Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. A DENGAN PENYAKIT DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)


DI RUANG ASOKA RSU ANWAR MEDIKA SIDOARJO

OLEH :
WITDIA ANVIVA
NIM : 202103040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan ini di diajukan oleh:

Nama : Witdia Anviva


Nim : 202103040
Program Studi : Profesi Ners
Judul :

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan


Penyakit Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Di Ruang Asoka RSU Anwar
Medika Sidoarjo
Telah melaksanakan praktik di RSU Anwar Medika Sidoarjo, telah
diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik Keperawatan Medical
Bedah

Sidoarjo,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )

Mengetahui,
Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi DHF
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab
kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian
yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).
B. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody
yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
C. Anatomi Fisiologi

Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015)

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya


merah. Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada
banyaknya oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah berada
dalam tubuh karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada
dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada di luar
pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah (Syaifuddin, 2016) :
a. Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan
kimia, oksigen, dan nutrien ke seluruh tubuh.
b. Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.
c. Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.
d. Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.
e. Mengatur keseimbangan suhu.
Pada orang dewasa dan anak-anak sel darah merah, sel darah
putih, dan sel pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum
seluler yang aktif dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak
aktif dinamakan sumsum kuning. Sumsum tulang merupakan salah satu
organ yang terbesar dalam tubuh, ukuran dan beratnya hampir sama
dengan hati.

Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang


terdiri dari sel darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau
leukosit, dan sel pembeku darah atau trombosit) dan komponen cair
yaitu plasma darah, Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena
di dalamnya mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat
oksigen, eritrosit membawa oksigen dari paru ke jaringan dan karbon
dioksida dibawa dari jaringan ke paru untuk dikeluarkan melalui jalan
pernapasan. Sel darah merah : Kekurangan eritrosit, Hb, dan Fe akan
mengakibatkan anemia.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit dengan cara memakan atau fagositosis penyakit
tersebut. Itulah sebabnya leukosit disebut juga fagosit. Sel darah putih
yang mengandung inti, banyaknya antara 6.000-9.000/mm³.
c. Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang
dalam peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi
antara 200.000-300.000 keping/mm³. Trombosit dibuat di sumsum
tulang, paru, dan limpa dengan ukuran kira-kira 2-4 mikron.
Fungsinya memegang peranan penting dalam proses pembekuan
darah dan hemostasis atau menghentikan aliran darah. Bila terjadi
kerusakan dinding pembuluh darah, trombosit akan berkumpul di situ
dan menutup lubang bocoran dengan cara saling melekat,
berkelompok, dan menggumpal atau hemostasis.

D. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma
2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan
pada kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh
nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit
dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak teratur.

E. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan


menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh
pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan
zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan
suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan
baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau
syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20%
menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian
cairan intravena (Murwani 2018).
F. Pathway

Virus Dengue

Reaksi antigen Viremia

Mual Merangsang saraf


Pelebaran dinding Mengeluarkan zat
simpatis
pembuluh darah mediator

Nafsu
makan
Perpindahan cairan Merangsang Diteruskan ke
menurun
dan plasma hipotalamus ujung saraf
anterior

Intake
Dx : Risiko indekuat Nyeri Otot
Syok Peningkatan suhu
Hipovolemik tubuh

Dx :Ketidakseimbang Dx : Nyeri
an nutrisi Akut

Dx :Ansietas Dx :Hipertermi
G. Manifestasi klinis

Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan


tanda dan gejala seperti :
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat.
Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam diameter
2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian volar termasuk
fossa cubiti.
2) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
3) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah
150.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indicator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksanakan penekanan berulang secara periodic. Henaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF (Masriadi,
2017).
H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita


DHF antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau
hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia,
hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin
meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita
yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau
antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan
reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau
tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat,
visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau
antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi.
Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain
yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan
IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat
menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang
disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif
untuk virus dengue. Menggunakan metode plague reduction
neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus
menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di
sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji
Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive
dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi
adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan
sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

I. Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan


yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang
menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan
kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun
panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
A) Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun
fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan
bahwa anak mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat
III dan derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi :

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau
asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan
stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu
24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana
sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.
B) Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan
Syok Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016),
meliputi:
1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam
maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi:
berikan transfusi darah atau komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan
dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara
bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah
36- 48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena
pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang
terlalu sedikit.
C) Penatalaksanaan pasien DBD derajat I
Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien
influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya,
tetapi terdapat juga gejala perdarahan atas hasil uji torniquet positif. Pasien
perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam (terutama tekanan
darah dan nadi), periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam
sekali). Berikan air minum 1 – 2 liter dalam 24 jam. Catatlah hasil
pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit secara teratur dan adakan penilaian
apakah terjadi kenaikan yang melebihi normal atau tidak.
D) Penatalaksanaan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang sudah dalam
keadaan lemah, malas minum (gejala klinis derajat I ditambah adanya
perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru
beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu,
lebih baik jika pasien segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi
renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasang
infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin
serta trombosit seperti derajat I, dan harus diperhatikan gejal – gejala
Penatalaksanaan pasien DBD derajat II Umumnya pasien dengan DBD
derajat II, ketika datang sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala
klinis derajat I ditambah adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang
setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus
sebab jika sudah terjadi renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga
susah untuk memasang infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit seperti derajat I, dan harus
diperhatikan gejal – gejala renjatan seperti nadi menjadi mengecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria atau mengeluh sakit perut sekali dan
lain sebagainya. Jika hal-hal tersebut terjadi segera hubungi dokter. Pada
pasien ini selain diberi infus juga diberi minum serta makan sebanyak
yang ia mau.
E) Penatalaksanaan pasien DBD derajat III dan IV (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerluka
perawatan yang intensif. Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma
pada pasien. DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh
pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga
mempengaruhi curah jantung. Pertolongan utama adalah mengganti
plasma yang keluar dengan memberika cairan dan elektrolit (RL). Akibat
terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi engumpulan cairan didalam
rongga pluera dan menyebabkan pasien dispnea; untuk meringankan
pasien dibaringkan semi Fowler dan diberikan O2. Penilaian tanda vital
dan infus masih diteruska sampai 24-48 jam setelah syok teratasi,
pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit masih perlu dilakukan (Ngastiyah,
2005, hal 372-374).
F) Penatalaksanaan Non Medis
1) Pencegahan
a) Pengasapan/fogging berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b) Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air.
c) Melaksanakan 3M + (menutup, menguras, mengubur). Selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memlihara ikan pemakan
jentik, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang obat
nyamuk, memriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi
setempat.
2) Pendidikan kesehatan
Pendidkan kesehatan pada dasarnya untuk meningkatkan derajat
kesehatan; menurunkan ketergantungan; dan memberikan kesempatan
pada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam mempertahankan keadaan sehat yang
optimal. Tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan perilaku
sehat individu maupun masyarakat, pengetahuan yang relevan dengan
intervensi dan strategi pemeliharaan derajat kesehatan, pencegahan
penyakit, serta mengelola (memberikan perawatan) di rumah
(Nursalam& Efendi, 2012 hal 193-194)
J) Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam


berdarah dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome
(DSS) atau sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak
berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan
cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau
sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol,
terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari,
hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau
anuria (Pangaribuan 2017).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasein DHF dengan Masalah

Keperawatan Hipertermia

Asuhan Keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada

praktek keperawatan yang diberikan kepada klien yang sesuai dengan standar

operasional prosedur (SOP) (Carpenito, 2009).

Ada beberapa tahapan dalam melakukan asuhan keperawatan, yaitu :

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif,

dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Informasi

subjektif, misalnya dengan wawancara pasien/ keluarga. Sedangkan informasi

objektif, misalnya dengan pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik

(Herdman, 2015) . Data yang perlu dikaji yaitu :

a. Identitas Pasien

Yang perlu dikaji meliputi nama, no rekam medis, umur, jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, status, tanggal masuk

rumah sakit, tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama

Keluhan yang sering muncul pada pasien DHF dengan masalah

keperawatan hipertermia adalah pasien mengeluh badannya demam

atau panas.

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu meliputi pernah menderita DHF
atau tidak, riwayat kurang gizi, riwayat aktivitas sehari-hari,
pola hidup (life style).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang yang dikaji meliputi suhu
tubuh meningkat, mukosa mulut kering, terdapat ruam pada kulit
(kemerahan).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF dalam anggota keluarga.
d. Fisiologis
Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor, dan gejala dan
tanda minor.
Adapun gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor,
yaitu :
1) Gejala dan Tanda Mayor

Suhu tubuh di atas nilai normal

2) Gejala dan Tanda Minor

a) Kulit merah

b) Kejang

c) Takikardia

d) Takipnea

e) Kulit terasa hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

a. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon

pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Sesuai dengan perumusan

diagnosa keperawatan melalui PES yaitu :

1. Hipertermi (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit (invasi virus)


Definisi :
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab :
- Dehidrasi
- Terpapar lingkungan panas
- Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
- Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
- Peningkatan laju metabolisme
- Respon trauma
- Aktivitas berlebihan
- Penggunaan inkubator

Gejala Dan Tanda Mayor


Subjektif
-
Objektif
- Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala Dan Tanda Minor


