KELOMPOK 5
1. ALMIZA NURAWANI PO7220121 1703
2. FAZIRA PO7220121 1713
3. IMAM SYAPUTRA PO7220121 1716
4. MEGA CENDYA WATI PO7220121 1718
5. NIKE KUSUMA PO7220121 1723
6. SITI AISYAH PO7220121 1733
DOSEN :
ASMARITA JASDA, S.Kep.M.Si.Med
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Keperawan Anak
yaitu Ibu Asmarita Jasda, S.Kep., M.Si., Med. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan mengenai gangguan pertusis pada anak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Keperawatan Anak yang dengan ikhlas
bersedia membimbing dan mengarahkan agar dapat membuat makalah dengan benar.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
4.2 SARAN ................................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 42
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya
vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi. Ternyata
80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan
untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka
mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian penyakit ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama mengenai bayi-bayi dibawah
umur.
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Penyakit ini
mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang terinfeksi pertusis maka
orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup,
kadang-kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian. Pada saat ini vaksin pertusis
tidak dianjurkan bagi orang dewasa. Walaupun orang dewas sering sebagai penyebab
pertusis pada anak-anak, mungkin vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pengkajian pada anak dengan gangguan pertusis
2. Untuk mengetahui diagnosa pada anak dengan gangguan pertusis
3. Untuk mengetahui intervensi pada anak dengan gangguan pertusis
4. Untuk mengetahui implementasi pada anak dengan gangguan pertusis
1
5. Untuk mengetahui evaluasi pada anak dengan gangguan pertusis
6. Untuk mengetahui dokumentasi pada anak dengan gangguan pertusis
7. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan terapi aktivitas bermain (TAB) di RS
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi pertusis
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan, batuk
100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi
berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)
Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi
tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang
keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga
bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir
berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar.
Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat
kelelahan setelah serangan batuk.
2.2 Etiologi
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou,
kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media
buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella
Parapertusis, Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000).
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
a. Berbentuk batang (coccobacilus).
3
b. Tidak dapat bergerak.
c. Bersifat gram negatif.
d. Ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um.
e. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
f. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
g. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
h. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
i. Menghasilkan 2 macam toksin, antara lain :
Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
Endotoksin (lipopolisakarida).
j. Melekat ke epitel pernafasan melalui hemaglutinasi filamentosa dan adhesin yang
dinamakan pertaktin.
k. Menghasilkan beberapa antigen , antara lain :
o Toksin Pertusis (PT).
o Filamentous hemagglutinin (FHA).
o Pertactine 69-kDa OM
o Aglutinogen fimbriae
o Adenylcyclase
o Endotoksin (pertusis lipopolysaccharide)
o Tracheal cytotoxin
l. Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut berdet gengou (potato-blood-
glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogram/ml untuk menghambat pertumbuhan
organisme lain.
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella pertusis :
Toksin pertussis: histamine sensitizing factor (HSF), lymphocytosis
promoting factor, Islet activating protein (IAP).
Adenilat siklase luarsel.
Hemaglutinin (HA): F-HA (filamentous-HA) , PT-HA (pertussis toxin- HA).
Toksin tak stabil panas (heat labile toxin).
4
Secara morfologis terdapat beberapa kuman yang menyerupai Bordetella Pertusis seperti
Bordete
2.3 Patofisiologi
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh
Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap
mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik.
Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada
silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasi dan
menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif oleh karena
pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka
akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan
whooping cough.
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan karena pertusis
toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B
selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan sub unit A yang
aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit
dan makrofag ke daerah infeksi.
Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis
protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel
target termasuk lifosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine
dan serotonin, efek memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin,
sehingga akan menurunkn konsentrasi gula darah.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid
peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia
sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh
Streptococcus pneumonia, H. influenzae dan Staphylococcus aureus ). Penumpukan
mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi pada saat
ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat
5
mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin
ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel
mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic
terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan
infeksi yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.
Cara penularan pertusis, melalui:
Droplet infection
Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari
kuman-kuman penyakit tersebut.
Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya
kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
6
Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari (rata-rata 7 hari),
perjalanan penyakitnya berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan timbulnya rinore
dengan lendir yang cair dan jernih.
Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
Batuk dan panas yang ringan.
Kongesti nasalis
Anoreksia
Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu siang hari, dan menjadi
semakin hebat. Sekret banyak, menjadi kental dan lengket. Pada bayi, lendir
mukoid sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas, dimana bayi terlihat sakit
berat dan iritabel.
b. Stadium 2
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini disebut juga
paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium paroksismal, stadium
spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tiba-tiba dan tak
terkontrol (paroxysms of intense coughing) yang berlangsung selama beberapa menit.
Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat
disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan (exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
o Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat penderita
menarik nafas di akhir serangan batuk.
o Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir serangan
batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
o Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau sianosis, mata
tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah. Juga tampak pelebaran
pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher, petekie di wajah, perdarahan
subkonjungtiva dan sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah.
7
o Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
o Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat
c. stadium 3
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada stadium
konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan batuk
kronis yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Dapat terjadi petekie pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva, dapat terjadi ronki
difus.
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
o Whoop dan muntah berhenti.
o Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3 minggu.
o Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal kembali dengan
whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi berulang dalam beberapa bulan
bahkan hingga satu atau dua tahun, dan sering dihubungkan dengan infeksi
saluran nafas bagian atas yang berulang.
2.5 Komlipkasi
a. Sistem pernafasan
Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan tuberculosis
yang sudah ada menjadi bertambah berat.
b. Sistem pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi kurus
sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya
tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau
tergigit pada waktu serangan batuk, juga stomatitis.
c. Susunan saraf
8
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak, mungkin pula
terjadi perdarahan otak.
d. Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.
9
pertussis pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax, pneumomediastinum, atau
udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.
Radiography tidak diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda vital (vital signs) yang
normal. Vital signs ini meliputi: tekanan darah, nadi, heart rate, respiration rate, dan
suhu tubuh.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 5 Thn
Diagnosa : Pertusis
2) Keluhan utama
Batuk rejan
3) Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
An A tinggal bersama orang tuanya di tempat yang padat penduduk. Satu
minggu terakhir an A mengeluh pusing kepada ibunya. Ibu mengetahui an A
demam dan batuk yang timbul mula-mula malam hari. Setiap kali batuk an A
disertai rasa muntah, terkadang sampai muntah. Nafs makanan A menurun karena
seringnya batuk. Hingga karena batuknya semakin hebat, ibunya memutuskan
untuk di bawa kerumah sakit.
Riwayat Penyakit dahulu : Tidak ada
Riwayat Keluarga : Tidak Ada
11
Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : normal
- Pola nafas : tidak teratur
- Suara napas : ronchi
- Batuk : ya, ada secret
- Retraksi otot bantu napas : ada
- Alat bantu pernapasan : nasal kanul 3 lpm
Kardiovaskular B2 (blood)
- Irama jantung : regular
- Nyeri dada : tidak
- Bunyi jantung ; normal
- Akral : panas
Persyarafan B3 (brain)
- Keluhan pusing (+)
- Gangguan tidur (+)
- Penglihatan (mata) : anemia
- Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
- Penciuman (hidung) : tidak ada gangguan
Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : menurun
- Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari
- Mulut : bersih
- Mukosa : lembap
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan Kesehatan
DS : - Pasien mengatakan sering batuk-batuk.
12
DO : -Tampak lemah.
b. Pola nutrisi dan metabolic
DS : - Nafsu makan hilang.
- Mual/muntah.
DO : Turgor kulit buruk.
- Penurunan massa otot.
- Penurunan BB.
c. Pola eliminasi
DS : - BAB dan BAK lancar.
DO : - Urine berbau amoniak dan berwarna kuning.
d. Pola aktivitas dan latihan.
DS : Batuk panjang, kelelahan, demam ringan.
DO : Sesak, kelelahan otot dan nyeri.
e. Pola tidur dan istirahat
DS : - Mudah terbangun.
DO : - Gelisah
f. Pola persepsi kognitif
DS : - Pasien mengatakan komunikasi terhambat akibat batuknya.
DO : - Nyeri
- Mual
g. Pola persepsi dan konsep diri
DO : - Gelisah
h. Pola peran dan hubungan dengan sesame
DO : - dirawat di tempat khusus.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
DS : - Penurunan gairah seksual.
DO: - Keadaan umum lemah, ketidakmampuan beraktivitas.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS : - Pasien mengatakan stres terhadap batuk yang dialaminya.
DO : - Gelisah.
k. Pola sistem kepercayaan
13
DS : - Pasien mengatakan mengalami kesejahteraan spiritual.
DO : - Rajin beribadah.
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul pada kasus pertusis :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi.
3. Hyperthermy berhubungan dengan infeksi salurn nafas.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3.3 Interverensi
No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Bersihan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
jalan napas keperawatan 3x24 jam Identifikasi Untuk
tidak efektif diharapkan klien kemampuan mengetahui
b/d menunjukan pola napas batuk kemampuan
peningkatan efektif dengan kriteria hasil Monitor batuk
produksi sebagai berikut: adanya retensi Untuk
mucus. Batuk efektif sputum mengetahui
meningkat Monitor tanda adanya
Produksi sputum dan gejala retensi
meningkat infeksi saluran sputum
Dispnea menurun pernapasan Untuk
Ortopnea menurun Monitor input mengetahui
Sulit bicara dan output tanda dan
menurun cairan gejala infeksi
Sianosis menurun 2. Terapeutik saluran
14
Pola napas membaik Pasang perlak output cairan
dan bengkok 2. Terapeutik
di pangkuan Untuk
pasien mengatur
Buang secret posisi semi-
pada tempat fowler atau
sputum fowler
3. Edukasi Untuk
Jelaskan memasang
tujuan dan perlak dan
prosedur batuk bengkok di
efektif pangkuan
Anjurkan pasien
Tarik napas Untuk
dalam hidung membuang
selama 4 detik, secret pada
ditahan selama tempat
2 detik, sputum
kemudian 3. Edukasi
keluarkan dari Untuk
mulut dengan mengetahui
bibir mencucu tujuan dan
(dibulatkan) prosedur
selama 8 detik batuk efektif
Anjurkan Untuk
mengulangi meanjurkan
tarik napas tarik napas
dalam hingga dalam hidung
3 kali selama 4
Anjurkan detik, ditahan
batuk dengan selama 2
15
kuat langsung detik,
setelah tarik kemudian
napas dalam keluarkan
yang ke 3 dari mulut
4. Kolaborasi dengan bibir
Kolaborasi mencucu
pemberian (dibulatkan)
mukolitik atau selama 8
ekspektoran, detik
jika perlu Untuk
menganjurka
n mengulangi
tarik napas
dalam hingga
3 kali
Untuk
menganjurka
n batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke 3
4. Kolaborasi
Untuk
mengetah
ui
pemberia
n
mukolitik
atau
16
ekspektor
an, jika
perlu
2 Pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Observsi 1. Observasi
tidak efektif keperawatan 3x24 jam Monitor Untuk
b/d tidak diharapkan klien frekuensi, mengetahui
adekuatnya menunjukan pola napas irama, frekuensi,
ventilasi. efektif dengan kriteria hasil kedalaman, irama,
sebagai berikut: dan upaya kedalaman,
Frekuensi napas Monitor pola dan upaya
membaik napas (seperti napas
Kedalaman napas bradypnea, Untuk
membaik takipnea, mengetahui
Ekskursi dada hiperventilasi, pola napas
membaik kussnaul, (seperti
Tekanan ekspirasi Cheyne- bradipnea,
meningkat stokes, biot, takipnea,
Tekanan inspirasi ataksik hiperventilasi
meningkat Monitor , kuusmaul,
17
Pemanjangan fase kesimetrisan Untuk
ekspirasi menurun ekspansi paru mengetahui
Pernapasan pursed- Auskultasi adanya
tip menurun bunyi napas sumbatan
Pernapasan cuping Monitor jalan napas
hidung menurun saturasi Untuk
oksigen mengetahui
Monitor nilai kesimetrisan
AGD ekspansi paru
Monitor hasil Untuk
x-ray toraks mengetahui
2. Terapeutik bunyi napas
Atur interval Untuk
waktu mengetahui
pemantauan saturasi
respirasi oksigen
sesuai kondisi Untuk
pasien mengetahui
Dokumentasik nilai AGD
an hasil Untuk
pemantauan mengetahui
3. Edukasi hasil x-ray
Jelaskan toraks
tujuan dan 2. Terapeutik
prosedur Untuk
Informasikan mengetahui
hasil waktu
pemantauan, pemantauan
jika perlu respirasi
sesuai
18
dengan
kondisi
pasien
Untuk
mrngetahui
hasil
pemantauan
3. Edukasi
Untuk
membantu
pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
Agar pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
Agar pasien
mengetahui
hasil
pemantauan,
jika perlu
3 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
b/d infeksi keperawatan 3x24 jam Identifikasi Untuk
saluran diharapkan klien adanya mengetahui
pernapasan menunjukan pola napas kelelahan otot adanya
efektif dengan kriteria hasil bantu napas kelelahan
sebagai berikut: otot bantu
19
Menggigil Identifikasi napas
meningkat efek Untuk
Kulit merah perubahan mengetahui
meningkat posisi terhadap efek
Kejang meningkat status perubahan
Pucat meningkat pernapasan posisi
20
melakukan oksigenisasi
teknik sesuai
relaksasi napas kebutuhan
