Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN
A. Anatomi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung
kemih), dan uretra.

1. Ginjal
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di
samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis.
Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana
keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam darah.

Bentuk ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Ontogenitis, berasal dari mesoderm,
terletak dalam rongga perut pada daerah retroperitoneal, di sebelah kanan dan kiri dari
kolumna vertebralis dan melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari ginjal kiri, hal ini karena adanya hati di sebelah kanan dan menekan

3
ke bawah. Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal (memanjang), dapat terlihat. bagian
luar yang bercak-bercak disebut korteks, serta bagian dalam yang bergarisgaris disebut
medula. Medula terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang disebut renah
piramid. Puncak kerucut tadi menghadap ke ;=.aliks yang terdiri dari iubang-lubang kecil
(papila renalis). tiara pyramid dipisahkan sate dengan lainnya oleh kolumna renalis. Garis
yang terlihat pada piramid disebut tubulus.

Pada pemeriksaan secara mikroskopis, terlihat ginjal berbentuk seperti corong


dengan batang yang panjang dan berkelok-kelok. Bagian corong tersebut dinamakan kapsula
Bowman yang terdiri atas dua lapis sel-sel gepeng. Ruangan kapsula Bowman dan
glomerolus disebut karpusguli renalis (korpuskulam malfigi).

Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah melalui vas aferen ke
dalam glomerolus clan keluar melalui vas eferent. Bagian yang mer,yerupai bentuk
batang yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal.
tubulus koligentes. Pada Bagian-Bagian batang ini terjadi proses: filtrasi, reabsopsi, dan
sekresi.

Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen lebih began daripada
permukaan eferen. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penyaringan darah. Pada proses ini
yang tersaring adalah Bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya, cairan tersebut,
yaitu air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Ditampung oleh simpai Bowman
yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal.

Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus-tubulus ginjal. Di sini terjadi penyerapan


kembali dari sebagian air, glokosa, atrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan beberapa ion
bikarbonat. Pada tubulus ginjal bagian atas, terjadi proses pasif (reabsorpsi obligatori).
Sedangkan pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif reabsorpsi) yang
menyerap kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Sisa hasil reabsorpsi
akan dialirkan ke papilla renalis.

Pelvis renalis (piala ginjal) merupakan bagian dari ginjal dengan duktus papillaris
Bellini bermuara pada renalis yang menyebabkan terbentuknya area kribiformis pada
papilla ginjal. Papilla renalis terlihat, menonjol ke dalam satu kaliks minor, bersatu
4
menjadi kaliks mayor, inipun menjadi pelvis renalis. Pelvis renalis ini berlanjut menjadi
ureter.

2. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih) melalui
ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung) yang
menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. ,
Panjang ureter kurang lebih 30 cm dan berdiameter 0,5 cm. Uretra sebagian
terletak dalam rongga perut (pars abdominalis) dan selanjutnya berjalan di dalam rongga
panggul (pars pelvira). Otogenitis ureter termasuk berasal dari mesoderm, karena itu, ureter
juga terletak pada retroperitonialis. Dinding utera terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan
mukosa, otot polos, dan jaringan fibrosa
3. Vesika Urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh, kandung
kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
Kandung kemih berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya ialah verteks, fundus,
dan korpus. Bagian verteks adalah bagian yang meruncing ke arah depan dan berhubungan
dengan ligamentum vesiko umbilikale medius. Bagian fundus merupakan bagian yang
menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian korpus berada di antara verteks dan
fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium rektovesikula yang terisi oleh
jaringan ikat, duktus deferens, vesikula seminalis. Dinding kandung kemih terdiri dari tiga
lapisan otot polos dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. pada diding belakang lapisan
mukosa, terlihat bagian yang tidak berlipat, daerah ini disebut trigonum liestaudi.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki,
uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis,
selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3 bagian,
yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar

5
disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring,
sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada perempuan terletak di
sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran
ekskretori.

B. Refleks Miksi
Kandung kemih dipersyarafi oleh saraf sakral 2 (S-2) dan sakral 3 (S-3). Saraf sensorik dari
kendung kemih dikirimkan kemedula spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4
kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal
kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi
spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan.
Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksiotot abdominal berkontraksi bersama
meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml urine tersisa dalam
kandung kemih yang disebut dengan urine residu.

