BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif
sehat. Paradigma sakit merupakan upaya untuk membuat orang sakit menjadi sehat,
upaya membuat orang sehat tetap sehat, menekan pada pelayanan promotif dan
peruahan paradigma sakit menjadi paradigma sehat ini dapat membuat masyarakat
menjadi mandiri dalam mengusahakan dan menjalankan upaya kesehatannya, hal ini
sesuai dengan visi Indonesia sehat, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
sudah sesuai dengan Undang – undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
investasi bagi pembangunan sumber daya masyarakat. Setiap orang berkewajiban ikut
peran serta aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan (Nurbeti, M. 2009).
agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk
dari promosi kesehatan. Masyarakat atau komunitas merupakan salah satu dari strategi
masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target
mereka. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin mengetahui tentang manajemen
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
kesehatan.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
2. Bagi Institusi
3. Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan kita mengenai pengertian, ciri, tujuan dari konsep
pemberdayaan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan.
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan
daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat
berperilaku hidup bersih dan sehat. Strategi ini tepatnya ditujukan pada sasaran primer
bidang lingkungan. Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep yaitu
masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang
sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah pertokoan atau
Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.
(locality development).
nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata
mampu memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainnya seperti Polindes, POD (pos
obat desa), pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat keluarga), dana
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya
berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat
tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan
atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering), sehingga
diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.
perubahan ke depan),
4) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling
menguntungkan, dan
implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam
masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem
sosial:
(Depedence), Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau
2. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sacral (The Sacrosanct), dan penolakan
masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan non-instruktif serta dapat
elite atau pemukiman kumuh, secara alamiah aka terjadi kristalisasi adanya pimpinan
atau tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat bersifat format (camat,
lurah, ketua RT/RW) maupun bersifat informal (ustadz, pendeta, kepala adat). Pada
tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih
formal maupun informal, misalnya PKK, karang taruna, majelis taklim, koperasi-
Sebagaimana uraian pada pokok bahasan dana sehat, maka secara ringkas
dapat digaris bawahi beberapa hal sebagai berikut: “Bahwa dana sehat telah
dana sehat ini semakin meluas perkembangannya dan oleh Depkes diperluas dengan
salah satu potensi msyarakat. Masing-masing daerah mempunyai sumber daya alam
bertujuan untuk :
kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu
proses yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan dari sumber belajar kepada
subyek belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan yang dimulai dengan diperolehnya
2. Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan
pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak
merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, teori lain
kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan timbulnya suatu
tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat dilanjutkan ke tindakan tetapi mungkin juga
tidak atau berhenti pada kemauan saja. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi
tindakan sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor yang paling utama yang
tindakan tersebut.
individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan
tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan
sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
c. Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan
(Notoadmojdo, 2007).
memanpukan masyarakat dari oleh dan untuk masyarakat itu sendiri, berdasarkan
dikelompokkan menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk
ditentukan oleh kualitas, bukan kuatitas sumber daya manusia. Sedangkan potensi
sumber daya alam yang ada di suatu masyarakat adalah given. Bagaimanapun
melimpahnya potensi sumber daya alam, apabila tidak didukung dengan potensi
sumber daya manusia yang memadai, maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal,
karena tidak mampu mengelola sumber alam yang melimpah tersebut (Kartasasmita,
2011)
Potensi masyarakat yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik
tanpa adanya gotong royong dari masyarakat itu sendiri. Peran petugas kesehatan atau
melalui pendekatan pada para tokoh masyarakat sebagai penggerak kesehatan dalam
masyarakatnya.
3. Menggali kontribusi masyarakat.
agar dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap program atau kegiatan
masyarakat dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide, dana, bahan bangunan, dan
4. Menjalin kemitraan
dan lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk mencapai tujuan
5. Desentralisasi
wilayahnya. Oleh sebab itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus diserahkan
komunitas dalam pemberdayaan masyarakat, peran sistem yang ada diatasnya adalah
1. Input
2. Proses
Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan
yang dilaksanakan.
