Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KAJIAN LITERATUR

KORUPSI JUAL BELI JABATAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

SANTI ONTOGE
2314201211

Makalah kajian literatur ini disusun untuk menyelesaikan tugas mandiri ujian
tengah semester pada mata kuliah pendidikan budaya anti korupsi

PROGRAM STUDI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNPI


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
Universitas Pembangunan Indonesia Manado
Makalah Kajian Literatur,
Bimbingan Yones Maarisit,S.IP.,M.Si

ABSTRAK

Korupsi mengikis kepercayaan, melemahkan demokrasi, menghambat


pembangunan ekonomi dan semakin memperburuk ketimpangan, kemiskinan,
perpecahan sosial dan krisis lingkungan. Korupsi dapat mngambil beberapa
tindakan buruk dariparatokohnegara maupun seseorang dengan rpofesi
mengandalkan jasa. Seperti yang tercantum pada UU Nomor 31 Tahun 1999 dan
pada UU 20 Tahun 2001, korupsi memiliki banyak cabang, yaitu kerugian
negara, penggelapan jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, suap-
menyuap. Meningkatkan wawasan pengetahuan tentang korupsi jual beli jabatan
di indonesia dan kasusya serta menerapkan upaya untuk mencegahnya. Data
yang diambil dari beberapa jurnal dan e-book diperkenankan karena terbatasnya
pencarian tempat kepustakaan yang dekat dan bahan referensi cetak yang
kurang. Pengumpulan data disini dilihat dari validasi data yang diterima dan juga
mengkonfirmasi bahwa pengumpulan data ini bersifat relatif setiap saat karena
berhubungan dengan perkembangan era yang berganti setiap masanya. Jual beli
jabatan juga termasuk ke dalam bentuk korupsi politik karena merupakan
tindakan menyimpang dari tugas-tugas peran publik untuk mendapatkan uang
atau kekayaan pribadi dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang
dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi.

Kata Kunci: Korupsi di indonesia, Korupsi jual beli jabatan, Kasus korupsi
Kepustakaan : 11 (2012-2023)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunianya saya telah
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Makalah ini berisi tentang korupsi jual beli jabatan diindonesia serta membahas
beberapa kasus. Makalah literatur ini disusun guna memenuhi project tengah
semester satu oleh dosen pengampuh Yones Maarisit,S.IP.,M.Si pada mata kuliah
pendidikan budaya anti korupsi.
Saya berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
korupsi jual beli jabatan di indonesia dan dampak serta upaya atau upaya yang
dibuat untuk menanggulangi korupsi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Yones Maarisit, S.IP.,M.Si yang
telah memberikan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan dalam perkuliahan.
Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semakin
produktif dan kritis dalam hal yang saya tempuh. Sekian, terimakasih.

Manado, November 2023

Santi Ontoge
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI…......................................................................................................iv
BAB I PENAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan…................................................................................1
1.4 Tinjauan Teoritis....................................................................................1
BAB II METODE...................................................................................................3
2.1 Pengumpulan Data.................................................................................3
2.2 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................3
2.3 Analisa Data...........................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................4
3.1 Pengertian Korupsi Jual Beli Jabatan....................................................4
3.2 Hukum Tindak Pidana Terkait Korupsi Jual Beli Jabatan....................4
3.3 Contoh Kasus Korupsi Jual Beli Jabatan Di Indonesia........................7
3.4 Upaya Memberantas Korupsi................................................................8
BAB IV PENUTUP..............................................................................................10
4.1 Kesimpulan..........................................................................................10
4.2 Saran....................................................................................................10
KEPUSTAKAAN.................................................................................................11
LAMPIRAN..........................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organization For Economic Co-operation and Development (OECD), 2015)
mendefinisikan secara luas yang mengacu pada penyalahgunaan posisi swasta
atau publik untuk melayani kepentingan pribadi. Korupsi mengancam tata
pemerintahan yang baik, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, proses
demokrasi, dan praktik bisnis yang adil. Korupsi memiliki dampak negatif
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan
pembangunan dan merusak fungsi demokrasi dan kepercayaan pada lembaga-
lembaga publik. Definisi ini mirip dengan arti korupsi oleh Transparency
International (TI) menggambarkan korupsi sebagai penggunaan posisi publik
untuk melayani keuntungan pribadi. TI memperluas definisi korupsi sebagai
penggunaan kekuasaan yang untuk menghasilkan keuntungan pribadi saja,
definisi ini mencakup praktik korupsi pada sektor publik dan swasta, serta
setiap orang yang melanggar bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Korupsi mengikis kepercayaan, melemahkan demokrasi, menghambat
pembangunan ekonomi dan semakin memperburuk ketimpangan, kemiskinan,
perpecahan sosial dan krisis lingkungan. Korupsi dapat mngambil beberapa
tindakan buruk dariparatokohnegara maupun seseorang dengan rpofesi
mengandalkan jasa. Seperti yang tercantum pada UU Nomor 31 Tahun 1999
dan pada UU 20 Tahun 2001, korupsi memiliki banyak cabang, yaitu
kerugian negara, penggelapan jabatan, perbuatan curang, pemerasan,
gratifikasi, suap-menyuap. Dalam black’s law dictionary, korupsi
didefinisikan sebagai tindakan melakukan sesuatu dengan maksud untuk
memberikan beberapa keuntunganyang tidak sesuai dengan tugas resmi dan
hak orang lain : penggunaan stasiun atau kantor oleh para pejabat untuk
mendapatkan keuntungan yang baik secara pribadi atau untuk orang lain,
serta bertentangan dengan hak orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


Melihat latar belakang diatas, maka dirumuskan suatu masalah apa yang
dimaksud dengan korupsi jual beli jabatan di indonesia seperti apa kasusnya
dan hukum yang melekat dalam mengadili korupsi jual beli jabatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan wawasan pengetahuan tentang korupsi jual beli jabatan
di indonesia dan kasusya
1.3.2 Tujuan Khusus
Meningkatkan pemahaman tentang korupsi jual beli diindonesia dan
menerapkan upaya untuk memberantasnnya

1.4 Tinjauan Teoritis


Kebijakan pemerintahan mengenai otonomi desa diatur lebih lanjut dengan
Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan yang sangat luas
kepada desa untuk dapat lebih mengatur jalannya pemerintahan dan kehidupan
sosial, tetapi untuk kewenangan yang luas yang diberikannya juga memerlukan
tanggung jawab yang lebih besar di semua tingkat. Komponen untuk pemenuhan
prinsip mencapai otonomi dan bukan hanya menciptakan konflik kepentingan
pribadi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mencapai tujuan. UU Otonomi Desa
dapat menjadi pedoman bagi masyarakat desa untuk menciptakan pemerintahan
dengan kekuasaan yang lebih demokratis diantara kekuatankekuatan yang ada dalam
kehidupan masyarakat dan organisasi pemerintahan desa. Hal ini terlihat dari banyak
kejadian, antara lain:
a. Mengurangi dominasi birokrasi pemerintahan dan memperkuat peran
masyarakat dalam pengendalian penyelenggaraan pemerintahan.
b. Munculnya semangat demokrasi di masyarakat ditandai dengan dibentuknya
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang memiliki kewenangan besar
untuk mengarahkan kinerja kepala desa dan keinginan masyarakat untuk
lebih besar. kehidupan masyarakat desa.
c. Partisipasi masyarakat dapat lebih besar karena semua proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan pemerintah tingkat desa dapat dilakukan secara
langsung tanpa menunggu kebijakan pemerintah, sehingga keinginan dan
partisipasi masyarakat lebih ditekankan.
Selain itu, kabupaten dan desa diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengelola
daerahnya masing-masing. Dalam keadaan seperti ini perkembangan kondisi dan
kehidupan politik meningkat sebagai akibat dari perebutan kepemimpinan dan
kekuasaan. Upaya melibatkan sistem pemerintahan dalam persaingan jabatan
pimpinan di tingkat desa adalah pemangku kepentingan. Dalam proses pemilu, hal
itu juga berkontribusi pada konstelasi politik yang berkembang di daerah.
Peningkatan konstelasi politik yang terjadi ini mengakibatkan partisipasi dalam
menjalankan roda pemerintahan di tingkat desa dan daerah, karena dapat
merangsang munculnya aktivitas politisasi birokrasi. Sejalan dengan kegiatan ini
adalah upaya untuk menciptakan lembaga birokrasi sebagai alat kepentingan politik
untuk menang dalam rangka memperoleh posisi kepemimpinan yang tinggi di
tingkat desa dan kabupaten.
Selain masalah-masalah yang muncul pada saat pemilihan, ada masalah lain yang
muncul setelah pemilihan kepala desa. Masalah yang sering terjadi didesa dan dapat
diperbincangkan adalah politisasi birokrasi aparatur pemerintahan desa (Romadhoni,
Haerah, 2022). menjadi pejabat desa sebagai bentuk ucapan terima kasih karena
telah berjuang pada pemilu lalu. Sekaligus, aksi ini bertujuan untuk mengendalikan
roda pemerintahan, yang bermanfaat, dan juga untuk melanjutkan kepemimpinan
pemerintahan saat ini hingga masa pemilu yang akan diadakan di masa depan karena
itu adalah merupakan tanda bahwa pemerintah ini melakukan segala cara untuk terus
memimpin.
BAB II
METODE