C. Urine
1. Ciri-ciri urine normal
 Jumlah dalam 24 jam ± 1.500 cc,bergantung pada banyaknya asupan cairan
 Berwarna oranye bening,pucat,tanpa endapan
 Berbau tajam
 Sedikit asam ( pH rata – rata 6 )
2. Proses pembentukan urine
Ada tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine : filtrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
 Filtrasi glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari
permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan darah. Saat darah melalui glomerulus,
terjadi filtrasi plasma bebas – protein menembus membran kapiler glomerulus ke
dalam kapsul Bowman. Filtrasi yang lolos tersebut terdiri atas air, glukosa, natrium,
klorida, sulfat, dan bikarbonat yang kemudian diteruskan ke tubulus ginjal.
 Reabsorpsi tubulus. Pada tubulus bagian atas, terjadi penyerapan kembali sebagian
besar zat – zat penting, seperti glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan ion bikarbonat.
6
Proses tersebut berlangsung secara pasif yang dikenal dengan istilah reabsorpsi
obligator. Apabila diperlukan, tubulus bawah akan menyerap kembali natrium dan ion
bikarbonat melalui proses aktif yang dikenal dengan istilah reabsorpsi fakultatif. Zat –
zat yang direabsorpsi tersebut diangkut oleh kapiler peritubulus ke vena dan kemudian
ke jantung untuk kembali diedarkan.
 Sekresi tubulus. Mekanisme ini merupakan cara kedua bagi darah untuk masuk ke
dalam tubulus di samping melalui filtrasi glomerulus. Melalui sekresi tubulus, zat –
zata tertentu pada plasma yang tidak berhasil disaring di kapiler tubus dapat lebih cepat
dieliminasi.

D. Fisiologi Sistem Perkemihan


Fisiologi berkemih secara umum menurut Gibson (2003)
Faktor yang memengaruhi eleminasi urine
Faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urine meliputi :
1. Pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat dipengaruhi
oleh usia dan berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak – anak mengekskresikan
400 – 500 ml urine setiap harinya. Sedangkan orang dewasa mengekskresikan 1500 –
1600 ml urine per hari. Dengan kata lain, bayi yang beratnya 10% orang dewasa mampu
mengekskresikan urine 33% lebih banyak dari orang dewasa. Seiring penuaan, lansia juga
mengalami perubahan pda fungsi ginjal dan kandung kemihnya sehinggga
mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urine ( misal : nokturia, sering berkemih,
residu urine). Sedangkan ibu hamil dapat mengalami peningkatan keinginan miksi akibat
adanya penekanan pada kandung kemih.
2. Asupan cairan dan makanan. Kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan atau minuman
tertentu (misal : teh, kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan peningkatan ekskresi
urine karena dapat menghambat hormon antidiuretik (ADH).
3. Kebiasaan/gaya hidup. Gaya hidup ada kaitanya dengan kebiasaan seseorang ketika
berkemih. Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa buang air kecil di sungai atau di alam
bebas akan mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan pispot
pada saat sakit.

7
4. Faktor psikolgis. Kondisi stres dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan stimulus
berkemih, di samping stimulus buang air besar (diare) sebagai upaya kompensasi.
5. Aktiitas dan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan kerja ( kontaksi ) otot – otot
kandung kemih, abdomen, dan pelvis. Jika terjadi gangguan pada kemampuan tonus otot,
dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas dapat meningkatkan
kemampuan metabolisme dan produksi urine secara optimal.
6. Kondisi patologis. Kondisi sakit seperti demam dapat menyebabkan penurunan produksi
urine akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui penguapan kulit. Kondisi
inflamasi dan iritasi organ kemih dapat menyebabkan retensi urine.
7. Medikasi. Penggunaan obat – obat tertentu ( misal : diuretik) dapat meningkatkan
haluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinerrgik dapat menyebabkan retensi urine.
8. Proses pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang akan memicu
sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisi anterior akan melepaskan hormon ADH
sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan menurunkan haluaran urine. Selain itu, respons
stres juga meningkatkan kadar aldosteron yang mengakibatkan penurunan haluaran urine.
9. Pemeriksaan diagnostik. Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan, seperti pielogram
intravena dan urogram,tidak membolehkan pasian mengkonsumsi cairan per oral
sehingga akan memengaruhi haluaran urine. Selain itu, pemeriksaan diagnostik yang
bertujuan melihat langsung struktur perkemihan (misal : sitoskopi) dapat menyebabkan
edema pada outlet uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih. Ini menyebabkan kien
sering mengalami retensi urine dan mengeluarkan urine berwarna merah muda akibat
adanya perdarahan.

E. Masalah Pada Pola Berkemih


1. Perubahan eliminasi urine
Meskipun produksi urine normal,ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
memengaruhi eliminasi urine. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi urine
akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresis, frekuensi, urgensi, dan
disuria.

