Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Proses Layanan Rehabilitasi Sosial

1. Definisi Rehabilitasi Sosial


Menurut Kamus Psikologi secara bahasa Rehabilitasi Sosial adalah
upaya memberikan perhatian kepada individu agar dapat kembali dan
bersosialisasi dengan masyarakat. Selain itu juga diartikan sebagai sikap
penghargaan tertinggi seseorang terhadap individu yang mengalami
gangguan baik secara fisik, psikis, dan sosial sampai individu tersebut
mendapatkan pelayanan pendampingan untuk membentuk jalan hidup
yang baru kemudian siap kembali menyatu dengan masyarakat dan
kembali seperti semula (Psycology Dictionary, tersedia online
dictionarypsycology.org).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Rehabilitasi sosial adalah


proses perbaikan dan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun
sosial bagi individu yang pernah mengalai sebagai pecandu narkotika,
narapidana, dan sebagainya dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya
dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu Rehabilitasi juga berarti
sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita yang
mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik psikologis,
dan sosial yang maksimal (David Arnot, dkk 2009 : 3) .

Secara umum rehabilitasi sosial menurut ilmuan barat disebut sebagai


Rehabilitation Psykologist yang bertujuan sebagai pengembangan bidang
psikologi dengan memberikan pelayanan terhadap orang-orang yang
membutuhkan bantuan untuk kembali seperti sedia kala dengan
pengembangan bantuan sosial dan advokasi di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Astutik (2014) menjelaskan bahwa Rehabilitasi adalah suatu

1
program yang dijalankan yang berguna untuk membantu memulihkan
orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya
(Astutik, 2014 : 9) .

Waktu yang diberikan kepada setiap klien memiliki perbedaan sesuai


dengan kebutuhan klien. Pelayanan rehabilitasi sosial sangat bermanfaat
bagi klien yang mengalami disfugsi sosial. Pada umumnya klien yang
direhabilitasi memiliki perasaan rendah diri, tidak percaya diri, kurang
berfikir positif pada dirinya dan kehidupannya. Maka dari itu dalam
menangani hal ini psikologi sangat berperan penting.

Pengertian lain mengenai Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses


kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar
klien dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.” (Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 22 Tahun 1997 Tentang
Narkotika). “Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.” (Pasal 1
Angka 8 UU Nomor 11 Tahun 2009). Proses layanan rehabilitasi sosial
merupakan suatu proses pemberian pelayanan, perlindungan pemulihan
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi klien agar memperoleh
hak-hak dasarnya yaitu kelangsungan hidup, tumbuh kembang,
perlindungan maupun partisipasi.

Adapun tujuan dari rehabilitasi sosial diantaranya :

a. Membantu individu untuk memulihkan kembali harga diri, percaya


diri, kesadaran dan tanggung jawab terhadap masa depan diri,
keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitarna.
b. Membantu individu untuk memulihkan kembali kemampuan yang
dimiliki agar dapat melaksanakan kembali fungsi sosialnya secara
wajar.

2
c. Membantu individu untuk mencapai kemandirian secara mental,
fisik, psikis dan sosial sehingga mencapai keseimbangan antara apa
yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan olehnya.

Berdasarkan Undang-undang No 11 tahun 2009 pasal 6 mengenai


Kesejahteraan Sosial diatur mengenai Rehabilitasi Sosial sebagai
Penyelengaraan Kesejahteraan Sosial dan berdasarkan Peraturan Menteri
Sosial Nomor 22 tahun 2014 tentang “Standar Rehabilitasi Sosial dalam
Pendekatan Pekerjaan Sosial” Pada pasal 7 tujuan dari rehabilitasi sosial
adalah untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang
yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar.

Menurut Widati (1984) Rehabilitasi sosial memiliki prinsip dasar yaitu


membantu individu yang memiliki keterbatasan secara mental, kognitif,
atau sensori agar tetap menjadi masyarakat yang mandiri dan produktid
dalam masyarakat. Membantu individu yang mengalami disfungsi sosial
agar dapat respon dan berperan terhadap berbagai tantangan masyarakat,
merencanakan karir, mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan yang
memberikan kepuasan.

Menurut The National Council On Rehabilition (1942) Rehabilitasi


merupakan perbaikan atau pemulihan menuju penyempurnaan
ketidakfungsian fisik, mental, sosial dan ekonomi sesuai kapasitas potensi
yang dimiliki individu. Untuk mencapai tujuan dalam rehabilitasi sosial
terdapat beberapa tahapan diantaranya (Widati. 1984:20 ):

1. Adanya bimbingan sosial, pembinaan mental dan bimbingan


keterampilan.
2. Bimbingan sosial dapat dilakukan secara individu ataupun
kelompok. Usaha ini ditujukan agar individu dapat memahami
akan kesadaran terhadap fungsi sosialnya dan menggali potensi
postif seperti minat, bakat dan hobi.

3
3. Adanya bimbingan keterampilan diberikan untuk membantu
memahami kemampuan dan mengembangkan keterampilannya
sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Sehingga individu
mampu mandiri dalam hidup bermasyarakat dan berguna bagi nusa
dan bangsa.
4. Bimbingan dan penyuluhan diberikan kepada keluarga dan
lingkungan sosial dimana klien berada.bimbingan dan penyuluhan
ini dimaksudkan untuk memberikan kesadaran kepada keluarga
dan masyarakat sekitar mengenai tujuan dari rehabilitasi sosial
sehingga mampu berpartisipasi dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi klien.

2. Layanan Rehabilitasi Sosial sebagai Bentuk Kebijakan Publik


Adanya rehabilitasi sosial merupakan sebagai bentuk kebijakan publik
yang mengatur tentang kesejateraan sosial. Salah satu bentuk dari
kebijakan publik adalah kebijakan sosial yang merupakan ketetapan
pemerintah yang dibuat mengatasi berbagai permasalahan masyarakat atau
memenuhi kebutuhan masyarakat banyak (Bessant Watts, Dalton dan
Smith . 2006 : 4). Hal ini berarti kabijakan sosial adalah sebagai upaya
pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui
pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan
program-program tunjangan sosial lainnya.

