Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

Dosen Mata Kuliah :

Sri Atun W.,Ns.Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

1. Farah Hamidah NIRM 20016


2. Jesy Meliska NIRM 20018
3. Lita Amalia NIRM 20019
4. Nur Zahra Handayani NIRM 20026
5. Saghita Shofa Fauziah NIRM 20032

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pendidikan Budaya
Anti Korupsi Oleh Anggota DPR” Rangkaian penyusunan makalah ini merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi untuk memenuhi tugas Pendidikan Budaya Anti Korupsi di
Akademi Keperawatan Pelni Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu/Saudara yang penulis hormati, yaitu:

1. Sri Atun Wahyuningsih.,Ns.,Sp.Kep.J. Direktur Akademi Keperawatan Pelni


Jakarta Dan Dosen mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
2. Buntar Handayani.,SKp.M.Kep.MM, Dosen mata kuliah Pendidikan Budaya Anti
Korupsi
3. Bpk/Ibu Dosen dan tenaga Kependidikan Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
yang telah memberikan dukungan dan doa serta ilmu yang sangat bermanfaat.
4. Anggota kelompok yang telah berpatispasi dalam bekerja sama untuk menyusun
Makalah Ilmiah ini.
5. Teman teman Akademi Keperawatan PELNI Jakarta Angkatan XXV yang juga
sama sedang berjuang, memberikan dukungan dan doa satu sama lain dalam
menyelesaikan Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kami dan teman-
teman. Semoga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Demikian dengan keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dilihat dari kompleksitas
serta efek negatifnya yang menimbulkan kerusakan besar bagi negara, mengakibatkan
bencana sosial seperti meningkatnya kemiskinan dalam masyarakat dan hancurnya
perekonomian nasional. Permasalahan korupsi sudah terjadi secara sistematis, terstruktur,
dan masif. Akhir-akhir ini korupsi yang sering didengar oleh masyarakat terjadi disektor
publik yang melibatkan pihak- pihak pemegang kekuasaan publik atau pejabat pemerintah
sehingga sering disebut sebagai kejahatan jabatan (occupational crime). Di sektor publik ini
bentuk korupsi yang marak terjadi adalah penyuapan dan penyalahgunaan kewenangan
publik. Pejabat yang mempunyai kewenangan tertentu disebut sebagai pejabat publik.
Kerugian negara akibat tindak pidana korupsi pada tahun 2022 melibatkan 252 kasus
korupsi dengan 612 tersangka dengan porensi korupsi mencapai Rp. 33,665 triliun (Begni
& Sihotang, 2022).

Fenomena maraknya para pejabat publik dan tokoh politik yang terjerat kasus
Tipikor, sudah cukup menimbulkan beragam upaya-upaya aparat penegak hukum untuk
menghentikannya. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan upaya penindakan,
khususnya dalam hal pemidanaan telah melakukan berbagai terbosan dalam hal
penanganan tindak pidana korupsi diantaranya yaitu, penuntutan maksimal pidana kepada
pelaku tindak pidana korupsi dan menuntut membayar uang ganti rugi sebesar-besarnya
kepada Negara sebagai pidana tambahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Rahmawati & Sari, 2023)
Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) melakukan terobosan baru dalam hal pemberantasan kasus korupsi, yakni
dengan menuntut pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik bagi
pelaku korupsi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Begni & Sihotang, 2022).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi di bumi Indonesia antara
lain dengan membentuk badan Negara yang diberikan kewenangan luar biasa seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semenjak didirikan tahun 2002 sampai sekarang
KPK telah menindak berbagai kasus korupsi. Akan tetapi Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia sebagaimana dilansir oleh Transparansi Internasional (TI) tetaplah rendah.
Bahkan untuk tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat Negara terkorup di Asia Pasifik,
dan tahun 2011 indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia adalah 3.0 peringkat 100 dari 183
negara di dunia (Transparansi Internasional, 2011).