8
a. Inkontinensia urine. Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan berkemih
tidak mampu dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatmya bisa menyeluruh
(inkontinensia parsial).
Ada dua jenis inkontinensia, yakni inkontinensia stres dan inkontinensia urgensi.
 Inkontinensia stres. Inkontinensia stres terjadi saat tekanan intraabdomen
meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Kondisi ini biasanya
terjadi ketika seseorang batuk atau tertawa. Penyebabnya antara lain
peningkatan tekanan intraabdomen, perubahan degeneratif terkait usia, dan lain
– lain.
 Inkontinensia urgensi. Inkontinensia urgensi terjadi saat klien mengalami
pengeluaran urine involunter karena desakan yang kuat dan tiba – tiba untuk
berkemih. Penyebabnya antara lain infeksi saluran kemih bagian bawah, spasme
kandung kemih, overdistensi, penurunan kapasitas kandung kemih, peningkatan
konsumsi kafein atau alkohol, serta peningkatkan konsentrasi urine
(Taylor,1989).
b. Retensi urine. Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung kemih akibat
terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga kandung kemih menjadi
regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh obstuksi (Misal : hipertrofi prostat),
pembedahan, otot sfingter yang kuat, peningkatan tekanan uretra akibat otot detrusor
yang lemah.
c. Enuresis (mengompol). Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak disadari pada
anak yang usianya melampaui batas usia normal kontrol kandung kemih seharusnya
tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak – anak di malam hari (enuresis
nokturnal ). Faktor penyebabnya antara lain kapasitas kandung kemih yang kurang dari
normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan yang banyak mengandung garam
dan mineral, takut keluar malam, dan gangguan pola miksi.
d. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalaah meningkatnya
frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya
terjadi pada wanita hamil (tekanan rahim pada kandung kemih), kondisi stres, dan
infeksi saluran kemih.

9
e. Urgensi. Urgensi adalah perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini biasa terjadi
pada anak – anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka yang lemah. Gangguan
ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan iritasi uretra.
f. Disuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya terjadi
pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma kandung kemih.
2. Perubahan produksi urine
Selain perubahan eliminasi urine, masalah lain yang kerap dijumpai pada pola berkemih
adalah perubahan produksi urine. Perubahan tersebut meliputi poliuria, oliguria, dan
anuria.
a. Poliuria. Poliuria adalah produksi urine yang melebihi batas normal tanpa disertai
peningkatan asupan cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita diabetes,
ketidakseimbangan hormonal (misal : ADH), dan nefritis kronik. Poliuria dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yang mengarah pada dehidrasi.
b. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni 100 – 500
ml/24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan oleh asupan cairan yang sedikit atau
pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengindikasikan gangguan pada
aliran darah menuju ginjal. Sedangkan anuria adalah produksi urine kurang dari 100
ml/24 jam.
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dalam pengkajian harus melakukan harus menggerakkan semua indera dan tenaga untuk
melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara , observasi, pemeriksaan fisik
untuk menggali data yang akurat .
1. Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala berkemih,gejala
dari perubahan berkemih, faktor yang mempengaruhi berkemih .
2. Pemeriksaan fisik klien meliputi :
 Abdomen ,pembesaran , pelebaran pembuluh darah vena distensi bledder ,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tandamess , bising usus.

10
 Genetalia : wanita , inflamasi, nodul, lessi, adanya secret dari meatus, kesadaran,
antropi jaringan vagina dan genitalia laki-laki kebersihan , adanya lesi
,tenderness, adanya pembesaran scrotum .
3. Identifikasi intake dan output cairan dalam (24 jam ) meliputi pemasukan minum dan
infus, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal, cateter bag, ainage ,
ureternomy, kateter urine, warna kejernihan , bau kepekatan .
4. Pemeriksaan diagnostik :
 Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (jernih kekuningan )
 Penampilan (N : jernih )
 Bau (N : beraroma)
 pH (N : 4,5-8,0)
 Berat Jenis (N : 1,005- 1,030)
 Glukosa (N: Negatif )
 Keton (N; negatif )
 Kultur urine (N : kuman petogen negatif)
B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan pola eliminasi urine : inkontinesia

Definisi : Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengedalikan pengeluaran urine,


kemungkinan penyebab (berhubungan dengan) gangguan neuromuskuler, spasme baldder,
trauma pelvic, infeksi saluran kemih, trauma medulla spinalis , kemungkinan klien mengalami
( data yang ditemukan ) : inkontinesia, keinginan berkemih yang segera, sering ke toilet ,
menghindari minum , spasme bladder , setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari
550ml.

