Anda di halaman 1dari 45

A.

Psikososial

1. Pengertian Psikologi Sosial

Psikologi sosial adalah psikologi dalam konteks sosial. Psikologi,

seperti yang kita ketahui, adalah ilmu tentang perilaku, sedangkan sosial di

sini berarti interaksi antar individu atau antar kelompok dalam

masyarakat.1

Roueck and Warren menjelaskan psikologi sosial adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari segi-segi psychologis dari pada tingkah

laku manusia, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial.2

Joseph E. Mc. Grath psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang

menyelidiki tingkah laku manusia sebagaimana dipengaruhi oleh

kehadiran, keyakinan, tindakan dan lambang-lambang dari orang lain.

Menurut Gordon W. Allport psikologi sosial adalah ilmu


pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan bagaimana

pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi oleh kenyataan,

imajinasi dan kehadiran orang lain.

Dari beberapa definisi menurut para ahli mempunyai pandangan

masing-masing, namun tidaklah berarti bahwa pendapat tersebut saling

bertentangan satu sama lain, melainkan saling berkaitan bahkan saling

melengkapi antara pendapat satu dengan pendapat lainnya. Psikososial

tidak dapat terlepas dari pembicaraan individu dalam hubungannya dengan

situasi-situasi sosial.

Psikososial adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan relasi sosial

yang ada disekelilingnya yang mencakup faktor psikologis dari

pengalaman seseorang berupa pemikiran, perasaan, dan/atau perilaku yang

secara terus menerus saling mempengaruhi satu sama lain.


2. Masalah Psikososial

Masalah psikososial adalah kondisi yang dialami seseorang yang

disebabkan oleh terganggunya relasi sosial, sikap dan perilaku meliputi

gangguang pemikiran, perasaan, perilaku, dan/atau relasi sosial yang

secara terus menerus saling mempengaruhi satu sama lain.

3. Pendekatan Psikososial

Pendekatan psikososial menitik beratkan pada bagaimana relasi di

bentuk dan dikelola oleh orang dalam situasi-situasi sosial tertentu yaitu

isu-isu yang berhubungan dengan persoalan stigma, perilaku kelompok,

pengaruh lingkungan, teritorial kebutuhan akan ruang pribadi, serta

materi-materi perubahan personal dan sosial (Payne ,1995).

B. Pendampingan
1. Pengertian Pendampingan

Pendampingan merupakan upaya terus menerus dan sistematis

dalam mendampingi (memfasilitasi) individu, kelompok, maupun

komunitas dalam mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan

kesulitan hidup yang dialami sehingga mereka dapat mengatasi

permasalahan tersebut dan mencapai perubahan hidup yang lebih baik .3

Pendampingan merupakan proses interaksi timbal balik antara

individu / kelompok / komunitas yang mendampingi dan individu /

kelompok / komunitas yang didampingi yang bertujuan memotivasi dan

mengorganisir individu / kelompok / komunitas dalam mengembangkan

sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak menimbulkan

ketergantungan terhadap orang yang mendampingi.

Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan atau


fasilitas yang diberikan pendamping kepada penerima manfaat dalam

mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong

tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga

kemandirian penerima manfaat secara berkelanjutan dapat diwujudkan.4

Menurut Departemen Sosial pendampingan sosial merupakan suatu

proses relasi sosial antara pendamping dengan penerima manfaat yang

bertujuan untuk memecahkan masalah, memperkuat dukungan,

mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan

kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klient terhadap pelayanan

sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan lainnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendampingan

merupakan upaya yang dilakukan pendamping (individu / kelompok /

komunitas) untuk memfasilitasi penerima manfaat (individu / kelompok /


komunitas) dalam mengatasi permasalahan yang dialami penerima

manfaat, untuk mencapai perubahan hidup yang lebih baik. Di dalamnya

terjadi proses interaksi timbal balik antara pendamping dan penerima

manfaat yang bertujuan untuk memotivasi, mendayagunakan berbagai

sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan tidak

menimbulkan ketergantungan terhadap penerima manfaat.