Menurut Midgely (2006) dalam Suharto (2011 : 25) Fungsi dari


kebijakan sosial adalah sebagai fungsi pencegahan, penyembuhan dan
pengembangan. Dalam garis besar kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga
kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanansosial dan sistem
perpajakan.

Dalam buku Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji


Masalah dan Kebijakan Sosial (Suharto,2006) Kebijakan sosial merupakan
kebijakan kesejahteraan (welfare policy) yaitu kebjakan pemerintah yang

4
di dalamnya terdapat berbagai perogram-perogram pelayanan sosial bagi
kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) yakni
yang memerlukan pelayanan menuju kesejahteraan sosial seperti keluarga
miskin, anak terlantar, pekerja anak, korban HIV/AIDS, Penyelahagunaan
Narkoba dan kelompok-kelompok rentan lainnya baik secara ekonomi
maupun psikososial.

Kesejahteraan yang terkait dengan kebijakan sosial lebih


mengutamakan kepada individu yang mengalami masalah dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya atau memenuhi kesejahteraannya. Dalam
kehidupan sosial akan dijumpai hubungan timbal balik antara individu
dengan masyarakat, maka fungsi kesejahteraan sosial di samping terkait
dengan individu juga dapat ditujukan kepada masyarakat. Fungsi yang
terkait dengan individu adalah berbagai tindakan yang bersifat
humanitarian, perlindungan terhadap warga masyarakat yang rentan dan
pengembangan kapasitas individu. Sedangkan fungsi untuk masyarakat
adalah reproduksi struktur sosial, mengefektifkan kontrol sosial dan
mendorong perkembangan ekonomi (Spicker, 1995 : 69).

Salah satu bentuk kebijakan sosial adalah program pelayanan sosial.


Pelayanan sosial merupakan suatu tindakan untuk mengatasi masalah
sosial yang terjadi pada individu atau kelompok yang mengalami masalah
sosial. Keadaan individu seperti tersebut perlu diberikan penanganan untuk
mengurangi kemiskinan, keterlantaran dan bahkan kriminalitas.
Kategorisasi terdiri dari perawatan anak, remaja dan lanjut usia, setting
atau tempatnya seperti pelayanan sosial di sekolah, tempat kerja, penjara,
rumah sakit, atau berdasarkan jenis atau sektor seperti pelayanan
konseling, kesehatan mental, pendidikan khusus dan vokasional, dan
jaminan sosial. (Gilbert dan Specht, 1981 ; Johnson, 1984; Zastrow, 1999;
Zastrow, 2000; Suharto,2006).

5
Pada dasarnya kandungan dari pelayanan sosial dapat diklasifikasikan
menurut ruang lingkup sasarannya yaitu individu, kelompok, dan
masyarakat. Sementara itu dilihat dari substansinya pelayanan sosial yang
diberikan kepada masyarakat bergerak di sekitar (1) sosialisasi dan
pengembangan, (2) terapi, bantuan dan rehabilitasi, (3) akses, informasi
dan nasehat. Pada dasarnya bentuk pelayanan yang baik adalah pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat
(Soetomo, 2015 : 224).

Salah satu jenis dan cakupan pelayanan sosial adalah adanya


pelayanan sosial personal yang merupakan salah satu bidang kebijakan
sosial yang populer sejak tahun 1960an. Pelayanan ini menunjuk pada
berbagai bentuk perawatan sosial (Sosial Care) di luar pelayanan
kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial dalam garis besar, pelayanan ini
mencakup tiga jenis, Perawatan Anak (Child Care), Perawatan Masyarakat
(Community Care)dan Peradilan Kriminal.

Diantara ketiga jenis tersebut salah satunya yaitu mengenai Perawatan


Masyarakat (Community Care) yang merupakan alternatif terhadap
pelayanan yang diberikan di dalam lembaga (institution-based care).
Pelayanan rehabilitasi berbasis masyarakat dan rehabilitasi keliling.
Pelayanan umumnya diberikan di rumah atau lingkungan masyarakat
terhadap indvidu yang mengalami gangguan fisik atau mental yang
memerlukan penanganan profesional, selain bantuan dari pihak keluarga
dan warga masyarakat setempat. Fasilitas dan sumber pendanaan juga
biasanya diinvestasikan di dalam komunitas yang bersangkutan.

Tujuan umum pelayanan sosial meliputi (Soetomo, 2015: 236) :

1. Usaha memperbaiki, menyembuhkan kondisi yang bermasalah atau


tindakan rehabilitatif.

6
2. Menganalisis, memprediksi kemunculan masalah sosial dan
mengambil tindakan untuk mencegah dampak yang lebih besar
atau tindakan preventif.
3. Mendorong kondisi yang memungkinkan tumbuhnya
perkembangan ke tingkat yang lebih baik atau usaha
developmental.

Pelayanan sosial sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan sosial


lebih berorientasi pada penyandang masalah. Kelompok sasaran tidak
hanya diberi bantuan yang bersifat karitatif yang merupakan pemecahan
masalah yang bersifat sementara, akan tetapi dibarengi juga dengan upaya
untuk mengembangkan kapasitas kelompok sasaran agar dalam jangka
panjang lebih mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah secara
mandiri, dengan demikian secara perlahan akan mengurangi
ketergantungan kepada bantuan pemerintah (Soetomo, 2015 : 224-228).

Agar pelayanan sosial diberikan secara efektif maka dalam mengatasi


masalah yang dialami masyarakat perlu melakukan pemecahan pada
sumber masalahnya agar masalah yang serupa tidak terjadi lagi dan dapat
mengurangi penyandang masalah. Pada dasarnya pelayanan sosial yang
modern dan terstruktur minimal diharapkan selalu dapat mencakup ketiga
fungsi yaitu sebagai pencegahan, penyembuhan, dan pengembangan.
(Soetomo, 2015 : 234-236).

3. Tahapan Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial


Menurut Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (2004)
proses rehabilitasi sosial dilakukan oleh setiap panti dengan tahapan
diantaranya : (1) Tahap Pendekatan Awal, (2) Tahap Pengungkapan atau
Pemahaman Masalah, (3) Tahap Perencanaan Program Pelayanan, (4)
Tahap Pelaksanaan Layanan, (5) Tahap Pasca Pelayanan Rehabilitasi
Sosial. Proses pekerjaan rehabilitasi sosial terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
tahapan pra rehabilitasi, tahap pelaksanaan rehabilitasi, dan tahap evaluasi

7
dan tindak lanjut. Tahapan-tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut
(Widati, 1984 : 31) :

a. Tahap pra rehabilitasi / tahap persiapan, pada tahap ini kegiatannya


berupa : pengumpulan data, penelaahan data dan pengungkapan
masalah, penyusunan program layanan rehabilitasi, dan konferensi
kasus.
b. Tahap pelaksana rehabilitasi, pada tahap ini terdapat dua bentuk
layanan, diantaranya :
1) Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat umum dan
berlaku bagi semua penderita catat. Misalnya, pelayanan
pengobatan umum, layanan rehabilitasi mental keagamaan,
rehabilitasi aspek budi pekerti, pencegahan penyakit
menular dan sebagainya.
2) Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat khusus, diberikan
kepada klien yang memerlukan tindakan khusus sesuai
kebutuhan sehingga klien dapat kembali menjalankan
fungsi dan peran sosialnya.
c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
1) Klien yang telah mendapatkan rehabilitasi yang maksimal
agar tetap menjaga kondisinya.
2) Klien yang telah memiliki keterampilan khusus tertentu
untuk disalurkan ke tempat kerja.
3) Klien yang telah mendapatkan layanan rehabilitasi dan
telah kembali ke lingkungan keluarga untuk mengetahui
dan membantu pemecahan kesulitan yang dihadapi.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Kemensos. 2014. Standar


Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Pekerjaan Sosial.
Nomor 22 Pasal 19-26tahapan pelaksanaan rehabilitasi sosial diantaranya
sebagai berikut :

8
1) Pendekatan awal, yang terdiri dari :
a) Sosialisasi dan konsultasi, yaitu berupa upaya menjalin
kerja sama dalam bentuk penyampaian informasi
mengenai lembaga rehabilitasi sosial, untuk memperoleh
dukungan data dan sumber yang mendukung pelayanan
rehabilitasi sosial.
b) Identifikasi, merupakan upaya mengenal dan memahami
masalah calon penerima pelayanan.
c) Motivasi, yaitu upaya penumbuhan kesadaran dan minat
penerima pelayanan serta dukungan orang tua untuk
mengikuti rehabilitasi sosial.
d) Seleksi dan penerimaan yaitu upaya pemilihan dan
penetapan calon penerima pelayanan kemudian
melakukan kegiatan registrasi dan penetapan calon
penerima pelayanan rehabilitasi sosial.
2) Pengungkapan dan pemahaman masalah merupakan kegiatan
mengumpulkan, menganalisis, dan merumuskan masalah,
kebutuhan, potensi dan sumber yang dapat dimanfaatkan dalam
pelayana rehabilitasi sosial.
3) Penyusunan rencana pemecahan masalah, yaitu kegiatan
penetapan rencana kegiatan bagi penerima pelayanan yang
meliputi :
a) Membuat skala prioritas kebutuhan
b) Menentukan jenis layanan dan rujukan sesuai
kebutuhan penerima pelayanan.
c) Membuat kesepakatan jadwal pelaksanaan pemecahan
masalah.
4) Kegiatan pemecahan masalah, merupakan pelaksanaan
pemecahan masalah bagi penerima pelayanan.
5) Resosialisasi, yaitu upaya pengembalian penerima pelayanaan ke
keluarga dan masyarakat.

9
6) Terminasi, merupakan kegiatan pemutusan pemberian pelayanan
rehabilitasi sosial, yang meliputi :
a) Identifikasi keberhasilan yang telah dicapai dari
penerima pelayanan dari aspek bio psikososial dan
spritual.
b) Kunjungan kepada keluarga dan pihak terkait dengan
kehidupan penerima pekayanan.
7) Bimbingan lanjut, merupakan kegiatan pemantapan kemandirian
penerima pelayanan setelah memperoleh pelayanan rehabilitasi
sosial.

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Tahun 2004 dijelakan bahwa


Rehabilitasi sosial dapat diberikan dalam bentuklayanan diantaranya :

a) Motivasi dan diagnosis psikososial, yaitu upaya yang diarahkan


untuk memahami permasalahan psikososial dengan tujuan
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan
keberfungsian sosial.
b) Perawatan dan pengasuhan, yaitu upaya untuk menjaga,
melindungi dan mengasuh agar dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.
c) Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan,
merupakan usaha pemberian keterampilan kepada penerima
layanan agar mampu hidup mandiri dan produktif
d) Bimbingan mental spritual, yaitu kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki sikap dan
perilaku berdasarkan ajaran agama.
e) Pembinaan fisik, merupakan kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan fisik jasmani penerima pelayanan.
f) Bimbingan sosial dan konseling psikososial, yaitu semua
bentuk pelayanan bantuan psikologis yang ditujukan untuk

10
mengatasi masalah psikososial agar dapat meningkatkan
keberfungsian sosial.
g) Pelayanan aksesibiltas, yaitu peneyedian kemudahan bagi
penerima pelayanan guna mewujdukan kesamaan hak dan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan.
h) Bantuan sosial dan asistensi sosial, yaitu upaya yang dilakukan
berupan pemberian bantuan kepada penerima pelayanan yang
mengalami guncangan dan kerentanan sosial agar dapat hidup
secara wajar.
i) Bimbingan resosialisasi, merupakan kegiatan untuk
mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat diterima
kembali ke dalam keluarga dan masyarakat.
j) Bimbingan lanjut, merupakan kegiatan pemantapan
kemandirian penerima pelayanan setelah memperoleh
pelayanan rehabilitasi sosial.
k) Rujukan, merupakan pengalihan layanan kepada pihak lain
agar penerima pelayanan memperoleh pelayanan lanjutan atau
sesuai kebutuhan.

Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa Rehabilitasi Sosial dapat dilakukan


di dalam atau di luar lembaga berupa panti sosial Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Lembaga Kesejahteraan Masyarakat. Sedangkan yang
dilakukan di luar Lembaga Kesejahteraan Masyarakat dapat dilakukan di
keluarga dan masyarakat.

Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada individu yang mengalami kondisi


kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku serta memerlukkan perlindungan khusus (Pasal 5
tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Profesi Pekerja
SosialNomor 22 Tahun 2014).

11
B. Bimbingan Karir

1. Definisi Bimbingan Karir


Karir adalah pekerjaan atau profesi (Hornby, 1957). Individu dapat
bekerja dengan senang hati apabila apa yang dikerjakan sesuai dengan
keadaan potensi dirinya, kemampuannya dan minatnya. Agar seseorang
dapat bekerja dengan baik, senang dan tekun, diperlukan adanya
kesesuaian tuntutan dari pekerjaan atau jabatan tersebut dengan apa yang
ada di dalam diri individu tersebut. Untuk mengarah ke hal tersebut
diperlukan bimbingan secara baik dan dalam membimbing diperlukan
pembimbing yang ahli dalam hal pengembangan individu agar mampu
mengarahkan individu dengan baik.

Bimbingan karir (Career Coaching) adalah aktivitas yang dilakukan


konselor diberbagai lingkup dengan tujuan menstimulasi dan memfasilitasi
perkembangan karir seseorang di sepanjang usia bekerjanya. Aktivitas ini
meliputi bantuan dalam perencanaan karir, pengambilan keputusan dan
penyesuaian diri (Gibson & Mitchell, 2008 : 446). Pengertian lain
mengenai karir lebih menunjukan pada pekerjaan atau jabatan yang
ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, serta mewarna seluruh
gaya hidupnya. Maka dari itu proses pemilihan karir lebih memerlukan
persiapan dan perencanaan yang matang.

Bimbingan karir adalah suatu proses memberikan bantuan kepada


individu dalam memahami dan berbuat seesuai dengan pengenalan diri
terhadap kesempatan kerja dan mampu mengambil keputusan serta dapat
mengelola pengembangan karirnya (Manrihu 1988:18). Selain itu
bimbingan karir adalah suatu proses membantu seseorang dalam mengerti
dan menerima gambaran tentang dirinya dan gambaran mengenai dunia
kerja di luar dirinya, menyesuaikan gambaran diri dengan dunia kerja
sesuai dengan kemampuan hingga pada akhirnya individu tersebut dapat
menentukan pekerjaannya (Rocman, 1990 : 1).

12
Sementara bimbingan karir menurut Winkel (1997) merupakan
bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan,
memilih lapangan pekerjaan atau jabatan profesi tertentu, serta membekali
diri agar siap memangku jabatan yang telah dimasuki. Adapun bimbingan
karir islam menurut Tohari, dkk (1992) adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar dalam proses dalam mencari pekerjaan dan bekerja
senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat
mencapai kebahagaian di dunia dan akhirat. Lebih lanjut pengertian karir
adalah perkembangan dan kemajuan seseorang dalam kehidupannya, baik
dalam pendidikan atau belajar, pekerjaan, jabatan, maupun kegiatan hidup
lainnya.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahawa


bimbingan karir adalah suatu proses pemberian bantuan oleh seseorang
yang mampu membimbing dengan keahlian dan pendekatan tertentu
kepada individu yang belum dan akan memahami pribadinya dan
pekerjaan, sehingga individu mampu menentukan pekerjaan sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.Bimbingan karir lebih bersifat preventif atau
pencegahan, dalam artian individu ketika akan memilih pekerjaan tidak
memilih pekerjaan yang menyimpang dengan norma masyarakat atau
bahkan norma agama (Syamsul, 2010 : 329).

2. Tujuan Bimbingan Karir


Pekerjaan sangat dibutuhkan oleh individu karena dengan pekerjaan
individu dapat memenuhi sebagian kebutuhan dalam hidupnya dan dapat
membuat kehidupannya lebih sejahtera. Hal tersebut karena pada
dasaranya manusia merupakan makhluk jasmaniah dan ruhaniah yang
memiliki sejumlah kebutuhan seperti sandang, pangan , papan dan
sebagainya. Maka dari itu seseorang untuk memenuhi semua itu manusia
bekerja, walaupun bekerja dan berusaha tidak semata-mata hanya untuk
keperluan jasmaniah saja melainkan dapat untuk memperoleh kepuasan
ruhaniah atau kepuasan batin (Amin, 2010 :334 )

13
Seperti firman Allah dalam QS. At-Taubah : 105 yang berbunyi :

ِ ‫ع ِل ِم ْالغَ ْي‬
‫ب َوال ه‬
ِ‫شهدَة‬ َ ‫لى‬ َ ‫ع َملُكُ ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ َو‬
َ ِ‫ست ُ َرد ُّْونَ إ‬ ‫سيَ َرى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ َ‫َوقُ ِل اْ ْع َملُ ْوا ف‬
)١٠٥( َ‫فَيُنَبِئُكُ ْم بِ َما كُ ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُ ْون‬

Artinya : “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang


yang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Sabda Rasulullah:

“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan itu yang baik daripada


memakan dari hasil usaha tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Allah
Dawud Alaihis Salam makan dari hasil usaha tangan beliau .(HR. Al-
Bukhari dari Miqdan).

Pekerjaan memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi


kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomi,sosial dan
psikologis (Widarto, 20 : 3) :

a. Secara ekonomis, orang yang bekerja akan memperoleh pengahasilan


atau uang yang bisa digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
b. Secara sosial, orang yang memiliki pekerjaan akan lebih dihargai oleh
masyarakat dari pada orang yang menganggur. Orang yang bekerja
akan mendapatkan status sosial yang terhormat.
c. Secara psikologis, orang yang memiliki pekerjaan akan meningkatkan
harga diri dan kompetensi diri.

Berdasarkan fungsi pekerjaan di atas maka dari itu terdapat beberapa


tujuan dari bimbingan karir, diantaranya:

1. Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri, terutama yang


berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenai
kemampuan, minat, bakat, sikap dan cita-citanya.

14
2. Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan
yang ada dalam masyarakat.
3. Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan
potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan
dan latihan yang diperlukan bagi suatu bidang tertentu, serta
memahami hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa
depannya.
4. Menemukan hambatan-hambatan yang timbul yang disebabkan
oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan
untuk dapat mengatasi hambatan-hamabatan tersebut.
5. Individu mampu merencanakan masa depannya serta menemukan
karir dan kehidupannya yang serasi dan sesuai.

Menurut Munandir (2005) merumuskan tujuan bimbingan karir adalah


agar konseli dapat memahami dunia kerja, peluang-peluang kerja yang
terbuka, dan mengembangkan sikap kerja yang positif serta keterampilan
menyusun rencana dan pengambilan keputusan kerja. Dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari bimbingkan karir diantaranya : 1) individu dapat
memahami dirinya dalam hal minat, bakat, abilitas, kepribadian, nilai-nilai
dan sikap, serta kelebihan dan keterbatasan yang dimilikinya, 2) individu
dapat memahami dunia kerja seperti berbagai jenis karir dan peluang
untuk mencapainya, 3) individu dapat menentukan kesempatan-
kesempatan dan alternatif pilihan karir yang sesuai dengan potensi dirinya,
4) individu dapat menjadi pribadi yang mandiri dengan potensi yang
dimiliki, 5) individu dapat percaya diri terhadap karir yang telah
dipilihnya, meraih dan mempertahankan karir dalam kehidupan di
masyarakat mendatang (Hartono, 2016 : 30-32).

Selain itu dalam Islam terdapat asas-asas bimbingan karir, diantaranya


(Amin, 2013 :332-334) :

a. Asas kebahagian dunia dan akhirat.

15
Asas ini sesuai dengan etos kerja islami yang menyeimbangkan kerja
duniawi dengan kerja ukhrawi, antara kerja untuk keperluan jasmaniah
dan untuk keperluan mental ruhaniah.
Dalil mengenai ini, antara lain sabda Nabi Muhammad SAW :
Bekerjalah untuk duniawimu seolah-olah kamu akan hidup selama-
lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati
esok”. (HR. Ibnu ‘Askir)
b. Asas bekerja sebagai tugas dan kewajiban mulia.
Menurut islam, seseorang dianjurkan untuk bekerja dan orang yang
mendapatkan penghasilan atau nafkah dari hasil bekerjanya dengan
usaha yang halal dan baik tergolong ke dalam orang yang mulia.
Seperti dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut :
“Tiadalah seseorang yang memakan sesuatu makanan yang lebih baik
daripada memakan dari hasil usaha tangannya. Dan sesungguhnya
Nabi Allah Dawud AS makan dari usaha tangan beliau.(HR. Al-
Bukhari dari Miqdan ‘Alaihissalam)
c. Asas melakukan pekerjaan yang halal dan baik.
Pekerjaan hendaklah yang halal dan baik serta diperoleh dari cara yang
halal dan baik pula. Asas ini menjadi landasan pekerja para
pembimbing sekaligus materi bimbingan yang diberikan kepada klien
yang dibimbing.
d. Asas hubungan kerja yang manusiawi.
Semua pihak yang terlibat dalam pekerjaan hendaknya saling
memperlakukannya sesuai dengan kodrat, hakikat, dan martabatnya
sebagai manusia, termasuk memperhatikan apa yang menjadi
kebutuhan masing-masing.

Bimbingan dan Konseling Karir yang dilaksanakan selain di sekolah


yang diberikan kepada anak muda dapat dilakukan melalui bantuan
layanan pekerjaan yang disediakan pemerintah. Aktivitas bimbingan karir
dapat dilaksanakan dengan didasarkan kepada pertimbangan minat klien

16
mengenai peluang kerja yang tersedia. Klien dapat diberikan instrumen
asesment saat melakukan perencanaan karir. Para konselor lembaga kerja
bekerjasama dengan konselor di sekolah untuk memfasiltasi perencanaan
karir dan transisi anak-anak muda dari sekolah menuju kerja.

Bimbingan dan konseling karir dapat berfungsi saat sebelum individu


menentukan kerja untuk membantu individu memahami dan menyesuaikan
dengan realitas tempat kerja, selain itu dalam melaksanakan tugas kerja
pertama kali diharapkan dapat sesuai dengan minat dan harapan awalnya.

3. Ruang Lingkup Bimbingan Karir


Zunker (2002) dalam Hartono (2016 : 35-36) mengemukakan ruang
lingkup bimbingan karir meliputi :

a. Pengukuran kebutuhan (assesment of needs), yaitu suatu kegiatan


yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
konseli tentang pelayanan bimbingan karir. Kebutuhan ini
diantaranya : kebutuhan pengenalan bakat, minat, jenis pekerjaan,
karakteristik pekerjaan, kompensasi dari pekerjaan dan kebutuhan
lainnya.
b. Orientasi (orientation), merupakan kegiatan yang diberikan kepada
konseli untuk membantu dalam memahami lingkungan baru yang
dimasukinya, dengan tujuan agar konseli memperoleh pemahaman
agar individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
c. Kegiatan-kegiatan individual (individualized programs), setiap
individu perlu mengikuti kegiatan individual yang sesuai dengan
kebutuhannya. Kegiatan ini berupa konsultasi hasil tes minat dan
bakat, konsultasi hasil pengisian inventori tugas perkembangan dan
kegiatan individual lainnya.
d. Intervensi konselor (counselor intervention) kegiatan ini berupa
konseling karir yang diberikan kepada konseli secara individual
atau kelompok, dimana konseli ikut terlibat aktif dalam

17
menyelesaikan permasalahan karirnya dengan tujuan untuk
membantu konseli dalam mengentaskan masalah yang dihadainya.
e. Bantuan internet (on-line assistance), kegiatan ini untuk memenuhi
ketersedian informasi karir secara cepat melalui website yang dapat
diakses oleh konseli kapan dan dimana saja.
f. Tindak lanjut (follow-up), merupakan suatu kegiatan setelah
pelaksanaan bimbingan karir dalam bentuk evaluasi atau referal
disesuaikan dengan kebutuhan konseli.

