Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Korupsi Politik Di Kasus e-KTP


Dosen Pengampu : Jehan Ridho Izharsyah, S.sos.M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1. Nadila Azzahra Siregar


2. Baniah Hasibuan
3. Arfah Audyna
4. Cuifjhvhv
5. Ffgjbbbjgj

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya . Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusun makalah ini. Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaiakan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap supaya makalah ini dapat
menambah wawasan kita mengenai korupsi yang sudah sangat miris di negara ini. Semoga
bisa menjadi renungan bagi kita untuk senantiasa mengawasi system pemerintahan negara
kia. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumya.

Medan , 13 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Program e-KTP dilatar belakangi oleh system pembuatan KTP konvesional/nasional
di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini
disebabkan karena belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk
dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang pendududk yang ingi berbuat
curang dalam hal – hal tertentu dengan menggandakan KTP-nya.
Misalnya dapat digunakan untuk :
1. Menghindari pajak
2. Memudahan pembuatan paspor yang tidak dibuat seluruh kota
3. Mengamankan korupsi
4. Menyembunyikan identitas (seperti teroris)
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-Goverment)
serta untuk mendapat dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kementrian dalam Negeri Repulbik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi
kependududkan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk
elektronik e-KTP.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa hukumanyang tercantum dalam UUD 1945 bagi para pelaku?
2. Bagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan e-KTP saat ini
2. Untuk memahami hukum seperti apa yang akan diterima bagi par pelaku korupsi
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak terhadpat aspek ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Korupsi


Korupsi berasal dari Bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
 Perbuatan melawan hukum.
 Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana.
 Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
 Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
 Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan).
 Penggelapan dalam jabatan pemerasan dalam jabatan.
 Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
 Menerima gratifikasi(bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan
birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi,
korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat
namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Jadi pada hakekatnya korupsi adalah suatu tindakan yang melawan hukum, karena korupsi
sangat merugikan banyak pihak, baik negara ataupun masyarakat yang terikat langsung
dengan korupsi itu sendiri, korupsi dapat muncul dengan niat atau tidak atas niat sekalipun,
jika ada kesempatan korupsi bisa saja muncul disana, pada jaman sekarang korupsi lebih
banyak muncul karena ada suatu desakan baik pribadi atau kepentingan suatu oknum.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya suatu korupsi yaitu antara lain adalah :
1. Faktor internal
2. Faktor eksternal
Faktor internal
Faktor internal merupakan sebuah sifat yang berasal dari diri kita sendiri, terdapat beberapa
faktor yang ada dalam faktor internal ini, antara lain ialah:
1. Sifat Tamak
Sifat tamak merupakan sifat yang dimiliki manusia, di setiap harinya pasti manusia
meinginkan kebutuhan yang lebih, dan selalu kurang akan sesuatu yang di dapatkan.
Akhirnya munculah sifat tamak ini di dalam diri seseorang untuk memiliki sesuatu yang lebih
dengan cara korupsi.
2. Gaya hidup konsumtif
Gaya hidup konsumtif ini dirasakan oleh manusia manusia di dunia, dimana manusia pasti
memiliki kebutuhan masing masing dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus
mengonsumsi kebutuhan tersebut,dengan perilaku tersebut tidak bisa di imbangi dengan
pendapat yang diperoleh yang akhirnya terjadilah tindak korupsi
Faktor eksternal
Secara umum penyebab korupsi banyak juga dari faktor eksternal, faktor faktor tersebut
antara lain
1. Faktor politik
Faktor politik ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di dalam
sebuah politik akan ada terjadinya suatu persaingan dalam mendapatkan kekuasaan. Setiap
manusia bersaing untuk mendapat kekuasaan lebih tinggi, dengan berbagai cara mereka
lakukan untuk menduduki posisi tersebut. Akhirnya munculah tindak korupsi atau suap
menyuap dalam mendapatkan kekuasaan.
2. Faktor hukum
Faktor hukum ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Dapat
kita ketahui di negara kita sendiri bahwa hukum sekarang tumpul ke atas lancip kebawah. Di
hukum sendiri banyak kelemahan dalam mengatasi suatu masalah. Sudah di terbukti bahwa
banyak praktek praktek suap menyuap lembaga hukum terjadi dalam mengatasi suatu
masalah. Sehingga dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa praktek korupsi sangatlah mungkin
terjadi karena banyak nya kelemahan dalam sebuah hukum yang mendiskriminasi sebuah
masalah.
3. Faktor ekonomi
Sangat jelas faktor ekonomi ini sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi. Manusia hidup
pasti memerlukan kebutuhan apalagi dengan kebutuhan ekonomi itu sangatlah di pentingkan
bagi manusia. Bahkan pemimpin ataupun penguasa berkesempatan jika mereka memiliki
kekuasaan sangat lah ingin memenuhi kekayaan mereka.

