Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

(GANGGUAN ELIMINASI)

Dibimbing Oleh :
Siska Christianingsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
Nama : Indri Utami Ridwan
NIM : 2019.01.010
Prodi : S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH


SURABAYA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN ELIMINASI

1. KONSEP ELIMINASI
a. Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses) (Mubarak, 2015).
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal
Tarwoto & Wartonah (2015)
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang
berasal dari saluran cerna dan urine melalui saluran perkemihan (Kasiati &
Rosmalawati, 2016)

b. Anatomi Fisiologi Eliminasi


Anatomi Fisiologi Eliminasi Urine
1. Ginjal
merupakan organ seperti buncis yang berwarna cokelat kemerah-merahan dan
berbada dikedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak
pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis kedua
belas sampai vertebra lumbalisketiga.Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat
longgar yang disebut kapsula.
Ginjal pada dasarnya dapat dibagi dua zona, yaitu korteks (luar) dan medulla
(dalam). Korteksmeliputi daerah antara dasar malfigi pyramid yang juga disebut
pyramid medulla hingga kedaerah kapsula ginjal. Daerah kortes antara pyramid-
pyramid tadi membentuk suatu kolumdisebut Kolum Bertini Ginjal. Pada potongan
ginjal yang masih segar, daerah kortek terlihat bercak-bercak merah yang kecil
(Petichie) yang sebenarnya merupakan kumpulan veskulerkhusus yang terpotong,
kumpulan ini dinamakan renal corpuscle atau badan malphigi. Kortekginjal terutama
terdiri atas nefron pada bagian glomerulus, tubulus Konvulatus proximalis,tubulus
konvulatus distalis. Sedangkan pada daerah medulla dijumpai sebagian besar
nefron pada bagian loop of Henle’s dan tubulus kolectivus. Tiap-tiap ginjal
mempunyai 1-4 juta filtrasiyang fungsional dengan panjang antara 30-40 mm yang
disebut nefron.
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buahdalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi
sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsicairan dan molekul yang masih diperlukan
tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akandibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawanarus dan kotranspor. Hasil akhir
yang kemudian diekskresikan disebut urin.Sebuah nefron terdiri dari sebuah
komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badanMalphigi) yang dilanjutkan
oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah
yang disebut glomerulus yang beradadalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus
mendapat aliran darah dari arteri aferen.
Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaringmelalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula Bowman karenaadanya tekanan dari darah yang mendorong
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masukke dalan tubulus ginjal. Darah yang
telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman
terdapattiga lapisan:
1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus.
2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar.
3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus,
melewati ketigalapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman
dalam bentuk filtratglomerular.
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein
yang besar. Proteindalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini.
Darah manusia melewati ginjalsebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per
menit, menghasilkan 125 cc filtratglomerular per menitnya. Laju penyaringan
glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsiginjal.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang
mengalirkan filtratglomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnyaadalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
konvulasi distal.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang
digunakan untukfiltrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
menghasilkan ATP danmemungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap
kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%)
dalam filtrat masuk ke dalam tubuluskonvulasi dan tubulus kolektivus melalui
osmosis.
Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri
dari:
o Tubulus penghubung
o Tubulus kolektivus kortikal
o Tubulus kolektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglome, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi rennin. Cairan menjadi semakin kental di
sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke
kandung kemih melewati ureter.

2. Ureter
Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis
renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur
tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cmdan berdiameter 1,25 cm pada
orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneumuntuk memasuki
kandung kemih di dalam rongga pelvis pada sambungan ureterovesikalis.
Urinyang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Gerakan
peristaltik uretermenyebabkan urin masuk ke kandung kemih dalam bentuk
semburan. Ureter masuk ke dalamdinding posterior kandung kemih dengan posisi
miring agar mencegah refluks urin darikandung kemih ke ureter.

3. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan
organ ekskresi. Apabilakosong, kandung kemih berada dalam rongga panggul di
belakang simfisis pubis. Pada pria,kandung kemih terletak pada rectum bagian
posterior dan pada wanita terletak pada dindinganterior uterus dan vagina.
Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urin, walaupun pengeluaran
urin normal sekitar 300.

4. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra.Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulensi
membuat urin bebas dari bakteri.Merman mukosa melapisi uretra, dan kelenjar
uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.Lendir dianggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk menecegahmasuknya bakteri.
Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.

Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal

1. Lambung
Dalam lambung, makanan disimpan sementara dan dipecahkan secara
mekanik dankimiawi untuk pencernaan dan absorpsi. Lambung mensekresi HCl,
mukus, enzim pepsi, danfaktor intrinsik. Konsentrasi HCl mempengaruhi
keasaman lambung dan keseimbangan asamdalam tubuh. Setiap molekul HCl
yang disekresi di lambung, sebuah molekul bikarbonatmemasuki plasma darah.
HCl membantu pencampuran dan pemecahan makanan di lambung,mukus
melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim. Pepsin
mencerna protein, walaupun tidak banyak pencernaan yang terjadi di lambung.
Faktor intrinsikmerupakan komponen penting yagn dibutuhkan untuk penyerapan
vitamin B12 di usus dan pembentukan sel darah merah. Kekurangan faktor
intrinsik menyebabkan anemia.
Sebelum makanan meninggalkan lambung ia diubah menjadi bahan yang
semifluid yang disebut chyme. Hyme lebih mudah dicerna dan diabsorpsi dari
pada makanan yang padat. Klien yang sebagian lambungnya hilang atau
menderita gastritis mempunyai masalah pencernaan yang serius karena makanan
tidak diubah menjadi chyme. Makanan memasuki usus halus sebelum dipecah
menjadi makanan yan benar-benar semifluid.

2. Usus Halus
Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus. Usushalus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan
panjangnya 6 m. Usus halus terdiridari 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, ileum.
Chyme tercampur dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase) ketika
berjalan melewati usus halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan
relaksasi dari otot polos) mengaduk chyme untuk selanjutnya memecahmakanan
untuk dicerna ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara
agarabsorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran cerna untuk
diabsorpsi. Banyakmakanan dan elektrolit yang diabsorpsi di usus halus. Enzim
dari pankreas (amilase) danempedu dari kandung empedu. Usus memecah lemak,
protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen dasar. Hampir seluruh makanan
diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileummengabsorpsi beberapa vitamin, zat
besi dan garam empedu. Jika fungsinya terganggu, proses pencernaan berubah
secara drastis. Contohnya inflamasi, bedah caesar, atau obstruksi dapat
mengganggu peristaltic, mengurangi ares absorbs, atau memblok jalan chyme.

3. Usus Besar
Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon)
karena diameternyalebih besar dari usus halus. Meski panjangnya lebih
pendek yaitu antara 1,5-1,8 m. Usus besarterbagi atas caecum, kolon, dan
rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi b.a.b.
CAECUM
Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada caecum melalui
katup ileocecal, dimanalapisan otot sirkular mencegah regurgitasi (makanan
kembali ke usus halus).
KOLON
Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang.
Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon
mempunyai 4 fungsi yaitu absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah
besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsisetiap hati. Ketika
makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi haustral. Ini sama
dengankontraksi segmental dari usus halus, tetapi lebih lama hingga mencapai
5 menit. Kontraksimenghasilkan pundi-pundi besar di dinding kolon yagn
merupakan area untuk absorpsi.
Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55mEq dari
natrium dan 23mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn
diabsorpsi dari chyme tergantung darikecepatan pergerakan kolon. Chyme
biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi peristaltik cepat
(abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses
menjadi encer. Jika kontraksi peristaltic lambat, banyak air yang diabsorbsi
dan terbentuk feses yang keras sehingga menyebabkan konstipasi.
Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah
mucous. Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi
berserabut. Mucous melumasi kolon,mencegah trauma pada dinding dalam.
Pelumas adalah sesuatu yagn penting di dekat distal darikolon dimana
bagiannya menjadi kering dan keras.
Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit.
Bikarbonat disekresiuntuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium
dikeluarkan setiap hari oleh usus besar.Berubahnya fungsi kolon dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). Flatus
dihasilkan daritertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus dan
kerja bakteri pada karbohidratyang tidak bisa diserap. Fermentasi dari
karbohidrat (seperti kol dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang dapat
merangsang peristaltic. Orang dewasa biasanya membentuk 400-700 ml flatus
setiap hari.
REKTUM DAN KANAL ANAL
Rektum pada oranga dewasa biasanya mempunyai panjang 10-15 cm.
Bagian distal yang panjangnya 2,5-5 cm adalah kanal anus. Panjang rektum
bervariasi menurut umur :
1). Infant : 2,4 – 8cm
2). Toddler : 4 cm
3). Prasekolah : 7,6 cm
4). Sekolah : 10 cm

