(GANGGUAN ELIMINASI)
Dibimbing Oleh :
Siska Christianingsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun Oleh :
Nama : Indri Utami Ridwan
NIM : 2019.01.010
Prodi : S1 Keperawatan
1. KONSEP ELIMINASI
a. Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses) (Mubarak, 2015).
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal
Tarwoto & Wartonah (2015)
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang
berasal dari saluran cerna dan urine melalui saluran perkemihan (Kasiati &
Rosmalawati, 2016)
2. Ureter
Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis
renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur
tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cmdan berdiameter 1,25 cm pada
orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneumuntuk memasuki
kandung kemih di dalam rongga pelvis pada sambungan ureterovesikalis.
Urinyang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Gerakan
peristaltik uretermenyebabkan urin masuk ke kandung kemih dalam bentuk
semburan. Ureter masuk ke dalamdinding posterior kandung kemih dengan posisi
miring agar mencegah refluks urin darikandung kemih ke ureter.
3. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan
organ ekskresi. Apabilakosong, kandung kemih berada dalam rongga panggul di
belakang simfisis pubis. Pada pria,kandung kemih terletak pada rectum bagian
posterior dan pada wanita terletak pada dindinganterior uterus dan vagina.
Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urin, walaupun pengeluaran
urin normal sekitar 300.
4. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra.Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulensi
membuat urin bebas dari bakteri.Merman mukosa melapisi uretra, dan kelenjar
uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.Lendir dianggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk menecegahmasuknya bakteri.
Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
1. Lambung
Dalam lambung, makanan disimpan sementara dan dipecahkan secara
mekanik dankimiawi untuk pencernaan dan absorpsi. Lambung mensekresi HCl,
mukus, enzim pepsi, danfaktor intrinsik. Konsentrasi HCl mempengaruhi
keasaman lambung dan keseimbangan asamdalam tubuh. Setiap molekul HCl
yang disekresi di lambung, sebuah molekul bikarbonatmemasuki plasma darah.
HCl membantu pencampuran dan pemecahan makanan di lambung,mukus
melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim. Pepsin
mencerna protein, walaupun tidak banyak pencernaan yang terjadi di lambung.
Faktor intrinsikmerupakan komponen penting yagn dibutuhkan untuk penyerapan
vitamin B12 di usus dan pembentukan sel darah merah. Kekurangan faktor
intrinsik menyebabkan anemia.
Sebelum makanan meninggalkan lambung ia diubah menjadi bahan yang
semifluid yang disebut chyme. Hyme lebih mudah dicerna dan diabsorpsi dari
pada makanan yang padat. Klien yang sebagian lambungnya hilang atau
menderita gastritis mempunyai masalah pencernaan yang serius karena makanan
tidak diubah menjadi chyme. Makanan memasuki usus halus sebelum dipecah
menjadi makanan yan benar-benar semifluid.
2. Usus Halus
Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus. Usushalus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan
panjangnya 6 m. Usus halus terdiridari 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, ileum.
Chyme tercampur dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase) ketika
berjalan melewati usus halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan
relaksasi dari otot polos) mengaduk chyme untuk selanjutnya memecahmakanan
untuk dicerna ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara
agarabsorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran cerna untuk
diabsorpsi. Banyakmakanan dan elektrolit yang diabsorpsi di usus halus. Enzim
dari pankreas (amilase) danempedu dari kandung empedu. Usus memecah lemak,
protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen dasar. Hampir seluruh makanan
diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileummengabsorpsi beberapa vitamin, zat
besi dan garam empedu. Jika fungsinya terganggu, proses pencernaan berubah
secara drastis. Contohnya inflamasi, bedah caesar, atau obstruksi dapat
mengganggu peristaltic, mengurangi ares absorbs, atau memblok jalan chyme.
3. Usus Besar
Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon)
karena diameternyalebih besar dari usus halus. Meski panjangnya lebih
pendek yaitu antara 1,5-1,8 m. Usus besarterbagi atas caecum, kolon, dan
rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi b.a.b.
CAECUM
Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada caecum melalui
katup ileocecal, dimanalapisan otot sirkular mencegah regurgitasi (makanan
kembali ke usus halus).
KOLON
Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang.
Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon
mempunyai 4 fungsi yaitu absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah
besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsisetiap hati. Ketika
makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi haustral. Ini sama
dengankontraksi segmental dari usus halus, tetapi lebih lama hingga mencapai
5 menit. Kontraksimenghasilkan pundi-pundi besar di dinding kolon yagn
merupakan area untuk absorpsi.
Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55mEq dari
natrium dan 23mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn
diabsorpsi dari chyme tergantung darikecepatan pergerakan kolon. Chyme
biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi peristaltik cepat
(abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses
menjadi encer. Jika kontraksi peristaltic lambat, banyak air yang diabsorbsi
dan terbentuk feses yang keras sehingga menyebabkan konstipasi.
Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah
mucous. Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi
berserabut. Mucous melumasi kolon,mencegah trauma pada dinding dalam.
Pelumas adalah sesuatu yagn penting di dekat distal darikolon dimana
bagiannya menjadi kering dan keras.
Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit.
Bikarbonat disekresiuntuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium
dikeluarkan setiap hari oleh usus besar.Berubahnya fungsi kolon dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). Flatus
dihasilkan daritertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus dan
kerja bakteri pada karbohidratyang tidak bisa diserap. Fermentasi dari
karbohidrat (seperti kol dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang dapat
merangsang peristaltic. Orang dewasa biasanya membentuk 400-700 ml flatus
setiap hari.
REKTUM DAN KANAL ANAL
Rektum pada oranga dewasa biasanya mempunyai panjang 10-15 cm.
Bagian distal yang panjangnya 2,5-5 cm adalah kanal anus. Panjang rektum
bervariasi menurut umur :
1). Infant : 2,4 – 8cm
2). Toddler : 4 cm
3). Prasekolah : 7,6 cm
4). Sekolah : 10 cm
Fisiologis defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowelmovement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perharisampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketikagelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensorisdalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
2. Etiologi
Penyebab gangguan eliminasi urine menurut SDKI (2016) :
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritis kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi salura kemih,
anastesi, dan obat-obatan)
e. Kelemahan otot pelvis
f. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
g. Hambatan lingkungan
h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i. Outlet kndung kemih tidak lengkap (mis. Anomali saluran kemih kongenital)
j. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
b. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anaktidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanyaantara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapatmempengaruhi
proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya
tonusotot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada
melambatnya peristaltikdan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya
tonus dari otot-otot perut yagn jugamenurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa jugamengalami penurunan
kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.
c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yangadekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuhmelanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknyachyme menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang
intestinal,sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
d. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitasnya jugamerangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme
sepanjang colon. Otot-otot yanglemah sering tidak efektif pada peningkatan
tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan
defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan
(exercise), imobilitas ataufungsi syaraf.
e. Faktor psikologis
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentutermasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi.Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn
cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitasintestinal, yang
berdampak pada konstipasi.
f. Gaya hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan
buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada
waktu yang teratur, seperti setiap harisetelah sarapan, atau bisa juga digunakan
pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan darifasilitas toilet, kegelisahan
tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi polaeliminasi
feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah
sakitmungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan
kegelisahan akan baunya.
g. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yangnormal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizertertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yangmerangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan
feses,mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl),menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang
digunakan untuk mengobati diare.
h. Prosedur diagnostic
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar
tidak ada makanandan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada
pemeriksaan, dan sering melibatkanenema sebelum pemeriksaan. Pada
tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secaranormal sampai ia
diizinkan makan. Barium (digunakan pada pemeriksaan
radiologi)menghasilkan masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses
jika tetap berada di colon, akan mengakubatkan konstipasi dankadang-kadang
suatu impaksi.
i. Penyakit
Beberapa penyakit pencernan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
3. Patofisiologi
a. Gangguan eliminasi urine
Proses berkemih melibatkan 2 pross yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urine dikontrol oleh sistem syaraf otonom dan
somatic. Selama fase pengisian pengaruh sistem syaraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urine dikordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls aferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen
2-4 jam dan diinformasikan ke batang otak. Impuls sarafdari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal.
Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphinkter eksternal. Hasilnya
keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan
post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema
sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat
narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi
episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung
kemihnya dengan maneuver Valsalva. Retensi urine pos pos operasi biasanya
membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan eliminasi urine menurut Anggraini (2016)
Ketidak nyamanan daerah pubis
Ketidak sanggupan untuk berkemih
Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
5. Penatalaksanaan
a. Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah
perubahan eliminasi urine dan inkontinensia.
b. Monitor terus perubahan retensi urine
c. Lakukan kateterisasi urine.
d. Kurangi faktor yang memengaruhi / penyebab masalah
6. Komplikasi
komplikasi urine
1. Retensi urine, merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidak mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
Tanda klinis retensi :
Ketidaknyamanan daerah pubis
Distensi vesika urinaria untuk berkemih
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Penyebab :
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
Trauma sumsum tulang belakang
Tekanan uretra yang tinggi karena otot sdetrusor yang lemah
Sphincter yang kuat
Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2. Inkontinensia urine
Adalah keadaan dimana urine yang keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau
pasien tidak mampu mengendalikan atau menahan urine (potter & perry, 2013)
Komplikasi fekal
1. Alvi Konstipasi Konstipasi
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja
yang keluar jadi terlalu kering dan keras.16 Tanda Klinis :
Adanya fefes yang keras
Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
Menurunnya bising usus
Adanya keluhan pada rektum
Nyeri saat mengejan dan defekasi
Adanya perasaaan masih ada sisa feses Kemungkinan Penyebab:
Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera
serebrospinalis, cerebro vascular accident (CVA), dan lain-lain.
