultur pertusis konvensional.
e. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial edema) dengan
berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild peribronchial cuffing, atau empiema.
Konsolidasi (consolidation) merupakan indikasi adanya infeksi bakteri sekunder atau

9
pertussis pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax, pneumomediastinum, atau
udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.

Radiography tidak diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda vital (vital signs) yang
normal. Vital signs ini meliputi: tekanan darah, nadi, heart rate, respiration rate, dan
suhu tubuh.

2.7 Penatalaksanaan Pertusis


Menurut Garna, et.al. (2005), terapi pertusis adalah :
a) Suportif
 Isolasi (1-2 minggu).
 Mencegah faktor yang merangsang batuk (debu, asap rokok).
 Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi.
 Oksigen bila sesak nafas.
 Pengisapan lendir.
 Obat untuk mengurangi batuk paroksismal dengan kortikosteroid (betametason) dan
salbutamol (albuterol).
b) Eradikasi bakteri
Pilihan obat yang dapat diberikan adalah :
o Eritromisin
Dosis: 40-50 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 2 gram/hari, p.o., dibagi dalam 4
dosis selama 14 hari.
o Klaritromisin
Dosis: 15-20 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 1 gram/hari, p.o., dibagi dalam 2
dosis selama 7 hari.
o Azitromisin
Dosis: 10 mg/Kg berat badan/hari, sehari 1x, p.o., dibagi selama 5 hari.
o Kotrimoksasol
Dosis: 50 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis, selama 14 hari.
o Ampisilin
Dosis: 100 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari.

10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 5 Thn
Diagnosa : Pertusis
2) Keluhan utama
Batuk rejan

3) Riwayat kesehatan
 Riwayat Penyakit Sekarang
An A tinggal bersama orang tuanya di tempat yang padat penduduk. Satu
minggu terakhir an A mengeluh pusing kepada ibunya. Ibu mengetahui an A
demam dan batuk yang timbul mula-mula malam hari. Setiap kali batuk an A
disertai rasa muntah, terkadang sampai muntah. Nafs makanan A menurun karena
seringnya batuk. Hingga karena batuknya semakin hebat, ibunya memutuskan
untuk di bawa kerumah sakit.
 Riwayat Penyakit dahulu : Tidak ada
 Riwayat Keluarga : Tidak Ada

1) Observasi dan pemeriksaan fisik


 Keadaan Umum : Baik, Kesadaran Kompos Mentis
 Tanda-Tanda Vital :
- S : 37,40
- N :102 x/mnt
- TD :110/80 mmHg
- RR : 30 x/mnt

2) Review per Sistem

11
 Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : normal
- Pola nafas : tidak teratur
- Suara napas : ronchi
- Batuk : ya, ada secret
- Retraksi otot bantu napas : ada
- Alat bantu pernapasan : nasal kanul 3 lpm
 Kardiovaskular B2 (blood)
- Irama jantung : regular
- Nyeri dada : tidak
- Bunyi jantung ; normal
- Akral : panas
 Persyarafan B3 (brain)
- Keluhan pusing (+)
- Gangguan tidur (+)
- Penglihatan (mata) : anemia
- Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
- Penciuman (hidung) : tidak ada gangguan
 Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
 Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : menurun
- Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari
- Mulut : bersih
- Mukosa : lembap
 Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan Kesehatan
DS : - Pasien mengatakan sering batuk-batuk.

12
DO : -Tampak lemah.
b. Pola nutrisi dan metabolic
DS : - Nafsu makan hilang.
- Mual/muntah.
DO : Turgor kulit buruk.
- Penurunan massa otot.
- Penurunan BB.
c. Pola eliminasi
DS : - BAB dan BAK lancar.
DO : - Urine berbau amoniak dan berwarna kuning.
d. Pola aktivitas dan latihan.
DS : Batuk panjang, kelelahan, demam ringan.
DO : Sesak, kelelahan otot dan nyeri.
e. Pola tidur dan istirahat
DS : - Mudah terbangun.
DO : - Gelisah
f. Pola persepsi kognitif
DS : - Pasien mengatakan komunikasi terhambat akibat batuknya.
DO : - Nyeri
- Mual
g. Pola persepsi dan konsep diri
DO : - Gelisah
h. Pola peran dan hubungan dengan sesame
DO : - dirawat di tempat khusus.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
DS : - Penurunan gairah seksual.
DO: - Keadaan umum lemah, ketidakmampuan beraktivitas.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS : - Pasien mengatakan stres terhadap batuk yang dialaminya.
DO : - Gelisah.
k. Pola sistem kepercayaan

