Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KORUPSI DAN PELAYANAN PUBLIK

DI SUSUN OLEH :

NAMA : RONALD IJEHIDO

NIM : 148420621016

PRODI : IPA

DOSEN PENGAMPUH : EDI SUTOMO

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MUHAMMDIYAH (UNIMUDA) SORONG

TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga

makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman

bagi pembaca .

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi

makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Pencegahan Korupsi..............................................................................3
2.2. Konsep Mengenai Pelayanan Publik..................................................................3
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................7

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejahatan korupsi, masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Hal ini tercermin dari
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) RI yang belum lama ini dirilis oleh Transprancy Internasional
(TI). Menurut lembaga yang berpusat di London itu, IPK RI pada tahun 2019 adalah 40.
Asumsinya, semakin besar angka IPK, maka negara tersebut dipersepsikan makin bersih dari
korupsi. Sebaliknya, semakin kecil angka IPK suatu negara, maka menunjukkan semakin
terjerembab-nya suatu negara dalam kubangan korupsi. Secara matematis, Indonesia berada di
peringkat ke-85 dari 180 negara yang dikaji. Itu artinya, Indonesia hanya membaik 8 poin bila
dibandingkan dengan IPK 2012.

3
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan
ekonomi dan politik. Pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi
dan politik. Tetapi kualitas pelayanan publik sampai saat ini secara umum masih belum baik.
Buruknya kualitas pelayanan publik menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat terhadap
birokrasi publik. Dwiyanto (2006: 1) mengatakan bahwa krisis kepercayaan ditunjukkan dengan
munculnya berbagai bentuk protes dan demonstrasi kepada birokrasi baik di tingkat pusat
maupun di daerah. Bentuk protes dan demonstrasi ini bahkan sudah sampai pada bentuk
pendudukan dan perusakan kantor-kantor pemerintah. Hal ini menunjukkan akumulasi
kekecewaan masyarakat terhadap buruknya kualitas pelayanan birokrasi pemerintah. Kondisi
penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk oleh aparatur pemerintahan dalam berbagai segi
pelayanan diakui oleh Faisal Tamin (pada saat itu sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara) dalam seminar nasional “Menuju terciptanya single identity number” di Hotel Indonesia,
Senin, 13 Oktober 2003. Faisal Tamim mengatakan masyarakat selama ini masih merasakan
prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif,
kurang akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu, dan
biaya. (http://www.tempointeraktif.com/) Buruknya kualitas pelayanan publik juga ditunjukkan
pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang mempengaruhi aparat
pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat pemerintahan memiliki tingkat penghasilan
yang rendah dan di sisi yang lain dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini
mendorong aparat pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada
awalnya perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi.
Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat
pemerintahan. Aparat pemerintahan melakukan korupsi secara terbuka misalnya dengan meminta
“uang administrasi atau uang rokok” dari warga masyarakat yang memerlukan pelayanan.
Perilaku korupsi ini diterima di masyarakat sebagai suatu hal yang normal dan wajar karena gaji
pegawai negeri sipil yang tidak mencukupi (Prasojo, 2006: 298).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu tentang korupsi
dan pelayanan publik.

4
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengethaui tentang korupsi
dan pelayanan publik?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Pencegahan Korupsi


Frasa pencegahan korupsi, bukanlah hal yang baru dalam studi pemberantasan korupsi.
Istilah ini acapkali dipadankan dengan istilah lain yang tidak kalah pentingnya yakni
pemberantasan tindak pidana korupsi. Keduanya, memiliki posisi sentral dalam narasi
pemberantasan korupsi di setiap negara termasuk Indonesia. Jeremy Pope menempatkan
pencegahan korupsi dengan menekankan pada sistem integritas nasional yang di dalamnya
dipengaruhi oleh beberapa variabel, misalnya: kemauan politik pemerintah, badan anti korupsi
yang independen, kebebasan dan profesionalisme pers serta sistem peradilan yang imparsial
(2000:61). Secara normatif, pencegahan korupsi disebutkan dalam Pasal 6 UU KPK pada Pasal 6
yang menegaskan bahwa KPK bertugas melakukan tindakan-tindakan pencegahan sehingga
tidak terjadi tindak pidana korupsi. Kemudian dalam Pasal 7 peraturan a quo—menegaskan
bahwa, guna melakukan pencegahan tersebut, KPK berwenang: a) melakukan pendaftaran dan
pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara. b) menerima laporan dan
menetapkan status gratifikasi. c) menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap
jenjang pendidikan. d) merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi pemberantasan
tindak pidana korupsi. e) melaksanakan kampanye anti korupsi kepada masyarakat. f) melakukan
kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Karakter
pencegahan korupsi juga berkaitan dengan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Dalam peraturan a quo,
implisit menekankan bahwa untuk mencegah korupsi maka perlu diadopsi asas umum
pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan,
dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.

