Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI


RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Tugas Akhir Pada Program
Studi D III Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten

Oleh :

MUHAMMAD ABU TAUHID


NIM : 1702110

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
SEMINAR PROPROSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI


RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

Oleh :

MUHAMMAD ABU TAUHID

NIM. 1702110

Dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mengikuti seminar proposal pada tanggal : 2
Meret 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Esri Rusminingsih., S. Kep. Ns., M. Kep. Romadhani TP., S. Kep. Ns., M. Kep.
NPP. 129.160 NPP. 129.119
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA PASIEN POST OPERASI


APPENDIKTOMI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

Oleh :

MUHAMMAD ABU TAUHID


1702110

Penguji I Penguji II Penguji III

Esri Rusminingsih., S. Kep. Ns., M. Kep. Romadhani TP., S. Kep. Ns., M. Kep. Suyami., M. Kep. Ns., Sp. Kep. Anak.
NPP. 129.160 NPP. 129.119 NPP. 129.118
Karya Tulis Ilmiah ini Telah Dipertahankan Dan Diterima Oleh Dewan Penguji Pada
Seminar Proposal Pada Tanggal: 2 Maret 2020. Sebagai Salah Satu Persyaratan Dalam
Melaksanakan Tugas Akhir.

Mengetahui,
Kaprodi DIII Keperawatan

Esri Rusminingsih, S.Kep., Ns., M.Kep


NPP. 129.160

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Karya Tulis Ilmiah berjudul: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi Di Rumah Sakit Islam Klaten.

Selama proses penulisan proposal karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan
banyak tambahan pengetahuan dan kontribusi berharga dari berbagai pihak. Oleh sebab itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Sri Sat Titi H, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Klaten
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di program studi DIII
Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten .
2. Ibu Esri Rusminingsih, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten.
3. Ibu Esri Rusminingsih, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan ide, saran dan kritiknya.
4. Bapak Romadhani T P., S. Kep. Ns., M. Kep. selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu penulis dalam mematangkan ide dan konsep yang terkait tema proposal
karya tulis ilmiah yang diambil.
5. Ibu Suyami., M. Kep. Ns., Sp. Kep. Anak. selaku penguji yang telah memberikan saran
serta masukan dalam penyelesaian proposal karya tulis ilmiah ini.
6. Semua Dosen dan rekan mahasiswa di Program Studi DIII Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Klaten yang telah membantu penulis.
7. Orang tua dan keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan dalam proses
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, penulis
mengharapkan masukan serta saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi
yang membutuhkan.

Klaten, 24 Februari 2020


Penulis

Muhammad Abu Tauhid


Daftar gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh manusia terdapat sistem yang saling kerja sama dalam mempertahankan
kehidupan. Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem yang penting dalam tubuh
karena hasilnya nanti berupa energi yang sangat penting dalam proses metabolisme dan
kelangsungan hidup setiap sel didalam tubuh. Dalam sistem pencernaan banyak organ-
organ yang penting, salah satunya adalah usus besar (Suparyono, 2013). Pada usus
besar terdapat cecum (usus buntu), yaitu bagian usus besar yang berbentuk kantong.
Sekum juga berperan dalam penyerapan nutrisi dan air meskipun tidak signifikan.
Pada sekum terdapat apendiks atau umbai cacing yaitu kantong kecil yang buntu dan
melekat pada sekum. Fungsi apendiks belum diketahui dengan jelas saat ini, namun
apendiks juga bisa mengalami kelainan. Kelainan apendiks dapat berupa infeksi yang
biasa disebut dengan apendisitis (Kowalak, 2011).
Menurut Arifuddin et al. (2017) menyatakan bahwa kebiasaan makan makanan
yang rendah serat mempengaruhi terjadinya konstipasi yang mengakibatkan timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intra sekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Hasil penelitian arifuddin et al. (2017) menunjukan pasien yang mempunyai pola
makan buruk 3,455 kali lebih besar untuk menderita appendisitis dibandingkan dengan
pasien yang pola makan baik. Makanan berserat sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam
proses pencernaan. Kekurangan asupan serat dapat menyebabkan konstipasi.
Konstipasi sangat tinggi beresiko menyebabkan penyumbatan pada saluran appendiks,
sehingga dapat mengakibatkan penyakit appendisitis. Selain itu dari 82 responden
dengan pola makan baik terdapat 16 responden (47,2%) yang menderita appendisitis,
hal ini disebabkan kurangnya mengkonsumsi air minum untuk kebutuhan perhari.
Sehingga walaupun kebutuhan serat setiap hari sudah terpenuhi akan tetapi mengalami
konstipasi hal ini dikarenakan air minum didalam kolon berfungsi menambah masa
feses dan juga mengubah bentuk feses menjadi lebih lunak sehingga akan lebih mudah
dalam proses metabolisme.
Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan, bila infeksi ini terus
bertambah parah bisa mengakibatkan usus buntu (appendiks ) itu pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak
di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (Jitowiyono S dan
Kristiyanasari W , 2017).
Angka prevalensi penyakit apendisitis cukup tinggi di dunia. Menurut World
health organisation (WHO), (2010) angka mortalitas akibat penyakit apendisitis
mencapai 21.000 jiwa dimana populasi laki-laki lebih tinggi dibandingkan populasi
perempuan. Angka mortalitas penyakit apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada populasi
laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada populasi perempuan. Di negara Amerika Serikat
terdapat 70 kasus penyakit apendisitis di setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia,
sebesar 596.132 jiwa dengan presentase 3, 36% dilaporkan menderita apendiksitis pada
tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% tahun 2010.
Prevalensi dari penyakit appendisitis sekitar 7% dari kebanyakan populasi di Amerika
dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per tahun. Kejadian apendisitis mencapai
puncaknya pada kelompok usia 17-25 tahun. Frekuensi terjadinya apendisitis antara
laki-laki dan perempuan umumnya sama Terdapat perbedaan pada usia 20-30 tahun,
dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki- laki pada usia
tersebut.
Penyebab terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya apendisitis, diantaranya
obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks biasanya disebabkan
karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid,
penyakit cacing, parasite, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun
yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen appendiks adalah fekalit dan
hyperplasia jaringan limfoid (Jitowiyono S dan Kristiyanasari W , 2017).
Menurut Handaya Yuda, (2017 ) penyebab radang usus buntu atau appendiks
karena adanya penyumbatan lumen atau rongga appendiks oleh feses (fecalit),
pembesaran kelenjar di sekitar appendiks seperti tumor, dan benda asing yang berupa
biji - bijian bisa memicu terjadinya infeksi. Sumbatan pada appendiks mengakibatkan
hasil produksi lendir mukosa appendiks tidak bisa masuk kedalam cecum, sehingga
meyebabkan distensi pada lumen appendiks yang akan memberikan keluhan mual,
muntah dan nyeri pada ulu hati karena persayarafan visceral afferent masuk kedalam
medulla spinalis setinggi segmen thorax X. Meningkatnya tekanan pada dinding
appendiks dapat menyebabkan perpindahan kuman dari lumen appendiks ke dinding
appendiks, sehingga terjadi peradangan dinding dan jaringan sekitar (infiltrat) atau
terdapat adanya pus di dalam appendiks (abses) yang akan memberikan keluhan nyeri
di perut bagian kuadran kanan bawah. Selain itu meningkatnya tekanan pada dinding
appendiks juga dapat menggnggu aliran pembuluh darah arteri dan vena, sehingga
terjadi edema, nekrosis dan kebocoran atau perforasi appendiks.
Fransisca, (2019) gejala klinis pada pasien apendisitis di RSUP Sanglah Bali
pada tahun 2015-2017 menunjukkan bahwa dari 723 sampel yang didapatkan pasien
apendisitis datang dengan gejala paling banyak adalah nyeri perut kanan bawah yaitu
628 orang (86,9%). Selanjutnya adalah nyeri dengan seluruh perut sebanyak 80 orang
(11,1%). Sisanya adalah gejala klinis yang tidak khas yang dikelompokkan menjadi
gejala klinis lain, dengan jumlah 15 orang (2,1%). Gejala klinis lain yang dimaksud
meliputi tidak bisa buang air besar, perut kembung, pendarahan dari anus dan feses
bercampur darah.
Sulung N dan Rani D, (2017) penatalaksanaan yang tepat pada pasien
apendisitis adalah dengan cara prosedur pembedahan atau appendiktomi.
Appendiktomi merupakan pembedahan untuk mengangkat appendiks, pembedahan
diindikasikan bila diagnosa penyakit apendisitis telah ditegakkan. Prosedur ini
dilakukan secepat mungkin untuk mengurangi resiko yang akan terjadi seperti
perforasi. Pilihan apendiktomi dapat dilakukan untuk apendisitis akut, abses, dan
perforasi, dan apendiktomi elektif untuk menangani apendisitis kronis. Apabila
apendisitis tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi. Komplikasi yang paling utama adalah perforasi
appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi
adalah 10 % sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awalan nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,7 C atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri atau nyeri tekan abdomen
yang kontinyu. Dinas kesehatan provinsi Jawa tengah menunjukkan bahwa pada tahun
2014 terdapat 1.355 kasus apendisitis yang mengakibatkan 190 jiwa diantaranya
meninggal dunia.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.