Tujuan yang diharapkan : Setelah membantu klien untuk melakukan evaluasi . klien mampu
mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam, tanda dan gejala retensi urine tidak ada dengan
kriteria hasil yang diharapkan

1. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine tiap 4 jam.


2. Tidak ada tanda- tanda retensi dan inkontinensia urine .
11
3. Klien berkemih dalam keadaan berkemih

C. Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 1. Tingkatkan kekuatan otot bladder
jam dan kolaborasi dalam bladder
training
2. Hindari faktor pencentus 2. Mengurangi atau menghindari
inkontenensia urine seperti cemas inkontinensia
3. Kolabarasi dengan dokter dalam 3. Menghindari faktor penyebab
pengobatan dan kateterisasi
4. Berikan penjelasan tentang D. Meningkatkan pengetahuan dan
pengobatan , kateter , penyebab dan pasien lebih kooperatif
tindakan lainnya

D. Retensi Urine
Definisi : Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas ,
kemungkinan penyebab (berhubungan dengan ): Obstruksi mekanik pembesaran prostat ,
trauma, pembedahan kehamilan, kemungkinan klien mengalami (data yang ditemukan) : tidak
tuntasnya penyeluaran urine distensi bledder, hypertropi prostat , kanker, infeksi saluran kemih
, pembesaran besar abdomen.

INTERVENSI RASIONAL
1. Memonitor keadaan bledder setiap 1. Menentukan masalah
2 jam
2. Ukur intake dan output cairan 2. Memontior keseimbangan cairan
steiap 4 jam
3. Berikan cairan 2000ml / hari 3. Menjaga defisit cairan
dengan kolaborasi

12
4. Kurangi minum setelah jam 6 4. Mencegah nocturia
malam 5. Membantu monitor keseimbangan
5. Kaji dan monitor analisis urine cairan
elektrolit dan berat badan 6. Meningkatkan fungsi ginjal dan
6. Lakukan latihan prgerakan dan bledder
lakukan relaksasi ketika duduk 7. Relaksasi pikiran dapat
berkemih meningkatkan kemampuan
7. Ajarkan teknik latihan dengan berkemih
kolaborasi dokter/ fisioterapi 8. Mengoatkan otot pelvis
8. Kolaborasi dalam pemasangan 9. Mengeluarkan urien
kateter

13
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

INKONTINENSIA URIN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak, sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang

2. Klasifikasi
Inkontinensia urin dibagi atas 3, yaitu :

a. Inkontinensia urgensi
Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin
melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau
kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol

b. Inkontinensia tekanan
Adalah pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang meningkatkan
tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersih, tertawa dan mengangkat beban
berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urin

c. Inkontinensia aliran yang berlebihan (over flow inkontinensia)


Terjadi jika retensi menyebab kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas
secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik bladder atau
obstruksi bagian luar kandung kemih.

14
3. Etiologi
Faktor faktor penyebab inkontenensia yaitu :
 Cidera pada sfingter urinarius eksterna
 Kelainan neurogenik
 Urgensi hebat akibat infeksi
 Kelemahan mekanisme sfingter
 Cerebral clouding
 stress
4. Patofisiologi
Pengendalian kandung kencing dan sfinkter diperlukan agar terjadi pengeluaran urin
secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan
yang didalam kesadaran yang dikonrdinasi oleh refleks urethrovsien urinaris. Bila terjadi
pengisian kandung kencing tekanan didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor
(lapisan yang tiga dari dinding kencing) memberikan respon dengan relaksasi agar
memperbesar volume daya tampung. Bila sampai 200 ml urin daya rentang reseptor yang
terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsangan. Stimulus ditransmisikan lewat
serabut reflek eferen ke lengkungan pusat refleks untuk meksitrurisasi. Impuls kemudian
disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan
kontraksi otot detrusor. Sfinkter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak
bersama sama membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna
dan otot pariental mengkuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaaan kegiatan refleks
bisa mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls
inhibitor dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dan sfinkter
eksterna. Bila disalah satu bagian mengalami kerusakan maka akan dapat mengakibatkan
inkontenensia

5. Manifestasi Klinis
 Kulit ruam
 Dekubitus
 Iritasi kandung kemih
 Ketidakmampuan mengontrol BAK
15
6. Pemeriksaan Diagnostik
 Pengkajian fungsi otot destrusor
 Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan/ kelainan dasar
panggul)
 Cystometrogram dan elektroyogram
7. Penatalaksanan Medik
 Urgensi
Cream estrogen vaginal, anticolenergik, imipramine (tofranile). Diberikan pada malam
hari dan klien diajurkan untuk sering berkemih

 Over flow inkotinensia


Farmakologis prazocine (miniprise) dan cloridabetanecol (urechloine) diberikan untuk
menurunkan resistensi bagian luar dan meningkatkan kontraksi kandung kemih

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. pengumpulan data
aktivitas / Istrahat
Tanda : Klien nampak lemah

Makanan dan Cairan


Gejala : Klien mengatakan nafsu makannya berkurang

Tanda : Porsi makan tidak dihabiskan

Eliminasi
Gejala : Klien mengeluh tidak dapat mengontrol buang air kecil, klien
mengatakan kencingnya keluar sendiri

Tanda : Haluaran urin tidak terkontrol, haluaran urin terus-menerus.

Integritas Ego
Gejala : Klien mengatakan stress pada penyakitnya
Tanda : Klien nampak ketakutan
16
Keamanan
Tanda : Dekubitus.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bagian bawah

Tanda : Nyeri tekan pada abdomen

Penyuluhan dan Pembelajaran


Gejala : Klien mengatakan kurang pengetahuan dan informasi tentang
penyakitnya

Tanda : Pasien tampak bertanya kepada perawat dan dokter akan


penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa dinding kandung kemih
b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kelemahan pada sfingter externa
c. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya

3. Intervensi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Memberikan
berhubungan tindakan nyeri, perhatikan informasi untuk
membantu dalam
dengan iritasi keperawatan selama lokasi, intensitas,
menentukan
pada mukosa beberapa hari nyeri dan lamanya pilihan/tindakan
dinding beransur-ansur hilang nyeri selanjutnya yang
akan diberikan
kandung kemih dengan kriteria :
2. Tirah baring
mungkin
diperlukan pada
17
 Tidak nyeri saat 2. Pertahankan tirah awal selama fase
berkemih baring bila inkontinensia.
Namun, ambulasi
 Ekspresi wajah diindikasikan
dini dapat
tenang 3. Ajarkan klien memperbaiki pola
 Tidak nyeri tekan tehnik relaksasi berkemih normal
dan
pada daerah dan tehnik
menghilangkan
abdomen distraksi nyeri kolik
4. Kolaborasi 3. Tehnik relaksasi
dan tehnik
dengan dokter
distraksi
dalam pemberian membantu
anti analgetik mengurangi rasa
sesuai indikasi nyeri
4. Membantu
menghilangkan
rasa nyeri dengan
menekan pusat
nyeri
2. Perubahan pola Setelah dilakukan 1. Pantau 1. Untuk
eliminasi tindakan keperawatan kebiasaan klien membantu
dalam
berhubungan selama beberapa hari berkemih
penentuan
dengan kebiasaan berkemih 2. Latih tindakan
kelemahan beransur-ansur normal pengosongan selanjutnya
2. Pengosongan
pada sfingter kembali dengan bladdcer pada
kandung kemih
externa kriteria : jam jam tertentu dapat
 Klien dapat 3. Buat jadwal menghindari
residu urin
mengontrok berkemih
3. Melatih kembali
kencingnya 4. Kolaborasi bereaksi yang
 Klien dapat dengan dokter tepat untuk
berkemih dengan untuk berkemih
4. Sebagai drainase
normal pemasangan pengobatan serta
drainase urin untuk meraih
kontinen

18
3. Gangguan rasa Setelah diberikan 1. Pantau rasa 1. Membentu untuk
aman cemas tindakan keperawatan cemas klien dan memperkirakan
kebutuhan
berhubungan selama beberapa hari depresi dan
intervensi yang
dengan kurang rasa cemas klien penyempitan tepat
pengetahuan beransur-ansur hilang perhatian 2. Rasa cemas dan
ketidaktahuan
tentang dengan kriteria : 2. Jelaskan kepada
diperkecil
penyakitnya  Klien tidak takut klien tentang dengan informasi
akan penyakitnya proses atau pengetahuan
dan dapat
 Klien mau penyakitnya
meningkatkan
menerima serta cara penerimaan
kondisinya saat ini penganganannya inkontenensia
3. Motivasi dan urin.
3. Membuat
berikan perasaan terbuka
kesempatan dan bekerja sama
pada klien untuk dan memberikan
informasi yang
mengajukan
akan membantu
pertanyaan dan dalam
menyatakan identifikasi atau
mengatasi
masalah
masalah
4. Tunjukan 4. Meningkatkan
indikator positif perasaan berhasil
atau maju
pengobatan

19

Anda mungkin juga menyukai