4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Karir


Menurut Mu’awwanah dan Hidayah (2012) faktor yang
memperngaruhi perkembangan karir adalah terdapat faktor internal dan
faktor eksternal. Adapaun faktor internal diantaranya adanya cita-cita yang
ingin dicapai oleh individu selain itu individu memiliki taraf intelegensi
yang cukup memadai untuk mencari pengetahuan dan mengembangkan
bakat yang dimiliki dan minatnya. selain faktor internal terdapat juga
faktor eksternal yang terdiri dari keadaan sosial ekonomi dari individu
maupun keluarga yang mendorong individu untuk mencapai karir, selain
itu faktor pendidikan dan pergaulan yang menuntut individu untuk
memiliki status sosial di masyarakat.

Semakin bertambah majunya zaman terutama di era globalisasi ini


akan mempengaruhi kehidupan manusia. Baik dari gaya hidup, maupun
perjuangan hidup yang semakin kompetitif. Dalam era kompetisi ini
seseeorang perlu memiliki kompetensi agar terbuka dan dapat mengikuti
dinamika kehidupan. Bagi sebagian kalangan yang merasa ragu, tidak
percaya diri dan tidak sanggup berdiri di atas kaki sendiri yang hanya
menunggu datangnya kesaktian, apalagi jika tidak ada dukungan moral
orang tua untuk menghadapi kompetisi kehidupan, maka individu tersebut
merupakan masyarakat yang termarginalkan dan paling banyak mengalami
kerugian.

18
Selain itu terdapat juga faktor eksternal yang menekan dan menuntut
individu saat ini yaitu ketatnya persaingan dan sempitnya lapangan
pekerjaan, terlebih lagi berkaitan dengan era pasar bebas membuat
angkatan kerja muda tidak mudah untuk memasukinya. Individu yang
ingin mencapai menang dalam persaingan tidak cukup mengandalkan
keahlian dan keterampilan teknis semata, sedangkan individu yang
mengalami kegagalan akan mengalami frustasi karena bagi individu
tersebut pekerjaan adalah satu-satunya tujuan hidup (Madjid, 1995 : 27).

Mental remaja dapat terbina manakala remaja memiliki konsep diri,


sikap mandiri dan support dari orang tua yang cukup tinggi. Dengan bekal
yang ada pada diri tersebut remaja dapat menghadapi berbagai tantangan
dalam mencapai karirnya. Remaja yang kurang proaktif dan kebingungan
dalam mengejar informasi karir tidak mesti dipersalahkan sepenuhnya
karena sesungguhnya kurangnya intervensi oleh kelembagaan pemerintah
maupun masyarakat saat ini yang kurang memberikan motivasi terhadap
karir dan lembaga pendidikan luar sekolah juga lebih memfokuskan
kepada pengenalan keterampilan praktis, sedangkan pengembangan secara
psikologis masih kurang. (Eti, 2016 : 296).

Dimensi psikologis yang penting dalam karir adalah memiliki konsep


diri yang positif, sikap mandiri dan cukupnya support dari orang tua.
Selain itu menurut Mua’wwanah dan Hidayah (2012) bahwa sifat dan
kepiribadian dan potensi yang dimiliki individu merupakan faktor yang
sangat diperlukan untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan
keterampilan yang sesuai sehingga pada akhirnya dapat membuat
komitmen terhadap keterampilan dan karir yang telah menjadi pilihannya.

Menurut Donal E. Super (1983:43) konsep diri, kompetensi dan


pemahaman terhadap informasi karir merupakan faktor penting bagi
individu untuk mengeksplorasi dan membuat komitmen di bidang
keterampilan. Proses individu ketika mulai memikirkan dan

19
mempertimbangkan mengenai keterampilan yang hendak diambil,
kemudian mencari informasi, menjajagi berbagai alternatif sampai pada
keputusan karir yang mantap sangat terkait dengan konsep diri yang
dimilikinya.

Donal Super memiliki pandangan mengenai perkembangan karir yang


yang memiliki lingkup sangat luas, terdapat banyak faktor yang
menentukan perkembangan karir. Faktor tersebut terdapat pada individu
seperti kebutuhan, sifat-sifat kepribadian, serta kemampuan intelektual
dan banyak faktor di luar individu seperti taraf kehidupan sosial-ekonomi
keluarga, berbagai tuntunan lingkungan kebudayaan, dan kesempatan atau
kelonggaran yang muncul. Proses perkembangan karir di bagi menjadi
lima tahap :

1. Tahap perkembangan (Growth) mulai dari saat lahir sampai kurang


dari umur 15 tahun. Anak mengembangkan berbagai potensi,
pandangan khas, sikap, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang
dipadukan dalam struktur gambaran diri (Self-Concept Structure).
2. Tahap eksplorasi (Exploration) dari umur 15-24 tahun. Pada tahap
ini orang muda akan memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi
belum mengambil keputusan yang mengikat.
3. Tahap pemantapan (Establishment) dari usia 25-44 tahun. Pada
tahap ini bercirikan usaha tekun dan memantapan diri seluk-beluk
pengalaman selama menjalani karir tertentu.
4. Tahap pembinaan (Maintenance) dari usia 45-64 tahun. Pada
tahap ini orang yang sudah dewasa menyesuaikan diri dalam
penghayatan jabatannya.
5. Tahap kemunduran (Decline). Orang memasuki tahap pensiun dan
harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya.

Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi timbulnya sikap dan
perilaku yang menyangkut keterlibatan individuterhadap karir, yang

20
tampak dalam tugas-tugas perkembangan karir. Berkaitan dengan tugas-
tugas perkembangan karir Donald Super mengembangkan konsep
kematangan vokasional atau keterampilan yang menunjuk kepada
keberhasilan seseorang menyelesaikan semua tugas perkembangan
vokasional yang khas pada tugas perkembangan tertentu. Indikasi
kematangan vokasional adalah adanya kemampuan untuk membuat
rencana, kerelaan untuk memikul tanggungjawab, serta kesadaran akan
segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam
membuat pemilihan dan pemantapan jabatan (Widarto, 2015 : 3).

Terutama pada usia remaja dan dewasa muda salah satu yang harus
diperjuangkan remaja adalah memperoleh kemandirian (autonomy).
Banyak para ahli berpandangan bahwa usia remaja, seiring berlangsung
dan memuncaknya proses perubahan fisik, kognisi, afeksi, sosial dan
moral dan mulai matangnya pribadi dalam memasuki dewasa awal maka
tuntutan terhadap lingkungan akan semakin tinggi sejalan dengan
tingginya kebutuhan akan pengaturan diri sendiri dan kemandirian
(Steinberg, 1993).

Beberapa temuan empiris dalam Grotevant dan Cooper (1991) tentang


perkembangan remaja dalam hubungannya dengan peran-peran orang tua,
menjelaskan bahwa dukungan yang diberikan kepada remaja oleh orangtua
memberikan suatu perkembangan aspek-aspek kemandirian yang optimal
atau kebebasan yang bertanggung jawab, rasa identitas, kesehatan
psikososial remaja. Selain itu dapat menumbuhkan pemahaman diri (Selft
Understanding) dan motivasi sehingga remaja dapat menentukan dan
merencanakan karir.

Ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses pemeilihan karir


terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika akan
mengalami perubahan pikiran. Hal ini berarti bahwa pemilihan karir tidak
terjadi sekali saja dalam seumur hidup. Ginzberg juga menyadari bahwa

21
faktor peluang atau kesempatan memegang peranan yang sangat penting.
Meskipun individu telah menentukan karirnya berdasarkan minat, bakat,
dan nilai yang ia yakini, tetapi jika peluang pekerjaan tidak ada maka karir
yang dicita-citakan tidak akan terwujud.

C. Klien Binaan
Menurut Wiliis (2009) Klien adalah individu yang diberikan bantuan
profesional oleh seorang konselor atas permintaan dirinya sendiri atau
orang lain. menurut Rogers klien adalah individu yang datang pada
konselor dalam keadaan cemas dengan masalah yang sedang dihadapinya.
Klien merupakan pihak yang dibantu karena kebutuhannya mengenai
masalah yang sedang dialami. Semua individu yang diberikan bantuan
oleh orang yang profesional atas permintaan sendiri atau permintaan orang
lain disebut klien (Willis, 2014 : 111).

Sedangkan pengertian binaan adalah seseorang yang mendapatkan


bimbingan atau arahan dari lembaga atau orang yang profesional untuk
mengembangkan dirinya. Jadi klien binaan adalah individu yang memiliki
permasalahan yang membutuhkan bantuan berupa arahan, bimbingan atau
konseling denga pihak profesional untuk membangun keadaan dirinya
menjadi lebih baik.

Terdapat dua tipe klien, yaitu klien yang datang dengan kemauannya
sendiri, menyadari dirinya membutuhkan bantuan, dia sadar bahwa dalam
dirinya terdapat masalah dan kekurangan yang membutuhkan bantuan
orang ahli. Adapula klien yang kurang menyadari akan masalah yang
dialaminya, dan mungkin dikirim kepada konselor atau pekerja sosial
berdasarkan perantara orang lain. Berikut ini akan diuraikan berbagai jenis
atau ragam klien (Willis, 2014 : 116) :

1) Klien Sukarela
Klien sukarela adalah klien yang datang atas kesadaran sendiri,
berhubung ada maksud dan tujuannya. Mungkin klien tersebut

22
ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan mengenai
persoalan yang dihadapinya, tentang karir atau lanjutan studi dan
sebagainya.
Secara umum terdapat ciri-ciri klien sukarela diantaranya :
a) Hadir atas kehendak sendiri
b) Segera dapat menyesuaikan diri dengan orang lain di
tempat rehabilitasi.
c) Mudah terbuka, seperti mudah mengatakan persoalannya.
d) Bersungguh-sungguh mengikuti proses layanan.
e) Berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas.
f) Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan.
g) Berusaha mengungkapkan rahasia walaupun menyakitkan.
2) Klien Terpaksa
Klien terpaksa adalah klien yang kehadirannya bukan atas
keinginannya sendiri, datang atas dorongan pihak lain. Klien ini
datang dikarenakan dianggap perilakunya kurang sesuai dengan
aturan lingkungan masyarakat sekitar. Terdapat karakteristik dari
klien terpaksa, diantaranya :
a) Bersifat tertutup
b) Enggan berbicara
c) Curiga terhadap orang lain terutama konselor
d) Kurang bersahabat
e) Menolak secara halus bantuan atau proses layanan yang
akan diberikan.

Berdasarkan jenis klien di atas terdapat sasaran klien binaan yang akan
diberikan pelayanan rehabilitasi sosial dalam penelitian ini terfokus
kepada anak jalanan.

1. Definisi Anak Jalanan


Menurut Departemen Sosial (1995) anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan waktunya untuk menghabiskan kegiatan sehari-harinya di

23
jalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-
tempat umum lainnya seperti lingkungan pasar, pertokoan dan pusat-pusat
keramaian lainnya. Anak jalanan lebih mengacu kepada ana-anak
tunawisma yang tinggal di wilayah jalanan. Sedangkan menurut PBB,
anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
dijalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan
tinggal di jalanan karena dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga
yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran
keluarganya.

Sedangkan menurut Dwi Astutik anak jalanan adalah dilihat dari usia
sekitar 6-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar di jalanan karena
sebab tertentu, anak-anak tersebut tinggal di jalanan menjadi pengamen,
pemulung, serta penyemir sepatu atau yang lainnya. Terdapat pengertian
lain mengenai anak jalanan berdasarkan pengertian secara sosiologis dan
ekonomi. Pengertian secara sosiologis anak jalanan merupakan
sekelompok anak yang mengeluarkan biaya atau berkeliaran di jalanan.
Sedangkan menurut pengertian ekonomi anak jalanan adalah sekelompok
anak yang mencari nafkah di jalanan karena membutuhkan uang untuk
menghidupi dirinya (Nugroho, 2000 : 78).

Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial RI menjelaskan bahwa


anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan di
jalanan atau di tempat-tempat umum, dengan usia antara 6 sampai 21
tahun yang melakukan kegiatan di jalan atau di tempat umum seperti:
pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, dan lain-lain.
Kegiatan yang dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri atau
mengganggu ketertiban umum. Anak jalananan merupakan anak yang
berkeliaran dan tidak jelas kegiatannya dengan status pendidikan masih
sekolah dan ada pula yang tidak bersekolah. Kebanyakan mereka berasal
dari keluarga yang tidak mampu.

24
2. Kategori dan Karakteristik Anak Jalanan
Ada beberapa pengelompokkan anak jalanan berdasarkan hubungan
anak dengan keluarga diantaranya. Kategori pertama anak-anak yang
mempunyai kegiatan di jalanan dan masih memiliki hubungan dengan
keluarga. Kedua yaitu anak-anak yang masih tinggal dengan orang tua dan
senantiasa pulang ke rumah setiap hari namun anak-anak tersebut bekerja
dan mencari nafkah di jalanan. Ketiga anak-anak yang menghabiskan
semua waktunya di jalanan dan sudah tidak ada lagi hubungan dengan
keluarganya.

Keempat yaitu anak-anak yang menghabiskan waktunya di jalanan


karena berasal dari keluarga yang hidup dan tinggalnya di jalanan. Kelima
adalah anak jalanan yang berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan
dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Menurut penelitian Departemen
Sosial dan UNDP di Jakarta dan Surabaya anak jalanan di kelompokkan
dalam empat kategori:

a) Anak jalanan yang hidup di jalanan

Anak ini merupakan anak yang kesehariannya dihabiskan dijalanan


bahkan anak dalam kategori ini tidak mempunyai tempat tinggal untuk
dijadikan tempat pulang dan istirahat sehingga mereka tidur dan istirahat
di semua tempat yang menurut mereka layak. Kelompok ini biasanya
tinggal di terminal, stasiun kereta api, emperan toko dan kolong
jembatan.Anak dalam kategori ini mempunyai beberapa kriteria antara lain
adalah:

1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya.


2) 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” ( mengamen,
mengemis, memulung ), dan sisanya menggelandang/tidur.
3) Tidak lagi sekolah.
4) Rata-rata di bawah umur 14 tahun.

25
b) Anak jalanan yang bekerja di jalanan

Anak ini adalah anak yang kesehariannya berada dijalanan untuk


mencari nafkah demi bertahan hidup akan tetapi anak ini bisa dikatakan
lebih kreatif dari kategori yang pertama karana anak ini cenderung lebih
mandiri. Umumnya mereka adalah anak putus sekolah, masih ada
hubungannya dengan keluarga namun tidak teratur yakni mereka pulang
ke rumahnya secara periodik.

Anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja


anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang
tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalanan pada kategori ini
adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya
karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat
di selesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.Anak dalam kategori ini
juga mempunyai beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:

1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.


2) 8-16 jam barada di jalanan.
3) Mengontrak kamar mandi sendiri, bersama teman, ikut orang tua /
saudara, umumnya di daerah kumuh.
4) Tidak lagi sekolah.
5) Pekerjaan: penjual Koran, pedagang asongan, pencuci bus,
pemulung, penyemir sepatu dll.
6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.

c) Anak Yang Rentan Menjadi Anak Jalanan

Anak ini adalah anak yang sering bergaul dengan temannya yang
hidup dijalanan sehingga anak ini rentan untuk hidup dijalanan juga.
Umumya mereka masih sekolah dan putus sekolah, dan masih ada
hubungan teratur (tinggal) dengan orang tuanya.Jenis pekerjaan anak
jalanan dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:

26
1) Usaha dagang yang terdiri atas pedagang asongan, penjual koran,
majalah, serta menjual sapu atau lap kaca mobil.
2) Usaha di bidang jasa yang terdiri atas pembersih bus, pengelap
kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung,
tukang semir sepatu dan kenek.
3) Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai
macam alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang,
radio karaoke dan lain-lain.
4) Kerja serabutan yaitu anak jalanan yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap, dapat berubah-ubah sesuai dengan keinginan
mereka.

d) Anak Jalanan Berusia Di Atas 16 Tahun

Anak jalanan ini adalah anak yang sudah beranjak dewasa yang
kebanyakan mereka sudah menemukan jati dirinya apakah itu positif atau
negatif dan kriteria anak ini antara lain sebagai berikut:

1) Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur dengan orang


tuanya.
2) 8-24 jam berada di jalanan.
3) Tidur di jalan atau rumah orang tua.
4) Sudah tamat SD atau SLTP, namun tidak bersekolah lagi.
5) Pekerjaan: calo, pencuci bus, menyemir dan lain-lain (Aryota
dalam dictio.id diakses 27 Januari 2019).

27

Anda mungkin juga menyukai