Pola defekasi yang tidak teratur
Nyeri saat defekasi karena hemorrhoid
Menurunnya peristaltic karena stress psikologis
Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anestesi
Proses menua (usia lanjut)
2. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus,
mungkin ada rasa mula dan muntah. Tanda Klinis :
Adanya pengeluaran feses cair
Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
Nyeri/kram abdomen
Bising usus meningkat
Kemungkinan Penyebab :
Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
Efek tindakan pembedahan usus
Efek penggunaan obat seperti antasida, laksantif, antibiotic, dan lain-lain
Stres psikologi
3. Inkontinensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran
feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang
merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan
gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter. Tanda Klinis :
Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki Kemungkinan Penyebabnya
Gangguan sphincter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lainlain
Distensi rectum berlebih
Kurangnya control sphincter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan
lain-lain
Kerusakan kognitif
4. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan
gas berlebihan dalam lambung atau usus.
5. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain.
6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.
Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah
serat, dan kelemahan tonus otot.
WOC PNEUMONIA
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang
membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien mengalami
keluhan yang dirasakan, atau keluhan yang dirasakan pasien pertama saat
dilakukan anamnesis.
2. Riwayat kesehatan dahulu
merupakan suatu pengalaman atau pernah mempunyai riwayat penyakit yng di
rasakan dan di rawat di rumah sakit,misalnya mempunyai riwayat penyakit
pneumonia.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyakit yang pernah dialami klien atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau pun
penyakit lain.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan
status kesehatan. pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau
tidaknya distensi, simetris atau tidak, Gerakan peristaltic dan tanda-tanda vital
klien.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik actual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi masalah eliminasi
klien.
diagnose yang mungkin muncul pada gangguan eliminasi menurut SDKI (2016)
gangguan eliminasi urine
konstipasi
retensi urine
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan untuk meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria hasil :
1. tersusunya suatu rencana asuhan keperawatan klien
2. perencanaan mencerminkan terhadap diagnosis keperawatan
Rasional : perencanaan di kembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan
Diagnosa : retensi urin, gangguan eliminasi urin, konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
intervensi :
1). Gangguan eliminasi urine
SIKI (standar itervensi keperawatan Indonesia)
intervensi utama
dukungan perawatan diri :BAB/BAK
observasi :
- Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
- Monitor integritas kulit
Terapeutik
- suka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
- dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
- jaga privasi selama eliminasi
- ganti pakaian oasien setellah eliminasi, jika perlu
- bersihkan alat bantu BAB/BAK setelah digunakan
- latihan BAB/BAK sesuai jadwal jika perlu
- sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal, urinal) jika perlu
Edukasi
- anjurkan BAB/BAK secara rutin
- anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
2). konstipasi
intervensi utama
manajemen eliminasi fekal
observasi
- identifikasi maslah usus dan penggunaan obat pelancar
- idenifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
- monitor buang air besar (mis. warna, frekuensi, konsistensi, volume)
- monitor tanda dan gekala diare, konstipasi, tau impaksi
terapeutik
- berikan air hangat setelah makan
- jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
- sediakan makanan tinggi serat
edukasi
- anjurkan mengkonsumsi mengkonsmsi makanan yang mengandung serat
- jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
peristaltic usus
kolaborasi
- kolabrasi pemberian obat
manajemen konstipasi
observasi
- periksa tanda dan gejala konstipasi
- periksa pergerakan usus, karakteristik feses
- identifikasi faktor resiko konstipasi
- monitor tanda dan gejala rupture usus dan/peritonitis
terapeutik
- anjurkan diet tinggi
- lakukan masase abdomen, jika perlu
- berikan enema atau irigasi, jika perlu
edukasi
- jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
- anjurkan peningkatan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
- latihan buang air besar secara teratur
- ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
kolaborasi
- konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/penigatan frekuensi suara
usus
- kolaborasi penggunaan obat pelancar jika perlu
4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus yang dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi, rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011)
Evaluasi adalah tahap untuk mengevaluasi perkembangan kesehatan klien
terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan sesuai rencana yang telah di tetapkan dan
merevisi data dasar dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mubarak, I, dkk 2015. “Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar”. Jakarta : Salemba
Medika
2. Kasiati, D. W., & Rosmalawati, (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : pusdik
SDM Kesehatan.
3. Tarwoto,wartonah.2015.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Jakarta:
Salemba Medika
4. Alimul Aziz 2015.kebutuhan dasar manusia jakarta.Salemba MedikaCarpenito LJ
20214.nursing diagnosis:Aplication to clinical practice,
(edisi9),philadelphia,lippincottWartonah
5. Tarwoto.2012.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,jakarta.Salemba
Medika
6. Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonsia
(Definisi dan indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI)
7. Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Stadar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI)