Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif


yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah, dan
system saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat,
bersifat episodic yang diselingi oleh periode remisi, dan ditandai oleh adanya
autoantibodi, khususnya antibody antinuclear. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi
dengan perjalanan penyakit yang sangat sulit diduga, tidak dapat diobati, dan sering
berakhir dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan
imunologik, seperti disregulasi system imun, pembentukan kompleks imun dan yang
terpenting ditandai oleh adanya antibody antinuclear, dan hal tersebut belum diketahui
penyebabnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian dari sistemik lupus eritmatosus?
1.2.2 Apa etiologi dari sistemik lupus eritmatosus?
1.2.3 Apa epidemiologi dari sistemik lupus eritmatosus?
1.2.4 Apa saja klasifikasi dari sistemik lupus eritmtosus?
1.2.5 Apa saja manifestasi klinis dari sistemik lupus eritmatosus?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan umum untuk sistemik lupus eritmatosus?
1.2.7 Bagaimana diagnosis pada sistemik lupus eritmatosus?
1.2.8 Bagaimana pengobatan pada sistemik lupus eritmatosus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari sistemik lupus eritmatosus
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari sistemik lupus eritmatosus
1.3.3 Untuk mengetahui epidemiologi dari sistemik lupus eritmatosus
1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi dari sistemik lupus eritmatosus
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sistemik lupus eritmatosus
1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan umum untuk sistemik lupus eritmatosus
1.3.7 Untuk mengetahui diagnosis sistemik lupus eritmatosus
1.3.8 Untuk mengetahui bagaimana pengobatan pada sistemik lupus eritmatosus

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SLE

SLE adalah penyakit sistemik yang mengenai berbagai organ sistemik, karakteristik
dengan adanya AAN (Antibodi Antinuklear). Karakteristik SLE yang utama antara lain :

2
SLE merupakan penyakit episodic. Adanya riwayat gejala intermiten, seperti
arthritis, pleuritic dan dermatitis, dapat mendahului selama beberapa bulan atau
tahun.

SLE merupakan penyakit multisystem. Pada anak-anak biasanya tanda dan


gejala yang muncul melibatkan lebih dari satu macam organ.

SLE ditandai dengan adanya antibody antinuclear dan autoantibodi lainnya.

2.2 Etiologi SLE

Meskipun penyebab L.E. belum diketahui dengan lengkap, disetujui terdapatnya


disregulasi dari T. Limfosit yang menyebabkan aktivasi limfosit sel B, yang
menghasilkan berbagai auto-antibodi sebagai faktor pathogenesis.

Genetic (10%). Ada kaitannya sekitar 10% diantaranya HCA, B8, DR2, DR3,
DRW52, DQ101, DQWL, dan DQW2, NULL untuk C4 banyak ditemui pada pasien-
pasien dan keluarganya.

Lingkungan. Obat kontrasepsi oral diduga penyebab timbulnys penyakit ini. Sinar
matahari juga ternyata mempengaruhi serangan pendahuluan SLE, pada sekitar 1/3
penderita.

3
2.3 Epidemiologi SLE

Prevalensi antara 50.8 per 100.000 orang umur diatas 17th. Prevalensi pada wanita
kulit putih umur antara 18-65 sekitar 1/1000 pada wanita kulit hitam adalah 1/250. Pada
antara umur tersebut diatas wanita 10 x lebih banyak dari pria. Di antara anak-anak dan
orang tua, penyakit tersebut pada laki-laki 2 x daripada wanita.

2.4 Klasifikasi SLE

Klasifikasi Sistemik lupus eritmatosus

Lupus kutis Lupus kutis Lupus Lupus akibat


kronik (diskoid) subakut sistemik obat

Insidens Wanita; puncak Wanita kulit Wanita/pria Penisilamin,


pada dekade ke-4 putih usia muda 8:1, kulit hidralazin,
atau pertengahan hitam prokainamid

Distribusi Wajah, kulit Badan terpapar Ruam Daerah


kepala, telinga; matahari dan berbentuk terpapar
jarang di bawah ekstermitas atas, kupu-kupu matahari,
pinggang, bahu; wajah pada daerah simetris
asimetri lebih jarang terpapar
terkena, simetris matahari;
dengan
melibatkan
hidung dan
pipi simetris

Lesi Papul, merah Bercak atau Bercak ungu Ruam dari


keunguan, plak papul merah kemerahan, LED/LES
dengan skuama keunguan, edematosa,;
tebal lekat, anular, mungkin
sumbatan folikel polisiklik, berskauma
dengan skuama, dengan halus; lesi
telangiektasi, telangiektasia wajah
hiperpigmentasi dan skauma; mempunyai
di tepi, sembuh dapat sembuh distribusi
dengan atrofit di dengan sesuai paparan
tengan, jaringan hipopigmentasi cahaya tidak
parut dan tetapi tanpa mengenai
hipopigmentasi; jaringan parut philtrum dan
bila terjadi di lipat

