OLEH :
WITDIA ANVIVA
NIM : 202103040
Sidoarjo,
( ) ( )
Mengetahui,
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi DHF
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab
kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian
yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).
B. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody
yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
C. Anatomi Fisiologi
D. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma
2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan
pada kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh
nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit
dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak teratur.
E. Patofisiologi
Virus Dengue
Nafsu
makan
Perpindahan cairan Merangsang Diteruskan ke
menurun
dan plasma hipotalamus ujung saraf
anterior
Intake
Dx : Risiko indekuat Nyeri Otot
Syok Peningkatan suhu
Hipovolemik tubuh
Dx :Ketidakseimbang Dx : Nyeri
an nutrisi Akut
Dx :Ansietas Dx :Hipertermi
G. Manifestasi klinis
I. Penatalaksanaan
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau
asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan
stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu
24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana
sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.
B) Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan
Syok Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016),
meliputi:
1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam
maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi:
berikan transfusi darah atau komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan
dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara
bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah
36- 48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena
pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang
terlalu sedikit.
C) Penatalaksanaan pasien DBD derajat I
Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien
influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya,
tetapi terdapat juga gejala perdarahan atas hasil uji torniquet positif. Pasien
perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam (terutama tekanan
darah dan nadi), periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam
sekali). Berikan air minum 1 – 2 liter dalam 24 jam. Catatlah hasil
pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit secara teratur dan adakan penilaian
apakah terjadi kenaikan yang melebihi normal atau tidak.
D) Penatalaksanaan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang sudah dalam
keadaan lemah, malas minum (gejala klinis derajat I ditambah adanya
perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru
beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu,
lebih baik jika pasien segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi
renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasang
infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin
serta trombosit seperti derajat I, dan harus diperhatikan gejal – gejala
Penatalaksanaan pasien DBD derajat II Umumnya pasien dengan DBD
derajat II, ketika datang sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala
klinis derajat I ditambah adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang
setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus
sebab jika sudah terjadi renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga
susah untuk memasang infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit seperti derajat I, dan harus
diperhatikan gejal – gejala renjatan seperti nadi menjadi mengecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria atau mengeluh sakit perut sekali dan
lain sebagainya. Jika hal-hal tersebut terjadi segera hubungi dokter. Pada
pasien ini selain diberi infus juga diberi minum serta makan sebanyak
yang ia mau.
E) Penatalaksanaan pasien DBD derajat III dan IV (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerluka
perawatan yang intensif. Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma
pada pasien. DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh
pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga
mempengaruhi curah jantung. Pertolongan utama adalah mengganti
plasma yang keluar dengan memberika cairan dan elektrolit (RL). Akibat
terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi engumpulan cairan didalam
rongga pluera dan menyebabkan pasien dispnea; untuk meringankan
pasien dibaringkan semi Fowler dan diberikan O2. Penilaian tanda vital
dan infus masih diteruska sampai 24-48 jam setelah syok teratasi,
pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit masih perlu dilakukan (Ngastiyah,
2005, hal 372-374).
F) Penatalaksanaan Non Medis
1) Pencegahan
a) Pengasapan/fogging berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b) Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air.
c) Melaksanakan 3M + (menutup, menguras, mengubur). Selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memlihara ikan pemakan
jentik, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang obat
nyamuk, memriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi
setempat.
2) Pendidikan kesehatan
Pendidkan kesehatan pada dasarnya untuk meningkatkan derajat
kesehatan; menurunkan ketergantungan; dan memberikan kesempatan
pada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam mempertahankan keadaan sehat yang
optimal. Tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan perilaku
sehat individu maupun masyarakat, pengetahuan yang relevan dengan
intervensi dan strategi pemeliharaan derajat kesehatan, pencegahan
penyakit, serta mengelola (memberikan perawatan) di rumah
(Nursalam& Efendi, 2012 hal 193-194)
J) Komplikasi
Keperawatan Hipertermia
praktek keperawatan yang diberikan kepada klien yang sesuai dengan standar
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
atau panas.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu meliputi pernah menderita DHF
atau tidak, riwayat kurang gizi, riwayat aktivitas sehari-hari,
pola hidup (life style).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang yang dikaji meliputi suhu
tubuh meningkat, mukosa mulut kering, terdapat ruam pada kulit
(kemerahan).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF dalam anggota keluarga.
d. Fisiologis
Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor, dan gejala dan
tanda minor.
Adapun gejala dan tanda mayor, dan gejala dan tanda minor,
yaitu :
1) Gejala dan Tanda Mayor
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardia
d) Takipnea
a. Diagnosa Keperawatan
Objektif
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membrane mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
c. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang
2005).
d. Evaluasi Keperawatan
hasil analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I Cetakan II. Jakarta:
DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
DPP PPNI