13
DS : - Pasien mengatakan mengalami kesejahteraan spiritual.
DO : - Rajin beribadah.
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul pada kasus pertusis :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi.
3. Hyperthermy berhubungan dengan infeksi salurn nafas.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3.3 Interverensi
No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Bersihan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
jalan napas keperawatan 3x24 jam  Identifikasi  Untuk
tidak efektif diharapkan klien kemampuan mengetahui
b/d menunjukan pola napas batuk kemampuan
peningkatan efektif dengan kriteria hasil  Monitor batuk
produksi sebagai berikut: adanya retensi  Untuk
mucus.  Batuk efektif sputum mengetahui
meningkat  Monitor tanda adanya
 Produksi sputum dan gejala retensi
meningkat infeksi saluran sputum
 Dispnea menurun pernapasan  Untuk
 Ortopnea menurun  Monitor input mengetahui
 Sulit bicara dan output tanda dan
menurun cairan gejala infeksi
 Sianosis menurun 2. Terapeutik saluran

 Gelisah menurun  Atur posisi pernapasan

 Frekuensi napas semi-fowler  Untuk

membaik atau fowler mengetahui


input dan

14
 Pola napas membaik  Pasang perlak output cairan
dan bengkok 2. Terapeutik
di pangkuan  Untuk
pasien mengatur
 Buang secret posisi semi-
pada tempat fowler atau
sputum fowler
3. Edukasi  Untuk
 Jelaskan memasang
tujuan dan perlak dan
prosedur batuk bengkok di
efektif pangkuan
 Anjurkan pasien
Tarik napas  Untuk
dalam hidung membuang
selama 4 detik, secret pada
ditahan selama tempat
2 detik, sputum
kemudian 3. Edukasi
keluarkan dari  Untuk
mulut dengan mengetahui
bibir mencucu tujuan dan
(dibulatkan) prosedur
selama 8 detik batuk efektif
 Anjurkan  Untuk
mengulangi meanjurkan
tarik napas tarik napas
dalam hingga dalam hidung
3 kali selama 4
 Anjurkan detik, ditahan
batuk dengan selama 2

15
kuat langsung detik,
setelah tarik kemudian
napas dalam keluarkan
yang ke 3 dari mulut
4. Kolaborasi dengan bibir
 Kolaborasi mencucu
pemberian (dibulatkan)
mukolitik atau selama 8
ekspektoran, detik
jika perlu  Untuk
menganjurka
n mengulangi
tarik napas
dalam hingga
3 kali
 Untuk
menganjurka
n batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke 3
4. Kolaborasi
 Untuk
mengetah
ui
pemberia
n
mukolitik
atau

16
ekspektor
an, jika
perlu
2 Pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Observsi 1. Observasi
tidak efektif keperawatan 3x24 jam  Monitor  Untuk
b/d tidak diharapkan klien frekuensi, mengetahui
adekuatnya menunjukan pola napas irama, frekuensi,
ventilasi. efektif dengan kriteria hasil kedalaman, irama,
sebagai berikut: dan upaya kedalaman,
 Frekuensi napas  Monitor pola dan upaya
membaik napas (seperti napas
 Kedalaman napas bradypnea,  Untuk
membaik takipnea, mengetahui
 Ekskursi dada hiperventilasi, pola napas
membaik kussnaul, (seperti
 Tekanan ekspirasi Cheyne- bradipnea,
meningkat stokes, biot, takipnea,
 Tekanan inspirasi ataksik hiperventilasi
meningkat  Monitor , kuusmaul,

 Ventilasi semenit kemampuan Cheyne-

meningkat batuk efektif stroek, biot,

 Kapasitas vital  Monitor ataksik

meningkat adanya  Untuk

 Dispnea menurun produksi mengetahui

 Ortopnea menurun sputum kemampuan

 Diameter thoraks  Monitor batuk efektif

anterior-posterior adanya  Untuk

meningkat sumbatan jalan mengetahui


napas adanya
 Penggunaan otot
bantu napas  Palpasi produksi
sputum

17
 Pemanjangan fase kesimetrisan  Untuk
ekspirasi menurun ekspansi paru mengetahui
 Pernapasan pursed-  Auskultasi adanya
tip menurun bunyi napas sumbatan
 Pernapasan cuping  Monitor jalan napas
hidung menurun saturasi  Untuk
oksigen mengetahui
 Monitor nilai kesimetrisan
AGD ekspansi paru
 Monitor hasil  Untuk
x-ray toraks mengetahui
2. Terapeutik bunyi napas
 Atur interval  Untuk
waktu mengetahui
pemantauan saturasi
respirasi oksigen
sesuai kondisi  Untuk
pasien mengetahui
 Dokumentasik nilai AGD
an hasil  Untuk
pemantauan mengetahui
3. Edukasi hasil x-ray
 Jelaskan toraks
tujuan dan 2. Terapeutik
prosedur  Untuk
 Informasikan mengetahui
hasil waktu
pemantauan, pemantauan
jika perlu respirasi
sesuai

18
dengan
kondisi
pasien
 Untuk
mrngetahui
hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Untuk
membantu
pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
 Agar pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
 Agar pasien
mengetahui
hasil
pemantauan,
jika perlu
3 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
b/d infeksi keperawatan 3x24 jam  Identifikasi  Untuk
saluran diharapkan klien adanya mengetahui
pernapasan menunjukan pola napas kelelahan otot adanya
efektif dengan kriteria hasil bantu napas kelelahan
sebagai berikut: otot bantu

19
 Menggigil  Identifikasi napas
meningkat efek  Untuk
 Kulit merah perubahan mengetahui
meningkat posisi terhadap efek
 Kejang meningkat status perubahan
 Pucat meningkat pernapasan posisi

 Hipoksia meningkat  Monitor status terhadap

 Suhu tubuh respirasi dan status

membaik oksigenisasi pernapasan

 Suhu kulit membaik 2. Terapeutik  Untuk

 Tekanan darah  Pertahankan mengetahui

membaik kepatenan status


jalan napas respirasi dan
 Kadar glukosa darah
membaik  Berikan posisi oksigenisasi
semi-fowler 2. Terapeutik
atau fowler  Untuk
 Fasilitasi mengetahui
mengubah kepatenan
posisi jalan napas
senyaman  Untuk
mungkin mengatur
 Berikan posisi semi-
oksigenisasi fowler atau
sesuai fowler
kebutuhan  Untuk
 Gunakan bag- mengubah
valve mask, posisi
jika perlu senyaman
3. Edukasi mungkin
 Ajarkan  Untuk
memberikan

20
melakukan oksigenisasi
teknik sesuai
relaksasi napas kebutuhan
dalam  Untuk
 Ajarkan menggunaka
mengubah n bag-valve
posisi secara mask, jika
mandiri perlu
 Ajarkan teknik 3. Edukasi
batuk efektif  Untuk
4. Kolaborasi melakukan
Kolaborasi pemberian teknik
bronchodilator, jika relaksasi
pelu napas dalam
 Untuk
mengubah
posisi secara
mandiri
 Untuk
mengetahui
teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronchodilato
r, jika pelu
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
pertukaran keperawatan 3x24 jam  Monitor  Untuk
gas diharapkan klien frekuensi, mengetahui
berhubungan menunjukan pola napas

21
dengan efektif dengan kriteria hasil irama, frekuensi,
ketidak sebagai berikut: kedalaman dan irama,
seimbangan  Dispnea upaya nafas kedalaman
perfusi- menurun  Monitor dan upaya
vertilasi  Tingkat kemampuan nafas
kesadaran batuk efektif  Untuk
meningkat  Monitor mengetahui
 Bunyi nafas adanya kemampuan
tambahan produksi batuk efektif
menurun sputum  Untuk
 Pusing  Monitor mengetahui
menurun adanya adanya
 Gelisah sumbatan jalan produksi
menurun nafas sputum

 Takikardia  Palpasi  Untuk


membaik kesimetrisan mengetahui

 Sianosis ekspansi paru adanya

membaik  Auskultasi sumbatan

 Pola nafas buyni nafas jalan nafas

membaik  Monitor  Untuk

 Warna kulit saturasi mengetahui

menbaik oksigen kesimetrisan


 Monitor nilai ekspansi paru
AGD  Untuk
 Monitor hasil mengetahui
x-ray toraks buyi nafas
2. Teraputik  Untuk
 Atur interval mengetahui
pemantauan saturasi
respirasi oksigen

22
sesuai kondisi  Untuk
pasien mengetahui
 Dokumentasik nilai AGD
an hasil  Untuk
pemantaun mengetahui
3. Edukasi hasil x-ray
 Jelaskan toraks
tujuan dan 2. Teraputik
prosedur  Untuk
pemantauan mengetahui
 Informasikan interval
hasil pemantauan
pemantauan, respirasi
jika perlu sesuai
kondisi
pasien
 Untuk
mengetahui
hasil
pemantaun
3. Edukasi
 Untuk
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
 Untuk
mengetahui
hasil
pemantauan,
jika perlu

23
5 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
aktivitas keperawatan 3x24 jam  Indentifikasi  Untuk
berhubungan diharapkan klien gangguan mengetahui
dengan menunjukan pola napas fungsi tubuh gangguan
kelemahan efektif dengan kriteria hasil yang fungsi tubuh
umum sebagai berikut: menyebabkan yang
 Frekuensi nadi gangguan menyebabkan
meningkat  Monitor gangguan
 Saturasi oksigen kelelahan fisik  Untuk
meningkat dan emosional mengetahui
 Kecepatan berjalan  Monitor pola kelelahan
meningkat dan jam tidur fisik dan
 Keluhan lelah  Monitor lokasi emosional
menurun dan  Untuk
 Dispnea saat ketidaknyama mengetahui
aktivitas menurun nan selama pola dan jam
 Dispnea setelah melakukan tidur
aktivitas menurun aktivitas  Untuk
 Warna kulit 2. Terapeutik mengetahui
membaik  Sediakan lokasi dan

 Tekanan darah lingkungan ketidaknyam

membaik nyaman dan anan selama

 Frekuensi napas rendah melakukan

membaik stimulus aktivitas


 Lakukan 2. Terapeutik
latihan rentang  Untuk
gerak pasif mengetahui
dan/atau aktif lingkungan
 Berikan nyaman dan
aktivitas rendah
stimulus

24
distraktif yang  Untuk
menenangkan mengetahui
 Fasilitas latihan
duduk di sisi rentang gerak
tempat tidur, pasif
jika tidak dan/atau aktif
dapat  Untuk
berpindah atau mengetahui
berjalan aktivitas
3. Edukasi distraktif
 Anjurkan tirah yang
banding menenangkan
 Anjurkan  Untuk
melakukan memfasilitas
aktivitas duduk di sisi
secara tempat tidur,
bertahap jika tidak
 Anjurkan dapat
menghubungi berpindah
perawat jika atau berjalan
tanda dan 3. Edukasi
gejala  Untuk
kelelahan menganjurka
tidak n tirah
berkurang banding
 Ajarkan  Untuk
strategi koping menganjurka
untuk n melakukan
mengurangi aktivitas
kelelahan secara
4. Kolaborasi bertahap

25
 Kolaborasi dengan  Untuk
ahli gizi tentang menganjurka
cara n
meningkatkan menghubungi
asupan makanan perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan
tidak
berkurang
 Untuk
mengetahui
strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Untuk kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