Subjektif
-
Objektif
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait


- Proses infeksi
- Hipertiroid
- Stroke
- Dehidrasi
- Trauma
- Prematuritas
2. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset medadak atau
lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Penyebab :
- Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
- Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
- Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala Dan Tanda Mayor


Subjektif
- Mengeluh Nyeri

Objektif
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur

Gejala Dan Tanda Minor


Objektif
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikit terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaferosis

Kondisi Klinis Terkait


- Kondisi pembedahan
- Cedera traumatis
- Infeksi
- Sindrom coroner akut
- Glaukoma
3. Defisit nutrisi (D.0019) dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism
Penyebab :
- Ketidakmampuan menelan makanan
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbis nutrien
- Peningkatan kebutuhan metobolisme
- Faktor ekonomis (mis. Finansial tidak mencukupi)
- Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor


Objektif
- Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram / nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun

Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membrane mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare

Kondisi Klinis Terkait


- Stroke
- Parkinson
- Mobius syndrome
- Cerebral palsy
- Cleft lip
- Cleft palate
- Amyotropic lateral sclerosis
- Kerusakan neuromuscular
- Luka bakar
4. Risiko Hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi
Definisi :
Berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisiel,dan/atau intraseluler.
Faktor Risiko :
- Kehilangan cairan secara aktif
- Gangguan absorbsi cairan
- Usia lanjut
- Kelebihan berat badan
- Status hipermetabolik
- Kegagalan mekanisme regulasi
- Evaporasi
- Kekurangan intake cairan
- Efek agen farmakologis
b. Intervensi Keperawatan

No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I. 15506)
tindakan keperawatan 1x 8 Observasi
jam diharapkan  Identifikasi penyebab hipertermia
Termogulasi (L.14134)  Monitor suhu tubuh
menurun dengan kriteria  Monitor kadar elektrolit
hasil :  Monitor haluaran urin
1. Menggigil  Monitor komplikasi akibat hipertermia
menurun (5) Terapeutik
2. Pucat menurun (5)  Sediakan lingkungan yang dingin
3. Suhu tubuh
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
membaik (5)
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Suhu kulit
menmbaik (5)  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
mengalami hiperhidrosis
 Lakukan pendinginan eksternal
 Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
 Berikan oksigen
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
2. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
tindakan keperawatan 1x 8 Observasi
jam diharapkan Tingkat  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Nyeri (L.08066) menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil :  Identifikasi skala nyeri
5. Keluhan nyeri  Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
6. Meringis menurun dan memperingan nyeri
(5)  Monitor efek samping Penggunaan
7. Gelisah menurun analgesik
(5) Terapeutik
8. Kesulitan tidur  Berikan teknik non farmakologis untuk
menurun (5) mengurangi rasa nyeri misalnya nafas
9. Nafsu makan dalam
meningkat (5)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan
 Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik Jika perlu
3. Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
tindakan keperawatan 1x 8 Observasi
jam diharapkan Status  Identifikasi status nutrisi
Nutrisi (L.03030)  Identifikasi alergi dan intoleransi
menurun dengan kriteria aktivitas
hasil :  Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makan yang  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan nutrien
meningkat (5)  Monitor asupan makanan
2. Perasaan cepat  Monitor berat badan
kenyang menurun
 Monitor hasil pemeriksaan lab
(5)
Terapeutik
3. Nyeri abdomen
 Lakukan oral hygiene sebelum makan
menurun (5)
4. Nafsu makan  Sajikan makanan secara menarik
membaik (5)  Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
protein
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
4. Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia (I. 03116)
tindakan keperawatan 1x 8 Observasi
jam diharapkan Status  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Cairan (L.03028) menurun  Monitor intake output cairan
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Membran mukosa  Hitung kebutuhan cairan
lembab meningkat  Berikan asupan cairan oral
(5) 
2. Perasaan lemah Edukasi
menurun (5)  Anjurkan memperbanyak asupancairan
3. Suhu tubuh oral
membaik (5) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
( mis. NaCl, RL)

c. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang

direncanakan dalam rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah,

2015). Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas

intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan

pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan.

Pelaksanaan atau implementasi keperawatan adalah suatu

komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari

perilaku keperawatan di mana t indakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Perry & Potter,

2005).

d. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses

keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan

keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter

& Perry, 2010).

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada setiap langkah

dari proses keperawatan dan pada kesimpulan (Herdman, 2015).

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi

data subyektif (S), data obyektif (O), analisa permasalahan (A)

klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan

hasil analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses.

Semua itu dicatat pada formulir catatan perkembangan (progress not


DAFTAR PUSTAKA

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.


Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.
Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.”
15(5).
Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.
Nagstiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.EGC:Jakarta
Perry, P. &. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Perry, P. (2011). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III


(Revisi). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I Cetakan II. Jakarta:
DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai