PENDAHULUAN
Latar Belakang
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal
tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada system gastroin testinal dan system
tubuh lainnya karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa factor, pola dan
kebiasaan eliminasi bervariasi diantara individu. Namun, telah terbukti bahwa pengeluaran feses
yang sering, dalam jumlah yang besar, dan karateristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan
rendahnya insiden kanker kolorektal (robinson dan weigley), 1989 dalam Potter &Perry,2005).
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting dalam
menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan
homestatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolise. Secara garis besar, sisa metabolise tersebut
terbagi ke dalam dua jenis , yaitu ; sampah dari saluran cerna yang dibuang sebagai feses
(nondigestible waste) serta sampah metabolism yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui
saluran lain seperti Urine, CO2, Nitrogen dan H2O. eliminasi terbagi atas dua bagian utama yaitu
eliminasi fekal ( buang air besar ) dan eliminasi urine (buang air kecil). (Asmadi, 2008).
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan
flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai
refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medulla dan sum-sum tulang belakang. Apabila terjadi
rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup.
Refleks defekasi di rangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh
system syaraf parasimpatis, aetiap waktu menguncup atau mengundur. Lselama defekasi , berbagai
otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar
pelvis( Hidayat,2006).
Manusia merupakan mahluk hidup yang paling komplek yang diciptakan tuhan YME. Sebagai mahluk
hidup, tentunya manusia memerlukan makan dan hasil dari proses makanan tersebut akan
dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak lagi bermanfaat bagi tubuh manusia itu sendiri. Proses
pengubahan dari makanan sampai menjadi sisa dinamakan proses pencernaan yang dilakukan oleh
organ percernaan di dalam tubuh manusia. Sedangkan proses pengeluaran kotoran tersebut
dinamakan eliminasi.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai pembelajaran tentang bagaimana proses eliminasi dan asuhan
keperawatannya demi terciptanya perawat yang sesuai dengan dasar-dasar tugas sebagai perawat.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembasa dapat mengatehui apasaja konsep
kebutuhan dan hal – hal yang berkaitan dengan eliminasi fekal.
BAB II
KONSEP TEORI
Adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuangkotoran atau tinja yang padat
atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan. BAB ini juga disebut dengan Defekasi
(Dianawuri, 2009).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum, sedangkan fisiologi defekasi adalah
mekanisme perjalanan makanan hingga akhirnya keluar menjadi feses melalui anus dalam proses
defekasi. Frekuensi defeksi sanggat bersifat individual yang beragam dari beberapa kali sehari hingga
dua atau tiga kali seminggu. Jumlah yang dikeluarkan juga berfariasi pada setiap orang. Jika
gelombang feristaltic mengerakan feses kekolom sigmoid dan rektum, saraf sensorik direktum di
stimulasi dan individu menjadi ingin defekasi. Jika sfingter anal internal relaks, maka feses akan
bergerak menuju anus. Setelah individu didudukan pada toilet, sfingter anal eksternal akan
berelaksasi secara volunteer. Pengeluaran veses dibantu oleh kontraksi otot abdomen dan
diagfragma, yang meningkatkan tekanan abdomen dan oleh kontraksi otot dasar panggul, yang
memindahkan feses kesaluran anus.
Berikut ini akan dibahas secara singkat organ-organ yang berperan dalam sistem pencernaan besrta
fungsinya.
Mulut
Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung dimulut. Makanan akan dipotong diiris, dan
dirobek dengan bantuan gigi. Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses
pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan
saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana
makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
Faring
Faring adalah rongga dibelakang tengorokan yang berfungsi dalam sistem pencernaan dan
pernafasan. Dalam sistem pencernaan faring berfungsi sebagai penghubung abtara mulut dan
esophagus.
Esofagus
Esofagus adalah saluran berotot yang relative lurus yang terbentang anatara faring dan lambung.
Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh glombang peristaltic yang akan mendorong bolus
menelusuri esofagus dan masuk ke lambung.
Lambung
Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus halus. Didalam lambung makanan
yang masuk akan disimpan lalu disalurkan ke usus halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus
makanan terlebih dahulu akan dihaluskan dan dicampurkan kembali sehingga menjadi campuran
cairan kental yang biasa disebut dengan kimus. Lambung menyalurkan kimus ke usus halus sesuai
dengan kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap makanan dan biasanya satu porsi
makanan menghabiskan aktu dalam hitungan menit.
Usus halus
Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung.
Usus besar adalah organ pengering dan penyimpanan makanan. Kolon mengekstrasi H2O dan garam
dari isi lumennya untuk membentuk masa padat yang disebut feses. Fungus utama usus besar
adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. Kolon terdisi dari 7 bagian, yaitu sektum, kolon,
asendens, kolon transversal, kolon desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus.
Usus besar adalah saluran otot yang dilapisi oleh mulkosa. Serat otot yang dilpisi oleh membrane
mulkosa. Serat otot berbentuk sikular dan longitudinal yang memungkinkan usus membesar dan
berkontraksi melebar dan memanjang. Otot longitudinal lebih pendek dibandingkan kolon, oleh
karena itu usus besr membentuk kantum atau yang biasa disebut dengan haustra. Kolon juga
memberi fungsi perlindungan karena mensekresikan lender. Lendir ini berperan untuk melindungin
Usus besar dari trauma akibat pembentukan asam didalam feses dan berperan sebagai pengikat
yang akan menyatukan materi fekal. Lender ini juga akan melindungi usus besar dari aktifitas
bakteri.