B. Batasan Masalah
Pada studi kasus ini dibatasi dengan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post
Operasi Appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.

C. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada laporan karya tulis ini adalah “Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten?”.

D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien post operasi
appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
b. Mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien post operasi
appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien Post operasi
appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien post operasi
appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
e. Mendeskripsikan evaluasi pada pasien post operasi appendiktomi di Rumah
Sakit Islam Klaten.
E. Manfaat Penulisan
diharapkan laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
pihak meliputi :
1. Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu kesehatan terutama tentang proses keperawatan pada
pasien post operasi appendiktomi.
2. Praktis
a. Pengembangan ilmu
Diharapkan laporan karya tulis ilmiah ini dapat menambah rujukan
secara klinis sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan ilmu kesehatan
khususnya pada mata kuliah keperawatan.
b. Perawat
Menambah wawasan dan memberikan kontribusi dalam pengembangan
ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan medikal bedah pada
pasien post operasi appendiktomi.
c. Rumah Sakit
Sebagai masukan dan referensi dalam upaya peningkatan mutu, kualitas
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada pasien post
operasi appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
d. Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang ilmu keperawatan pada pasien post operasi appendiktomi di masa
yang akan datang.
e. Pasien dan Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan pasien dan masyarakat tentang
bagaimana tanda dan gejala appendiksitis dan cara penatalaksanaannya dengan
post operasi appendiktomi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Appendisitis
1. Definisi
Apendiks atau umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan
digunakan di masyarakat kurang tepat,karena yang di sebut usus buntu oleh
masyarakat selama ini sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini fungsi appendiks
belum diketahui secara pasti apa fungsi appendiks sebenarnya. Dan organ ini sering
sekali menimbulkan masalah kesehatan. peradangan akut appendiks memerlukan
tindak bedah segera untuk mencegah kompikasi (Sjamsuhidayat R, 2016).
Apendiks merupakan perluasan sekum yang mempunyai panjang rata- rata 10
cm. Ujung apendisk dapat terletak di berbagai lokasi terutam di bagian belakang
sekum. Arteri apendisialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang
dari arteri iliokalika (Muttaqin & Sari, 2011)
Apendisitis merupakan radang yang terjadi pada usus buntu dalam Bahasa
latinnya appendiks vermivormis, yaitu organ yang berbentuk kerucut memanjang
dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal yang terletak pada bagian pangkal usus
besar bernama sekum yang terletak pada perut kuadran kanan bawah (Handoyo Y,
2017).
Apendisitis akut merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum dalam pembedahan
abdomen darurat. Apendisitis aku meupakan nyeri atau rasa tidak nyaman pada
nyaman pada di sekitar umbilikus berlangsung antara 1 sampai 2 hari. dalam
beberapa jam nyeri akan bergeser ke kuadran kanan bawah (titik Mc Burney)
dengan disertai rasa mual, anoreksia dan muntah. Apendisitis kronik adalah nyeri
perut pada kuadran kanan bawah yang berlangsung lebih dari 2 minggu, radang
kronik appendiks secara makroskopik dan mikrokopik, dan keluhan menghilang
setelah dilakukan apendiktomi. Kriteria mikroskopik appendiks kronik adalah
fibrosis seluruh dinding appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dalam
mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik (Putri dan Wijaya, 2013).
Appendiktomi adalah pengangkatan appendiks terinflamasi dapat dilakukan
pada pasien dengan pendekatan endoskopi, namun adanya perlengkapan multiple
posisi retroperitoneal dari appendiks atau robek perlu dilakukan prosedur
pembukaan. Appendiktomi adalah pengangkatan secara bedah apendiks
vermiformis.Appendiktomi merupakan operasi untuk mengangkat usus buntu atau
umbai cacing yang terinfeksi (Appendisitis) yang tidak dapat diobati dengan obat-
obatan. (Putri dan Wijaya, 2013 & Daulay dan Simamora, 2019).
Apendisitis dapat menyebabkan komplikasi,komplikasi yang paling sering
terjadi adalah perforasi dan peritonitis. Angka kejadian perforasi 10% - 32% ,
paling sering terjadi pada usia muda sekali atau terlalau tua, perforasi timbul 93%
pada anak- anak di bawah 2 tahun antara 40% - 75% kasus usia diatas 60 tahun ke
atas, Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5o C, Tampak
toksik, nyeri tekan diseluruh perut dan leukositosis meningkat akibat dari perforasi
dan pembentukan abses. Dan peritonitis adalah tromboflebitis septik pada system
vena porta yang ditandai dengan panas tinggi 39 o C-40o C, menggigil, dan ikterus
merupakan penyakit yang jarang terjadi (Putri dan Wijaya, 2013).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2. 1 Anatomi Fisiologi appendiks (Syaifuddin, 2012)