Data yang dikumpulkan berupa data berbentuk file dan dokumen. Data yang
didapat berdasarkan grafik pengukuran lewat online dan dinilai dari jumlah
kasus yang terjadi. Data yang diambil dari beberapa jurnal dan e-book
diperkenankan karena terbatasnya pencarian tempat kepustakaan yang dekat
dan bahan referensi cetak yang kurang. Pengumpulan data disini dilihat dari
validasi data yang diterima dan juga mengkonfirmasi bahwa pengumpulan
data ini bersifat relatif setiap saat karena berhubungan dengan perkembangan
era yang berganti setiap masanya. Data hasil analisis berupa bentuk
dekskriptif yang dimana menerangkan waktu dan tempat kejadian
berdasarkan laporan kasus yang terjadi di TKP. Dikaitan dengan kasus jual
beli jabatan yang terjadi di indonesia dikutip dari berita.new ditulis oleh
Antara.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Korupsi Jual Beli Jabatan


H.A. Brasz yang dikutip Muhammad Hambali berpendapat bahwa tindakan
jual beli jabatan merupakan bagian dari tindak pidana korupsi. Hal ini
berdasarkan pada unsur unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan
oleh H.A, Brasz sebagai berikut;
“Pertama, kekuasaan yang dipindahtangankan (deliver power), Kedua,
kekuasaan yang dialihkan digunakan berdasar wewenang yang menempel
pada keuasaan itu, dengan kata lain berdasar kemampuan yang formal,
walaupun penggunaan kekuasaan secara korup tidaklah benar secara hukum,
akan tetapi pemilik kekuasaan itu dengan gampang membuatnya seakan
tidak apa-apa. Ketiga, kekuasaan yang dialihkan itu digunakan untuk
merugikan pihak lawan (pemilik hak asli). Keempat, kekuasaan itu
digunakan berdasarkan kemauan pribadi, entah itu menguntungkan diri
sendiri ataupun merugikan pihak lain. Kelima, penggunaan wewenang dan
kekuasaan secara tersembunyi dengan dalih menurut hukum.”
Jual beli jabatan juga termasuk ke dalam bentuk korupsi politik karena
merupakan tindakan menyimpang dari tugas-tugas peran publik untuk
mendapatkan uang atau kekayaan pribadi dengan cara yang melanggar
peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi.
Salah satu dampak negatif dari jual beli jabatan ini adalah terpilihnya
pemimpin atau pejabat yang tidak kompeten atau tidak ahli di bidangnya,
padahal yang memegang jabatan tertentu harus ahli di bidangnya dan tahu
apa yang harus dilakukan saat memegang suatu jabatan agar dapat
mendatangkan manfaat bagi banyak orang, karena kenyataannya banyak
orang telah memperoleh jabatan, walaupun orang tersebut tidak terlalu
mampu, artinya semua uangnya telah membeli jabatan yang diinginkannya
sehingga mereka yang lebih berkompeten menjadi tersingkir.