Didalam usus besar terdapat 3 tipe pergerakan yaitu gerakan haustral churning, peristalsis kolon,
peristalsis masa. Gerakan hustral churning akan mengerakan makanan ke belakan dan kedepan yang
berperan untuk menyatukan materi feses, membantu penyerapan air dan untuk mengerakan isi usus
kedepan. Gerakan peristalsis kolon adalah gerakan yang menyerupai glombang yang akan
mendorong isi usus kedepan. Gerakan ini sangat lambat dan diduga sangat sedikit mengerakan
materi feses tersebut disepanjang usus besar. Yang ketiga adalah gerakan peristalsis masa. Gerakan
ini melibatkan suatu gerakan kontarksi yang sangat kuat sehingga mengerakan sebagian besar kolon.
Biasanya gerakan ini terjadi setelah makan, distimulasi oleh keberadaan makanan di dalam lambung
dan usus halus. Gerakan peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari pada orang
dewasa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminai Fekal/Defekasi
Pada defekasi bertahap dalam kehidupan yang berbeda. Keadaan diet asupan dan saluran cairan,
aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup, pengobatan dan prosedur medis, serta penyakit juga
mempengaruhi defekasi.
Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak
mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur
2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi
proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal)
dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan
selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkterani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit
atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa
bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak
teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon. Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
Aktivitas
Aktivitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfalitasi pergerakan kime disepanjang kolom. Otot
bdomen dan panggul yang lemah sering kali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra
abdomen selama defekasi atau dalam pengontrolan defekasi.
Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang kolon. Otot-otot yang lemah
sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada
pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan
(exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare
kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi
diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak
pada konstipasi.
Kebiasaan defekasi
Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur. Banyak
orang melakukan defekasi setelah sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan gelombang
peristaltic massa di usus besar.
Proses diagnostic
Sebelum prosedur diagnostic tertentu seperti visualisasi kolon, klien dilarang mengkonsumsi
makanan atau minuman. Bila senama dapat dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam
kondisiini, defekasi normal biasanya tidak terjadi sampai klien mengkonsumsi makanan kembali.
Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air besar pada
waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah
sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet,
kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privasi juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien
yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin
menggunakan bedpan karena privasi dan kegelisahan akan baunya.
Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morfin dan kodein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laksatif adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare. meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan
posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan
rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. (Dianawuri, 2009)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat
yang menguasai reflek untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfinger anus bagian anus bagian dalam akan mengendur
dan usus besar menguncup. Reflek defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfinger anus
bagian luar diawali oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.
Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut,
diafragma, dan oto-otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang
seluruhnya yang tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam microorganisme, sekresi kelenjar usus,
figmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan berwarna padat
dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi b figmen empedu dan
usus kecil.
Secara umum terdapat dua macam refles dalm membantu proses defekasi, yaitu reflex defekasi
intrinsik yang dimulai dari zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian
flexus mesentrikus meransang gerakan gerakn peristaltic, dan akhirnya feses sampai dianus, proses
defekasi terjadi saat sfigter interna berelaksasi ; reflex defekasi parasimpatis yang dimulai dari
adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, kemudian ke spinal cord. Merangsang ke
kolon desenden, ke sigmoid, lalu rektum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses
defekasi saat sfingter internal berelaksasi.
Masalah – masalah yang terjadi pada Eliminasi Alvi (fekal) Berikut ini adalah masalah umum yang
terkait dengan eliminasi fekal, yaitu :
Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus
besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering
atau keras.
Tanda klinis:
Kemungkinan penyebab :
Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cidera serebropinalis, CVA dan lain-lain
Konstipasi kolonik
Konstipasi kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau resiko mengalami
perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras.
Tanda klinis:
Nyeri abdomen
Kemungkinan penyebab:
Defek persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CFA, dan lain-lain;
Menurunnya peristaltic
Konstipasi
Konstifasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri penggunaan laksatif,
enema, atau supositoria untuk memastikan defekasi setiap harinya.
Tanda klinis:
Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau sukositoria secara berlebihan;
Adanya dugaan pengeluaran fese pada waktu yang sama setiap hari.
Kemungkinan penyebab:
Keyakinan budaya.
Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran
fases dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, kemungkinan disertai rasa mual
dan muntah.
Tanda klinis:
Kemungkinan penyebab:
Inkontinensia usus
Inkontinensia usus merupakan keadaan individu yang mengalami kebiasaan defekasi normal dengan
pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensi alvi yang merupakan
hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui spingter akibat
kerusakan spingter.
Tanda klinis:
Kemungkinan penyebab:
Kerusakan kognitif.
Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan
dalam lambung atau usus.
Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi, dan
lain-lain.
Imfaksi vekal
Imfaksi vekal adalah masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
materi feses yang berkepanjangan. Penyebab kontipasi adalah asupan kurang, aktifitas kurang, diet
rendah serat, dan kelemahan tonus otot.