Shoney R dan Nileswar A (2014), mengemukakan bahwa appendiks
mempunyai panjang 8-10 cm, namun panjangnya juga bervariasi dari 3 cm sampai
30 cm, appendiks terletak 2 cm di sebelah posteromedial dari sambungan
ileosekalis,pada titik pertemuan ketiga taenia koli, apendiks merupakan penyebab
nyeri di kuadran kanan bawah abdomen.
Fungsi appendiks tidak diketahui. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari.
Lendir tesebut secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir
ke secum.Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan dalam
patogenesis apendisitis (Sjamsuhidayat, 2017). Diperkirakan appendiks mempunyai
peranan dalam mekanisme imunologik. Immunoglobulin sekreatoar yang
dihasilkan oleh Gut Associated Lympoid Tissue (GOLT) yang terdapat di
sepanjang disaluran cerna termasuk appendiks ialah Ig A. Immunoglobulin tersebut
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh (Putri
dan Wijaya, 2013).
3. Klasifikasi Appendisitis
Hariyanto A dan Sulistyowati R, (2015), mengemukakan klasifikasi
appendistis adalah :
a. Appendisitis akut adalah peradangan pada apendiks atau umbai cacing
dengan tanda radang pada daerah sekitar yang bersifat terlokalisasi ,baik
disertai rangsangan peritoneum lokal ataupun tanpa penyerta.
b. Appendisitis rekrens merupakan peradangan pada appendiks karena adanya
fibrosis dari riwayat apendiktomi yang sembuh spontan memunculkan rasa
nyeri diperut kanan bawah yang mendorong perlu dilakukannya
apendiktomi.
c. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding appendiks, sumbatan parsial
atau lumen appendiks, adanya jaringan parut, dan ulkus lama di mukosa dan
infiltrasi sel inflamasi kronik) dan keluhan hilang setelah dilakukan
4. Etiologi
Shoney R dan Nileswar A (2014), mengemukakan bahwa penyebab
appendistis adalah :
a. Faktor ras dan diet
1) Apendisitis akut lebih sering terjadi pada ras kulit putih dibandingkan
dengan orang yang berkulit hitam. Pria muda lebih sering menderita
kelainan ini.
2) Apendiks akut mungkin berkaitan dengan pola makan kebarat- baratan,
diet yang kaya daging memicu apendisitis akut dan diet kaya serat
(selulosa) melindungi orang dari apendistis.
b. Kerentanan familial
Kerentanan familial berkaitan dengan memiliki apendiks retrosekal
yang panjang dimana pada kasus ini suplai darahnya menurun pada bagian
distal dan mungkin memicu apendisitis.
c. Status sosio ekonomik
Apendisitis sering terjadi pada kelas sosioe konomik menengah dan
orang kaya, penyebab yang pasti masih belum diketahui.
d. Teori obstruktif
Obstruksi pada lumen apendiks akibat fekolit, cacing, ova, kista
Entamoeba menyebabkan apendisitis obstruktif.
e. Teori non obstruktif
Teori ini menyatakan bakteri seperti E.coli, Enterococci, Proteus,
Pseudomonas, Klebsiella dan anaerob menimbulkan peradangan apendiks
yang difus dan menyebabkan apendisitis.

Menurut Putri dan Wijaya (2013) penyebab terjadinya appendistis adalah :

a. Ulserasi pada mukosa


b. Obstruksi pada kolon oleh fekalit
c. Pemberian barium
d. Berbagai peyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
5. Manifestasi klinis

Gambar 2. 2 titik Mc Burney (Debora, 2017)


Menurut Putri dan Wijaya (2013), mengemukakan manifestasi klinis pada
pasien penderita apendisitis adalah :Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau
region umbilikus disertai mual dan anoreksia.
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local di
tiik Mc. Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler. LeMone, M
Burke et al , (2016) menyatakan titik Mc Burney, terletak di tengah-tengah
antara umbikus dan krista illiaka anterior di kuadran kanan bawah. Titik ini
merupakan area ynag biasanya mengalami nyeri dan rebound tenderness
(Nyeri tekan memantul) akibat terjadinya appendisitis (Radang appendiks).

Gambar 2. 3 Sembilan Region Abdomen (Gama, 2019)

Tabel 2. 1 organ Sembilan region abdomen (Debora, 2017)


Hipokondria kanan Epigastrium Hipokondria kiri
Sebagian kecil hepar Gaster Sebagian kecil kolon
Sebagian keci hepar transversum, kolon desenden
Sebagian kolon Transversum
Pankreas
Lumbalis kanan Umbilikalis Lumbalis kiri
Kolon asenden Umbilikus Terdapat kolon desenden
Usus Halus
Inguinalis kanan Hipogastrium Inguinalis kiri
Sekum Vesica urinaria atau bladder Kolon sigmoid, pada wanita
Appendiks ada ovarium kiri
Pada wanita ada ovaium
kanan

b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.


c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing
Sign).
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepas (Blumberg Sign).
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan (Dunphy’s Sign).

Gambar 2. 4 Gejala dan tanda apendisitis [ CITATION Sja17 \l 1057 ]

Keterangan :

1. Perasaan kurang enak, nyeri dan mual


2. Nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler setempat titik Mc Burney
3. Tanda Rovsing dan Blumberg
f. Nafsu makan menurun.
g. Demam yang tidak terlalu tinggi
h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kerkadang-kadang terjadi diare.
i. Nyeri saat melakukan hiperekstensi pada ekstremitas kanan dan hip (Psoas
sign)

Gambar 2. 5 Psos Sign (Muttaqin A dan Sari K, 2011 )


j. Nyeri pada saat melakukan fleksi hip dan rotasi eksternal hip kanan

Gambar 2. 6 Obturator Sign ( Muttaqin A dan Sari K, 2011)

Gejala-gejala permulaan pada penderita apendisitis adalah nyeri atau


perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan
muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam
beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat
nyeri tekan sekitar titik Mc. Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan
nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila
rupture apendiks terjadi nyeri sering hilang secara dramatis untuk sementara.
4. Patofisiologi
Putri dan Wijaya (2013), mengemukakan bahwa apendisitis biasanya
disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang menyebabkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan
bawah,keadaan ini disebut dengan apendisitis sukuratif akut. Aliran arteri
tergangggu dan akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene stsdium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bilan dinding yang
telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendukularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.
Anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan dipembuluh darah.
5. Pathway

Tumor
Fekalit appendiks
Hiperplasia folikel limfoid Benda asing

Obstruksi

Mukosa mengalami bendungan

Meningkatnya tekanan intralumen

Menghambat aliran limfe

Edema Diaforesis bakteri Ulserasi mukosa

Appendisitis akut

Pembedahan / Appendiktomi

Ansietas Luka insisi Kerusakan integritas jaringan

Nyeri akut
Adanya luka terbuka

Resiko infeksi

Pem
Gambar 2. 7 Pathway appendistis (LeMone, Priscilla et al , 2016 & Putri dan Wijaya, 2013)
eriksaan diagnostic
6. Pemeriksaan diagnostik
Shoney R dan Nileswar A (2014), Mengemukakan bahwa untuk
menegakkan dingnosa pada penderita apendisitis dengan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Hitung WBC
Leukosit total hampir selalu meningkat di atas 10.000 sel/mm3 pada
sebagian besar pasien (95%), jumlah leukosit yang sangat tinggi
(>20.000/mm3) memberi kesan kearah apendisitis komplikata dengan
gangrenosa atau perforasi.
Windy C. S dan Sabir (2016), mengemukakan leukositosis pada pasien
appendisitis akut mencapai 10.000-18.000 sel/mm 3 dan > 18.000 sel/mm3
terjadi pada peritonitis akibat perforasi.
b. Foto polos abdomen
Posisi tegak dilakukan untuk mengesampingkan adanya perforasi dan
obstruksi intestinalis. Pemeriksaan ini mungkin menunjukkan dilatasi
lengkung usus halus pada fosa iliaka dekstra.
c. Sistem skor Alvarado
Tabel 2. 2 Skor Alvarado (Shoney R dan Nileswar A , 2014)