3. Output
Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya
4. Outcome
1. Individu berpengaruh
Kerja
Gerakan posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak tahun
1982. Saat ini telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh Indonesia. Posyandu
meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi, dan pennaggulangan diare
yang terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi.
seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksi permasalahan gizi dan
kesehatan di berbagai daerah. Permasalahn gizi buruk anak balita, kekurangan gizi,
busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak
Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:
1. Meja 1 : pendaftaran
2. Meja 2 : penimbangan
tablet besi
5. Meja 5 : pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
jumlah posyandu diberbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi.
Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta masyarakat
dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan kesehatan ibu serta
kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa antara lain melakukan
pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan
imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak, serta
Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA, yaitu
dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi, sehingga tidak
menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif pemeriksaan ibu, anak, dan
kesenjangan ekonomi.
Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam
Di lapangan POD dapat berdiri sendiri atau menjadi salah satu kegiatan dari
UKBM yang ada. Gambaran situasi POD mirip dengan posyandu dimana bentuk
pelayanan menyediakan obat bebas dan obat khusus untuk keperluan berbagai
program kesehatan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Beberapa
e. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.
4. Dana Sehat
Dalam implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain
sebagai berikut :
a. Dana sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34 kabupaten
pada 96 kabupaten.
d. Dana sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23 kabupaten,
pada 11 kabupaten/kota.
f. Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir angkutan kota dan
kesehatan bagi anggota masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan
seperti askes, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat
melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena itu, dana sehat harus
dikembangkan keseluruh wilayah, kelompok sehingga semua penduduk terliput oleh
Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun
sampai sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan hanya 105
organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat digolongkan menjadi LSM
yang aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM khusus antara kain organisasi profesi
kemasyarakatan.
c. Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada organisasi
sendiri.
e. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk berkiprah dalam
bidang kesehatan.
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau ladang
yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat. Dikaitkan dengan
peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidnag
gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan. Selain itu, TOGA juga berfungsi
Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat
masyarakat yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran kegiatan
yakni bayi berumur 6-11 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 12-23
bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 24-59 bulan terutama mereka
dari keluarga miskin, dan seluruh ibu hamil dan ibu nifas terutama yang menderita
kurang gizi.
Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah
diberikan PMT anak masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka, makanan
tambahan terus dilanjutkan sampai anak pulih dan segera diperiksakan ke puskesmas
(dirujuk)
secara rasional hingga ketingkat pedesaan. Sejak itu untuk menjamin kelancaran
program berupa peningkatan jumlah akseptor baru dan akseptor aktif, ditingkat desa
telah dikembangkan Pos KB Desa (PKBD) yang biasanya dijalankan oleh kader KB
Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos Obat
Desa namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat disekitar
pedesaan.
dibidnag kesehatan bagi generasi muda khususnya anggota Gerakan Pramuka untuk
peserta didik antara lain : Pramuka penegak, penggalang berusia 14-15 tahun dengan
syarat khusus memiliki minat terhadap kesehatan. Dan anggota dewasa, yakni Pamong
pekerja yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan
usaha yang sama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kegiatannya antara lain
lingkungan terutama dalam penggunaan air bersih serta pengelolaan sampah dan
RW yang besar perannya pada pembinaan remaja dan pemuda dalam menyalurkan
aspirasi dan kreasinya. Dimasyarakat karang taruna banyak perannya pada kegiatan-
pembasmian sarang nyamuk dan lain-lainnya potensi karang taruna ini snagat besar.