3.4 Implementasi

No Hari, Diagnosis Implementasi Evaluasi


tanggal
1 Jumat, 26 Bersihan jalan napas 1. Observasi

26
Agustus tidak efektif b/d  Mengidentifikasi kemampuan
2022 peningkatan batuk
produksi mucus.  Memonitor adanya retensi
sputum
 Memonitor tanda dan gejala
infeksi saluran pernapasan
 Memonitor input dan outpuet
cairan
2. Terapeutik
 Mengatur posisi semi-fowler
atau fowler
 Memasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
 Membuang secret pada tempat
sputum
3. Edukasi
 Menjelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
 Menganjurkan Tarik napas
dalam hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
 Menganjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
 Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
4. Kolaborasi

27
 Mengkolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
2 Jumat, 26 Pola napas tidak 1. Observsi
Agustus efektif b/d tidak  Memonitor frekuensi, irama,
2022 adekuatnya ventilasi. kedalaman, dan upaya
 Memonitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussnaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik
 Memonitor kemampuan batuk
efektif
 Memonitor adanya produksi
sputum
 Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
 Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Mengauskultasi bunyi napas
 Memonitor saturasi oksigen
 Memonitor nilai AGD
 Memonitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Mengatur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Mendokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Menjelaskan tujuan dan

28
prosedur
 Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Jumat, 26 Hipertermia b/d 1. Observasi
Agustus infeksi saluran  Mengidentifikasi adanya
2022 pernapasan kelelahan otot bantu napas
 Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
 Memonitor status respirasi dan
oksigenisasi
2. Terapeutik
 Mempertahankan kepatenan
jalan napas
 Memberikan posisi semi-fowler
atau fowler
 Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
 Memberikan oksigenisasi
sesuai kebutuhan
 Mengunakan bag-valve mask,
jika perlu
3. Edukasi
 Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
 Mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri
 Mengajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi

29
 Mengkolaborasi pemberian
bronchodilator, jika pelu
4 Jumat, 26 Gangguan 1. Observasi
Agustus pertukaran gas  Memonitor frekuensi, irama,
2022 berhubungan dengan kedalaman dan upaya nafas
ketidak seimbangan  Memonitor kemampuan batuk
perfusi-vertilasi efektif
 Memonitor adanya produksi
sputum
 Memonitor adanya sumbatan
jalan nafas
 Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Mengauskultasi buyni nafas
 Memonitor saturasi oksigen
 Memonitor nilai AGD
 Memonitor hasil x-ray toraks
2. Teraputik
 Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Mendokumentasikan hasil
pemantaun
3. Edukasi
 Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Jumat, 26 Intoleransi aktivitas 1. Observasi
Agustus berhubungan dengan  Mengindentifikasi gangguan
2022 kelemahan umum fungsi tubuh yang

30
menyebabkan gangguan
 Memonitor kelelahan fisik dan
emosional
 Memonitor pola dan jam tidur
 Memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
2. Terapeutik
 Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
 Melakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
 Memberikan aktivitas distraktif
yang menenangkan
 Memfasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Menganjurkan tirah banding
 Menganjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Mengajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
 Mengkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

31
3.5 Evaluasi

No Hari, Diagnosis Implementasi Evaluasi


tanggal
1 Jumat, 26 Bersihan jalan 5. Observasi S:
Agustus napas tidak efektif  Mengidentifikasi kemampuan  Keluarga klien
mengatakan klien
2022 b/d peningkatan batuk
mengalami
produksi mucus.  Memonitor adanya retensi penurunan batuk
 Klien mengatakan
sputum
bahawa adanya
 Memonitor tanda dan gejala retensi sputum
 Klien mengatakan
infeksi saluran pernapasan
adanya gejala
 Memonitor input dan outpuet infeksi di saluran
pernapasan
cairan
 Klien melakukan
6. Terapeutik input dan output
cairan
 Mengatur posisi semi-fowler
O:
atau fowler Tingkat pernapasan klien
belum ada peningkatan,
 Memasang perlak dan bengkok
bunyi napas menurun,
di pangkuan pasien pola napas berubah,
 Membuang secret pada tempat frekuensi napas berubah

sputum
A:
7. Edukasi  Masalah teratasi
 Menjelaskan tujuan dan sebagian
R:
prosedur batuk efektif
 Rencana terus
 Menganjurkan Tarik napas
dilanjutkan agar
dalam hidung selama 4 detik,
ada perubahan
ditahan selama 2 detik,
dalam pola napas
kemudian keluarkan dari mulut
dan frekuensi
dengan bibir mencucu
napas
(dibulatkan) selama 8 detik
 Menganjurkan mengulangi tarik