Gambaran Skor
Gejala Klinis:
Nyeri kanan bawah (RIF migrans) 1
Anoreksia 1
Nausea, muntah 1
Tanda Klinis :
Nyeri tekan RIF 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (> 37, 2o C) 1
Laboratorium :
Leukosistosis (leukosit > 10.000/ml 2
Bergeser ke kiri (tanda diff count) Neutrofil > 75% 1
Total 10

Interpretasi skor alvarado :


Skor 7-10 : Appendisitis akut
Skor 5-6 : Curiga appendisitis akut
Skor 1-4 : Bukan appendisitis akut
d. Ultrasonografi abdomen
Untuk mengesampingkan penyebab lain yang mencakup penyebab
ginekologik. Ultrasonografi dapat memperlihatkan organ tubular
aperistaltik dan tidak mengempis dengan dinding tabung yang tebal
Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan untuk menunjukkan adanya
nyeri tekan oleh probe ultrasonografi (sensitivitas 85% spesifisitas 90%).
e. CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan (sensitifitas 90% spesifitas 90%).
Windia S dan Rahmanto T (2017), mengemukakan pemeriksaan CT Scan
dan MRI memiliki gambaran pencitraan yang baik dibandingkan dengan
USG, meskipun terdapat kekhawatiran akan tingginya radiasi CT Scan,
penggunaan low dose CT Scan ternyata memiliki tingkat appendiktomi
negatif daan tidak ada perbedaan dalam tingkat perforasi.
f. Protein C-reaktif meningkat pada setiap kelainan peradangan seperti
apendisitis.
Jitowiyono S dan Kristiyanasari W (2012), menyatakan untuk menegakkan
diangnosa pada penderita apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting
adalah : Nyeri mula- mula di apigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas
(karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan
kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, diperut
terasa nyeri.
a. Pemeriksaan yang lain lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi
paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrate, lokal
infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan
seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
b. Test rektal
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada penderita apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang
lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate. Urine rutin penting untuk melihat
apa ada infeksi pada ginjal.
Pemeriksaann radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diangnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut : Adanya sedikit fluid level
disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fekalit (sumbatan).
Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
7. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis
Putri dan Wijaya 2013 menyatakan bahwa :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat per
lu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis atau
peritonitis. Pemeriksaan abdomen, rectal dan pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic, foto abdomen dan
thoraks dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kuadran kanan bawah abdomen dalam 12 jam setelah muculnya
keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan
antibiotic, melainkan apendisitis ganggrenosa atau perforasi. Menunda
tindakan bedah sambal memberikan antibiotic dapat menyebabkan
munculnya abses dan perforasi.
b. Operasi
1) Apendiktomi
2) Apendiks di buang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci menggunakan cairan antibiotika dan garam fisiologis.
3) Abses apendiks diobati dengan IV, massanya mungkin mengecil, atau
abses mungkin perlu drainase dalam waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu sampai
3 bulan.
4) Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan,
angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu
pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dinjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 × 30 menit. Hari kedua dianjurkan untuk
duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien di
perbolehkan pulang.
5) Mobilisasi post operasi appendiktomi
Daulay. M dan Simamora A (2019), mengemukakan penyembuhan
luka pasca operasi akan berjalan dengan normal tanpa meninggalkan
parutan ataupun bekas jaringan operasi apabila disetai dengan
penyembuhan yang normal. Penyembuhan luka secara normal
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu koagulasi, gangguan sistem imun
(infeksi virus), gizi, penyakit kronis (diabetes, TBC), keganasan obat-
obatan, teknik penjahitan, kebersihan diri, vaskularisasi yang baik,
mobilisasi dan ketegangan pada tepi luka.
Mobilisasi dini merupakan prosedur yang diberikan pada spectrum
penyakit yang sangat luas antara lain kasus neurologis, kardiovaskuler,
muskulateral, metabolic, trauma pasca operasi dan sebagainya. Tindakan
mobilisasi dikerjakan diseluruh ruang perawatan, mulai dari perawatan
intensif hingga perawatan biasa. Kemampuan bergerak adalah
kebutuhan penting manusia, bergerak menyebabkan tubuh berada dalam
reaksi anabolik yang tujuan ahirnya adalah regenerasi sel. Umumnya
aktifitas fisik yang tinggi diikuti daya regenerasi yang baik, sehingga
tubuh dapat berfungsi secara maksimal. Kondisi tirah baring yang lama
menyebabkan tubuh mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh secara
sistematis, yang disebut dengan sindroma dekondisi. Salah satu cara
memperpendek hari rawat inap pasca operasi appendiktomi adalah
mobilisasi dini, mobilisasi yang dimaksud disini tidak sekedar miring
kanan dan miring kiri tetapi lebih kearah kemampuan untuk berjalan.
Mobilisasi merupakan salah satu upaya dalam proses penyembuhan luka
karena mobilisasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Menurut Mitrawati T et al. (2015) menyatakan bebearapa tujuan
mobilisasi dini antara lain :
Mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka dan membantu pernafasan
menjadi lebih baik, Mobilisasi dini pasca pembedahan yaitu proses
aktifitas yang dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan
pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai
pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan
berjalan keluar kamar.
6) Nutrisi post operasi appendiktomi
Menurut Hasibuan (2018), nutrisi merupakan makanan yang
menagndung cukup nilai gizi dan tenaga untuk perkembangan dan
pemeliharaan kesehatan secara optimal. Pemberian nutrisi yang tidak
terpenuhi dengan baik akan menghambat proses penyembuhan luka,
salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat
operasi appendiktomi adalah kurangnya asupan nutrisi. Asupan nutrisi
yang baik dapat menentukan waktu penyembuhan luka post
appendiktomi, nutrisi yang memiliki kandungan gizi terutama protein
dapat membantu penyembuhan jaringan yang rusak atau luka operasi.
Makanan atau nutrisi yang mudah ditemukan kandungan protein adalah
putih telur, putih telur kaya akan protein yang dapat menumbuhkan
jaringan baru pada jaringan yang rusak. Tindakan pembedahan akan
menyebabkan stresfisiologis akibat hipermetabolisme, penatalaksanaan
gizi dimaksudkan untuk mengurangi kehilangan gizi selama periode
hipermetabolise dan untuk mempromosikan perbaikan selama
penyembuhan. Kebutuhan vitamin dan mineral seperti Zn dan vitamin C
juga penting untuk mendukung perbaikan jaringan pada fase
penyembuhan luka.
Proses penyembuhan luka
a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke tiga, batang leukosit banyak yang
rusak atau rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi
penyembuh dimana serabut- serabut bening digunakan sebagai
keragka.
b. Fase kedua
Dimulai hari ketiga sampai hari ke 14 pengisian dilakukan oleh
kolagen seluruh pinggiran epitel timbul sempurna dalam 1 minggu
jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c. Fase ketiga
Berlangsung sekitar 2 sampai 10 minggu, kolagen terus menerus
ditimbun yang kemudian a
kan muncul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan
kembali.
d. Fase keempat
Fase terahir penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
8. Pembedahan

Gambar 2. 8 Operasi appendiktomi ( Shoney R dan Nileswar A, 2014)


Terapi pilihan pada penaykit apendisitis akut adalah apendiktomi,yaitu
pengangkatan apendiks melalui pembedahan. Pendekatan laparaskopik (insersi
endoskop untuk melihat isi abdomen) atau laparatomi (membuka abdomen
secara bedah) dapat digunakam untuk apendiktomi. Apendiktomi Laparaskopik
hanya memerlukan insisi yang sangat kecil untuk memasukkan laparaskop.
Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan :
a. Visualisasi langsung pada apendiks memungkinkan menegakkan
diangnosis secara pasti tanpa dengan laparatomi.
b. Hospitalisasi pasca bedah hanya sebentar.
c. Komplikasi pasca bedah jarang terjadi
d. Pemulihan dan pelanjutan aktifitas normal berlangsung cepat.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan laparatomi. Irisan melintang kecil
untuk insersi dibuat pada titik McBurney, apendiks diisolasi dan diligasi
(diikat) untuk mencegah kontaminasi area dengan isi usus, dan kemudian
diangkat. Secara umum laparatomi digunakan setelah apendiks mengalami
ruptur. Laparatomi memungkinkan pengambilan kontaminan dari rongga
peritoneal melalui irigasi yang digunakan salin normal steril. Kadang luka
dibiarkan tidak dijahit untuk memungkinkan irigasi secara periodik
(LeMone, Priscilla et al, 2016).
Adapun perawatan modern pada pasien post appendiktomi adalah :
a. Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering, dengan kondisi
bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan
menyebabkan repons inflamasi lokal dan akan memperlambat
penyembuhan luka.
b. Lakukan perawatan luka :
1) Lakukan perawatan luka steril pada hari ke 2 pasca bedah dan diulang
setiap 2 hari yaitu untuk menurunkan kontak tindakan dengan luka yang
dalam kondisi steril sehingga mencegah adanya kontaminasi kuman
atau bakteri ke luka bedah.
2) Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine
providum dilakukan dengan cara swabbing dari arah dalam ke arah luar
dengan pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman
sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari cairan iodine
providum sebagai antiseptic dan dengan cara pembersihan luka dari
arah dalam ke luar bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
kuman atau bakteri ke jaringan luka.
3) Bersihkan cairan bekas iodine providum dengan alkohol 70% atau
normal salin dengan cara swabbing dimulai dari arah dala menuju ke
arah luar dengan antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan
dalam menurunkan proses epitalisasi jaringan sehingga membuat
lambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol atau
normal salin.
4) Tutup luka dengan kassa steril dan tutup dengan plaster adhesif yang
meyeluruh menutupi kassa dengan penutupan secara menyeluruh dapat
menghindarkan terjadinya kontaminasi antara benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka bedah.
5) Pemberian antibiotic injeksi selama satu hari pasca bedah yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian antbiotik oral sampai jahitan
dilepas. Peran perawat dalam mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai instruksi yang
diberikan dokter (Muttaqin dan sari, 2011).
9. Komplikasi

Gambar 2. 9 inflamed appendiks (Syaifuddin, 2012)

LeMone, Priscilla (2016), mengemukakan bahwa :


Perforasi, peritonitis, dan abses merupakan kemungkinan komplikasi dari
apendisitis akut. Perforasi ditandai dengan nyeri yang semakin meningkat dan
demam tinggi. Kondisi ini bisa menyebabkan abses kecil yang terlokalisasi,
peritonitis lokal atau peritonitis generalisata yang signifikan. Gangguan yang
tidak begitu sering terjadi adalah apendisitis kronik, ditandai dengan nyeri
abdomen kronik dan serangan akut berulang dengan interval bebarapa bulan
atau lebih. Kondisi lain seperti Inflamatory Bowl Disease (IBD) dan gangguan
ginjal, seringkali menyebabkan manifestasi yang dikaitkan dengan apendisitis
kronik.
10. Proses Keperawatan
a. Pengkajian

Data yang dikumpulkan dari pasien dengan apendisitis meliputi :


Umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan riwayat medik lainnya,
pemberian barium baik lewat mulut atau rektal, riwayat diit terutama
makanan yang berserat.
1) Riwayat kesehatan :
a) Keluhan utama : Pasien biasanya mengeluh nyeri disekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Munculnya keluhan
nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus- menerus,hilang timbul atau
munculnya nyeri dalam waktu yang lama.
b) Riwayat kesehatan sekarang : Selain mengeluh nyeri di daerah
epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya pasien mengeluh
mual, muntah dan panas.
c) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan pasien sekarang, bisa juga karena penyakit saat ini sudah
pernah dialami pasien sebelumnya.
d) Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya penyakit apendisitis bukan
merupakan penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada
yang pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien bisa juga
tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami
pasien sebelumnya.
2) Data Subyektif :
Sebelum operasi
a) Nyeri di daerah pusar dan kemudian menjalar ke daerah perut kanan
bawah.
b) Mual, muntah dan kembung.
c) Tidak nafsu makan, demam.
d) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
e) Diare atau konstipasi.
Sesudah operasi
a) Nyeri di daerah bekas operasi
b) Lemas
c) Haus
d) Mual, kembung
e) Pusing
3) Data obyektif :
Sebelum operasi
a) Nyeri tekan di titik Mc. Burney
b) Spasme otot
c) Takikardi, takipnea
d) Pucat dan gelisah
e) Bising usus berkurang atau tidak ada
f) Demam 38-38,5 C
Sesudah operasi
a) Terdapat luka bekas operasi di kuadran kanan bawah abdomen
b) Pasien terpasang infus
c) Terdapat drain atau pipa lambung
d) Bising usus berkurang
e) Selaput mukosa mulut kering
Pemeriksaan penunjang
a) Leukosit : 10.000- 18.000/mm3
b) Netrofil meningkat 75%
c) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadi
perforasi (jumlah sel darah merah)
d) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
e) Radiologi : foto colon yang menggambarkan adanya fekalit pada
katup (Putri dan Wijaya, 2013).
b. Diangosa Keperawatan
LeMone, Priscilla (2016) mengungkapkan diagnosa keperawatan yang
dapat ditegakkan pada pasien appendicitis yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan intervensi pembedahan
2) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
c. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Nyeri akut b.d NOC : Kontrol Nyeri, NIC : Manajemen Nyeri
intervensi Level Nyeri, tanda-tanda vital
pembedahan
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat nyeri 1. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan selama 3 dengan PQRST tingkat nyeri yang
× 24 jam diharapkan pasien 2. Monitor tanda- tanda vital dirasakan pasien untuk
dapat mengontrol nyeri menentukan tindakan
dengan kriteria hasil : 3. Jelaskan kepada pasien selanjutnya
1. Pasien mengenali kapan tentang pencetus nyeri 2. Untuk mengetahui tanda
terjadinya nyeri 4. Ajarkan kepada pasien tanda vital pasien
2. Pasien mengenali apa teknik non farmskologik : 3. Untuk menurunkan
yang terkait dengan gejala relaksasi dan distraksi tingkat kecemasan dan
nyeri 5. Ajarkan prinsip-prinsip menambah pengetahuan
3. Pasien bisa melaporkan menejemen nyeri pasien tentang pencetus
nyeri yang terkontrol 6. Kolaborasi dengan tenaga nyeri
kesehatan yang lain dalam 4. teknik distraksi dapat
pemberian analgetik meningkatkan relaksasi
dan meningkatkan
kemampuan koping.
Relaksasi nafas dalam
menghirup O2 yang
adekuat sehingga otot
menjadi relaksasi dan
dapat mengurangi nyeri
5. bertujuan supaya pasien
dapat mengontrol nyeri
secara mandiri
6. untuk mengatasi rasa
nyeri
Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui ada
prosedur invasif asuahan keperawatan selama 3 adanya infeksi atau tidaknya tanda dan
× 24 jam diharapkan pasien 2. Ajarkan pasien beserta gejala infeksi
tidak terdapat tanda- tanda keluarga pasien untuk 2. Untuk memandirikan
terjadinya infeksi dengan melakukan perawatan pasien dan kelurga
kriteria hasil : luka melakukan perawatan
1. Pasien bebas dari tanda 3. Bersihkan luka dengan luka
tanda infeksi Nacl 3. Untuk mencegah
2. terdapat pembentukan 4. Kolaborasi dengan tenaga terjadinya infeksi
bekas luka dengan baik medis lain tentang 4. Tujuan pemberian
pemberian antibiotik atibiotik untuk
mencegah terjadinya
infeksi
Kerusakan Setelah diakukan tindakan 1. Observasi karakteristik 1. Untuk mengetahui
integritas jaringan asuhan keperawatan selama 3 luka (warna, bau dan perkembangan pada luka
b.d insisi × 24 jam diharapkan pasien ukuran) 2. Bertujuan untuk
pembedahan integritas jaringan terus 2. Anjurkan istirahat merelaksasikan otot
membaik dengan kriteria hasil 3. Berikan perawatan pada 3. Supaya luka cepat
1. Tidak adanya lesi luka insisi yang mongering
2. Tidak adanya tanda- tnda diperlukan 4. Bertujuan supaya tidak
dan gejala infeksi 4. Ganti balutan sesuai untuk perkembangan
3. Perfusi jaringan tidak dengan drainase dan bakteri
terganggu jumlah eksudat 5. Mempercepat proses
5. Tingkatkan asupan nutrisi penyembuhan luka
yang cukup 6. Untuk mencegah
6. Jaga kebersihan pada terpaparnya bakteri
daerah luka
Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan 1. Supaya pasien merasa
situasional asuahan keperawatan selama 3 yang tenang dan tenang
× 24 jam diharapkan meyakinkan 2. Memberikan rasa aman
kecemasan pasien berkurang 2. Berada disisi pasien saat dan nyaman
dengan kriteria hasil : pasien cemas 3. Untuk memahami
1. Dapat beristirahat 3. Dengarkan pasien tingkat kecemasan
2. Tidak terdapat 4. Ciptakan atmosfer aman pasien
peningkatan tekanan 5. Puji atau kuatkan 4. Untuk meningkatkan
darah perilaku yang baik secara kepercayaan pasien
3. wajah tidak tegang tepat 5. Supaya koping pasien
4. perasaan gelisah 6. Dukung penggunaan membaik
berkurang mekanisme koping yang 6. Supaya pasien lebih
tepat rileks
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan pendekatan studi kasus.
Studi kasus merupakan penilaian mengenai manusia (dapat suatu kelompok, organisasi,
maupun individu). peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari penelitian ini supaya
mendapatkan gambaran yang mendalam tentang suatu kasus yang sedang di teliti
(Sujarweni, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan
pada pasien appendisitis dengan post operasi appendiktomi di Rumah Sakit Islam
Klaten yang di observasi selama 3 x 24 jam untuk menggali data yang diperlukan.
Dengan pendekatan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan
B. Definisi Operasional
Definisi Operasional pada asuhan keperawatan pada pasien apendisitis dengan
post Operasi apendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi operasional
1. Asuhan keperawatan serangkaian tindakan tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien post appendiktomi. Asuhan tersebut meliputi
lima tahap, yaitu : pengkajian, merumuskan diagnosa,
menentukan intervensi atau perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
2. Post operasi Appendiktomi Pasien yang memasuki pasca operasi pengangkatan apendiks
hari ke-0
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di bangal bedah Rumah Sakit Islam Klaten.
Penelitian dilaksanakan sejak post operasi hari ke- 0 sampai pulang atau pasien dirawat
minimal 3 hari. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April
2020.
D. Subjek Studi Kasus
Subyek penelitian yang digunakan pada kasus ini adalah 2 pasien atau 2 kasus
post operasi appendiktomi di Rumah Sakit Islam Klaten.
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasien post operasi hari ke- 0
b. Pasien appendiktomi dengan bedah laparatomi
2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasien appendisitis yang mengalami peritonitis
b. Pasien appendisitis dengan faktor penyulit : Penurunan kesadaran, Syok
hipovolemik
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan. Langkah-langkah yang
diperlukan dalam pengambilan data tergantung pada rancangan studi kasus dan teknik
instrumen yang digunakan. Selama pengumpulan data peneliti memfokuskan pada
penyediaan subjek, memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas, serta
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai rencana
yang di tetapakan (Nursalam, 2013).
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada studi kasus ini adalah :
1. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara yag dilakukan dengan cara
tanya jawab seacara langsung kepada pasien, kepada keluarga, kepada perawat
maupun tenaga madis lainya untuk mengumpulkan data pasien meliputi : identitas
pasien, keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, genogram, pengkajian biologis
dan psikologis
2. Observasi

Observasi dilakukan kepada pasien dengan memperhatikan status mental pasien,


penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, keadaan luka dan interaksi selama
wawancara. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data atau hal-hal yang akan
diteliti, tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik (Inspeksi, Palpasi, Palpasi,
Auskultasi) meliputi:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilakukan sistematik dengan
menggunakan indera penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat
untuk mengumpulkan data (Nursalam, 2015). Inspeksi yang dilakukan pada
subjek penelitian ini dimulai dari kepala sampai dengan ekstremitas bawah.
Terutama pada bagian abdomen kuadran kanan bawah pada balutan luka post
operasi apendiktomi.
b. Palpasi
Palpasi merupakan teknik yang menggunakan indera peraba tangan, jari adalah
suatu instrumen yang sensitif yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang
temperature, bentuk, turgor, ukuran dan kelembaban ( Nursalam, 2013).
c. Perkusi
Perkusi merupakan metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi
adalah untuk mengdentifikasi lokasi, ukuran dan konsistensi jaringan (Nursalam,
2015).
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan cara mendengarkan sesuatu yang
dihasilkan oleh tubuh melalui alat stetoskop (Nursalam, 2015).
3. Studi Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2015) Dokumentasi merupakan suatu cara yang
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip,
dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang
dapat mendukung penelitian. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
kemudian ditelaah. Dokumentasi yang digunakan penulis untuk mengumpulkan
data adalah rekam medis pasien di rumah sakit yang berisi pengkajian, diagnosa
medis, diagnosa keperawatan, tindakan yang sudah dilakukan sampai pada hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya guna menunjang
penelitian penulis.
F. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan
Dalam studi kasus ini tahap yang perlu dipersiapkan yaitu pengajuan judul
kepada dosen pembimbing satu dan dua. Setelah mendapatkan persetujuan judul
yang ingin diambil untuk penelitian maka selanjutnya peneliti menyusun proposal
dan mengajukan proposal penelitian kepada dosen pembimbing satu dan dua.
Setelah itu ujian seminar proposal dan setelah proposal disetujui dan disahkan oleh
pembimbing dan penguji maka selanjutnya peneliti mengurus surat perizinan dari
fakultas untuk diserahkan kepada Rumah Sakit yang akan dijadikan objek
penelitian. Setelah mendapatkan surat izin dari fakultas peneliti melakukan
penjajakan dan menilai lapangan yang akan diteliti dan tahap selanjutnya peneliti
meyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan
Dalam penelitian ini peneliti mengelola pasien selama 3 hari, dimana
selama 3 hari tersebut peneliti akan :
a. Hari pertama
Hari pertama penelitian peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada kepala
ruang di ruangan yang akan di lakukan pengambilan kasus. Setelah
mendapatkan izin peneliti kemudian melihat dan mempelajari rekam medis
pasien post apendiktomi. Setelah mempelajari rekam medis peneliti melakukan
diskusi dengan pembimbing terkait pasien yang akan diambil apakah telah
sesuai dengan kriteria pasien yang telah ditentukan oleh penulis. Kemudian
peneliti melakukan informed consent kepada pasien dengan memberikan
penjelasan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dengan
menyertakan lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan oleh
peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan pengkajian pada pasien, keluarga dan
perawat ruangan. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, setelah melakukan
pengkajian peneliti membuat perencanaan keperawatan sesuai dengan pasien
post apendiktomi. Setelah membuat rencana keperawatan peneliti kemudian
melakukan implementasi pada pasien kelolaan sesuai rencana keperawatan
yang telah ditetapkan. Kemudian peneliti membuat evaluasi dalam bentuk
SOAP. Kemudian melakukan rencana tindak lanjut pada pasien.
b. Hari kedua
Pada hari kedua peneliti melakukan observasi keadaan umum pasien,
menanyakan keluhan pada pasien. Menanyakan perkembangan pasien dan
validasi data kepada perawat yang bertugas dan melihat data rekam medis.
Kemudian peneliti melakukan implementasi sesuai perencanaan yang telah
ditetapkan. Setelah itu peneliti membuat evaluasi dalam bentuk SOAP. Setelah
melakukan evaluasi peneliti melakukan rencana tindak lanjut.
c. Hari ketiga
Pada hari ketiga peneliti menggali informasi dari pasien terkait
perkembangannya serta melakukan observasi keadaan umum pasien.
Melakukan validasi data dengan menanyakan pada perawat dan melihat pada
data rekam medis. Kemudian peneliti melakukan implementasi sesuai
perencanaan yang telah ditetapkan.

3. Tahap Pelaporan
Pada tahap pelaporan yang meliputi penulisan hasil studi kasus dari
pengkajian sampai dengan evaluasi kasus yang diambil dengan selalu berkonsultasi
kepada dosen pembimbing. Kemudian setelah hasil pelaporan dan data sudah
lengkap serta sesuai dengan tujuan penelitian kemudian di sahkan oleh
pembimbing, maka selanjutnya akan dilakukan ujian hasil penelitian. Setelah itu
peneliti diijinkan untuk melakukan penggandaan dan menyampaikan laporan hasil
penelitian kepada pihak yang berwenang dan berkepentingan.

G. Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triagulasi dengan sumber yaitu
pendekatan analisa data yang mensintesis data dari berbagai sumber dengan cara
mendapatkan data yang benar- benar abash. Sumber informasi diperoleh dari perawat,
kelurga dan pasien. Dalam proses ini peneliti mengumpulkan data dan hasil wawancara
terhadap pasien dan keluarga. Setelah terkumpul peneliti membandingkan data yang
diperoleh dari pihak yang diwawancarai untuk mengetahui kebenaran yang diucapkan
oleh pasien dan keluarga untuk memvalidasi data yang didapatkan.
H. Analisa Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah di fahami oleh diri sendiri
maupun orang lain (Sugiyono, 2014). Urutan dalam analisa data meliputi sebagai
berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul (Hidayat, 2014). Data editing dilakukan untuk memeriksa
kelengkapan data pengkajian.
3. Penyajian Data
Peneliti menyajikan data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan
maupun menarasikan data yang terkumpul.
I. Etik Penelitian
Menurut (Hidayat, 2011) etik penelitian merupakan keharusan ketika akan
melakukan sebuah penelitian untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan terhadap
responden. Masalah etik yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Informed concent (Persetujuan)
Informed concent adalah betuk persetujuan antara peneliti dengan
responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent diberikan
sebelum melakukan penelitian sebagai lembar persetujuan menjadi responden.
Tujuannya supaya responden mengetahui dan memahami maksud dan tujuan
dilakukannya penelitian, jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan. Jika subjek tidak bersedia maka peneliti harus menghargai
keputusan pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed concent
tersebut adalah : partisipasi pasien, jenis data yang dibutuhkan, tujuan dilakukannya
tindakan, prosedur pelaksanaan, manfaat dan kerahasiaan.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Pada penelitian studi kasus ini peneliti memberi jaminan tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya memberikan
inisial pada lembar pengumpulan data hasil penelitian.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Pada penelitian studi kasus ini peneliti memberi jaminan kerahasiaan data
atau hasil penelitian, semua informasi yang sudah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hnya data-data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian Apendisitis
Dibangsal Rawat Inap Rumah Sakit Umum Antapura Palu. Jurnal Preventif, volume 8
nomor 1, April, 1-58.
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif/article/view/8344/6624. Diakses Pada
8 Februari 2020 )