dipandang selaku tempat rujukan bagi jenis pelayanan dibawahnya yakni berbagai jenis
Dari pengamatan pada masyarakat selama ini beberapa wujud peran serta
insan yang menunjukkan peran serta masyarakat dibidang kesehatan antara lain
sebagai berikut :
a. Pemimpin masyarakat yang berwawasan kesehatan
c. Kader kesehatan, yang sekarang banyak sekali ragamnya misalnya: kader posyandu,
kader lansia, kader kesehatan lingkungan, kader kesehatan gigi, kader KB, dokter kecil,
2. Institusi/lembaga/organisasi masyarakat
Bentuk lain peran serta masyarakat adalah semua jenis institusi, lembaga atau
a. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yaitu segala bentuk kegiatan
Banyak sekali LSM yang berkiprah dibidang kesehatan, aktifitas mereka beragam
c. Organisasi swadaya yang bergerak dibidang palayanan kesehatan seperti rumah sakit,
rumah bersalin, balai kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan, dokter praktik, klinik
PENUTUP
A. Kesimpulan
pos obat desa (POD), Pondok bersalin desa (polindes), dana sehat, lembaga
kesehatan pesantren, Saka Bhakti Husada, Pos Upaya kesehatan kerja, kelompok
3. Bagi pmbaca, diharapkan agar makalah ini dpat menambah wawasan tentang
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, S. 2007, Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Pranarka dan Vidhyandika (Hikmat, 2004) menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan dapat
dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh abad ke-20
yang lebih dikenal sebagai aliran ostmodernisme. Aliran ini menitikberatkan pada sikap dan
pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan antideterminisme yang
diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman konsep pemberdayaan oleh masing-masing
individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat. Prijono Dan Pranarka (1996)
membagi dua fase penting untuk memahami akar konsep pemberdayaan, yakni: pertama, lahirnya
Eropa modern sebagai akibat dari dan reaksi terhadap alam pemikiran, tata masyarakat dan tata
budaya Abad Pertengahan Eropa yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang dikenal sebagai
Aufklarung atau Enlightenment, dan kedua, lahirnya aliran aliran pemikiran eksistensialisme,
phenomenologi, personalisme yang lebih dekat dengan gelombang Neo-Marxisme, Freudianisme,
strukturalisme dan sebagainya.
Perlu upaya mengakulturasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam pikiran
dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat diawali
dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi). Proses penghilangan
harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan
teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan (power).
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan. Bachrach dan
Baratz (1970) membuktikan bahwa power adalah konsep rasional (rational concept). Dalam
pandangan mereka, power yang dilakukan A hanya dilakukan dalam hubungan individu atau
kelompok B untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh B yang rela
melakukan pilihan atas sanksi yang ada atau akan kehilangan sesuatu yang lebih tinggi (kekuasaan
atau uang). Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat bangunanbangunan yang cenderung
manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik, hukum, ideologi dan religi. Akibat dari proses ini,
manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang dikuasai. Dari sinilah muncul keinginan untuk
membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan menghasilkan system alternatif yang
menemukan proses pemberdayaan. Sistem alternatif memerlukan proses “empowerwent of the
powerless.” Namun empowerment hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi
bagian dan fungsi dari kebudayaan, yaitu aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan
sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia
(Prijono Dan Pranarka, 1996).
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial;
suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Ife (1995)
mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi
daya, member ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang
dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga
mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai suatu sistem yang
mampu mengorganisir dirinya. Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya
bertujuan untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk
mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Paul (1987) menyatakan bahwa
pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehuingga meningkatkan kesadaran politis
kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-
hasil pembangunan. Rappaport (1987) mengatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai
pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik
dan hak-haknya. MacArdle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang orang secara konsekuen melaksanakan keputusan itu. Orang-orang yang telah
mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan”
untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan
serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari
hubungan eksternal.
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal
dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut,
maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan,
dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada
pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang
dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah
suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan
kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan
kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya
dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara
sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang kurang
atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh"
daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau
meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata
"memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan perlunya memperoleh
daya atau kemampuan. Makna kata "pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari
masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain
yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan
lainnya .
Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks
ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong
(encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya
mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-
wering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana. Ketiga,
memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah
yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang
kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat menjadi
lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan indikator masyarakat berdaya,
Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu: (1) mampu memahami diri
dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (2) mampu
mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4) memiliki bargaining power
yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab
atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan
peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu mengambil keputusan,
berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai
dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang
diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi
masyarakat secara bertanggungjawab.
melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul. Watson (Adi, 2003)
menyatakan beberapa kendala (hambatan) dalam pembangunan masyarakat, baik yang berasal dari
kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial:
a. Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit), seleksi Ingatan dan
Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan (Depedence), Super-ego, yang terlalu
kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima pembaharuan, dan rasa tak percaya diri
(self- Distrust)
b. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan dan
kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok kepentingan (vested
Interest), hal yang bersifat sacral (The Sacrosanct), dan penolakan terhadap ”Orang Luar” (Rejection
of Outsiders)
2.3 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya guna mengontrol berbagai faktor yang berpengaruh pada
kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya (WHO). Promosi kesehatan adalah
kombinasi pendekatan pendidikan kesehatan dan pendekatan organisasi, ekonomi, lingkungan yang
seluruhnya mendukung terciptanya perilaku yang kondusif dengan kesehatan (Mee Lian,1998).
Freira (dalam Hubley 2002) mengatakan,bahwa pemberdayaan adalah suatu proses dinamis
yang dimulai dari dimana masyarakat belajar langsung dari tindakan. Pemberdayaan masyarakat
biasanya dilakukan dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat
biasanya berisis bagaimana masyarakat mengembangkan kemampuannya serta bagaimana
masyarakat mengembangkan kemampuannya serta bagaimana meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Apabila kerangka diatas ditelaah, maka yang dimaksud dengan upaya pemberdayaan berarti
serangkaian upaya untuk:
a. Self efficacy , maka upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan yang
terus menerus menggunakan beberapa metode yang cocok, kombinasi komunikasi
massa,komunikasi kelompok serta komunikasi interpersonal. Yang lain adalah memberikan pelatihan
tentang tindakan-tindakan yang diperlukan dalam kesehatan, dalam upaya-upaya meningkatkan
(promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya pengobatan (kuratif) maupun upaya pemulihan
(rehabilitatife) sehingga masyarakat mempunyai kemampuan dan kepercayaan diri untuk
mengambil tindakan yang rasional.
b. Health literacy, dimana pada bidang ini diperlukan upaya pendidikan masyarakat tentang
pengenalan tema-tema dan isu kesehatan tertentu dan terkini, serta memberikan pelatihan
sehingga masyarakat yang sudah memahaminya mampu dan mau mengkomunikasikan kepada
anggota masyarakat lain. Sebagai contoh masyarakat mulai diperkenalkan dengan penyakit-penyakit
akibat gaya hidup, misalnya akibat merokok, akibat minum minuman keras, akibat
menyalahgunakan narkotika, dan isu-isu lain.
Dengan demikian, sebenarnya pemberdayaan adalah suatu proses membantu memperkuat
kemampaun masyarakat, sehingga menjembatani jarak komunikasi antara petugas (provider) dan
kelompok sasaran ( target audiences/ communities). Hal ini sangat diperlukan mengingat sifat dasar
dari promosi kesehatan maupun pendidikan kesehatan yang cenderung bersifat top-down.
Sebagai suatu proses, Jackson (1989), Labonte (1994), dan Rissel (1994) mengatakan,
pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut, yaitu:
a. Pemberdayaan personal.
c. Pengorganisasian masyarakat.
d. Kemitraan.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat dilakasanakan dengan mengikuti langkah-
langkah:
2. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada tahap perencanaan
dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi kesakitan dan kematian dan manajemen
gaya hidup melalui upaya perubahan perilaku yang secara spesifik berkaitan dengan kesehatan.
Adapun tujuan pemberdayaan biasanya berpusat bagaimana masyarakat dapat mengontrol
keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan masyarakatnya.
3. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang terdiri dari
lima pendekatan, yaitu: pemberdayaan, pengembangan kelompok kecil, pengembangan dan
penguatan pengorganisasian mayrakat, pengembangan dan penguatan jaringan antarorganisasi, dan
tindakan politik. Strategi pemberdayaan meliputi: pendidikan masyarakat, mendorong tumbuhnya
swadaya masyarakat sebagai pra-syarat pokok tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota
masyarakat (community responsibility), fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar masyarakat,
serta advokasi kepada pengambil keputusan (decision maker).
5. Evaluasi program.Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan lama, bahkan boleh
dikatakan tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering terjadi, hal-hal tertentu yang menjadi
bagian dari pemberdayaan baru tercapai beberapa tahun sesudah kegiatan selesai.Oleh karenanya,
akan lebih tepat jika dievaluasi diarahkan pada proses pemberdayaannya daripada hasilnya.
Mendelegasikan wewenang pada hakikatnya adalah memberikan kepercayaan kepada orang/ pihak
lain yang kita anggap cukup mempunyai kemampuan. Pendelegasian bukan suatu kegiatan yang
dapat dilakukan tanpa pemikiran yang matang. Orang diberikan wewenang ditetapkan berdasarkan
kriteria tertentu yang ketat, sehingga pendelegasian tidak menyebabkan terganggunya pekerjaan
secara keseluruhan.