2. Tujuan dan Fungsi Pendampingan

Tujuan pendampingan pekerja sosial terhadap klien berkaitan erat

dengan hakikat pekerjaan sosial, dimana suatu profesi yang bertanggung

jawab dalam memperbaiki dan mengembangkan interaksi antar individu,

kelompok, dan masyarakat, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas

kehidupannya dan dapat mengatasi permasalahan atau kesulitan yang

dihadapi, dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.6


Pendampingan prinsipnya ditunjukkan untuk membantu dalam

meningkatkan fungsionalitas sosial individu, baik sebagai perorangan

maupun sebagai anggota kelompok, sehingga dapat melaksanakan tugastugas kehidupannya dan
melaksanakan fungsi sosialnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pekerja sosial melaksanakan

fungsi pendampingan sebagai berikut:8

a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya

secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan

memecahkan masalah klien.

b. Mengaitkan individu dengan sistem sumber.

c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar

orang dan sistem sumber kemasyarakatan, maupun relasi antar orang

di lingkungan sistem sumber.

d. Meratakan sumber-sumber material.


e. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.

3. Peran Pendamping dan Tugas Pendamping

Sehubung dengan peran pendamping, dalam standar pelayanan

pekerjaaan sosial di bidang kesehatan, salah satu bentuk pelayanan pekerja

sosial medis adalah pelayanan pendampingan. Pelayanan Pendampingan

(fasilitasi & asistensi) oleh pekerja sosial medis diantaranya:9

a. Pekerja Sosial mendampingi klien pada setiap tindakan.

b. Memberikan dukungan-dukungan emosional yang diperlukan klien.

c. Berupaya membantu klien dalam mengatasi hambatan yang

dihadapinya.

Pekerja sosial medis dalam setting kesehatan adalah praktisi yang

bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk melakukan

study, diagnosa dan penyembuhan yang menyangkut aspek sosial,


psikologis dan kekuatan lingkungan yang dapat digunakan dalam proses

penyembuhannya.

Dalam Skidmore (1998), fungsi pekerja sosial medis di dalam

bidang kesehatan diantaranya yaitu:

1. Menganalisis kekuatan dan kelemahan pasien secara psikologi dan

ekologinya.

2. Menjalin kerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya, dalam

memberikan pelayanan kesehatan, agar pelayanan kesehatan lebih

maksimal.

3. Membantu pasien dalam proses penyembuhan dan mendorong keluarga

agar mau berpartisipasi dalam proses pengobatan.

Sedangkan tugas dan fungsi pekerja sosial medis menurut


Abramson (1984) yakni, melaksanakan penilaian psikososial pada

seseorang, meliputi; pendidikan, konseling, komunikasi, perencanaan

pengentasan dan kesinambungan perawatan serta advokasi.

C. Pendampingan Psikososial

1. Pengertian Pendampingan Psikososial

Pendampingan psikososial merupakan paduan antara penanganan

psikologis dan penanganan sosial. Paduan ini menyatukan penanganan

psikologis yang bertumpu pada pemahaman interpersonal pengguna

dengan persoalan sosial budaya yang melingkupi kehidupan pengguna.

Menurut Francis Tuner pendampingan psikososial merupakan

terapi atau cara dalam proses perawatan dan pemulihan subjek dari

masalah psikososial yang dilakukan oleh pekerja sosial atau orang-orang

terdekat subjek dengan menggunakan pendekatan psikologi, afeksi,


dukungan moral dan spiritual serta pembinaan hubungan sosial dengan

tujuan membantu individu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik

di tengah masyarakat. Lebih lanjut lagi, Robert Firestone menambahkan

pendekatan berupa aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama oleh

pendamping dan penderita.11

D. Perawatan Paliatif

1. Pengertian Perawatan Paliatif

Organisasi kesehatan dunia atau WHO mendefinisikan perawatan

paliatif sebagai berikut:12 “Semua tindakan aktif guna meringankan beban

penderita, terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan aktif yang

dimaksud antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta

mengupayakan perbaikan dalam aspek psikologis, sosial dan spiritual”.

Menurut Imam Rasjidi, tentang perawatan paliatif adalah


pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka

dalam menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam

nyawa, melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan dengan cara

identifikasi dini, pemeriksaan yang baik, dan terapi rasa sakit dan masalah

lainnya, fisik, psikososial dan spiritual.13

“Palliative medicine is the study and management of patients with

active, progressive, far-advanced disease for whom the prognosis is

limited and the focus of care is the quality of life.”