dalam Untuk
Ajarkan menggunaka
mengubah n bag-valve
posisi secara mask, jika
mandiri perlu
Ajarkan teknik 3. Edukasi
batuk efektif Untuk
4. Kolaborasi melakukan
Kolaborasi pemberian teknik
bronchodilator, jika relaksasi
pelu napas dalam
Untuk
mengubah
posisi secara
mandiri
Untuk
mengetahui
teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronchodilato
r, jika pelu
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
pertukaran keperawatan 3x24 jam Monitor Untuk
gas diharapkan klien frekuensi, mengetahui
berhubungan menunjukan pola napas
21
dengan efektif dengan kriteria hasil irama, frekuensi,
ketidak sebagai berikut: kedalaman dan irama,
seimbangan Dispnea upaya nafas kedalaman
perfusi- menurun Monitor dan upaya
vertilasi Tingkat kemampuan nafas
kesadaran batuk efektif Untuk
meningkat Monitor mengetahui
Bunyi nafas adanya kemampuan
tambahan produksi batuk efektif
menurun sputum Untuk
Pusing Monitor mengetahui
menurun adanya adanya
Gelisah sumbatan jalan produksi
menurun nafas sputum
22
sesuai kondisi Untuk
pasien mengetahui
Dokumentasik nilai AGD
an hasil Untuk
pemantaun mengetahui
3. Edukasi hasil x-ray
Jelaskan toraks
tujuan dan 2. Teraputik
prosedur Untuk
pemantauan mengetahui
Informasikan interval
hasil pemantauan
pemantauan, respirasi
jika perlu sesuai
kondisi
pasien
Untuk
mengetahui
hasil
pemantaun
3. Edukasi
Untuk
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
Untuk
mengetahui
hasil
pemantauan,
jika perlu
23
5 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Observasi
aktivitas keperawatan 3x24 jam Indentifikasi Untuk
berhubungan diharapkan klien gangguan mengetahui
dengan menunjukan pola napas fungsi tubuh gangguan
kelemahan efektif dengan kriteria hasil yang fungsi tubuh
umum sebagai berikut: menyebabkan yang
Frekuensi nadi gangguan menyebabkan
meningkat Monitor gangguan
Saturasi oksigen kelelahan fisik Untuk
meningkat dan emosional mengetahui
Kecepatan berjalan Monitor pola kelelahan
meningkat dan jam tidur fisik dan
Keluhan lelah Monitor lokasi emosional
menurun dan Untuk
Dispnea saat ketidaknyama mengetahui
aktivitas menurun nan selama pola dan jam
Dispnea setelah melakukan tidur
aktivitas menurun aktivitas Untuk
Warna kulit 2. Terapeutik mengetahui
membaik Sediakan lokasi dan
24
distraktif yang Untuk
menenangkan mengetahui
Fasilitas latihan
duduk di sisi rentang gerak
tempat tidur, pasif
jika tidak dan/atau aktif
dapat Untuk
berpindah atau mengetahui
berjalan aktivitas
3. Edukasi distraktif
Anjurkan tirah yang
banding menenangkan
Anjurkan Untuk
melakukan memfasilitas
aktivitas duduk di sisi
secara tempat tidur,
bertahap jika tidak
Anjurkan dapat
menghubungi berpindah
perawat jika atau berjalan
tanda dan 3. Edukasi
gejala Untuk
kelelahan menganjurka
tidak n tirah
berkurang banding
Ajarkan Untuk
strategi koping menganjurka
untuk n melakukan
mengurangi aktivitas
kelelahan secara
4. Kolaborasi bertahap
25
Kolaborasi dengan Untuk
ahli gizi tentang menganjurka
cara n
meningkatkan menghubungi
asupan makanan perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan
tidak
berkurang
Untuk
mengetahui
strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
Untuk kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
3.4 Implementasi
26
Agustus tidak efektif b/d Mengidentifikasi kemampuan
2022 peningkatan batuk
produksi mucus. Memonitor adanya retensi
sputum
Memonitor tanda dan gejala
infeksi saluran pernapasan
Memonitor input dan outpuet
cairan
2. Terapeutik
Mengatur posisi semi-fowler
atau fowler
Memasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
Membuang secret pada tempat
sputum
3. Edukasi
Menjelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
Menganjurkan Tarik napas
dalam hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
Menganjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
4. Kolaborasi
27
Mengkolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
2 Jumat, 26 Pola napas tidak 1. Observsi
Agustus efektif b/d tidak Memonitor frekuensi, irama,
2022 adekuatnya ventilasi. kedalaman, dan upaya
Memonitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussnaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik
Memonitor kemampuan batuk
efektif
Memonitor adanya produksi
sputum
Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Mengauskultasi bunyi napas
Memonitor saturasi oksigen
Memonitor nilai AGD
Memonitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
Mengatur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
Menjelaskan tujuan dan
28
prosedur
Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Jumat, 26 Hipertermia b/d 1. Observasi
Agustus infeksi saluran Mengidentifikasi adanya
2022 pernapasan kelelahan otot bantu napas
Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
Memonitor status respirasi dan
oksigenisasi
2. Terapeutik
Mempertahankan kepatenan
jalan napas
Memberikan posisi semi-fowler
atau fowler
Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
Memberikan oksigenisasi
sesuai kebutuhan
Mengunakan bag-valve mask,
jika perlu
3. Edukasi
Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
Mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri
Mengajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
29
Mengkolaborasi pemberian
bronchodilator, jika pelu
4 Jumat, 26 Gangguan 1. Observasi
Agustus pertukaran gas Memonitor frekuensi, irama,
2022 berhubungan dengan kedalaman dan upaya nafas
ketidak seimbangan Memonitor kemampuan batuk
perfusi-vertilasi efektif
Memonitor adanya produksi
sputum
Memonitor adanya sumbatan
jalan nafas
Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Mengauskultasi buyni nafas
Memonitor saturasi oksigen
Memonitor nilai AGD
Memonitor hasil x-ray toraks
2. Teraputik
Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil
pemantaun
3. Edukasi
Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Jumat, 26 Intoleransi aktivitas 1. Observasi
Agustus berhubungan dengan Mengindentifikasi gangguan
2022 kelemahan umum fungsi tubuh yang
30
menyebabkan gangguan
Memonitor kelelahan fisik dan
emosional
Memonitor pola dan jam tidur
Memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
2. Terapeutik
Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
Melakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
Memberikan aktivitas distraktif
yang menenangkan
Memfasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
3. Edukasi
Menganjurkan tirah banding
Menganjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Mengajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
Mengkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
31
3.5 Evaluasi
sputum
A:
7. Edukasi Masalah teratasi
Menjelaskan tujuan dan sebagian
R:
prosedur batuk efektif
Rencana terus
Menganjurkan Tarik napas
dilanjutkan agar
dalam hidung selama 4 detik,
ada perubahan
ditahan selama 2 detik,
dalam pola napas
kemudian keluarkan dari mulut
dan frekuensi
dengan bibir mencucu
napas
(dibulatkan) selama 8 detik
Menganjurkan mengulangi tarik
32
napas dalam hingga 3 kali
Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
8. Kolaborasi
Mengkolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
2 Jumat, 26 Pola napas tidak 4. Observsi
Agustus efektif b/d tidak Memonitor frekuensi, irama,
2022 adekuatnya kedalaman, dan upaya
ventilasi. Memonitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussnaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik
Memonitor kemampuan batuk
efektif
Memonitor adanya produksi
sputum
Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Mengauskultasi bunyi napas
Memonitor saturasi oksigen
Memonitor nilai AGD
Memonitor hasil x-ray toraks
5. Terapeutik
Mengatur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
33
kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil
pemantauan
6. Edukasi
Menjelaskan tujuan dan
prosedur
Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 Jumat, 26 Hipertermia b/d 5. Observasi
Agustus infeksi saluran Mengidentifikasi adanya
2022 pernapasan kelelahan otot bantu napas
Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
Memonitor status respirasi dan
oksigenisasi
6. Terapeutik
Mempertahankan kepatenan
jalan napas
Memberikan posisi semi-fowler
atau fowler
Memfasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
Memberikan oksigenisasi
sesuai kebutuhan
Mengunakan bag-valve mask,
jika perlu
7. Edukasi
Mengajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
34
Mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri
Mengajarkan teknik batuk
efektif
8. Kolaborasi
Mengkolaborasi pemberian
bronchodilator, jika pelu
4 Jumat, 26 Gangguan 4. Observasi
Agustus pertukaran gas Memonitor frekuensi, irama,
2022 berhubungan kedalaman dan upaya nafas
dengan ketidak Memonitor kemampuan batuk
