Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KASUS KORUPSI YANG MELIBATKAN

PEJABAT INDONESIA

Disusun Oleh:

Yashar Ramadhan

44217310015

Dosen:

Priyo Dwi Anggoro, S.pd, M.pd

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS MERCU BUANA
BEKASI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
serta karunia nya kepada kita semua sehingga saya bisa menyelesaikan “Makalah
Kasus Korupsi yang Melibatkan Pejabat di Indonesia” ini dengan baik. Puji syukur
dipanjatkan untuk Tuhan Yang Maha Esa karena senantiasa tercurahkan
kesehatan yang belimpah kepada kita semua. Penulis sangat bersyukur dapat
menyelesaikan “Makalah Kasus Korupsi yang Melibatkan Pejabat di Indonesia”.
Penyusunan makalah ini sebagai bentuk kewajiban saya untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah kewarganegaraan.

Disusunnya makalah ini juga bertujuan agar dapat menambah wawasan serta
pengetahuan, khususnya pada kasus – kasus korupsi yang melibatkan pejabat di
Indonesia kepada para pembaca. Disamping itu, tak luput juga saya mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan serta dukungan dari keluarga saya yang tak
henti mensupport dengan maksimal agar tugas “Makalah Kasus Korupsi yang
Melibatkan Pejabat di Indonesia” ini bisa selesai dengan hasil yang baik dan
dengan penilaian yang baik pula tentunya. Demikian yang dapat saya sampaikan,
semoga “Makalah Kasus Korupsi yang Melibatkan Pejabat di Indonesia” ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca semua. Saya mengharapkan kritik dan saran
terhadap “Makalah Kasus Korupsi yang Melibatkan Pejabat di Indonesia” ini agar
menjadi bahan evaluasi saya dan ke depannya dapat saya perbaiki supaya lebih
baik lagi. Karena saya sadari “Makalah Kasus Korupsi yang Melibatkan Pejabat di
Indonesia” yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan nya.

Bekasi, 23 Juli 2018

Penyusun
BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang

Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi


tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah memnbudaya
di Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk memberantas korupsi memang bukan
suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan pelaksanaan
hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang berkeliaran di
Indonesia, dan masih sangat pintar para korupsi untuk mengelabuhi menyuap agar
kasus tersebut tak segera muncul dipermukaan.
Seperti kasus dalam makalah ini, kasus Aulia Pohan yang telah merugikan
negara sebanyak 100 Milyar Rupiah. Namun besan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono itu hanya diberi hukuman dua pertiga dari hukuman yang seharusnya
dijalani. Hal tersebut karena remisi yang didapatkan Aulia Pohan sehari setelah hari
peringatan proklamasi Indonesia. Aulia Pohan tidak bermain sendiri, dalam kasus
ini mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu menyeret beberapa nama. Ini
merupakan tamparan besar bagi keluarga kepresidenan Susilo Bambang
Yudhoyono. Kasus Aulia Pohan ini pun mengalami banyak pro dan kontra.
Pasalnya Aulia tidak turut memakan uang hasil korupsi tersebut.
Ini merupakan sedikit gambaran bahwasanya perkorupsian di Indonesia masih
sangat membudidaya dan belum mampu diberantas hingga akar-akarnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Terjadinya kasus – kasus korupsi menimbulkan masalah di berbagai bidang di kehidupan
kita. Antara lain masalah dibidang ekonomi, politik, dan ketatanegaraan. Contohnyan adalah
terjadinya penurunan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui penyelewengan yang terjadi di instansi pemerintah
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi nilai – nilai dan
norma di dalam etika pekerjaan, khususnya nilai kejujuran.
BAB II
Sekilas tentang korupsi

A. Pengertian korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.

B. Macam-macam korupsi
Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-
pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu :
1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
Dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga
macam model korupsi yaitu:
1. Model korupsi lapis pertama : Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni
dimana pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas
pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara,
pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari
birokrat atau petugas pelayanan public lainnya.
2. Model korupsi lapis kedua : Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi,
aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.
3. Model korupsi lapis ketiga : Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup
internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis
kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di
bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh
pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi
tersebut.