3.2 Hukum Tindak Pidana Terkait Korupsi Jual Beli Jabatan


Menurut (Nurul Alfia, 2022) tindak pidana merupakan tindakan yang dilarang
dan dapat dipidana. Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana apabila perbuatan tersebut diatur dalam Undang-Undang dan diancam
pidana. Hal ini berdasarkan asas legalitas dalam hukum pidana yakni
“nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali” atau suatu
perbuatan hanya dapat dihukum bila sebelum perbuatan itu dilakukan, telah
ada Undang-Undang atau peraturan hukum yang melarangnya dan ada
ancaman hukumannya. Frasa jual beli jabatan sendiri tidak ditemukan di
dalam Undang-Undang khususnya dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Jual beli jabatan merupakan tindakan menyimpang
dari tugas-tugas peran publik untuk mendapatkan uang atau kekayaan pribadi
dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang dalam jabatan
tertentu yang dapat mempengaruhi.
Salah satu modus dilakukannya jual beli beli jabatan ini adalah dengan
melakukan suap. Unsur esensial di dalam delik suap antara lain menerima
hadiah atau janji; berkaitan dengan kekuasaan yang melekat pada jabatan; dan
bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya. Penyalahgunaan kewenangan
menjadi letak tindak pidana suap dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi. Penyalahgunaan kewenangan dalam hal suap jual beli jabatan terjadi
manakala pegawai negeri atau penyelenggara negara meluluskan orang yang
akan diangkat jabatannya yang belum tentu memenuhi kualifikasi sebagai
gambaran mutu dari seseorang sehingga kemudian mempengaruhi pelayanan
publik. Orang yang diangkat jabatannya tersebut akan menduduki sebuah
posisi atau jabatan dengan dibiayai oleh atau mendapat gaji dari negara. Hal
tersebutlah yang secara tidak langsung merugikan keuangan negara serta
merugikan masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
Jual beli jabatan ini dilakukan dengan menerima hadiah dari Pegawai Negeri
atau Pejabat yang menginginkan jabatan. Dalam kasus yang diteliti yakni
perkara tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor 14/Pid. Sus-
TPK/PN.Bdg merupakan kasus penerimaan suap terkait jual beli jabatan
sehingga penulis memfokuskan penulisan pada tindak pidana menerima suap
atau suap pasif. Untuk melihat bagaimana perbuatan suap jual beli jabatan ini
diatur dalam ketentuan pidana maka perbuatan suap jual beli jabatan dapat
dilihat pengaturannya berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) Pasal 11, Pasal 12 huruf a
dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana Pasal tersebut mengatur
tentang suap pasif atau pelaku penerima suap. Tindak pidana berdasarkan
perumusannya dibagi menjadi tindak pidana formil dan tindak pidana materil.
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik
beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Tindak pidana dianggap selesai
apabila dilakukan perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. Tindak
pidana materiel sendiri adalah tindak pidana yang menitikberatkan
perumusannya terhadap akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Perbuatan
suap jual beli jabatan sendiri jika dilihat dari unsur perbuatannya yakni
“menerima” hadiah atau janji untuk mempromosikan jabatan seseorang,
Adami Chazawi berpendapat rumusan kata “menerima” menunjukkan bahwa
tindak pidana suap pasif merupakan tindak pidana yang “dirumuskan secara
formil”, artinya perbuatan menerima dianggap selesai apabila sesuatu
perbuatan menerima suatu pemberian, misalnya segepok uang telah berpindah