4
kulit kepala, nasolabial;
alopesia dengan eritema
jaringan parut generalisata

Manifestasi Ulkus oral Telangiektasi, Ulkus pada


kulit periunguium, mulut,
nonspesifik fotosensitivitas telangiektasi
berat, lesi mulut peringium,
alopesia parut, purpura yang
livedo retikularis dapat diraba,
livedo
retikularis,
urtikaria,
fenomena
Raynaud,
alopesia tanpa
jaringan parut,
panikulitis

Diagnosa Biopsi plong dari Biopsi plong Biopsi dari Membaik


kulit yang dari kulit yang kulit yang dengan
terkena untuk terkena untuk terkena untuk penghentian
mikroskop mikroskop pemeriksaan obat
cahaya rutindan cahaya dan mikroskop
DIF+ DIF+bersama cahaya dan
dengan keluhan DIF+
sistemik dan
ditemukannya
otoantibodi

Otoantibodi 5%-10% ANA+, 60% ANA+, 95% ANA+ Antibodi


atihistosin
<5% ds DNA+ 30% ds DNA+, 60% ds DNA
%
30% - 60% SSA
+

5
2.5 Manifestasi Klinis SLE

Riwayat penyakit

Karena penyakit SLE adalah penyakit multisystem, maka pemeriksaan semua


kelainan-kelainan system harus didata terutama keluhan dari pasien yang belum pernah
diobati; kelelahan seringkali, keadaan ini dianggap sebagai psikoneurosis sehingga
terlepaslah diagnosis SLE.

Seringkali manifestasi pertama SLE dianggap suatu infeksi, sehingga pasien


diberi antibiotika, kemudian proses SLE selanjutnya sering berupa ruam difus papula,
macula yang kemerahan, ini sering dianggap reaksi alergi terhadap pemberian
antibiotika tadi.

Sangatlah penting menentukan apakah pasien mempunyai riwayat dari kelainan-


kelainan yang dapat dipikirkan sebagai manifestasi dari SLE, seperti :

- Purpura trombositopeni idiopatik

- Artritis rematik

- Sindroma sjogren

- Hepatitis kronik

- Kekejangan

Penting juga ditanyakan apakah pasien pernah minum obat hydrolozenit,


prokainamid, penisilin, antikonvulsi, sulfanamid, pil KB. Riwayat keluarga penting
ditanyakan, adanya anemia hemolitik, trombositopeni, abortus spontan yang kronik,
kelainan pembekuan darah (kemungkinan sindroma antibody antikardiolipin)

Manifestasi SLE bervariasi antara penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan
gejala intermiten sampai pada fase akut yang fatal. Gejala konstitusional dapat berupa
demam yang menetap atau intermiten, kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia.
Satu system organ dapat terkena, meskipun penyakit multisystem lebih khas (Tabel 30-
2)

6
System Klinis

Konstitusional Demam, malaise, penurunan berat badan

Kulit Ruam kupu-kupu (butterfly rush), lupus discoid, eritema


periungual, fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa

Muskoskeletal Poliartralgia dan artritis, tenosynovitis, miopati, nekrosis aseptic

Vaskuler Fenomena Raynaud, retikularis livedo, thrombosis,


eritromelalgia, lupus profundus

Jantung Perikarditis dan efusi, miokarditis, endocarditis Libman-Sacks

Paru Pleuritic, penuominitis basilar, etelektasis, perdarahan

Gastrointestinal Peritonitis,disfungsi esophagus, colitis

Hati, limpa, kelenjar Hepatomegaly, splenomegaly, limfadenopati

Neurologi Seizure, psikosis, polyneuritis, neuropati perifer

Mata Eksudat, papilledema, retinopati

Renal Glomerulonephritis, sindrom nefrotik, hipertensi

(Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

2.6 Penatalaksanaan SLE

Penyakit SLE adalah penyakit kronis yang ditandai dengan remisi dan relaps.
Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orangtua dan anak penting
dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling
memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisystem pada
anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak, perawat, petugas social dan
psikologis. Ahli ginjal perlu dilibatkan pada awal penyakit untuk pengamatan yang
optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan dermatologis dan
nutrisionis juga diperlukan. Perpindahan

Perlu pula diperhatikan mengenai diet seimbang dengan masukan kalori yang
sesuai. Dengan adanya kenaikan berat badan akibat penggunaan obat glukokortikoid,
maka perlu dihindari makanan junkfood atau makanan mengandung tinggi sodium
untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih. Penggunaan tabir surya dengan kadar

7
SPF lebih dari 15 perlu diberikan pada anak dengan SLE. Pemberian antibiotic sebagai
profilaksis harus dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.

Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus,


yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi


bacterial,

2. Sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis (leukosit >


10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi,

3. Gambaran radiologi inflitrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai


infeksi bacterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain

4. Setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis.

Umum

Konseling, edukasi, pendekatan tim

Istirahat cukup, nutrisi yang tepat

Penggunaan tabir surya

Imunisai, khususnya vaksin antipneumokokus

Tatalaksana tepat untuk infeksi


Antiinflamasi nonsteroid

Untuk tanda dan gejala musculoskeletal


Antikoagulan

Jika terdapat antibody antikardiolipin dalam kadar yang bermakna, maka diberikan

Aspirin dosis rendah, jika thrombosis belum terjadi

Heparin, diikuti warfarin jika sudah terjadi thrombosis


Hidroksiklorokuin

8
Untuk penyakit kulit dan tambahan bagi glukokortikoid untuk penyakit sistemik

Glukokortikoid

Prednison oral 1-2 mg/kg/hari

Inisial metilprednisolon IV, dengan interval tiap bulan untuk terapi pemeliharaan pada
penyakit berat
Imunosupresif

Azatioprin 1-2 mg/kg/hari

Siklofosfamid 1-2 mg/kg/hari (per oral), atau 500-1000/mg/m/bulan (IV) pada penyakit
berat

(Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

2.7 Diagnosis SLE

Diagnosis SLE berdasarkan adanya penyakit multisystem, disamping ditemukan


AAN. Serum komplemen berkadar rendah sekitar 70% dari penderita SLE dan bila
kedua-duanya C3 rendah dan rangkaian antibody DNA yang tinggi ditemukan diagnosis
SLE hampir pasti

2.8 Pengobatan SLE

Dasar pengobatan adalah penggunaan kortikosteroid, dengan dosis yang cukup


untuk mengontrol penyakit multisystem dan mengembalikan antibody anti-DNA dan
komplemen ke kadar yang normal. Tergantung keaktifan dan beratnya penyakit, dosis
yang diberikan bervariasi antara 10mg/hr sampai 1 g iv.

Siklopospamid digunakan pada pasien dengan vasculitis berat dan pasien dengan
nefritis proliferatif difus. Pada pasien dengan kambuhan, pemberian azatioprin mungkin
berguna agar pasien dapat diberi kortikosteroid dengan dosis lebih rendah. Pemberian
obat antimalarial sangat berguna pada pasien dengan kelainan kulit, alopesia, dan tukak
mukosa, dan menjadikan pemberian dosis kortikosteroid lebih rendah.

Beberapa metode pengobatan SLE :

9
1. Pemeriksaan serologik
2. Istirahat dan pelindung sinar matahari
3. Antimalaria
4. Steroid per oral
5. Antimetabolit
6. Dapson

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
SLE adalah penyakit sistemik yang mengenai berbagai organ sistemik, karakteristik
dengan adanya AAN (Antibodi Antinuklear). Meskipun penyebab L.E. belum diketahui
dengan lengkap, disetujui terdapatnya disregulasi dari T. Limfosit yang menyebabkan
aktivasi limfosit sel B, yang menghasilkan berbagai auto-antibodi sebagai faktor
pathogenesis.

Prevalensi antara 50.8 per 100.000 orang umur diatas 17th. Prevalensi pada wanita
kulit putih umur antara 18-65 sekitar 1/1000 pada wanita kulit hitam adalah 1/250. Pada
antara umur tersebut diatas wanita 10 x lebih banyak dari pria. Di antara anak-anak dan
orang tua, penyakit tersebut pada laki-laki 2 x daripada wanita. Manifestasi SLE
bervariasi antara penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan gejala intermiten sampai
pada fase akut yang fatal. Gejala konstitusional dapat berupa demam yang menetap atau
intermiten, kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia.

Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus,


yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi


bacterial,

2. Sebelum dibuktikan penyebab lain, dwemam disertai leukositosis (leukosit >


10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi,

3. Gambaran radiologi inflitrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai


infeksi bacterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain

4. Setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis.

Diagnosis SLE berdasarkan adanya penyakit multisystem, disamping ditemukan


AAN. Serum komplemen berkadar rendah sekitar 70% dari penderita SLE dan bila
kedua-duanya C3 rendah dan rangkaian antibody DNA yang tinggi ditemukan diagnosis
SLE hamper pasti

11
Beberapa metode pengobatan SLE :

- Pemeriksaan serologik
- Istirahat dan pelindung sinar matahari
- Antimalaria
- Steroid per oral
- Antimetabolit
- Dapson

3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat penulis paparkan mengenai Sistemik Lupus
Eritmatosus (SLE). Semoga makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya bagi
mahasiswa. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalahan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk perbaikan
makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. 2000

Akib, Arwin AP,dkk. Alergi Imunologi Anak : Edisi Kedua. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI. 2008

R. Kenneth Landow, MD. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakarta : EGC.


1995

12
Goldstein, Beth G,dkk. Dermatologi Praktis. Jakarta : Hipokrates. 1998

13

Anda mungkin juga menyukai