C. Penyebab terjadinya korupsi


Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya sendiri atau
faktor – faktor lain, seperti:
 Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
 Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
 Kurangnya pendidikan.
 Adanya banyak kemiskinan.
 Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
 Struktur pemerintahan.
 Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

D. Ciri-ciri korupsi
Menurut ahli sosiolog dalam bukunya menerangkan beberapa ciri koruptor, yaitu:
 Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
 Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
 Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbal balik.
 Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan
hukum.
 Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau
masyarakat umum.Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
 Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban
dalam masyarakat.
BAB III
Kasus

Dalam makalah ini saya akan memberikan satu contoh kasus korupsi yaitu
kasus yang dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia
Pohan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus korupsi
untuk kesekian kalinya. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan
tersandung dakwaan kasus korupsi. Aulia Pohan dianggap melakukan
penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)
senilai Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kasus ini menyeret pula
beberapa nama yaitu Maman H. Soemantri, Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim
Tadjudin . Terjadi pro dan kontra dalam kasus ini, dikarenakan menurut
pemberitaan Aulia Pohan tidak ikut memakan hasil korupsi tersebut sedangkan
disisi lain Aulia Pohan bersalah karena memiliki ide tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya
mengganjar besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5
tahun penjara. Sama hal nya dengan rekan – rekannya yang mendapatkan hukuman
penjara 4 hingga 4,5 tahun penjara serta denda masing-masing Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah). Dalam putusan itu, majelis hakim sesungguhnya tidak
kompak. Empat hakim, yakni Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan
Slamet Subagyo menilai bahwa Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya
dinilai terbukti bersalah dengan dakwaan primer yang melanggar Pasal 2 (1) UU
Pemberantasan Tipikor dan melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Hakim Hendra Yospin, anggota majelis yang lain, menilai Aulia Pohan
bersama dengan rekan – rekannya telah menyetujui pencairan dana Rp 100 miliar
itu di luar sistem anggaran.
Pada saat peringatan HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia Pohan
bersama dengan rekan – rekannya mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga
terpidana korupsi aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)
Bank Indonesia menerima pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai
menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya resmi bebas bersyarat. Seperti yang diungkapkan Menteri Hukum dan
HAM, Patrialis Akbar, “Dia sudah boleh pulang ke rumah, tapi tidak boleh kemana
- mana sampai masa tahanannya berakhir. Untuk bebas bersyarat, syaratnya harus
juga sudah membayar semua denda kepada negara.” Pembebasan bersyarat itu
diterima Aulia setelah dia menjalani dua pertiga masa tahanan. Aulia Pohan ditahan
sejak 27 November 2008. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengurangi
hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi tiga tahun penjara.
BAB IV

A. Penyelewengan berdasarkan hokum material

Hukum materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat
dihukum. Dalam contoh kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar
pasal 2 ayat 1 UU pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan
tipikor yang berisi Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

B. Penyelewengan berdasarkan hukum pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang


dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya . Kasus Aulia Pohan
termasuk dalam peanggaran hukum pidana. Karena Aulia Pohan telah melanggar
kepentingan umum yaitu merugikan keuangan negara.

C. Penyelewengan berdasarkan norma

Nilai adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan
objek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas
yang melekat pada sesuatu itu. Sedangkan norma adalah wujud yang kongkrit
dalam tingkah laku untuk memberikan penilaian tersebut. Dalam kasus ini Aulia
Pohan telah melakukan pelanggaran terhadap nilai – nilai dan norma – norma
kejujuran.
D. Penyelewengan etika

Etika adalah suatu sikap yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan ajaran moral. Dalam kasus ini, Aulia
Pohan telah melakukan pelanggaran etika dalam pekerjaan. Aulia Pohan melanggar
kode etik pekerjaan, yaitu melakukan suatu pekerjaan diluar kewenangannya.
BAB V
Analisis kasus dari berbagai prespektif

1. Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris
dan analitis mempelajari hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial
dan gejala-gejala sosial lainyya. Sosiologi hukum juga memperjelas praktik-praktik
hukum.
Dalam makalah ini, Aulia Pohan terbukti menuangkan suatu ide dalam
penyalahgunaan sana YPPI. Hal tersebut melanggar pasal 2 ayat 1 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Meski hasil korupsi tersebut tidak satu rupiahpun Aulia nikmati
namun Aulia Pohan telah memperkaya orang lain dengan penyalahgunaan dana
tersebut. Apa yang dilakukan Aulia dan kawan-kawan telah merugikan uang
negara.
2. Ekonomi Hukum
Ekonomi hukum adalah suatu ilmu yang dapat digunaskan dalam hukum untuk
mengetahui ada tidaknya kerugian terhadap keuangan negara. Kasus Aulia Pohan
merupakan kasus korupsi, maka ilmu ekonomilah yang snagat membantu dalam
proses pembuktiannya. Aulia pohan telah merugikan uang negara sebesar 100
Milyar rupiah.
3. Politik Hukum
Suatu proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-
ketegangan yang ada dalam masyarakat. Aura politis ada dalam penyalahgunaan
dana YPPI yang menyeret Aulia Pohan ke meja hukum. Aulia dan kawan-kawan
bekerjasama dalam pencairan dana tersebut. Pembebasan Aulia Pohan juga diduga
mengandung unsur politik. Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang
presiden yang artinya bebasnya Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang
presiden beserta partain ya. Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu
hukuman yang di tetapkan hakim.
BAB VI
SOLUSI DARI KASUS KORUPSI

Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
 Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
 Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
 Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya
agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan
dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan
korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak
pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif
antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia
saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun
ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta
kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi.
Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk
mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus
memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan
menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar
struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-
orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi
adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi
dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah
ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah
yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan
menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila
masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras
kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati
karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
5. Perlu adanya sanksi yang tegas. Selama ini sanksi yang diberikan kepada para
pelaku tindak pidana korupsi sangatlah ringan. Seperti contoh kasus Aulia Pohan
ini, dia hanya menerima hukuman 4,5 tahun penjara. Bahkan Aulia Pohan bersama
dengan rekan – rekannya menerima pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai
menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya resmi bebas bersyarat. Seharusnya remisi dihapuskan bagi para tersangka
tindak pidana korupsi. Serta perlu adanya hukuman mati bagi mereka yang
melakukan tindak pidana korupsi.
6. Memiskinkan harta para tersangka tindak pidana korupsi. Hal ini perlu dikukan
agar para pelaku tindak pidana korupsi tidak bias lagi menggunakan harta mereka
yang notabene bersumber dari negara tersebut untuk melakukan suap terhadap para
pelaku peradilan, contohnya suap terhadap hakim.
BAB VII
Kesimpulan

Mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya
peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang
ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah
yangsangatmenentukan.
Pemerintah Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan
pemberantasan korupsi melaui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
peradilan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun semuanya juga harus
melihat dari sisi individu yang melakukan korupsi, karena dengan adanya faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi
pemberantasan korupsi yang lebih diarahkan kepada upaya-upaya pencegahan
berdasarkan strategi preventif, disamping harus tetap melakukan tindakan-tindakan
represif secara konsisten. Serta sukses tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak
hanya ditentukan oleh adanya instrument hukum yang pasti dan aparat hukum yang
bersih, jujur,dan berani serta dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga
dari political will pemimpin negara yang harus menyatakan perang terhadap
korupsi secara konsisten.
Jika semua itu dilakukan dengan benar, serta adanya sanksi yang tegas bagi para
koruptor, maka negara kita pasti akan terbebas dari KORUPSI.

Anda mungkin juga menyukai