kekuasaannya kepada pegawai negeri yang menerima. Oleh karena itu
perbuatan suap jual beli jabatan dengan menerima hadiah atau janji termasuk
ke dalam tindak pidana formal. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Tindak pidana korupsi
yang dimaksud adalah setiap orang yang melawan hukum dan melakukan
perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang merugikan keuangan negara (Pasal 2 ayat (1)) atau setiap orang yang
bertujuan menguntungkan diri sendiri, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (Pasal 3), Suap, sogokan, uang pelicin
merupakan tindakan yang bisa dianggap sebagai tindak korupsi jika
memenuhi unsur-unsur yang disebutkan pada pasal 5 ayat (1) huruf a UU No.
31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001, yaitu;
a. Setiap orang;
b. Memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
c. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuai jabatannya sehingga
bertentangan atau berlainan dengan kewajibannya. Diancam hukuman penjara
maksimal 5tahun atau denda maksimal Rp. 250.000.000,-
Pengertian suap menurut kamus bahasa indonesia dapat di artikan sebagai
uang sogok. Penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980
Tentang Tindak Pidana Suap, suap diartikan sebagai berikut Menurut Pasal 1
adalah: “Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang
ini merupakan tindak pidana suap di luar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang sudah ada”.
Praktik suap jual beli jabatan ini seharusnya saat ini sudah berkurang
jumlahnya, karena tim KPK saat ini sedang gencar-gencarnya mencari para
pelaku dan penerima suap jual beli jabatan tersebut. Sehingga apabila masih
terjadi salah satu tindak pidana tersebut di salah satu instansi pemerintah
maka KPK dalam menjalankan tugasnya harus selalu melakukan koordinasi
dengan instansi yang bewenang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Namun, walaupun sudah dilakukan koordinasi antar
instansi atau lembaga tindak pidana suap ini masih tetap ada di setiap
tahunnya, tidak terlepas dari instansi atau lembaga pemeritah saja tetapi
banyak di berbagai perusahaan- perusahaan maupun lingkungan masyarakat.
Melihat bahwa kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup
kebijakan dibidang hukum pidana formil maka dalam kaitan kewenangan
operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK dapat dilihat bahwa tidak
secara terang dan jelas termuat didalam KUHAP maupun Undang-Undang
KPK sebagimana yang telah dirubah dengan perubahan kedua atas Undang-
Undang KPK, melihat hal itu maka terjadi permasalahan legalitas terkait
kewenagan KPK Melakukan operasi tangkap tangan, dalam KUHAP sendiri
tidak mengatur tentang bentuk upaya paksaoperasi tangkap tangan
sebagaimana yang dilakukan oleh KPK, begitu pula dalam Undang-Undang
KPK sebagai dasar pelaksanaan kewenangan dari KPK sendiri tidak secara
jelas mengatur tentang operasi tangkap tangan, namun dalam kenyataan
operasi tangkap tangan menjadi senjata utama bagi KPK dalam memberantas
korupsi. Selain itu perbuatan suap jual beli jabatan tidak hanya terletak pada
mental pejabat saja, tetapi juga terletak pada mental pengusaha tertentu yang
berkolusi ingin menggoda oknum pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Diakui, faktor sistem juga berpengaruh.
Misalnya, ancamandan penjatuhan pidana yang relatif rendah mendorong
juga orang Melakukan korupsi. Adapun bentuk korupsi yang sudah lazim
dilakukan dilingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah seperti Jual
beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