Pemberdayaan adalah suatu proses aktif, dimana masyarakat yang diberdayakan harus berperan
serta aktif (berpartisipasi) dalam berbagai kegiatan. Dengan demikian nantinya masyarakat akan
mempunyai pengalaman aktual, yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan program sejenis
dimasa mendatang.
Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan. dilihat dari
konteks pembangunan kesehatan,partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan
dalam bentuk menjalin kemitraan diantara masyarakat dan pemerintah dalam perencanaan,
implementasi dan berbagi aktifitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan,
pengembangan program kemandirian dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku
masyarakat dalam menanggapi teknologi dan infrastuktur kesehatan.
Studi Heller (1971) terhadap 260 orang eksekutif bisnis menunjukan bahwa partisipasi memberikan
beberapa manfaat , diantaranya:
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mengkatkan komuniksi.
4. Memberikan katihan kepada bawahan.
5. Memfasilitasi perubahan.
a. Keterlibatan semua unsure atau keterwakilan kelompok [group representation] dalam proses
pengambilan keputusan. namun mengingat sulitnya membuat peta pengelompokan masyarakat
,maka cara paling mudah pada tahap ini adalah mengajak semua anggota masyarakat untuk
mengikuti tahap ini.
b. Kontribusi massa sebagai pelaksana /implementor dari keputusan yang diambil, ada tiga
kemungkinan reaksi masyarakatyang muncul, yaitu: a.secara terbuka menerima keputusan dan
bersedia melsaksanakan, b. secara terbuka menolaknya, dan c. tidak secara terbuka menolak,
namun menunggu perkembangan yang terjadi.Meskipun demikian, mengambil keputusan harus
terus menerus mendorong agar semua pihak bersikap realistis,menerima keputusan secara
bertanggung jawab, serta secara bersama sama menanggung risiko dari keputusan tersebut.Hal ini
harus disadari,karena program program yang diputuskan adalah program yang ditujukan untuk
masyarakat, oleh karenanya pelaksanya juga masyarakat.
c. Anggota masyarakat secara bersma sama menikmati hasil dari program yang dilaksanakan.bagian ini
penting,sebab sering terjadi karena merasa berjasa, ada pihak tertentu menuntut bagian manfaat
yang paling besar.Oleh karenanya,pada tahap ini perlu ada keselarasan antara asas pemerataan dan
asas keadilan.
Cary (1970) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:
c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program.
Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama-sama.Apabila orang mau dan mampu tetapi tidak
merdeka untuk berpartisipasi,maka orang tidak akan berpartisipasi.
a. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat
mengidentifikasi masalah,prioritas masalah dan melihat permasalahan secara komprehensif.
b. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan,dan belajar untuk mengambil
keputusan.
Batasan Ross di atas sebenarnya menuntut prasyarat bahwa orang-orang yang akan berpartisipasi
harus memenuhi persyaratan tertentu,yaitu kompetensi kognisi tertentu.Pendapat ini mungkin
cocok diterapkan pada kelompok masyarakat yang cukup cerdas, namun mengandung banyak
kelemahan apabila diterapkan pada masyarakat yang “agak terbelakang”.
Menurut Chapin (1939), partisipasi dapat diukur dari yang rendah sampai yang tertinggi, yaitu:
d. Posisi kepemimpinan.
Berdasarkan teori Chapin, maka partisipasi yang tertinggi dilakukan oleh pemimpin.Meskipun
terlihat agak kontroversial, namun bisa dapat dipahami,karena dal;am konteks
kepemimpinan,walaupun jumlahnya paling sedikit,pemimpin menentukan keberhasilanorganisasi.
a. Pemimpin-pemimpin lokal,adalah tokoh masyarakat dan pemimpin formal dan non formal yang
mempunyai pengaruh besar dal;am mengambil keputusan dan mendorong anggota masyarakat
untuk melaksanakannya.
b. Penduduk yang profesional, adalah penduduk setempat yang mempunyai kemampuan tertentu yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.
c. Pihak luar yang profesional, adalah pihak-pihak diluar kelompok masyarakat, yang diminta maupun
tidak, memberikan bantuan untuk kelancaran kegiatan program.
d. Pekerja serbaguna pengembangan masyarakat yang mempunyai komitmen kuat atas kemajuan
masyarakat,serta senantiasa membantu dan melaksanakan berbagai program yang ada.