Pada rektum terdapat 3 lapisan jaringan yang bentuknya saling


berseberangan terhadaprektum dan beberapa lipatan letaknya vertikal. Setiap
lipatan yang vertikal terdiri dari sebuahvena dan arteri. Dipercaya bahwa
lipatan-lipatan ini membantu pergerakan feses pada rektum.Ketika vena
dilatasi dapat terjadi dengan tekanan yang berulang-ulang, kondisi ini
dikenaldengan hemorrhoid.
Kanal anal dikelilingi oleh spinkter anal internal dan eksternal.
Spinkter anal internal berada di bawah kontrol syaraf involunter, dan Spinkter
anal eksternal secara normal dipengaruhi oleh syaraf volunter. Kerja dari
spinkter eksterna diperbesar oleh otot levator ani pada dasar pelvik. Spinkter
internal data dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom, spesime syaraf eksternal
dipengaruhi oleh sistem syaraf somatic.

Fisiologis defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowelmovement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perharisampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketikagelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensorisdalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :

Refleks defekasi instrinsik


Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu sinyal yangmenyebar melalui pleksus mesentrikus untuk
memulai gelombang peristaltik pada kolondesenden, kolon sigmoid, dan
didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan
bilaspingter eksternal tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi parasimpatis


Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal
cord (sakral 2 – 4)dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid
dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan spingter anal internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anal individu duduk
ditoilet atau bedpan,spingter anal eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diafragma
yang akanmeningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus
levator ani pada dasar panggulyang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah
kearah rektum. Jika refleksdefekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat
secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka
rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum
meluas untuk menampung kumpul.

2. Konsep gangguan eliminasi


1. Pengertian
Gangguan eliminasi adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami atau
resiko ketidakmampuan untuk berkemih.

Gangguan eliminasi terdiri dari :


a. Gangguan eliminasi urin
 Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami atau beresiko mengalami disfungsi eliminsi urine. Biasanya orang
akan mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasiurine,
yaitu tindakan memasukan selang kkateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Prevalensi gangguan eliminasi urin
pada anak diperkirakan 5% - 6,8 % (Yanti, dkk, 2016)
 Gangguan eliminasi urine didefinisikan sebagai disfungsi eliminasi urin
(SDKI, 2016)

b. Gangguan eliminasi fekal


dimana seorang individu mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis pada
usus besar , mengakibatkan jarang bang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah rendah.
Memasukan cairan hangat melalui anus sampai kekolon desenden dengan
menggunakan kanul rekti.

2. Etiologi
Penyebab gangguan eliminasi urine menurut SDKI (2016) :
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritis kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi salura kemih,
anastesi, dan obat-obatan)
e. Kelemahan otot pelvis
f. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
g. Hambatan lingkungan
h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i. Outlet kndung kemih tidak lengkap (mis. Anomali saluran kemih kongenital)
j. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)

Penyebab Gangguan eliminasi fekal

a. Pola diet tidak adekuat


Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi
feses.Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makanyang teratur mempengaruhi
defekasi. Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan padawaktu yang sama setiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu,respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan polaaktivitas peristaltik di colon.

b. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anaktidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanyaantara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapatmempengaruhi
proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya
tonusotot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada
melambatnya peristaltikdan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya
tonus dari otot-otot perut yagn jugamenurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa jugamengalami penurunan
kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.

c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yangadekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuhmelanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknyachyme menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang
intestinal,sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

d. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitasnya jugamerangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme
sepanjang colon. Otot-otot yanglemah sering tidak efektif pada peningkatan
tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan
defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan
(exercise), imobilitas ataufungsi syaraf.

e. Faktor psikologis
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentutermasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi.Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn
cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitasintestinal, yang
berdampak pada konstipasi.

f. Gaya hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan
buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada
waktu yang teratur, seperti setiap harisetelah sarapan, atau bisa juga digunakan
pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan darifasilitas toilet, kegelisahan
tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi polaeliminasi
feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah
sakitmungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan
kegelisahan akan baunya.

g. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yangnormal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizertertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yangmerangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan
feses,mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl),menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang
digunakan untuk mengobati diare.

h. Prosedur diagnostic
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar
tidak ada makanandan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada
pemeriksaan, dan sering melibatkanenema sebelum pemeriksaan. Pada
tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secaranormal sampai ia
diizinkan makan. Barium (digunakan pada pemeriksaan
radiologi)menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses
jika tetap berada di colon, akan mengakubatkan konstipasi dankadang-kadang
suatu impaksi.

i. Penyakit
Beberapa penyakit pencernan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.

3. Patofisiologi
a. Gangguan eliminasi urine
Proses berkemih melibatkan 2 pross yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urine dikontrol oleh sistem syaraf otonom dan
somatic. Selama fase pengisian pengaruh sistem syaraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urine dikordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls aferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen
2-4 jam dan diinformasikan ke batang otak. Impuls sarafdari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal.
Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphinkter eksternal. Hasilnya
keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan
post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema
sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat
narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi
episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung
kemihnya dengan maneuver Valsalva. Retensi urine pos pos operasi biasanya
membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.

b. Gangguan eliminasi fekal


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus ke rektum. Hal ini juga disebut
dengan bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Proses defekasi biasanya dimulai dari refleks defekasi yaitu refleks defekasi
intrinsic. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untk memulai
gelombang peristaltic pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekn feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltic mendekati
anus, sfingter anal eksternal tidak menutup dan bila sfingter anal tenang maka
feses keluar.
Reflex defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dala rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal, cord (sacral 2-4) dan kemudia kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid, Dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltic, melemaskan sfingter anus internal daan
meningkatkan reflex defekasi intrinsic.
Pengeluaran feses dibantu olek kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan teanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani
pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi
normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkakan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
reflex defekasi diabaikan ataujika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus sfingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilakan rektu meluas untuk menampung kumpulan
feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan eliminasi urine menurut Anggraini (2016)
 Ketidak nyamanan daerah pubis
 Ketidak sanggupan untuk berkemih
 Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Manifestasi klinis gangguan eliminasi fekal


 Nyeri atau kejang abdomen
 Kadang disertaii darah atau mucus
 Kadang vomitus atau nausea
Gejala dan tanda mayor
Menurut SDKI (2016) tanda dan gejala mayor subjektif dan objektif sebagai berikut:
Subjektif
 Desakan berkemih (urgensi)
 Urine menetes
 Seing buang air kecil
 Nocturia
 Mengompol
 Enurises
Objektif
 Distensi kandug kemih
 Berkemih tidak tuntas (hesitensi)
 Volume residu urin

5. Penatalaksanaan
a. Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah
perubahan eliminasi urine dan inkontinensia.
b. Monitor terus perubahan retensi urine
c. Lakukan kateterisasi urine.
d. Kurangi faktor yang memengaruhi / penyebab masalah

6. Komplikasi
komplikasi urine
1. Retensi urine, merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidak mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
Tanda klinis retensi :
 Ketidaknyamanan daerah pubis
 Distensi vesika urinaria untuk berkemih
 Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
 Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
 Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
 Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Penyebab :
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
 Trauma sumsum tulang belakang
 Tekanan uretra yang tinggi karena otot sdetrusor yang lemah
 Sphincter yang kuat
 Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)