2.1. Kasus Korupsi Setya Novanto


Mantan ketua DPR, Setya Novanto, melalui perjalanan Panjang pada tahun 2017
hingga akhirnya disidang sebagai terdakwa kaskus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pada
awalnya mantan Direktur pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat jendral
Kependudukan dan Pencatatam Sipil Kemendagri, Sugiaharto dan mantan Direktur Jendral
Kependudukan dan Pencacatan Sipil, Irmal menjadi terdawa. Dalam dakwaan yang di
bacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, pada tanggal 9/3/2017, Setya Novanto disebut
memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai nilai yang cukup
besar yaitu Rp 5,9 triliun. Dan pada akhirnya Setya Novanto menjalani sidang perdananya
sebagai terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP pada 13 Desember 2017. Pada tanggal 9 Maret
2017 pengadilan Tipikor membacakan dakwaan Irman dan Sugiharto yang menyebut
keterlibatan Setnov dalam korupsi e-KTP, pada awalnya Setnov ditemui sejumlah pejabar
Kementrian Dalam Negeri untuk minta dukuangan terkait proyek e-KTP pada gebruari 2010
di Hotel Gran Melia, Jakarta, saat itu yang menemui Novanto adalah dua terdakwa yang juga
pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, dan
pengusaha Andi Agustinus, Setnov menyatakan dukungan. Saat ditanya bentuk dukungan,
Setnov menjawab akan mengoordinasikan dengan pimpinan fraksi yang lain, kemudia sekitar
Juli-Agustus 2010, proyek e-KTP dibahas dalam pembahasan Rancangan APBN anggaran
2011, dalam dakwaan Andi Agustinus diketahui beberapa kali melakukan pertemuan dengan
Setnov dan hingga akhirnya Setnov Bersama Andi, Anas dan Nazaruddin disebut telah
menyepakati anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triluin. Dari anggaran itu, rencananya 51
persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal pembiayaan proyek e-KTP,
sementara 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun, akan dibagi-bagikan kesejumlah pihak
terkait dan Setnov, Andi, Anas dan Nazarrudin disebut mengatur pembagian anggaran dari 49
persen yang rencananya akan dibagi-nagi tersebut.
 
Penjelasan penbagian sebagai berikut :
 7 persen (Rp 365,4 miliar) untuk pejabat Kementan.
 5 persen (Rp 261 miliar) untuk anggota Komisi II DPR.
 15 persen (Rp 783 miliar) untuk rekanan/pelaksana pekerjaan.
 11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Setnov dan Andi.
 11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Anas dan Nazaruddin.
Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP ini.
Setnov mengaku tidak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota
DPR dan membantah tidak menerima sejumlah uang dari proyek tersebug senilai 11 persen.
KPK mengumumkan Setya Novanto sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 ia diduga
megatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR. Selain itu
Setnov juga diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP, Bersama
Andi Agustinus, Setnov diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 tirilun.
Pada tanggal 4 september 2017 Setnov melakukan praperadilan  setelah satu bulan berstatus
tersangka Setnov lakukan praperadila terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan terdaftar dalam nomor 97/pid.Prap/2017PN Jak.Sel dalan praperadilan ini Setnov
meminta penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan KPK. Lalu pada tanggal 11
September 2017 Setnov dipanggil oleh KPK sebagai tersangka namun tidak dapat hadir
dengan alasan sakit, Menurut Idrus, Novanto saat itu masih menjalani perawatan di RS
Siloam, Semanggim Jakarta. Hasil pemeriksaan medis, gula darah Novanto naik setelah
melakukan olahraga.
Kasus dimana Novanto kecelakaan adalah salah satu kasus yang sangat
membingungkan banyak orang, karena kejadian karena tercium bau bau dramatisir kejadian,
atau dalam kata lain adalah suatu kecelakaan yang dibuat buat, pada tanggal 16 November
2017 dikabarkan mengalami kecelakaan mobil lalu dilarikan ke Rumah Sakit Medika
Permata Hijau, Jakarta Selatan. Pengacara  Novanto, Fredirch Yunadi kecelakaan tersebut
tidak jauh dari rumah sakit tersebut, Setya Novanto menjalani sidang perdana sebagai
terdakwa pada tanggal 13 Desember 2017 pada saat sidang Novanto sering mengelak saat
diberi pertanyaan, 18 September KPK kembali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa
sebagai tersangka. Namun lagi-lagi Novanto tidak hadir karena sakit. Bahkan kali ini kondisi
kesehatannya memburuk. Novanto harus menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit
Premier Jatinegara, Jakarta Timur. 22 September Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan
KPK dalam praperadilan Setya Novanto. KPK menganggap keberatan Novanto soal status
penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai,
pengacara Novanto sebaiknya mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan praperadilan. Namun, Hakim Cepi tak sependapat
dengan Setiadi. Menurut dia, status penyidik dan penyelidik KPK yang dipersoalkan pihak
Novanto bukan merupakan sengketa kepegawaian tata usaha negara.
25 September Partai Golkar menggelar rapat pleno yang menghasilkan keputusan agar
Setya Novanto non-aktif dari posisi Ketum. Internal Partai Golkar mulai bergejolak dengan
kondisi Novanto yang berstatus tersangka KPK dan tengah sakit. Hasil kajian tim internal,
elektabilitas Golkar terus merosot tajam. Golkar ingin segera ada pelaksana tugas ketua
umum untuk menggantikan peran Novanto memimpin partai. Rapat pleno lanjutan terkait
penonaktifan Setya Novanto rencananya digelar pada 27 September. Namun, atas permintaan
Novanto, rapat pleno itu ditunda. Sampai putusan praperadilan Novanto diketok, rapat pleno
belum juga terlaksana. 26 September DPR memperpanjang masa kerja panitia khusus hak
angket terhadap KPK. Berdasarkan Undang-undang, Pansus melaporkan masa kerjanya ke
rapat paripurna 60 hari setelah terbentuk. Namun dalam rapat paripurna, pansus justru
meminta persetujuan agar masa kerjanya diperpanjang. Pengesahan perpanjangan masa kerja
pansus ini diwarnai aksi walkout dari Fraksi Gerindra, PKS dan PAN karena interupsi mereka
tak digubris. Di hari yang sama, sidang praperadilan Novanto kembali berjalan. Pihak
Novanto mengajukan bukti tambahan berupa laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK
terhadap KPK pada tahun 2016. LHP itu terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK
keberatan dengan bukti itu karena didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR. 27
September Hakim Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman di persidangan.
Padahal, KPK yakin rekaman tersebut bisa menunjukkan bukti kuat mengenai keterlibatan
Novanto dalam proyek E-KTP. Di hari yang sama, Foto Setya Novanto tengah terbaring di
rumah sakit viral di jagad maya. Dalam foto tersebut, Setya Novanto tengah tertidur dengan
bantuan alat pernapasan serta infus. Ia tengah dijenguk oleh Endang Srikarti Handayani,
anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Kemunculan foto Novanto tersebut tak membuat
kebanyakan netizen memperlihatkan empati. Para netizen justru menjadikan foto itu sebagai
guyonan 29 September. Setelah menjalani serangkaian sidang, Hakim tunggal Cepi Iskandar
mengabulkan sebagian permohonan Novanto. Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh
KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan
penyidikan terhadap Novanto. Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto
tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan. Hakim juga
mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto. Sebab, alat
bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat
Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan. Ketua Harian Partai Golkar
Nurdin Halid mengatakan, putusan praperadilan tidak berkaitan dengan dinamika politik di
internal partai. Apapun hasil praperadilan atas penetapan tersangka Setya Novanto, Golkar
akan tetap melakukan evaluasi terhadap kinerjanya selama memimpin partai. Hal ini
menyusul hasil Tim Kajian Elektabilitas Partai Golkar yang menyatakan bahwa partai
berlambang pohon beringin itu mengalami penurunan elektabilitas karena status tersangka
Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Meskipun Novanto memenangi praperadilan,
Golkar tetap harus mencari terobosan memperbaiki citra dan elektabilitasnya menjelang
Pemilihan Umum 2019.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tindak pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan memberikan
dampak bagi rakyat. Rakyat harus menanggung akibat dari tindak pidana korupsi.
Pemiskinan koruptor dianggap sebagai terobosan baru dalam menindak kasus tindak
pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor dapat dijalankan dengan perampasan aset
hasil tindak pidana korupsi dan penggantian kerugian yang ditimbulkan akibat tindak
pidana korupsi. Konsep pemiskinan koruptor ini dinilai mampu memberikan efek jera
sekaligus sebagai bentuk mengurangi tindak pidana korupsi.
Pemiskinan koruptor di Indonesia belum dilaksanakan secara tegas. Para penegak hukum
yang dalam penelitian ini yaitu jaksa dan hakim tidak menjalankan sanksi pidana
pemiskinan koruptor dalam memberantas tindak pidana korupsi. Jaksa dalam
menjatuhkan tuntutan pidana berpegang teguh pada undang-undang begitu juga dengan
hakim tipikor dalam menjatuhkan vonis berpegang teguh pada undang-undang.
Pelaksanaan sanksi pidana pemiskinan koruptor hanya dengan perampasan aset hasil
tindak pidana korupsi yang besarnya disesuaikan dengan kerugian keuangan negara.
3.2. Saran
Pemiskinan koruptor memang mendapat sambutan positif dari banyak kalangan.
Namun perlu dipertimbangkan lagi mengenai pelaksanaannya. Saran yang dapat penulis
sumbangkan, yaitu: 1. Perlu adanya rekonseptualisasi mengenai konsep pemiskinan
koruptor.Rekonseptualisasi dengan memberikan arahan yang jelas bagi penegak hukum
mengenai konsep pemiskinan koruptor, sehingga pelaksanaan pemiskinan koruptor dapat
dijalankan sebagai suatu terobosan hukum yang memberikan efek jera dalam tindak

pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.kompas.com/read/2017/12/28/09531001/melihat-perjalanan-setya-novanto-
dalam-kasus-e-ktp-pada-2017
https://www.kompasiana.com/ingepratiwi/5a0da7dc9346084ba41251f4/analisis-kasus-setya-
novanto
http://makalainet.blogspot.co.id/2013/10/korupsi.html

Anda mungkin juga menyukai