Keterbukaan (inclusive) akan sangat membantu terutama dalam konteks keterbatasan diri,maupun
implementasi kemitraan (partnership).
Selanjutnya Sutton dan Kolaja (1960), membagi peran-peran dalam partisipasi program menjadi tiga,
yaitu:
1. Pelaku, adalah pihak yang mengambil peran dan tindakan aktif dalam program.
2. Penerima, adalah pihak yang nantinya akan menerima manfaat dari program yang dijalankan.
3. Publik, adalah pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan program,tetapi dapat
membantu pihak pelaku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan Barat,
utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar belakang
kontekstual yang melahirkannya. Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan
terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya guna mengontrol berbagai faktor yang berpengaruh pada
kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya (WHO). Promosi kesehatan adalah
kombinasi pendekatan pendidikan kesehatan dan pendekatan organisasi, ekonomi, lingkungan yang
seluruhnya mendukung terciptanya perilaku yang kondusif dengan kesehatan (Mee Lian,1998).
Hubley (2002) mengatakan, bahwa pemberdayaan kesehatan (health empowerment), melek (sadar)
kesehatan (health literacy) dan promosi kesehatan (health promotion) diletakkan dalam kerangka
pendekatan yang komprehensif.Pemberdayaan didiskusikan dalam kerangka bagaimana
mengembangkan kemampuan penduduk untuk menolong didrinya sendiri (self-eficacy) dari teori
belajar sosial.
EMBERDAYAAN MASYARAKAT (PROMKES)
1. Bersifat konvensional
Masih diletakkan/diutamakan pada upaya pencegahan penyakit melalui pengelolaan gaya hidup
atau pengendalian vektor
2. Bersifat radikal
pendekatan promkes bukan hanya pendekatan dari atas kebawah, namun dari bawah ke atas (
bottom up ).
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok
komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek.
Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat atau obyek saja.
Secara lugas dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat
melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan
pengorganisasian masyarakat.
Dari definisi tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu
mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri
masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti
kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola
kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya
perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Contoh yang kita temui dimasyarakat seperti, anak tidak boleh sekolah, ibu hamil tidak
boleh makan telor, yang membicarakan rencana pembangunan desa hanya kaum laki-laki saja, dan
masih banyak lagi yang dapat kita temui dimasyarakat.
Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling
mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat
dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan
kegiatan, dan lain-lain. Lembaga-lembaga adat yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena
lembaga inilah yang sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja.
1. Merancang keseluruhan program, termasuk kerangka waktu kegiatan, ukuran program, serta
memberikan perhatian pada kelompok marginal.
2. Menetapkan tujuan
5. Evaluasi program.
1. Locality development
2. Social planning
3. Social action
1. Terapi pendidikan
3. Penambahan staf
4. Kooptasi
3. Adanya manfaat yang dapat dan segera dapat dirasakan oleh masyarakat
Strategi Utama
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya yang bersifat non instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan
dan melakukan penyelesaian masalah dengan memanfaatkan potensi masyarakat setempat tanpa
bergantung pada bantuan dan luar.
Pola pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan bukan kegiatan yang sifatnya top-down
intervention yang tidak menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk melakukan
kegiatan swadaya, akan tetapi yang paling dibutuhkan masyarakat lapisan bawah terutama yang
tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up intervention yang menghargai
dan mengakui bahwa masyarakat lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya,
memecahkan permasalahannya, serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip
swadaya dan kebersamaan.
Pola pendekatan yang paling efektif untuk memberdayakan masyarakat adalah the inner resources
approach. Pola ini menekankan pentingnya merangsang masyarakat untuk mampu mengidentifikasi
keinginan maupun kebutuhannya dan bekerja secara kooperatif dengan pemerintah dan badan lain
untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola ini mendidik masyarakat menjadi concern akan
pemenuhan dan pemecahan masalah yang dihadapi dengan menggunakan potensi yang mereka
miliki.
CONTOH KASUS
Penyakit DBD (demam berdarah dengue) masih menjadi masalah nasional. Tidak ada cara lebih
ampuh untuk mengakselerasi upaya pemberantasan penyakit DBD selain dengan cara
memberdayakan masyarakat.