2.2. Konsep Mengenai Pelayanan Publik


Istilah pelayanan publik tidaklah dapat dilepaskan dari UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (UU pelayanan publik). Dalam peraturan a quo, pelayanan publik diarahkan
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi

6
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Secara normatif, definisi pelayanan publik diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU pelayanan
publik, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Berangkat dari definisi tersebut, paling tidak ada 3 hal
krusial yang mesti dijelaskan lebih jauh, yakni makna penyelenggara pelayanan publik,
masyarakat dan lembaga yang memiliki otoritas dalam mengawasi pelayanan publik.
Pasal 1 angka 2 UU pelayanan publik menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan
publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang- undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Dengan demikian, yang dimaksud
sebagai penyelenggara pelayanan publik adalah penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk dengan tujuan memberikan pelayanan publik.
Secara teknis, pelaksana pelayanan publik adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap
orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan
atau serangkaian tindakan pelayanan publik (Pasal 1 angka 5). Dalam melakukan pelayanan,
petugas pelayanan publik mesti merujuk pada standar pelayanan yakni tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur (Pasal 1 angka 7). Selanjutnya
dalam Pasal 1 angka 6 ditegaskan bahwa masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara
maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang
berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan lembaga yang memiliki otoritas dalam pelayanan publik adalah
ombudsman, yakni lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan badan hukum milik negara serta badan
swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD (Pasal 1 angka 13

7
UU pelayanan publik). Mengenai ombudsman selanjutnya diatur dalam UU No. 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU Ombudsman). Dalam peraturan a quo, disebutkan
bahwa salah satu kewenangan ombudsman adalah menerima laporan masyarakat yang berkaitan
dengan maladministrasi. Dalam Pasal 1 angka 3 UU ombudsman disebutkan bahwa
maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut,
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Kembali pada pelayanan publik, dengan merujuk pada Pasal 4 UU pelayanan publik,
terdapat beberapa asas pelayanan publik, yakni: asas kepentingan umum; kepastian hukum;
kesamaan hak; keseimbangan hak dan kewajiban; keprofesionalan; partisipatif; persamaan
perlakuan/ tidak diskriminatif; keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan; ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Asasasas
tersebut, diharapkan dapat diajdikan acuan oleh penyelenggara pelayanan publik sehingga dapat
tercapai tujuan diadakannya pelayanan publik, yakni sebagai berikut:
1. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban,
dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
2. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-
asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
3. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
4. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan public.
Bagaimana telah penulis ulas di atas bahwa lembaga yang memiliki otoritas mengawasi
pelayanan publik adalah ombudsman maka dalam menjalankan kewenangannya, lembaga ini
bertumpu pada beberapa asas berikut: kepatutan; keadilan; non-diskriminasi; tidak memihak;
akuntabilitas; keseimbangan; keterbukaan; dan kerahasiaan (Pasal 3 UU ombudsman).

8
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Terdapat beberapa kesimpulan dalam naskah ini, yakni sebagai berikut:
(1) menjamurnya korupsi pelayanan publik selain dilatari oleh kelemahan sistem juga
dipengaruhi oleh rendahnya integritas birokrat.
(2) pencegahan korupsi pelayanan publik dalam optik kebijakan kriminal mesti diarahkan
pada perbaikan sistem dan tata kelola pelayanan publik dengan mengacu pada prinsip
good corporate governance.
(3) memberikan sanksi pidana yang tegas bagi birokrat yang menerima gratifikasi pada saat
melaksanakan tugasnya.
(4) memberikan penghargaan kepada birokrat yang jujur.
(5) menerapkan teori pencegahan kejahatan, seperti situational crime prevention.
(6) khusus pencegahan korupsi pelayanan publik, seperti perizinan di sektor SDA, ada 4 hal
yang mesti dilakukan yaitu: (a) mensosialisasikan dampak

9
DAFTAR PUSTAKA

https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127063-T%2026331-Pengaruh%20renumerasi-
Pendahuluan.pdf
https://www.studocu.com/enus/search/KORUPSI%20DAN%20PELAYANAN%20PUBLIK?
institutionId=45217

10

Anda mungkin juga menyukai