(Pengobatan paliatif merupakan suatu studi dan penanganan

terhadap pasien-pasien dengan penyakit yang aktif, progresif dan lama

yang mana prognosisnya terbatas dan fokus perawatannya adalah pada

kualitas hidup).

Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh


tim paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan

dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan

dengan kondisi pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan

melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri

dan masalah masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual

(WHO, 2002), dan pelayanan masa duka cita bagi keluarga (WHO

2005)

Pelayanan paliatif pasien kanker anak adalah pelayanan aktif,

menyeluruh meliputi badan, pikiran, semangat anak serta melibatkan

dukungan pada keluarganya, dimulai sejak diagnosis ditegakkan dan terus

berlanjut; terlepas pasien anak menerima perlakuan seperti dimaksud

dalam standar penanganan penyakitnya; yang bertujuan untuk mencapai

kualitas hidup terbaik bagi anak dan keluarganya. (WHO, 1998).15


2. Tujuan Perawatan Paliatif

Menurut World Heath Organization (WHO), tujuan perawatan

paliatif adalah untuk mencapai kualitas hidup maksimal bagi penderita dan

keluarga. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan bagi penderita

menjelang akhir hayatnya, namun sudah dapat dimulai segera setelah

diagnosis penyakit (kanker) di tegakkan, dan dilaksanakan bersama

dengan pengobatan kuratif.16 Lebih lanjut lagi, Kemenkes menekankan

bahwa pelayanan paliatif berpijak pada prinsip dasar berikut ini:17

1. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain.

2. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses

normal.

3. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian.


4. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual.

5. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin.

6. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita.

7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan

keluarganya.

8. Menghindari tindakan yang sia-sia.

3. Tim Pelayanan Paliatif

Dalam mencapai tujuan pelayanan paliatif pasien kanker, yaitu

mengurangi penderitaan pasien, beban keluarga, serta mencapai kualitas

hidup yang lebih baik, diperlukan sebuah tim yang bekerja secara terpadu.

Pelayanan paliatif pasien kanker juga membutuhkan keterlibatan keluarga

dan tenaga relawan. Dengan prinsip interdisipliner (koordinasi antar

bidang ilmu dalam menentukan tujuan yang akan dicapai dan tindakan
yang akan dilakukan guna mencapai tujuan), tim paliatif secara berkala

melakukan diskusi untuk melakukan penilaian dan diagnosis, untuk

bersama pasien dan keluarga membuat tujuan dan rencana pelayanan

paliatif pasien kanker, serta melakukan monitoring dan follow up.

Komposisi tim perawatan paliatif terdiri dari18

a. Dokter

Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif

interdisipliner, harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam

pengendalian rasa sakit dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan

prinsip-prinsip pengelolaan penyakit pasien.

b. Perawat

Merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak


terlama dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk

mengetahui pasien dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang

terjadi dan apa yang penting bagi pasien, dan untuk membantu pasien

mengatasi dampak kemajuan penyakit.

c. Pekerja sosial dan psikolog

Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi

masalah pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan

dukungan emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan

proses berkabung. Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan,

terutama karena keluarga mulai merencanakan masa depan.

d. Konselor spiritual

Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan

tidak menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang berkaitan


dengan makna kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai orang yang

dipercaya sekaligus sebagai sumber dukungan terkait tradisi

keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan dan sakramen yang

berarti bagi pasien kanker. Sehingga konselor spiritual perlu dilatih

dalam perawatan akhir kehidupan.

e. Relawan

Peran relawan dalam tim perawatan paliatif akan bervariasi sesuai

dengan pengaturan. Relawan datang dari semua sektor masyarakat, dan

sering menyediakan link antara institusi layanan kesehatan dan pasien.

Dengan pelatihan dan dukungan tepat, relawan dapat memberikan

pelayanan langsung kepada pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas

administratif, atau bahkan bekerja sebagai konselor.

f. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala

dalam pelayan paliatif, sehingga apoteker memainkan peranan penting.

E. Pekerja Sosial di dalam Perawatan Paliatif

1. Konteks Psikososial dalam Perawatan Paliatif

Pekerja sosial memberikan kebutuhan psikologis, sosial, praktis,

pendidikan dan eksistensial pada pasien dengan penyakit kronis dan

pengasuh mereka yang berkomitmen dengan mendukung upaya untuk

memaksimalkan kesejahteraan pasien, kemandirian dan kemampuan

memecahkan masalah.19

Dalam sebuah penelitian yang mengulas pespektif pasien

terhadap kehidupan, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis,

kanker, atau sindrome imunodefisiensi, ditanya apa yang bisa dilakukan


dokter mereka untuk meningkatkan kualitas perawatan yang mereka

berikan. Untuk ketiga penyakit itu, pentingnya dukungan emosional,

komunikasi, aksesbilitas dan kontinuitas ditekankan. Fitur ini adalah

elemen penting dari domain psikososial. Orang perlu didengarkan dan

merasa bahwa telah didengar. Pekerja sosial selalu memahami

pentingnya pengkajian orang dalam konteks setiap saat untuk

membentuk aliansi terapeutik yang dapat bertahan menghadapi tantangan

situasiona

Pekerja sosial tidak melihat pasien dan klien mereka secara

terpisah dan berbeda dari lingkungan sosial di mana mereka berada.

Pekerja sosial membantu orang untuk menyelesaikan masalah dan untuk

membuat keputusan yang sulit, sering menghadapi ketidakpastian yang

besar. Pekerja sosial berfungsi sebagai jaringan penghubung dari sistem


perawatan kesehatan dengan cara mendukung, mengadvokasi,

menginformasikan, mendidik, sensitisasi, konseling, dan bersinergi,

semua sumber daya yang ada dan kekuatan yang melekat untuk

kepentingan pasien, keluarga, dan masyarakat.

2. Kompetensi Pekerja Sosial dalam Perawatan Paliatif

Sebuah pernyataan dari Social Work Leadership Summit on Endof-Life and Palliative Care 2002,
menguraikan kebutuhan akan standar

praktik dan mendiskusikan peluang dan tantangan bagi pekerja sosial.

Kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan dan nilai praktik dan

sikap digunakan sebagai tiga konsep pengorganisasian untuk kopetensi

pekerja sosial di seluruh setting praktik. Tentunya, konferensi tingkat

tinggi mengembangkan sistem nilai inti yang mendorong fungsi semua

pekerja sosial tanpa mempedulikan settingnya.

Pekerja sosial harus memiliki kesadaran dan keterampilan


manajemen di bidang yang dibahas pada subbagian berikut ini:

Kompetensi Pengetahuan

a. Pasien dan keluarga sebagai fokus perawatan

b. Variabel biologis, psikologis, sosial, emosional, spiritual, praktik, dan

finansial

c. Masalah biopsikososial umum dan gejala terkait pengobatan selama

pengalam sakit

d. Perilaku kognitif, psikodinamik, krisis, dan intervensi lingkungan

yang mengatasi kesulitan

e. Tanda dan gejala dari kematian yang dekat

f. Informasi klinis dan sadar budaya informasi tentang kematian dan

harapan terkait pasien dan keluarga tertentu

g. Nilai keagamaan, spiritual dan budaya serta ritual dan kepercayaan


h. Etika dan prinsip hukum

i. Pengalaman kesedihan, kehilangan dan kematian

j. Keadilan dalam akses terhadap perawatan

k. Asuransi, hak, dan proses finansial dan tantangan

l. Sumber daya masyarakat

m. Standar perawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi dan

legislatif

Kompetensi Keterampilan

a. Assessment dilihat sebagai landasan praktik pekerja sosial

b. Pertimbangan dari faktor fisik, fungsi, sosial, emosional, spiritual dan

psikologi

c. Kekuatan dan sumber daya coping maksimal


d. Fungsi keluarga

e. Harapan budaya dalam komunikasi dan pengambilan keputusan

f. Keyakinan spiritual dan agama

g. Masalah emosional

h. Integritas tubuh dan fungsi dan tingkat ketergantungan

i. Hambatan untuk memaksimalkan kesehatan dan kualitas hidup

j. Legal and ethical principles used to make health care decisions

k. Masalah keselamatan, pelecehan atau penelantaran, bunuh diri,

permintaan untuk mempercepat kematian

Nilai Praktik dan Sikap

a. Perawatan berpusat pada klien yang welas asih, sensitif, penuh

hormat dengan keterbukaan terhadap keragaman disemua tingkatan.

b. Pengakuan atribut personal dan sikap sebagai peluang dan tantangan


c. Menunjukkan rasa hormat terhadap nilai dan keinginan pasien dan

keluarga

d. Dukungan aktif untuk bekerja dengan orang lain dalam tin dan

masyarakat

e. Dukungan untuk lingkungan dari dukungan dan harapan

f. Komitmen pertumbuhan pribadi dan memajukan ilmu pengetahuan

baru di lapangan melalui penelitian.