Permasalahan kesehatan (DBD) masih terus menjadi hal yang mengancam, di tengah-tengah
perubahan lingkungan yang tidak menentu. Untuk itu, sudah sewajarnya setiap individu dituntut
kesadaran penuh untuk berdaya hidup secara sehat. Apalagi saat ini, penyebaran penyakit menular
masih merupakan problem tersendiri yang tidak boleh diremehkan.
Atas dasar itulah, kiranya tidak berlebihan bila Depkes R.I. memiliki visi membangun “Masyarakat
yang mandiri untuk hidup sehat.” Harapannya, tentu di masa depan, rakyat Indonesia diharapkan
dapat mandiri, sadar, mau dan mampu mencegah serta mengatasi ancaman kesehatan, dengan
memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong.
Strategi utama yang ditetapkan untuk mencapai visi dan misi tersebut adalah menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi
kesehatan serta meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD
merupakan kunci keberhasilan upaya pemeberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong
meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi dan
berbagai penyuluhan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media
massa dan sarana.
Selain itu, peran sektor terkait sangat menentukan sekali dalam pemberantasan penyakit DBD. Oleh
karena itu perlu dilakukan identifikasi stakeholder baik sebagai mitra maupun pelaku merupakan
langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudakan kemitraan. Jejaring kemitraan
dilaksanakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya masing-masing
mitra. Pertemuan berkala dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program.
Yang tidak boleh dilupakan adalah terkait dengan peningkatan profesionalisme pengelola program
DBD. Yakni pengetahuan mengenai bionomic vektor, virologi, faktor perubahan iklim, penatalaksaan
kasus harus dikuasai oleh pengelola program sebagai landasan dalam menyusun program
pemberantasan DBD, sehingga diperlukan adanya peningkatan SDM.
Terkait dengan usaha untuk kesuksesan strategi utama pemberdayaan masayarakat dalam
penanggulangan DBD ini, maka di sini diperlukan perencanaan adanya pokok dan bentuk kegiatan
nyata yang dilakukan oleh kelompok pemberdayaan yang ada di masyarakat.
Berikut ini merupakan pokok-pokok kegiatan yang mestinya dilakukan dalam kelompok
pemberdayaan masyarakat tersebut. Pertama, melakukan tata laksana kasus, yang meliputi
penemuan kasus, pengobatan penderita, dan sistem pelaporan yang cepat dan terdokumentasi
dengan baik.
Kedua, melakukan penyelidikan epidemiologi, terutama terhadap daerah yang terdapat kasus
penderita DBD. Penyelidikan ini tentu sangat berguna untuk melakukan penanggulangan fokus
terhadap kasus DBD.
Ketiga, adanya penyuluhan tentang DBD kepada masyarakat, melakukan pemantauan jentik secara
berkala, melakukan pemetaan penyebaran kasus, dan melakukan pertemuan kelompok kerja DBD
secara lintas sektor dan program.
Keempat, melakukan gerakan bulan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yang dilaksanakan
sebelum bulan-bulan musim penularan penyakit DBD (data ini dapat kita peroleh dari data tahun
sebelumnya). Artinya, bulan musim penularan penyakit DBD dapat diketahui, bila pencatatan dan
pendataan dilakukan secara benar terhadap terjadinya kasus DBD di suatu daerah.
Kelima, dilakukan kegiatan pelatihan-pelatihan seputar penyakit DBD, mulai dari gejala penyakit
DBD, cara pengobatan penderita yang terkena DBD, cara pencegahan penyakit DBD, dan lainnya.
Jadi, tidaklah berlebihan kalau orang mengatakan bahwa strategi utama penanggulangan DBD itu
terletak pada sejauh mana keberhasilan pemerintah mampu melakukan upaya-upaya
pemberdayaan terhadap potensi yang ada di masyarakat. Dalam kasus penanggulangan DBD ini,
salah satu contohnya adalah pemberdayaan kelompok ibu rumah tangga. Sebab kelompok ibu
rumah tangga ini sangat besar perannya dalam kegiatan PSN dan menjaga kebersihan lingkungan
rumahnya.
kelebihan
meningkatkan dan mewujudakan kemitraan baik dengan tenaga kesehatan maupun masyarakat
kekurangan