3.3 Contoh Kasus Korupsi Jual Beli Jabatan Di Indonesia


Dalam konteks korupsi daerah, jual beli jabatan di pemerintah daerah
dimaknai sebagai bentuk korupsi kasus (dugaan) jual beli jabatan, tidak hanya
terjadi di pusat (kementerian, misalnya, Kemenkum HAM, Kemendag, dll),
tetapi di daerah (provinsi, kabupaten, kota), bahkan juga di pemerintahan
desa. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi melalui jual beli jabatan telah
menjadi modus korupsi yang telah melembaga dan menjadi bagian dari
transaksi politik di lingkungan birokrasi (Antara, 2016). Menurut Sugeng
(2022) beberapa contoh, kepala daerah yang dinyatakan bersalah melakukan
tindak korupsi melalui jual beli jabatan di tingkat kabupaten/ kota
diantaranya:
a. Bupati Klaten (Sri Hartini) yang terlibat kasus jual beli jabatan kepala
sekolah SMP dan SMA, mutasi, serta promosi PNS di Setda hingga
kepala dinas di lingkungan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Total
nilai uang suap yang diterima mencapai 12,887 miliar rupiah, telah
divonis 11 tahun penjara pada 20 September 2017 oleh Pengadilan
Tipikor Semarang (Antara, 2016).
b. Bupati Nganjuk (Taufiqurrahman), terlibat kasus jual beli jabatan
kepala SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Nganjuk. Total nilai uang
suap yang diterima mencapai 298 juta rupiah, pada tahun 2017, ia
dinyatakan bersalah dan divonis 7 tahun penjara (Antara, 2016).
c. Bupati Jombang (Nyono Suharli Wihandoko) yang terjerat kasus jual
beli jabatan Kepala Dinas Kesehatan di lingkungan Kabupaten
Jombang. Total nilai suap yang diterima mencapai 275 juta rupiah.
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Pemalang Mukti Agung
Wibowo tersangka kasus suap jual beli jabatan di Pemkab Pemalang
tahun 2021 (Syauket, KI Meutia, 2023). Bupati Mukti ditangkap dalam
operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, beberapa penyebab terjadinya
praktik suap dalam jual beli jabatan adalah sebagai berikut dikutip dari
(Antara, 2016) :
a. Intervensi politik dalam birokrasi
Akar permasalahan berada pada Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dimana disebutkan
bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
pembinaan ASN dapat mendelegasikan “kewenangan”
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian jabatan
(Syauket, KI Meutia, 2023).
b. Kelemahan kinerja birokrasi
Penyebab utama dari terjadinya maladministrasi dalam birokrasi
adalah rendahnya profesionalisme aparat, dalam praktiknya, individu
birokrat sering bersikap tidak transparan, korupsi, dan
mengembangkan praktik transaksional. Aparat birokrasi yang
seharusnya bertugas melayani kepentingan masyarakat seringkali
terjebak pada kebutuhan pribadinya untuk meningkatkan karirnya
melalui jalan pintas (Antara, 2016).
c. Biaya Pilkada dan lemahnya pengawasan di daerah
Menurut KPK, terjadinya praktik jual beli di daerah disebabkan
karena pejabat di daerah tidak diawasi secara maksimal oleh
inspektorat daerah, seperti dalam hal rekrutmen, rotasi, promosi,
pengadaan barang dan jasa, sampai dengan proses perizinan
(Antara,2016). Pengisian jabatan di daerah seharusnya tetap dalam
pengawasan KASN agar tetap berbasis pada kompetensi, kualifikasi,
dan kinerja, hal tersebut dibenarkan oleh para Kepala Daerah dalam
diskusi pada Webinar KPK: Jual Beli Jabatan (Antara, 2016).
d. Minimnya laporan atas dugaan praktik jual beli jabatan
Menurut (Syauket, KI Meutia, 2023) upaya menjerat ASN yang
melakukan jual beli jabatan kepada kepala daerah dinilai cukup
sulit salah satu faktor penyebabnya adalah tidak adanya pihak yang
mau melaporkan secara resmi. Mengenai adanya suap dalam
praktik jual beli jabatan tersebut, Komisioner Komisi ASN,
Waluyo, mengamini mengenai sulitnya membuat orang yang
mengetahui terjadinya praktik jual beli jabatan agar melaporkan dan
mengungkapkannya (Antara, 2016).
Dikutip dari (Syauket, KI Meutia, 2023) tujuan dari pelaporan adalah
agar Komisi ASN dapat memanggil pihak yang bersangkutan untuk
dimintai keterangan, dan dari keterangan yang didapat bisa
memastikan apakah telah terdapat pelanggaran atau tidak yang
dilakukan oleh ASN yang bersangkutan namun pada
kenyataannya, kerap terjadi masalah dimana rekomendasi yang
disampaikan Komisi ASN tidak ditindaklanjuti jika melihat pada
Pasal 120 ayat (5) UU No.5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN), secara tegas dijelaskan bahwa rekomendasi Komisi
ASN bersifat mengikat para pihak, hanya saja karena kewenangan
Komisi ASN tidak berdampak langsung pada aspek
kepegawaianmaupun keuangan terhadap ASN, maka sulit untuk
membuat efek jera (Antara, 2016).
e. Ketidakselarasan antara harapan ASN dengan kompetensi kinerja
Dari hasil survey yang dilakukan oleh Kementerian PANRB,
84% orang ingin bekerja sebagai ASN karena memiliki tujuan
untuk mengabdi kepada negara, namun, hal tersebut tidak sesuai
dengan kompetensi kinerja ASN, etos kerja ASN akan menjadi
ala kadarnya, birokrasi tidak menjadi profesional, sektor ekonomi
terhambat, pendapatan pajak tidak optimal, sehingga kesejahteraan
ASN pun terancam (Antara, 2016).