3. Tugas Inti Pekerja Sosial

Berhubungan dengan kesehatan sosial dan psikologis dari pasien

dan keluarganya, terdapat 2 bagian inti pekerjaan sosial, yaitu assessment

dan intervensi:

a. Assessment

Assessment biopsikososial-spiritual yang komprensive dan


berkelanjutan adalah sebuah kunci fungsi dari pekerjaan sosial dalam

setting perawatan kesehatan dan dasar perencanaan perawatan yang

efektif.20 Assessment seseorang dengan penyakit kronis atau

penyakit yang membatasi kehidupan melibatkan pengumpulan

informasi yang mendalam tentang aspek fisiologis dari gejala dan

penyakit, penanganan pengobatan dan melengkapi manajemen medis

yang kompeten.

Orang dengan penyakit kronis mungkin mengalami

kesedihan dan beberapa gejala depresi dan kecemasan. Gejalanya

bisa mengganggu fungsi dan kualitas hidup dan menjadi meresap

dan terus menerus. Assessment dan perawatan yang terampil,

termasuk farmakologi dan konseling, sangat penting untuk

meningkatkan hidup pasien (Hultman, Rader, Dahlin, 2008)


Ruang lingkup assessment perawatan paliatif memiliki

banyak hal yang dapat mencakup, fisik, emosional, sosioekonomi,

kognitif, budaya, perilaku, spiritual, eksistensial dan lingkungan

hidup. Perawatan paliatif yang berkualitas juga berfokus pada

perencanaan perawatan dini dan faktor resiko untuk kematian yang

rumit. Assessment yang komprehensif melibatkan individu serta

orang lain yang signifikan dan berusaha untuk mengidentifikasi

kebutuhan dan perbedaan dalam persepsi dan pemahaman.

Berikut ruang lingkup assessment dalam perawatan paliatif:

1. Fisik: diagnosis dan prognosis; sejarah penyakit atau rasa sakit;

gejala; dampak dan fungsi; tidur, suasana hati, dan keintiman.

2. Emosional: depresi; kecemasan; demoralisasi; takut; marah;

kesedihan; penerimaan; kesalahan; malu; kehilangan kendali;


ktidakberdayaan; keputusasaan; masalah psikiatri yang ada atau

komorbidif; keahlian coping; resiko kehilangan.

3. Sosioekonomi; sumber dan stabilitas pendapatan; akses ke

perawatan; hak; masalah asuransi; isu potensial terkait kerugian

ekonomi atau status etnis minoritas; dampak dan simbol makna;

status kecacatan.

4. Kognitif: sikap, keyakinan dan nilai, harapan yang

menginformasikan tanggapan terhadap rasa skit dan penyakit,

dialog internal dan makna simbolik rasa sakit, penyakit, dan

pengobatan, dampak self efficiacy, citra diri dan lokus kontrol.

5. Kultural: komunikasi, gender, dan masalah bahasa, tingkat

akulturasi, asimilasi, perbedaan generasi, keyakinan terkait


penyakit, rasa sakit, pengambilan keputusan, menceritakan

kebenaran, kematian; penggunaan obat tradisional dan

penyembuhan asli.

6. Tingkah laku: komunikasi verbal dan nonverbal, respon tubuh

sadar atau tidak sadar seperti meringis, gelisah atau menangis;

regresi, tergantung dan bertindak keluar; penanganan pengobatan

yang bermasalah dan ketidakmampuan untuk bekerjasama

dengan rencana pengobatan.

b. Intervensi

Untuk pekerja sosial, bidang perawatan paliatif menyajikan

kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang merupakan bagian

rutin dari pelatihan kami, dan untuk mempelajari keterampilan lain

untuk meningkatkan perawatan dan hasil untuk pasien dan keluarga


mereka. Intervensi pekerja sosial dapat difokuskan di arena kerja

kebijakan atau advokasi publik atau dalam ranah klinis pengalaman

keluarga pasien.21

1. Advokasi

Advokasi adalah tugas yang sedang berjalan: kebutuhan akan

perubahan, tekanan bervariasi, dan keterampilan mengadvokasi

diri dapat memudar karena pasien dan keluarga menghadapi

penyakit berkepanjangan, gejala seperti nyeri dan kelelahan, dan

terkait perasaan kelelahan, ketidakberdayaan dan keputusasaan.