seimbangan efektif
perfusi-vertilasi Memonitor adanya produksi
sputum
Memonitor adanya sumbatan
jalan nafas
Mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Mengauskultasi buyni nafas
Memonitor saturasi oksigen
Memonitor nilai AGD
Memonitor hasil x-ray toraks
5. Teraputik
Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil
pemantaun
6. Edukasi
Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
35
Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Jumat, 26 Intoleransi aktivitas 5. Observasi
Agustus berhubungan Mengindentifikasi gangguan
2022 dengan kelemahan fungsi tubuh yang
umum menyebabkan gangguan
Memonitor kelelahan fisik dan
emosional
Memonitor pola dan jam tidur
Memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
6. Terapeutik
Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
Melakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
Memberikan aktivitas distraktif
yang menenangkan
Memfasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
7. Edukasi
Menganjurkan tirah banding
Menganjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Menganjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Mengajarkan strategi koping
36
untuk mengurangi kelelahan
8. Kolaborasi
Mengkolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
a. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan
b. Tidak membutuhkan basnyak energi
c. Harus mempertimbangkan keamanan anak
d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama
e. Melibatkan orang tua
f. Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan pasif
Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa negara maju
kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play spesialist, yaitu perawat
yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan program bermain, yang bekerja sama
secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang rawat inap. Ia yang mempersiapkan
program bermain sebagai terapi bagi anak yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan
dilakukan prosedur diagnostik khusus, atau program bermain sehari-hari bagi anak di rumah sakit
Apabila tidak ada tenaga khusus yang dapat memprogram kegiatan bermain pada anak di rumah
sakit, perawat yang bertugas saat itu dapat melaksanakannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain: alat-alat
bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh permainan yang dapat
digunakan pada anak di ruang rawat (Wong, D.L. 2000) adalah sebagai berikut :
a. Usia infant.
37
3. jika mampu, beri kesempatan anak untuk merangak atau stimulasi untuk berjalan.
b. Usia toddler
c. Usia sekolah
38
5. Lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola
pingpong, selembar kertas
f. Bermain bersenang-senang
1) Menyanyi bersama-sama
a. Sasaran
Anak yang dirawat di ruang anak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
39
2) tanda vital stabil
Hari Senin-Sabtu, Pukul 10.00-10.30 WIB. Atau tergantung jadwal ruangan Tempat: di
atas tempat tidur masing-masing/ ruang bermain.
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yangrentan,
tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992) Penyakit ini ditandai dengan
demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau
pertusis. serangan batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di
dalam paru-paru terbuang keluar.Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah
kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi
yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak
terdengar. Batuk pada pertussis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita
sangat kelelahan setelah serangan batuk.
4.2 SARAN
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap
penderita pertussis, karena sering kali penderita pertussis disertai dengan komplikasi.Perawat juga
harus berperan sebagai pendidik dalam melakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi
yang akan berguna jika dilakukan sesuai program, selain itu perawatharus mampu memberikan
pengetahuan pada $rang tua mengenai penyakit pertussis secara jelas dan lengkap terutama
mengenai manifestasi, pencegahan dan penanganannya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Andam Comay. (2022). PEMBAHASAN PERTUSIS.docx. Retrieved August 29, 2022, from
Academia.edu website:
https://www.academia.edu/27586965/PEMBAHASAN_PERTUSIS_docx
42