3.4 Upaya Memberantas Korupsi


Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk memberantas korupsi diantaranya:
a) Upaya Represif
Upaya ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan
untuk memberikan sanksi hukum yang sama atau setimpal kepada
pihak-pihak koruptor dengan dasar pemikiran ini proses penanganan
korupsi sejak dari tahap penyelidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan untuk dapat disempurnakan segala aspeknya (Saifuddin,
2017). Adapun opini dari masyarakat dalam upaya tindakan
pengendalian korupsi ini ;
1) Konsep “carrot and stick” yaitu konsep yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura.
Carrot yang berarti pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan
Polri yang cukup hidup dengan standar sesuai pendidikan,
pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga
dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan
“gagah” (Saifuddin, 2017). Sedangkan Stick adalah hukumannya
tidak tanggung-tanggung, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati
(Saifuddin, 2017).
2) Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi
di Indonesia perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas
dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW,
Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta
kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk
melawan korupsi (Saifuddin, 2017).
3) Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan
bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang
melanggar harkat dan martabat manusia dan melalui gerakan
moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan
korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku
anti korupsi (Saifuddin, 2017).
4) Gerakan “Pengefektifan Birokrasi”
Maka dari itu kita harus membuat jalan untuk melakukan
pencegahan itu kita juga perlu mengadakan berbagai pendekatan,
misalnya :
a. Melakukan Pendekatan Hukum;
b. Melakukan Pendekatan Bisnis;
c. Melakukan Pendekatan Pasar.
b) Upaya Preventif
Pada upaya ni harus dibuat dan dilaksanakan serta diarahkan pada
penyebab terjadinya korupsi. Pada setiap masalah yang terindikasi
maka akan dibuat tindakan preventifnya, sehingga dapat
meminimalisir penyebab korupsi. Meliha itu, maka dibuatlah upaya
yang melibatkan banyak pihak dalam meminimalkan peluang
terjadinya korupsi.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jual beli jabatan juga termasuk ke dalam bentuk korupsi politik karena
merupakan tindakan menyimpang dari tugas-tugas peran publik untuk
mendapatkan uang atau kekayaan pribadi dengan cara yang melanggar
peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi.
Orang yang diangkat jabatannya tersebut akan menduduki sebuah posisi atau
jabatan dengan dibiayai oleh atau mendapat gaji dari negara. Hal tersebutlah
yang secara tidak langsung merugikan keuangan negara serta merugikan
masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ada
beberapa upaya yang dilakukan untuk memberantas korupsi diantaranya:
upaya preventif dan upaya represif.

4.2 Saran
Sebagai Penulis, saya merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat saya harapkan agar saya bisa memperbaikinya di makalah
yang selanjutnya.
KEPUSTAKAAN

Saifuddin. (2017). DAMPAK DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK


PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Jurnal warta edisi : 52. [Online]
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/view/259/254.
Diakses pada 10 november 2023

A Syauket, KI Meutia. (2023). Jual Beli Jabatan Sebagai Area Rawan Korupsi
Menggangu Reformasi Birokrasi. Jurnal Hukum Sasana, Vol.9, No.1 ; Hal.149-
158. [Online]
https://ejurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/SASANA/article/view/2425/1443.
Diakses pada 10 november 2023

A Romadhoni, K Haerah. (2022). PRAKTIK JUAL BELI JABATAN DAN


DAMPAKNYA TERHADAP BIROKRASI PEMERINTAHAN DESA ( STUDI
KASUS DESA TEGALREJO KECAMATAN TEMPURSARI KABUPATEN
LUMAJANG ). Artikel skripsi :
http://repository.unmuhjember.ac.id/15067/10/Artikel%20Skripsi.pdf. diakses
pada 10 november 2023

N Alfia A. (2022). PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK


PIDANA SUAP JUAL BELI JABATAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI : Skripsi.
[Online] http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/19586/. Diakses pada 10 november 2023

Antara. (2016). KPK catat 7 kepala daerah terlibat jual beli jabatan pada 2016-2021.
Artikel Online : https://www.antaranews.com/berita/2364162/kpk-catat-7-kepala-daerah-
terlibat-jual-beli-jabatan-pada-2016-2021. Diakses pada 10 november 2023
LAMPIRAN

Saifuddin. (2017). DAMPAK DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA


KORUPSI DI INDONESIA. Jurnal warta edisi : 52. [Online]
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/view/259/254.
A Syauket, KI Meutia. (2023). Jual Beli Jabatan Sebagai Area Rawan Korupsi
Menggangu Reformasi Birokrasi. Jurnal Hukum Sasana, Vol.9, No.1 ; Hal.149-
158. [Online]
https://ejurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/SASANA/article/view/2425/1443.
A Romadhoni, K Haerah. (2022). PRAKTIK JUAL BELI JABATAN DAN
DAMPAKNYA TERHADAP BIROKRASI PEMERINTAHAN DESA ( STUDI
KASUS DESA TEGALREJO KECAMATAN TEMPURSARI KABUPATEN
LUMAJANG ). Artikel skripsi :
http://repository.unmuhjember.ac.id/15067/10/Artikel%20Skripsi.pdf.
N Alfia A. (2022). PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA SUAP JUAL BELI JABATAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI : Skripsi.
[Online] http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/19586/.
Antara. (2016). KPK catat 7 kepala daerah terlibat jual beli jabatan pada 2016-2021.
Artikel Online : https://www.antaranews.com/berita/2364162/kpk-catat-7-kepala-daerah-
terlibat-jual-beli-jabatan-pada-2016-2021. Diakses pada 10 november 2023

Anda mungkin juga menyukai