Rasa sakit dan gejala yang tidak dikenali dan tak henti-hentinya

dan konflik dan kesalah pahaman dalam keluarga atau dengan

staff adalah contoh situasi klinis yang mungkin memerlukan

keterampilan advokasi pekerja sosial. Pasien dan keluarga sering


membutuhkan bantuan dalam mengadvokasi rencana pelunasan

dan melakukan negosiasi dengan perusahaan asuransi. Ketika

pasien dan keluarga merasa kurang tertekan, keterampilan

advokasi dapat diajarkan dengan tujuan meningkatkan selfefficiacy. Selain itu, ada banyak kesempatan
untuk

mempromosikan perubahan sitemik di dalam institusi dan juga

pada tingkat politik dan kebijakan.

2. Intervensi konseling yang mendukung

Intervensi konseling yang mendukung mencakup teknik

mengklarifikasi, mengeksplorasi, partializing, memvalidasi, dan

pemecahan masalah. Pasien dan anggota keluarga sering

dihadapkan dengan berbagai masalah penyakit, seperti rasa sakit

dan pengambilan keputusan medis yang penting. Intervensi ini,

bersamaan dengan penanganan gejala medis yang intensif,


menetapkan dasar untuk kepercayaan sementara mereka

mengeksplorasi kebutuhan mendesak dan kekhawatiran. Mereka

juga memiliki potensi untuk menciptakan lingkungan hubungan

dimana pasien dan keluarga merasa dimengerti.

3. Pendidikan dan Bimbingan Antisipatif

Pendidikan adalah bagian penting untuk membantu orang

menguasai keadaan. Di lingkungan perawatan kesehatan,

pendidikan sering berarti paparan bahasa kedokteran dalam

setting rasa sakit, penyakit dan kecemasan. Komunitas kesehatan

bertanggung jawab untuk mengakomodasi dan menyesuaikan

dengan kebutuhan pasien dan memberikan informasi dengan cara

yang mendukung pemahaman dan kompetensi pasien dan

keluarga.
4. Cognitive-Behavioral Intervention

Teknik perilaku kognitif mengenali bahwa aspek biologis,

kognitif, perilaku dan emosional dari pengalaman terkait dan

intervensi yang terfokus pada satu aspek memiliki potensi untuk

memodifikasi keseluruhan pengalaman. Dialog internal pasien

atau anggota keluarga menjadi sumber informasi diagnosis yang

kaya, dan hubungan antara tubuh, pikiran dan emosi menjadi

jalan untuk membantu memaksimalkan perasaan kontrol dan selafficiacy dan memodifikasi gejala.
Intervensi perilaku kognitif

mungkin ditambahkan ke penanganan gejala medis. Mereka

sering digunakan dalam kombinasi dan mungkin merupakan

intervensi utama dalam situasi nyeri kronis. Mereka dapat

membantu pasien selama prosedur dan tes diagnostik kemudian


sering menimbulkan tekanan dan perasaan kurang kontrol.

Strategi yang dipilih berhubungan dengan tujuan dan

kondisi pasien dan sering memanfaatkan minat dan kemampuan

pasien dan keluarga. Bagi mereka yang kewalahan atau kelelahan

fisik atau mental, dokter bekerja untuk membangun pengalaman

yang sukses dengan memilih intervensi yang membutuhkan

usaha lebih sedikit, seperti yang berbasis visual atau pendengaran,

seperti, kaset audio dan musik. Intervensi ini dapat diajarkan

kepada individu dan keluarga atau dapat digabungkan ke dalam

pengalaman kelompok. Pendidikan sering menjasi komponen

dasar teknik ini.