2. Inkontinensia urine
Adalah keadaan dimana urine yang keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau
pasien tidak mampu mengendalikan atau menahan urine (potter & perry, 2013)

3. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang


diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
Faktor penyebab enuresis :
 Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal
 Anak-anak yang tiidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur
untuk ke kamar mandi
 Vesika urrinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat menampung urine
dalam jumlah besar.
 Suasana emosional yang tidak menyenangkan dirumah (misalnya, persaingan
dengan saudara kandung atau cekcok dengan orang tua)
 Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa di bantu dengan mendidiknya
 Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis system perkemihan.
 Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral
 Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

Komplikasi fekal
1. Alvi Konstipasi Konstipasi
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja
yang keluar jadi terlalu kering dan keras.16 Tanda Klinis :
 Adanya fefes yang keras
 Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
 Menurunnya bising usus
 Adanya keluhan pada rektum
 Nyeri saat mengejan dan defekasi
 Adanya perasaaan masih ada sisa feses Kemungkinan Penyebab:
 Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera
serebrospinalis, cerebro vascular accident (CVA), dan lain-lain.
 Pola defekasi yang tidak teratur
 Nyeri saat defekasi karena hemorrhoid
 Menurunnya peristaltic karena stress psikologis
 Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anestesi
 Proses menua (usia lanjut)

2. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus,
mungkin ada rasa mula dan muntah. Tanda Klinis :
 Adanya pengeluaran feses cair
 Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
 Nyeri/kram abdomen
 Bising usus meningkat
Kemungkinan Penyebab :
 Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
 Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
 Efek tindakan pembedahan usus
 Efek penggunaan obat seperti antasida, laksantif, antibiotic, dan lain-lain
 Stres psikologi
3. Inkontinensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran
feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang
merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan
gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter. Tanda Klinis :
 Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki Kemungkinan Penyebabnya
 Gangguan sphincter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lainlain
 Distensi rectum berlebih
 Kurangnya control sphincter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan
lain-lain
 Kerusakan kognitif

4. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan
gas berlebihan dalam lambung atau usus.

5. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain.

6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.
Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah
serat, dan kelemahan tonus otot.
WOC PNEUMONIA

Sumber : Puspa Rhamadhani 2018


3. konsep asuhan keperawatan
1. pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan menurut Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).
pengkajian yang dilakukan adalah kaji pola abnormalitas eliminasi meliputi riwayat
keperawatan, pengkajian fisik abdomen, inspeksi, dan informasi pemeriksaan yang
relevan.
a. Identitas klien
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan,dimana semua
data di kumpulkan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan pasien.
Pengkajian di lakukan secara komprehensif terkait dengan identitas klien yang
meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis
(Ardiansyah dalam Rais 2015)
b. keluhan utama
Keluhan utama : biasanya pasien datang dengan nyeri pada daerah pinggang, urine
lebih sedikit, hematuria, sulit untuk berkemih dan nyeri saat berkemih.

c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang
membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien mengalami
keluhan yang dirasakan, atau keluhan yang dirasakan pasien pertama saat
dilakukan anamnesis.
2. Riwayat kesehatan dahulu
merupakan suatu pengalaman atau pernah mempunyai riwayat penyakit yng di
rasakan dan di rawat di rumah sakit,misalnya mempunyai riwayat penyakit
pneumonia.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyakit yang pernah dialami klien atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau pun
penyakit lain.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan
status kesehatan. pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau
tidaknya distensi, simetris atau tidak, Gerakan peristaltic dan tanda-tanda vital
klien.