32
napas dalam hingga 3 kali
 Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
8. Kolaborasi
 Mengkolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
2 Jumat, 26 Pola napas tidak 4. Observsi
Agustus efektif b/d tidak  Memonitor frekuensi, irama,
2022 adekuatnya kedalaman, dan upaya
ventilasi.  Memonitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussnaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik
 Memonitor kemampuan batuk
efektif
 Memonitor adanya produksi
sputum
 Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
 Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Mengauskultasi bunyi napas
 Memonitor saturasi oksigen
 Memonitor nilai AGD
 Memonitor hasil x-ray toraks
5. Terapeutik
 Mengatur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai

33
kondisi pasien
 Mendokumentasikan hasil
pemantauan
6. Edukasi
 Menjelaskan tujuan dan
prosedur
 Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Jumat, 26 Hipertermia b/d 5. Observasi
Agustus infeksi saluran  Mengidentifikasi adanya
2022 pernapasan kelelahan otot bantu napas
 Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
 Memonitor status respirasi dan
oksigenisasi
6. Terapeutik
 Mempertahankan kepatenan
jalan napas
 Memberikan posisi semi-fowler
atau fowler
 Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
 Memberikan oksigenisasi
sesuai kebutuhan
 Mengunakan bag-valve mask,
jika perlu
7. Edukasi
 Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam

34
 Mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri
 Mengajarkan teknik batuk
efektif
8. Kolaborasi
 Mengkolaborasi pemberian
bronchodilator, jika pelu
4 Jumat, 26 Gangguan 4. Observasi
Agustus pertukaran gas  Memonitor frekuensi, irama,
2022 berhubungan kedalaman dan upaya nafas
dengan ketidak  Memonitor kemampuan batuk
seimbangan efektif
perfusi-vertilasi  Memonitor adanya produksi
sputum
 Memonitor adanya sumbatan
jalan nafas
 Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Mengauskultasi buyni nafas
 Memonitor saturasi oksigen
 Memonitor nilai AGD
 Memonitor hasil x-ray toraks
5. Teraputik
 Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Mendokumentasikan hasil
pemantaun
6. Edukasi
 Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

35
 Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Jumat, 26 Intoleransi aktivitas 5. Observasi
Agustus berhubungan  Mengindentifikasi gangguan
2022 dengan kelemahan fungsi tubuh yang
umum menyebabkan gangguan
 Memonitor kelelahan fisik dan
emosional
 Memonitor pola dan jam tidur
 Memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
6. Terapeutik
 Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
 Melakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
 Memberikan aktivitas distraktif
yang menenangkan
 Memfasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
7. Edukasi
 Menganjurkan tirah banding
 Menganjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Mengajarkan strategi koping

36
untuk mengurangi kelelahan
8. Kolaborasi
 Mengkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3.6 Prosedur pelaksanaan terapi aktivitas bermain (TAB) di RS

Prinsip permainan pada anak di rumah sakit

a. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan
b. Tidak membutuhkan basnyak energi
c. Harus mempertimbangkan keamanan anak
d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama
e. Melibatkan orang tua
f. Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan pasif

Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa negara maju
kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play spesialist, yaitu perawat
yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan program bermain, yang bekerja sama
secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang rawat inap. Ia yang mempersiapkan
program bermain sebagai terapi bagi anak yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan
dilakukan prosedur diagnostik khusus, atau program bermain sehari-hari bagi anak di rumah sakit
Apabila tidak ada tenaga khusus yang dapat memprogram kegiatan bermain pada anak di rumah
sakit, perawat yang bertugas saat itu dapat melaksanakannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain: alat-alat
bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh permainan yang dapat
digunakan pada anak di ruang rawat (Wong, D.L. 2000) adalah sebagai berikut :

Bermain di Rumah Sakit berdasarkan usia

a. Usia infant.