Menyikapi fenomena tersebut diperlukan suatu upaya yang holistik dalam


pemberantasan korupsi baik dari segi aparat penegak hukum, kebijakan pengelolaan Negara
sampai ke pendidikan formal di sekolah (Aditjondro, 2002). Beberapa Negara telah
melaksanakan pendidikan antikorupsi di sekolah dan telah menunjukkan hasil yang
signifikan. Hongkong yang melaksanakan semenjak tahun 1974 dan menunjukkan hasil
yang luar biasa. Jika tahun 1974 Hongkong adalah Negara yang sangat korup dan korupsi
dideskripsikan dengan kalimat “from the womb to tomb”, maka saat ini Hongkong adalah
salah satu Negara di Asia dengan IPK yang sangat tinggi yaitu 8,3 dan menjadi negara
terbersih ke 15 dari 158 negara di dunia (Harahap, 2009). Keberhasilan ini merupakan efek
simultan dari upaya pemberantasan korupsi dari segala segi termasuk pendidikan anti
korupsi yang dilaksanakan di sekolah secara formal (Tony Kwok Man-wai, 2002).
B. Tujuan Penulisan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kasus korupsi
Ironi Partai Politik dalam Pusaran Korupsi
Kekecewaan publik terhadap partai politik pulih karena pencalonan eks napi koruptor
pada Pemilu Legislatif 2019, kini publik kembali dikecewakan dengan adanya Operasi
Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua
Umum PPP Romahurmuziy (Romi) yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus dugaan suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), Jumat (14/3)
pagi.
Jerat kasus korupsi pada Romi ini seakan mengingatkan kita pada sosok Ketua Umum
Golkar 2016-2017 (Setya Novanto), Ketua Umum PPP 2007-2014 (Suryadharma Ali),
Ketua Umum Partai Demokrat 2009-2014 (Anas Urbaningrum), dan Presiden PKS
2009-2014 (Luthfi Hasan Ishaaq). Mereka semua adalah politisi yang pernah terjerat
kasus korupsi saat menjabat ketua partai. Kini, mereka semua sedang merasakan
akibatnya di balik jeruji besi.
Menurut data KP, yang dirilis pada 16 Agustus 2018 lalu, sepanjang 2004 - Agustus
2018 terdapat 867 pejabat negara/pegawai swasta yang melakukan tindak pidana
korupsi. Dari jumlah tersebut, 311 orang di antaranya berprofesi sebagai anggota DPR
dan DPRD, gubernur, dan bupati atau walikota yang notabene hampir keseluruhan
berlatar belakang dari partai politik.
Berpijak dari data tersebut, korupsi merupakan salah satu dampak nyata bobroknya
pelaksanaan sistem partai yang dianut, terlebih dalam hal fungsi-fungsi partai. Fungsi
yang hanya dijadikan sebatas formalitas, menjadikan output yang dihasilkan pun hanya
sebatas formalitas untuk mencapai elektabilitas. Sehingga, setiap partai politik hanya
mementingkan elektabilitas ketimbang kualitas dari partai itu sendiri. Hal tersebut
semakin membuktikan bahwa adanya sebuah hubungan kausalitas antara korupsi
dengan proses kepartaian. Semakin lemah fungsi pengawasan dan pembinaan partai
terhadap kadernya, maka akan semakin tinggi pula kerugian negara yang dihasilkan dari
aktor korup yang berasal dari partai. Sederhananya, kerugian negara semakin banyak,
kepercayaan masyarakat pun akan semakin berkurang.
Dalam konteks Indonesia, setidaknya ada tiga persoalan dasar yang mendorong
terjadinya korupsi. Pertama, biaya politik kita masih sangat tinggi. Permasalahan ini
berpangkal pada syarat pendirian partai dan pemenuhan syarat formal dalam
kepersertaan partai dalam pemilu yang mahaberat. Akibatnya, setiap calon terpilih
dalam pilpres dan pilkada akan berlomba mendapatkan sumber penghasilan dari
pengusaha ataupun dari birokrasi agar bisa mengembalikan modal secara cepat. Kedua,
rendahnya transparansi dan akuntabilitas pembiayaan parpol. Hal ini mengakibatkan
adanya persekongkolan antara pemberi dana dan para politisi dalam penyelenggaraan
pemerintahan sebagai bentuk balas budi yang sering kali menyebabkan penyalahgunaan
wewenang dan kerugian negara. Ketiga, lemahnya integritas dan moralitas pejabat
partai. Proses pendidikan politik dan ideologisasi kader parpol yang tak selesai atau tak
matang mengakibatkan kader yang mudah terjebak pada gemerlap jabatan dan
kekuasaan. Selain itu, gaya hidup yang telanjur sangat tinggi, tuntutan tinggi untuk
kontribusi bagi parpol, dan budaya patronase dalam birokrasi turut membentuk karakter
seorang pejabat publik dapat terjebak dalam penyalahgunaan wewenang.
Untuk sebagian orang, menjadi politisi adalah memperbaiki hidup dan nasib. Sebagian
dari mereka percaya bahwa probabilitas tertangkap oleh KPK masih jauh lebih kecil
dibandingkan peluang keberhasilan melipatgandakan kekayaan. Sehingga itulah kenapa
mereka seolah tak takut dan tak peduli dengan kasus korupsi yang berhasil diungkap
KPK sejauh ini.
Jika dianalogikan, partai politik adalah sebuah mesin, sementara korupsi adalah
hasilnya. Ketika mesin itu beroperasi dengan baik dan sesuai prosedur, maka hasilnya
akan baik dan sesuai prosedur. Begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, kita perlu
mendorong partai politik untuk melakukan perbaikan dan perubahan.
Ada tiga hal penting yang harus diperbaiki oleh setiap partai politik untuk mampu
menjadi partai dan pemimpin yang berkualitas.
Pertama, pola rekrutmen. Dalam hal ini setidaknya setiap partai politik harus memiliki
pola rekrutmen yang bersifat baku, inklusif, fairness (demokratis), dan akuntabel.
Dengan kata lain, parameter penilaian rekrutmen pengurus partai dan pejabat publik
lebih menekankan kepada keahlian, kecakapan teknis, dan pengalaman berorganisasi
para kandidat ketimbang rekrutmen yang didasarkan atas kedekatan personal, termasuk
kultural dan kekeluargaan. Kedua, sistem kaderisasi. Dalam hal ini, sistem kaderisasi
yang dibangun oleh partai politik harus dilakukan secara inklusif dan fairness. Ini
berarti bahwa proses kaderisasi harus dapat diikuti oleh semua anggota partai politik
tanpa terkecuali, sehingga meminimalisasi adanya kolusi, korupsi dan nepotisme
(KKN) di internal partai. Dengan sistem persaingan yang sehat dan transparan seperti
inilah kaderisasi kepemimpinan akan menghasilkan kader yang berkualitas. Ketiga,
pengelolaan keuangan partai. Dalam hal ini, setidaknya setiap partai politik harus
membangun sistem keuangan yang transparan, akuntabel, dan dapat diakses oleh publik
secara luas. Hal itu sesuai dengan amanat UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai
politik, di mana partai berkewajiban untuk mempublikasikan informasi partai, termasuk
keuangan secara luas.
Dalam sistem manajemen modern, sistem keuangan akan menentukan sehat atau
tidaknya sebuah organisasi. Oleh karena itu, sistem keuangan yang sehat dan transparan
harus dimiliki dan disediakan oleh partai politik, sehingga mampu terbebas dari adanya
indikasi penyalahgunaan wewenang (korupsi). Dengan demikian, diharapkan ekosistem
atau lingkaran korupsi ini bisa diatasi mulai dari pembenahan internal setiap partai
politik. Karena, apabila setiap partai politik ini sudah steril dari praktik korupsi,
lembaga yang lain pun akan ikut steril dengan sendirinya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk
mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan
kebenaran-kebenaran lainnya. Sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau
kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan
memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan
dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), umumnya disebut Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam system
ketatanegaran Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas
anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
Bersama dengan Dewan Perwakilan Daerah, keduanya membentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

Korupsi politik sebagai korupsi yang dilakukan oleh presiden, kepala negara, ketua
atau anggota perlemen, dan pejabat tinggi pemerintahan. Korupsi ini terjadi ketika
pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaan politik yang mereka pegang untuk
mempertahankan kekuasaan, status, dan kekayaan mereka. Pelaku korupsi ini
memanipulasi institusi politik dan prosedur sehingga mempengaruhi pemerintahan dan
system politik.
B. Saran

Setelah melihat perkembangan pengertian dan unsur-unsur korupsi di Indonesia


serta fakta implementasi dari perturan perundang-undangan tentang korupsi, maka
penulis memunculkan saran-saran sebagai berikut:

1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau “top
political will” secara konsisten dari para penyelenggara negara
2. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undang-
undang korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung
jawaban pidana terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi
yang dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan
transparan.
DAFTAR PUSTAKA

SKENARIO BUDAYA ANTI KORUPSI

Judul : Korupsi Merugikan Rakyat Besar

Peran :

1. Farah Hamidah ( Ibu Lia )


2. Jesy Meliska ( Penulis dan Editor )
3. Lita Amalia ( kameramen )
4. Nur zahra Handayani ( Ibu Nur )
5. Saghita Shofa Fauziah ( Ibu Fauziah )

A. Orientasi dan Dialog

Pada suatu hari beberapa hari menjelang pemilihan partai oleh rakyat di suatu daerah
yang berada di kota jakarta, dimana beberapa partai akan mengadakan kampanye salah satu
partai yang dikelola oleh Ibu Nur adalah Partai Banteng Merah.

Ibu Nur

Sudah dua periode partai Ibu Nur selalu terpilih menjadi partai yang dipilih oleh rakyat.
Ketika sedang rapat untuk kampanye...

Ibu Nur : “Jadi bagaimana untuk kampanye tahun ini supaya rakyat bisa memilih kita
lagi?”

Ibu Lia : “untuk kampanye tahun ini kata Pak Surapto kita dapat donatur dari PT
Exx pimpinan ibu Fauziah, tapi belum ada di jadwal hari pertemuan, nanti akan saya coba
cek lagi ya bu..”
Ibu Nur : “Lalu PT yang tahun kemarin apakah dia akan menjadi donatur di tahun ini
lagi bu?”

Ibu Lia : “Sepertinya tahun ini tidak ada bu, dan rumornya tahun ini Bapak Z
menjadi donatur Partai Domba Bu...”

Ibu Nur : “Oke baik lah... minggu depan kita rapat lagi dan Bu Lia siap anggaran
untuk rapat minggu depan anggaran yang dibutuhkan untuk kampanye berdasarkan daerah-
daerah yang menjadi tempat sasaran ya bu”

Ibu Lia : “Baik bu...’

Ibu Nur : “Baik rapat saya selesaikan”

Rapat pun selesai.

Beberapa Hari Kemudian... dimana rapat kedua dilaksanakan

Ibu Nur : “ Baik selamat siang semuanya... Apa kabar? Baik langsung saya mulai
saja ya

Ibu Lia : “ Baik bu, Oh iya ibu ini laporan anggran dana yang ibu minta”

Ibu Nur : “ Baik, saya cek dulu”

Ibu Lia : “ Oh iya bu, untuk rapat dengan donatur PT Exx akan dijadwalkan hari ini
jam 1 siang ya bu...”

Ibu Nur : “ Baik... oke anggaran ini kita bahas nanti saja ya setelah bertemu dengan
donatur, baik kita bertemu nanti siang ini ya...”

Dan Ibu Nur menunda rapat, siang pun tiba dimana pertemuan antara donatur dan Ibu
Nur.
Ibu Fauziah : “ Halo Ibu Nur, Ibu Lia selamat siang... apa kabar?” (sambil berjabat
tangan)

Ibu Nur : “ Silahkan duduk bu..., baik sebelumnya terima kasih karena telah menjadi
donatur, berikut anggaran daerah yang akan kita laksanakan.” ( Ibu Nur pun memberi tahu
rencana anggaran yang akan dikeluarkan)

Beberapa jam setelah rapat pun berjalan...

Ibu Fauziah : “Baik semoga dengan memilih partai ibu dalam upaya mengatasi
kemiskinan terealisasikan ya bu... semoga dana yang saya berikan juga bermanfaat bagi
masyarakat luas”

Ibu Nur : “Aamiin... terima kasih bu...”

Rapat pun selesai...

Saat jam kerja telah selesai Ibu Nur menelpon Ibu Lia pada malam hari.

Ibu Nur : “Halo selamat malam, Lia tingkatkan biaya anggaran sekarang supaya
banyak yang menjadi donatur partai kita”

Ibu Lia : “Yakin bu? Tapi dana yang saya buat sudah cukup dan sesuai bu...” ( Ibu
Lia pun khawatir dan ketakutan)

Ibu Nur : “Tenang saja kamu ada bagiannya kok” ( berusaha meyakinkan Ibu Lia
untuk menambah biaya anggaran yang dibuat”

Ibu Lia : “ Saya takut Bu.... sepertinya saya tidak bisa menerima bu...”

Lalu ibu Lia pun tersadar bahwa banyak rakyat yang membutuhkan bantuan, Ibu
Lia yang tersadar akan perannya sebagai anggota DPR yang seharusnya mengayomi
masyarakat bukan membuat rakyat sengsara. Banyak rakyat yang kesusahan, banyak rakyat
yang sengsara dan bahkan sebagian besar di akibatkan oleh para petinggi negara. Kasus
korupsi memarak dimana-mana dan memakan uang rakyat seperti hal yang sepele.
Mahalnya harga kejujuran di negeri ini andai kejujuran menjadi perilaku yang dimiliki
semua orang, mungkin negeri kita tidak seperti ini. Koruptor harus ditindas dan ditindak
secara hukum demi negara yang beradao dan berkeadilan sosial

Beberapa tahun kemudian ternyata terdapat berita tentang korupsi yang dilakukan
oleh Ibu Nur...

Selesai...

Pesan moral : Korupsi sekecil apapun tetap merugikan masyarakat. Tanamkan dalam diri
untuk terus bersikap jujur. Jujur itu mahal.

Anda mungkin juga menyukai