5. Restrukturisasi Kognitif

Restrukturisasi Kognitif melibatkan pemantauan penafsiran


seseorang terhadap kejadian untuk mengurangi perasaan tertekan,

tidak berdaya dan putus asa. Menjelajahi dialog internal pasien

dapat membantu menidentifikasi pikiran dan perasaan yang

memperparah rasa sakit, intensitas gejala dan tekanan. Teknik

yang memberikan kesempatan baik untuk mengeksplorasi

ketakutan dan kesalahpahaman dan untuk menafsirkan kembali

pikiran untuk meningkatkan kenyamanan dan kontrol.

6. Coping Statement

Coping Statement adalah pernyataan internal atau ucapan yang

dirancang untuk mengalihkan perhatian, meningkatkan

penanganan, menenangkan diri, atau mengurangi aspek situasi atau

pengalaman yang mengancam. Bencana dan kekalahan pernyataan

diri tentang rasa sakit bisa diganti dengan dialog internal yang
meningkatkan coping, ketenangan, dan kompetensi.

7. Distractions

Pengalihan perhatian melibatkan memfokuskan kembali perhatian

pada rangsangan selain rasa sakit dan aspek lain dari diri, yang

mungkin termasuk aktivitas mental (internal) seperti berdoa,

membaca, atau melakukan teka-teki silang atau aktivitas fisik

(eksternal), seperti bernapas, irama, atau terlibat dalam

percakapan. Aktifitas seperti bercerita, musik, review hidup,

shalat, dan membaca dengan diam-diam atau keras dapat

memiliki nilai terapeutik, sementara pada saat bersamaan

mengalihkan perhatian dari rasa sakit dan sumber tekanan

lainnya.

8. Self-Monitoring Techniques
Teknik pemantauan diri seperti sebuah buku harian atau jurnal

mengeksternalisasikan dan memusatkan pikiran, perilaku, dan

perasaan dan menciptakan sejarah pribadi. Identifikasi sikap,

pikiran, dan keyakinan memungkinkan redefinisi aspek

pengalaman yang mengancam menuju tujuan mengurangi

perasaan dan reaksi yang menyusahkan. Teknik-teknik ini dapat

disesuaikan dengan kepribadian dan tujuan yang berbeda, dapat

disimpan selama seminggu atau berbulan-bulan, dapat ditulis

dalam format telegram atau paragraf, dan memberikan tautan ke

klinis. Kadang-kadang, catatan harian dan rekaman audio

berfungsi sebagai tujuan tambahan karena mereka mewakili

hubungan simbolis secara simbolis, seperti dalam konsep objek


transisi, sehingga memperluas manfaat terapeutik dan

kenyamanan yang tersirat dalam hubungan itu. Buku harian dapat

berguna untuk memahami aspek multidimensi penyakit dan

gejala, termasuk rasa sakit, insomnia, kecemasan, dan depresi dan

dengan demikian mengarahkan intervensi.

9. Relaxation Techniques

Pada 1970an, seorang ahli kardiologi bernama Herbert Benson

mengembangkan teknik relaksasi sederhana yang

menggabungkan relaksasi otot dan pernapasan berirama.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan respon relaksasi yang

melawan, respon adaptif internal terhadap ancaman di mana

tubuh mengeluarkan katekolamin atau hormon stress, yang

mempersiapkan seseorang untuk bertempur atau melarikan diri.


Respon ini sangat penting saat menghadapi ancaman akut dan

sering menjadi aktif selama prosedur medis yang mungkin

menakutkan atau mengancam pasien, karena hasil yang

diantisipasi, seperti diagnosis kanker, akan mengubah kehidupan.

Tanggapan fight-or-flight tidak membantu saat stress sedang

kronis, seperti saat ancaman itu merupakan pengalaman internal,

seperti rasa sakit atau sesak nafas. Hal ini juga sering

mengganggu saat prosedur yang membutuhkan perhatian atau

keheningan pasien. Mempelajari teknik pernapasan yang

memunculkan respons relaksasi dapat memberdayakan pasien dan

keluarga untuk mengatasi kejadian, ketakutan, dan pemikiran

berlebihan, sehingga meningkatkan perasaan self-efficiacy.

Banyak pasien menggunakan teknik pernapasan dengan


atau tanpa relaksasi otot untuk membalikkan reaksi fisiologis,

emosional, dan perilaku mereka terhadap stress dan rasa sakit.