1. mainan bergerak dan berbunyi


2. ayunan atau dipangku oleh ibu atau perawat

37
3. jika mampu, beri kesempatan anak untuk merangak atau stimulasi untuk berjalan.

b. Usia toddler

1. bermain balok susun di atas tempat tidur


2. mendengarkan musik dari tape atau radio
3. creative material

c. Usia sekolah

1. game, buku bacaan, magic crayon


2. radio atau tape
3. nonton TV dan kemudian mendiskusikannya

Bermain di rumah sakit berdasarkan tujuan:

a. Meningkatkan masukan cairan

1. Gunakan cangkir bergambar kecil yang lucu


2. Buat pesta teh di meja kecil
3. Minta anak mengisi spuit dengan minuman dan semprotkan ke dalam mulut
4. Buat poster kemajuan, berikan pujian bila anak mau minum dalam jumlah yang
ditentukan
5. Bermain boneka simon’s says

b. Latihan nafas dalam

1. bermain meniup busa sabun atau bola kapas


2. simon’s says: “ambil nafas dalam” meniup gelembung dengan peniup
3. meniup gelembung dengan sedotan tanpa sabun
4. meniup bulu, balon, peluit, harmonika, terompet mainan, peniup pesta

38
5. Lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola
pingpong, selembar kertas

c. Latihan otot, rentang gerak dan ektremitas

1. bermain simon’s says “angkat tangan..”


2. lempar dan tangkap bola
3. memainkan gerakan tiruan seperti pesawat, kupu-kupu
4. bermain tendangan bola: lemparkan benda atau bola ke dalam tempat yang diam.
5. sentuh dan tendang balon atau bola
6. mainkan gerakan burung atau kupu-kupu
7. lakukan lomba balap sepeda roda tiga atau kursi roda di area yang aman
8. mainkan video game atau pinnball
9. Mainkan plastisin
10. Buat gambar di kertas yang besar
11. Main salon-salonan (menyisir rambut sendiri)

d. Bermain untuk injeksi

1. Mintalah anak untuk berhitung 1-10 selama injeksi

e. Bermain untuk ambulasi

 Berikan pada anak sesuatu untuk didorong

f. Bermain bersenang-senang

1) Menyanyi bersama-sama

2) Satuan acara bermain berkelompok

a. Sasaran

Anak yang dirawat di ruang anak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) kesadaran compos mentis

39
2) tanda vital stabil

3) tidak bertentangan jenis penyakit dipandang dari sudut penularan

4) pada usia perkembangan yang sama

5) tidak ada kontra indikasi dari aspek medis

b. Waktu dan tempat

Hari Senin-Sabtu, Pukul 10.00-10.30 WIB. Atau tergantung jadwal ruangan Tempat: di
atas tempat tidur masing-masing/ ruang bermain.

40
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yangrentan,
tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992) Penyakit ini ditandai dengan
demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau
pertusis. serangan batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di
dalam paru-paru terbuang keluar.Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah
kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi
yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak
terdengar. Batuk pada pertussis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita
sangat kelelahan setelah serangan batuk.

4.2 SARAN
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap
penderita pertussis, karena sering kali penderita pertussis disertai dengan komplikasi.Perawat juga
harus berperan sebagai pendidik dalam melakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi
yang akan berguna jika dilakukan sesuai program, selain itu perawatharus mampu memberikan
pengetahuan pada $rang tua mengenai penyakit pertussis secara jelas dan lengkap terutama
mengenai manifestasi, pencegahan dan penanganannya.

41
DAFTAR PUSTAKA

Andam Comay. (2022). PEMBAHASAN PERTUSIS.docx. Retrieved August 29, 2022, from

Academia.edu website:

https://www.academia.edu/27586965/PEMBAHASAN_PERTUSIS_docx

42

Anda mungkin juga menyukai