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik actual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi masalah eliminasi
klien.
diagnose yang mungkin muncul pada gangguan eliminasi menurut SDKI (2016)
 gangguan eliminasi urine
 konstipasi
 retensi urine

3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan untuk meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria hasil :
1. tersusunya suatu rencana asuhan keperawatan klien
2. perencanaan mencerminkan terhadap diagnosis keperawatan
Rasional : perencanaan di kembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan
Diagnosa : retensi urin, gangguan eliminasi urin, konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
intervensi :
1). Gangguan eliminasi urine
SIKI (standar itervensi keperawatan Indonesia)
intervensi utama
dukungan perawatan diri :BAB/BAK

observasi :
- Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
- Monitor integritas kulit
Terapeutik
- suka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
- dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
- jaga privasi selama eliminasi
- ganti pakaian oasien setellah eliminasi, jika perlu
- bersihkan alat bantu BAB/BAK setelah digunakan
- latihan BAB/BAK sesuai jadwal jika perlu
- sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal, urinal) jika perlu
Edukasi
- anjurkan BAB/BAK secara rutin
- anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu

Manajemen eliminasi urine


observasi
- identifikasi tanda dan gejala retensi utine atau inkontenensia urine
- identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontenensia urine
- monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
warna)
terapeutik
- catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
- batasi asupan cairan, jika perlu
- ambil sampel urine tengah atau kultur
edukasi
- ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
- ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
- ajarkan mengambil spesimmen urine midstream
- ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu waktu yang tepat untuk
berkemih
- ajarkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
- anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
kolaborasi
- kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

2). konstipasi
intervensi utama
manajemen eliminasi fekal
observasi
- identifikasi maslah usus dan penggunaan obat pelancar
- idenifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
- monitor buang air besar (mis. warna, frekuensi, konsistensi, volume)
- monitor tanda dan gekala diare, konstipasi, tau impaksi
terapeutik
- berikan air hangat setelah makan
- jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
- sediakan makanan tinggi serat
edukasi
- anjurkan mengkonsumsi mengkonsmsi makanan yang mengandung serat
- jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
peristaltic usus
kolaborasi
- kolabrasi pemberian obat

manajemen konstipasi
observasi
- periksa tanda dan gejala konstipasi
- periksa pergerakan usus, karakteristik feses
- identifikasi faktor resiko konstipasi
- monitor tanda dan gejala rupture usus dan/peritonitis
terapeutik
- anjurkan diet tinggi
- lakukan masase abdomen, jika perlu
- berikan enema atau irigasi, jika perlu
edukasi
- jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
- anjurkan peningkatan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
- latihan buang air besar secara teratur
- ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
kolaborasi
- konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/penigatan frekuensi suara
usus
- kolaborasi penggunaan obat pelancar jika perlu

3). Retensi urin


Kateterisasi urine
observasi
- periksa kondisi pasien (mis. kesadaran, tanda-tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, inkontinensia urine, refleksi berkemih)
terapeutik
- siapkan peralatan bahan-bahan dan ruangan tindakan
- siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
(untukwanita) dan supine (untuk laki-laki)
- pasang sarung tangan
- bersihkan dara perineal atau preposium dengan cairan NaCL atau aquades
- lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
- sambungkan kateter urine dengan uine bag
- isi balon dengan NaCL 0,9% sesuai anjuran pabrik
- fiksasi selang kateter diatas simpis atau paha
- pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- biarkan labe lwaktu pemasangan
edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
- anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus yang dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi, rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011)
Evaluasi adalah tahap untuk mengevaluasi perkembangan kesehatan klien
terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan sesuai rencana yang telah di tetapkan dan
merevisi data dasar dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mubarak, I, dkk 2015. “Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar”. Jakarta : Salemba
Medika
2. Kasiati, D. W., & Rosmalawati, (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : pusdik
SDM Kesehatan.
3. Tarwoto,wartonah.2015.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Jakarta:
Salemba Medika
4. Alimul Aziz 2015.kebutuhan dasar manusia jakarta.Salemba MedikaCarpenito LJ
20214.nursing diagnosis:Aplication to clinical practice,
(edisi9),philadelphia,lippincottWartonah
5. Tarwoto.2012.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,jakarta.Salemba
Medika
6. Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonsia
(Definisi dan indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI)
7. Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Stadar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI)

Anda mungkin juga menyukai