Baresti, S. W., & Rahmanto, T. (2017). Sistem Skoring Untuk Mendiagnosis Apendisitis
Akut. Majority, Volume 6, Nomor 3, Juli 2017.
(http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1130. Diakses Pada 9
Februari 2020)
Bagus Gama Kuntoadi., (2019). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa APIKES-
Semester 1. Jakarta Selatan: Graha Bhumi Husada Jakarta
Debora oda. (2017) Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Daulay, N. M., & Simonora, F. A. (2019). Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap
Penyembuhan Luka Pasca Operasi Apendiktomi.Volume.7, Nomor. 4 Edisi November
2019. (http://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article/view/1404. Diakses Pada Tanggal 11
Februari 2020 )
Fransisca, C., Gotra, M., & Mahastuti Ni Made. (2019). Karakteristik Pasien Dengan
Gambaran Hispatologi Apendisitis Di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015-2017,
Volume 8 nomor 7, Juli, 2019.
(https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/51783/30720. Diakses Pada 8
Februari 2020 )
Hariyanto, A., & Sulistyowati, R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1
dengan Diagnosis NANDA Internasional. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
Handaya, Adeodatus Yuda. (2017). Deteksi dini & Atasi 31 Penyakit Bedah Saluran
Cerna (Digestif). Yogyakarta: Rapha Publishing
Hasibuan, D., T., M. (2018). Hubungan Status Nutrisi Dengan Waktu Penyembuhan Luka
Pada Pasien Post Apendiktomi Di Rumah Sakit Kota Medan. Volume. 4, Nomor 1, Maret
2018.( https://www.neliti.com/publications/295300/hubungan-status-nutrisi-dengan-waktu-
penyembuhan-luka-pada-pasien-post-apendikto. Diakses Pada Tanggal 11 Februari 2020 )
Hidayat, A. A., (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
Jitowiyono, S., & weni, K. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan Nanda,
NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika
Kowalak, Jenifer P. (2011). Buku Ajar Fisiologi. Jakarta: EGC
Lemone, P., Burke, K.M., & Bauldoff, G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 5, Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mitrawati, T., Andoko., & Hermawan, D. (2015). Hubungan Mobilisasi Dini Dengan
Lamanya Penyembuhan Luka Pasien Pasca Operasi Apendiktomi Di Ruang Bedah RDUD
JEND. A. Yani Metro. Jurnal Kesehatan Holistik. Volume 9, Nomor 2 April 2015: 71-75.
(http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/holistik/article/download/238/177. Diakses
Pada Tanggal 11 februari 2020 )
Muttaqin, A., & Sari S.(2011). Gangguan Gastroitestinal. Jakarta: Salamba Medika
Sulung, N., & Rani Sarah Dian. (2017). Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Appendiktomi. Jurnal Endurance 2(3) Oktober 2017
(397-405).
(http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/download/2404/832. Diakses
Pada tanggal 8 Februari 2020 )
Suparyono. (2013). Etiologi dan Penangahan Gastritis. Jakarta: Jurnal kesehatan
Sujarwani. (2014). Motode Penelitian: Lengkap, Praktis Dan Mudah Dipahami.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta, CV
Shenoy Rajgopal, K., & Nileshwar, Anitha. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi
Berwarna Edisi Ketiga. Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Grup
Wijaya, Andra., & Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah :
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Windy, C. S., & Sabir, M. (2016). Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, dan
Platelet Distribution Width (PDW) Pada Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi Di
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Taduloka Vol.2 Nomor.2, Juli 2016
2016: 1-72 (http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/view/8329.
Diakses Pada Tanggal 8 Februari 2020 )
Rencana Jadwal Penelitian

Tahun 2019-2020

Bulan

No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul

2 Studi Pendahuluan

3 Konsultasi Proposal

4 Ujian Proposal

5 Revisi Proposal

5 Ijin Penelitian

6 Pengambilan Data

7 Analisis Data

8 Pembuatan Laporan

9 Konsultasi Hasil

10 Ujian KTI

11 Revisi

12 Penggandaan dan pengumpulan

LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Setelah mendapat informasi tentang penelitian yang berjudul“ Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Post Operasi Appendiktomi di RSU Islam Klaten, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat:
Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA
menjadi responden dalam penelitian ini.
*) Coret yang tidak perlu

Klaten, 2020
Responden

( )
Lembar Penjelasan Untuk Responden

Dengan hormat,

Sehubung dengan penyusunan karya tulis ilmiah Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten, dengan ini saya:

Nama : Muhammad Abu Tauhid

NIM : 1702110

Akan melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post
Operasi Appendiktomi di RSU Islam Klaten.”

1. Judul penelitian
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Opearasi Appendiktomi di RSU
Islam Klaten.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum dilakukan studi kasus ini untuk mempelajari dan
melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.
b. Tujuan khusus
1) Melakukan pengkajian keperawatan pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi.
2) Menentukan diagnosa keperawatan pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi.
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi.
4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi.
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.
6) Membandingkan teori dengan kasus nyata pada Pasien Post Operasi
Appendiktomi.
3. Perlakukan yang diterapkan pada pasien
Studi kasus ini merupakan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Studi kasus merupakan
penelitian mengenai manusia (dapat suatu kelompok, organisasi maupun individu),
peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari penelitian mendapatkan gambaran
yang mendalam tentang suatu kasus yang sedang diteliti, pengumpulan datanya
diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi.

4. Manfaat studi kasus bagi pasien


Pasien dan keluarga dapat mendapatkan ilmu pengetahuan tentang
penyakitnya, mengetahui tanda dan gejala, faktor-faktor yang dapat menyebabkan
Operasi Appendiktomi, dan cara meningkatkan kualitas hidup sehat untuk
mencegah terjadinya operasi appendiktomi.
5. Masalah etik bagi pasien
Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum studi kasus dilakukan.
Sasaran dari studi kasus ini adalah kasus post apendiktomi, maka lembar
persetujuan akan diberikan kepada keluarga yang diteliti (kasus) dengan
menjelaskan maksud, tujuan serta dampak dari penelitian. Setelah didapatkan
persetujuan maka keluarga diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.
6. Dampak penelitian
Studi kasus ini akan mengganggu waktu istirahat pasien karena
menggunakan metode penelitian pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi), wawancara (identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang dahulu, riwayat keluarga, pola kebiasaan, dll), dan observasi (keadaan
umum dan serta perkembangan setiap harinya, selain itu berbagai tindakan medis
dan keperawatan juga di observasi).
7. Jaminan kerahasiaan data
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
Peneliti tidak mempublikasikan informasi tentang kasus ke media sosial serta
meperjual belikan hasil penelitian ini.
8. Adanya insentif untuk pasien
Keikutsertaan pasien bersifat sukarela, tidak ada insentif berupa uang yang
akan diberikan kepada responden. Peneliti tidak memberikan ganti rugi berupa
uang atau lainnya dan tidak memberikan jaminan asuransi kepada responden.
9. Informasi tambahan
Responden dapat menanyakan semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini
dengan menghubungi peneliti:
Whatsapp : 0812-2649-9381
Email : ababa2194@gmail.com

Klaten, 2020

Yang mendapat penjelasan, Yang memberikan penjelasan,


Responden Peneliti

Muhammad Abu Tauhid

Anda mungkin juga menyukai