Pilihan teknik didasarkan pada evaluasi klinis. Sebagian besar

latihan menggabungkan pengulangan kata, frasa, atau nafas,

dengan atau tanpa imagery, dan disempurnakan oleh lingkungan

yang tenang dan posisi fisik yang yang nyaman. Dokter sering

bekerja dengan pasien dan keluarga untuk mempraktikkan teknik

dalam hubungan terapeutik. Latihan relaksasi dan pencitraan yang

dipersonalisasi dapat dicatat untuk digunakan oleh pasien dan

keluarga, sehingga menciptakan potensi untuk memperluas

manfaat terapeutik mereka.

10. Imagery

Citra adalah penggunaan representasi mental untuk membantu


mengendalikan gejala, untuk meningkatkan relaksasi dan

kenyamanan, atau untuk menjauhkan diri dari masalah dan

dengan demikian mendapatkan wawasan tentang hal itu. Citra

sering menggabungkan latihan relaksasi. Meskipun visualisasi

adalah bentuk yang paling umum, banyak latihan diperkaya

dengan melibatkan rasa, penciuman/bau, pendengaran dan

sentuhan. Citra bisa digunakan untuk latihan mental terhadap

aktivitas atau perasaan yang akan datang mengancam. Gambar

yang berasal dari pasien atau keluarga dapat mewakili kenangan

pribadi tempat imajiner dan berpotensi meningkatkan efek

terapeutik dari intervensi.

11. Hipnosis
Hipnosis adalah teknik untuk menginduksi keadaan kesadaran

tinggi, peningkatan sugesti, dan konsentrasi terfokus yang dapat

digunakan untuk mengubah persepsi rasa sakit, mengurangi

ketakutan dan kecemasan terkait, dan terkadang mengendalikan

rasa sakit itu sendiri. Autogenic self-hypnosis menggunakan

saran diri dari kehangatan, berat dan relaksasi secara berurutan

di seluruh tubuh. Hal ini dapat dikaitkan dengan penurunan rasa

sakit dan relaksasi yang meningkat. Dokter yang memilih untuk

menambahkan hipnosis pada keahlian mereka mencari keahlian

khusus. Konsep saran, bagaimanapun, dapat diintegrasikan

dengan mudah ke dalam komunikasi profesional hanya dengan

memperhatikan bahasa. Misalnya ungkapan “saat Anda menjadi

lebih nyaman” menyiratkan proses dan harapan akan hasil


positif, sebuah pesan yang secara signifikan berbeda “kapan atau

jika Anda merasa lebih nyaman”.

12. Life review and Legalicy Building

Diagnosis penyakit lanjut sering dikaitkan dengan peningkatan

kesadaran bahwa seseorang memang fana. Erikson (1963)

berspekulasi bahwa mereka yang menghadapi kematian

berusaha menyelesaikan konflik antara “integritas ego” dan

“keputusasaan”. Membantu pasien dengan tinjauan hidup

dengan berfokus pada generativitas (terus terlibat dalam

kegiatan yang bermakna) menawarkan landasan bagi refleksi

positif pada tahap kehidupan yang rentan ini. perhatian baru

terhadap eksistensi “makna hidup” mungkin mulai diutamakan

karena individu mempertimbangkan kemungkinan rentan hidup


yang terbatas atau hidup dengan rasa sakit kronis. Pekerja sosial

dapat membantu selama periode ini dengan menormalisasikan

masalah ini, berbagi waktu untuk ditinjau, dan menawarkan

sumber daya untuk membantu dalam proses peninjauan

kehidupan. Alat tersedia yang menawarkan panduan dalam

merekam riwayat hidup di kaset video atau audio, di jurnal dan

buku memo atau melalui strategi artistik lainnya. Upaya ini bisa

sangat katarsis bagi pasien dan sangat bermanfaat bagi orang

yang dicintai sebagai bagian dari latihan pembangunan warisan

yang disengaja. Dengan rasa sakit kronis, peninjauan kembali

kehidupan dapat terjadi sebagai bagian alami

daribmengintegrasikan dampak rasa sakit kronis saat pasien dan

keluarga merefleksikan perubahan dalam kehidupan mereka saat


ini, dan juga harapan masa depan mereka.

Anda mungkin juga menyukai