Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberdayaan masyarakat terhadap usaha kesehatan agar menjadi sehat sudah
sesuai dengan Undang – undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa
pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya masyarakat. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi –
tingginya. Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran
serta aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masayrakat
merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Pemberdayaan kesehatan di
bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat
merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatanpemberdayaan
(empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan
agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Setiap orang baik individu, keluarga maupun kelompok, mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan menjaga kesehatan
dirinya sendiri dari segala ancaman penyakit dan masalah kesehatan yang lain.
Kemampuan untuk memelihara dan melindungi kesehatan mereka sendiri disebut
kemandirian atau self reliancen
Dengan kata lain masyarakat yang berdaya sebagai hasil dari pemberdayaan
masyarakat adalah masyarakat yang mandiri. Demikian juga individu, keluarga
maupun kelompok yang berdaya, juga individu, keluarga atau kelompok yang
mandiri.

1
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok
Melalui Bimbingan?
2) Bagaimana Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok
Melalui Konseling?
3) Bagaimana Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok
Melalui Stress Manajemen?
4) Bagaimana Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok
Crisis Intervention (Intervensi Krisis)?

C. Tujuan Makalah

1) Mengetahui dan memahami strategi pemberdayaan Individu, Keluarga


dan Kelompok Melalui Bimbingan.
2) Mengetahui dan Memahami Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga
dan Kelompok Melalui Konseling.
3) Mengetahui dan Memahami Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga
dan Kelompok Melalui Stress Manajemen.
4) Mengetahui dan Memahami Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga
dan Kelompok Crisis Intervention (Intervensi Krisis).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok Melalui


Bimbingan
1. Definisi bimbingan
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang individu atau kelompok, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara, Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk
melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya
sendiri, (2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami
dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk
perkembangan pribadinya, (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar
mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun
rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan
diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau
pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan
menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.
I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah
suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada suatu
individu, keluarga maupun kelompok dalam memecahkan masalah yang dihadapi,
agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami (self understanding), kemampuan
untuk menerima (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan (self direction)
dan kemampuan untuk merealisasikan (self realization) sesuai dengan potensi atau

3
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian di dalam individu, keluarga maupun
kelompok tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada
prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seorang individu, keluarga maupun kelompok dalam hal pemahaman,
menghubungkan pemahaman dalam individu, keluarga maupun kelompok terhadap
lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep yang
ada pada suatu individu, keluarga dan kelompok berdasarkan norma-norma yang
berlaku.

2. Tujuan Bimbingan
Secara umum dan luas, program bimbingan dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut:
a) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai kehidupan yang
efektif dan produktif dalam masyarakat
b) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai hidup bersama
dengan individu, keluarga dan kelompok yang lain
c) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai harmoni antara
cita-cita dan kemampuan yang di inginkan (Amin, 2010).

Secara khusus, tujuan bimbingan adalah sebagai berikut:


a) Memperkembangkan pengertian dan pemahaman kepada individu, keluarga
dan kelompok dalam kemajuan.

b) Memperkembangkan pengetahuan tentang dunia kerja, kesempatan kerja,


serta tanggung jawab dalam memilih suatu kesempatan kerja tertentu;

c) Memperkembangkan kemampuan untuk memilih, mempertemukan diri dan


informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung jawab

d) Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain


(Amin, 2010: 39)

4
3. Fungsi Bimbingan

Fungsi bimbingan secara umum adalah sebagai fasilitator dan motivator klien dalam
upaya mengatasi dan memecahkan problem kehidupan klien dengan kemampuan
yang ada pada dirinya sendiri (Arifin, 1979).
Fungsi bimbingan antara lain sebagai berikut:
a) Menjadi pendorong (motivator) bagi klien yang terbimbing timbul semangat
dalam menempuh kehidupan;
b) Menjadi pemantap (stabilitator) dan penggerak (dinamisator) untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki;
c) Menjadi pengarah (direktif) bagi pelaksanaan program bimbingan agar sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan klien serta melihat bakat dan minat
yang berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapainya (Arifin dan
Kartikawati: 1995:7).

4. Metode Bimbingan
Metode bimbingan individual merupakan salah satu teknik bimbingan, melalui
metode ini upaya pemberian bantuan diberikan secara individual dan langsung
bertatap muka (berkomunikasi) antara pembimbing dengan klien (individu, keluarga
dan kelompok). Dengan kata lain yaitu pemberian bantuan diberikan dilakukan
melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata).
Dalam metode ini terdapat dua macam bimbingan yaitu:
a) Bimbingan Direktif (metode mengarahkan)
Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha
menghadapi kesulitan yang dihadapi, pengarahan yang di berikan kepada
klien adalah dengan memberikan bimbingan secara langsung jawaban-
jawaban terhadap permasalahan yang menjadi permasalahan yang dihadapi
oleh klien.
b) Bimbingan Nondirektif (metode yang tidak mengarahkan )
Cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat klien
dalam belajar dengan sistem pancingan yang seperti memberikan beberapa

5
pertanyaan yang terarah, selanjutnya klien diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk menceritakan hal-hal permasalahan yang menganggu, yang kemudian di
ambil point-point penting yang dianggap dapat untuk diberikan bantuan.

B. Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok Melalui


Konseling
1. Definisi konseling
Konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu, keluarga dan kelompok yang sedang mengalami
sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien.
Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai
serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu
konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung
jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling
adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien
dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.

2. Macam - macam Konseling


a) Konseling sukarela
Konseling sukarela artinya konseling yang hadir di ruang konseling atas kesadaran
sendiri, berhubungan maksud dan tujuannya. Secara umum dapat kita kenali cirri –
cirri konseling sukarela sebagai berikut :
 Hadir atas kehendak sendiri
 Segera dapat menyesuaikan diri dengan konselor
 Mudah terbuka, segera mengatakan persoalannya
 Bersungguh – sungguh mengikuti proses konseling

6
 Berusaha mengemukakan sesuatu yang jelas
 Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan
 Bersedia mengungkapkan rahasia walaupun menyakitkan.
b) Konseling Terpaksa
Konseling terpaksa adalah konseli yang kehadirannya di ruang belajar karena
dorongan orang lain. Adapun karakteristiknya antara lain :
 Bersifat tertutup
 Enggan berbicara
 Curiga terhadap konselor
 Kurang bersahabat
 Menolak secara halus bantuan konselor
Untuk menghadapi konseli terpaksa, konselor tidak boleh memaksa untuk memberi
bantuan. Salah satu strategi adalah menjelaskan secara bijak apa yang dimaksud
konseling.
c) Konseli enggan
Salah satu bentu konseli yang enggan adalah banyak bicara. Pada prinsipnya konseli
seperti ini enggan untuk dibantu. Upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi
konseli yang seperti ini antara lain adalah menyadarkanakan kekeliruannya, member
kesempatan agar konseli dibimbing oleh orang lain saja, atau mencarilawan bicara
lain.
d) Konseli bermusuhan / menentang
Konseli terpaksa yang memiliki masalah cukup serius, bisa menjelma menjadi
konseli yang bermusuhan. Sifatnya antara lain : tertutup, menentang, bermusuhan dan
menolak secara terbuka.

3. Tujuan Konseling
Terdapat tiga macam tujuan konseling yaitu :
a) Mengubah perilaku yang salah penyesuaian yaitu: perilaku yang tidak tepat,
yang secara psikologis dapat mengarah atau berupa perilaku yang patologis.

7
Sedangkan perilaku yang tepat penyesuaian adalah perilaku yang sehat dan
tidak ada indikasi adanya hambatan atau kesulitan mental.
b) Belajar membuat keputusan adalah hal yang paling penting bagi klien. Tujuan
konseling bukan penyesuaian dengan tuntutan masyarakat, karena adanya
perubahan sosial, personal, dan politik. Penyesuaian saja sebagai tujuan
konseling dapat merusak klien sendiri.
c) Mencegah muculnya masalah yaitu: mencegah jangan sampai mengalami
masalah di kemudian hari, mencegah jangan sampai masalah yang di alami
bertambah berat atau berkepanjangan, dan mencegah jangan sampai masalah
yang dihadapi berakibat gangguan yang menetap.

4. Teknik – Teknik dalam Konseling

Ada beberapa teknik dalam konseling yaitu :

a. Perilaku Attending.

Disebut juga sebagai perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen


kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan.perilaku attending yang baik
adalah merupakan tiga kombinasi komponen sehingga akan memudahkan
konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka.
Attending yang baik dapat:
1) Meningkatkan harga diri klien
2) Menciptakan suasana yang aman
3) Mempermudah ekspresi perasaan klien yang bebas
b. Empati

Ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien,


merasa dan berfikir bersama klien. Empati dilakukan bersamaan dengan
attending. Dengan kata lain, tanpa perilaku attending tidak aka nada empati.
Empati ada dua macam yaitu:
1) Empati primer

8
Yaitu suatu bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran,
keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya adalah agar klien terlibat
pembicaraan yang terbuka.
2) Empati tingkat tinggi
Yaitu apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan
serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena
konselor ikut dengan perasaan tersebut.
c. Refleksi
Yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien
tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan non verbalnya, refleksi ada tiga jenis yaitu:
1) Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan
perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan non verbal klien.
2) Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan
pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan prilaku verbal
dan non verbal klien.
3) Refleksi pikiran yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan ide,
pikiran, pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal
dan non verbal klien.
d. Eksplorasi

Yaitu suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman,


dan pikiran klien. Hal ini penting karena kebanyakan klien menyimpan
rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengungkapkan
pendapatnya dengan terus terang.
e. Menangkap pesan utama (parapharasing)
Yaitu untuk memudahkan klien memahami ide, perasaan, dan
pengalamannya. Seorang konselor perlu menangkap pesan utamanya, dan
menyatakannya secara sederhana dan mudah difahami, disampaikan dengan
bahasa konselor sendiri. Hal ini perlu karena sering klien mengemukakan

9
perasaan, pikiran, dan pengalamannya berbelit,berputar atau panjang.
f. Bertanya untuk membuka pertanyaan (open question)
Kebayakan calon konselor sulit untuk membuka percakapan dengan klien.
Hal ini karena sulit menduga apa yang dipikirkan klien sehingga pertanyaan
menjadi pas. Untuk memudahkan membuka percakapan seorang konselor
dilatih keterampilannya bertanya dalam bentuk open-ended yang
memungkinkan munculnya pernyataan- pernyataan baru dari klien.
g. Bertanya tertutup (Closed Questions)
Pertanyaan konselor tidak selalu terbuka (open questions), akan tetapi juga
ada yang tertutup yaitu bentuk-bentuk pernyataan yang sering dimulai
dengan kata-kata apakah, adakah, dan harus dijawab klien dengan kata ya
atau tidak atau dengan kata-kata singkat
h. Dorongan minimal
Upaya utama seorang konselor agar kliennya selalu terlibat dalam
pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang dimaksud dorongan
minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang
dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti: oh.., ya…, terus..,
lalu.., dan…
Keterampilan ini bertujuan untuk membuat agar klien terus berbicara dan
dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan.
i. Interprestasi
Yaitu upaya konselor utuk mengulas pemikiran, perasaan dan perilaku atau
pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori yang dinamakan teori
teknik interprestasi. Tujuannya untuk memberikan rujukan, pandangan atau
perilaku klien, agar klien mengerti, dan berubah melalui pemahaman dari
hasil rujukan baru tersebut.
j. Mengarahkan (Directing)
Untuk mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling,
perlu ada ajakan dan arahan dari konselor. Atau dengan kata lain
mengarahkan untuk melakukan sesuatu.

10
k. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Supaya pembicaraan maju secara bertahap dan arah pembicaraan makin jelas,
maka setiap periode waktu tertentu bersama klien perlu menyimpulkan
pembicaraan. Kebersamaan itu amat diperlukan agar klien mempunyai
pemahaman bahwa keputusan mengenai dirinya menjadi tanggung jawab
klien, sedangkan konselor hanyalah membantu. Mengenai kapan suatu
pembicaraan akan disimpulkan banyak tergantung kepada feeling konselor.
Tujuannya:
1) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas
balik (feed back) dari hal-hal yang telah dibicarakan.
2) Untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
3) Untuk meningkatkan kualitas diskusi
4) Mempertajam atau memperjelas focus pada wawancara konseling
l. Memimpin (leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau
menyimpang, seorang konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan
sehingga nantinya mencapai tujuan.
m. Fokus
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat focus melalui
perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien.
n. Konfrontasi
Yaitu suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan
(perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan dan
sebagainya.
Tujuan teknik ini adalah:
1) Mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur
2) Meningkatkan potensi klien
3) Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi, konflik, atau

11
kontradiksi dalam dirinya.
o. Menjernihkan (Clarifying)
Yaitu suatu keterampilan untuk menjenihkan ucapan–ucapan klien yang
samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan.
Tujuannya adalah:
1) Mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan
kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis.
2) Agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
p. Memudahkan (Facilitating)
Yaitu suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah
berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya secara bebas. Sehingga komunikasi dan partisipasi
meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
q. Diam
Apakah diam itu teknik konseling?, sebenarnya diam amat penting dengan
cara attending. Diam bukan berarti tidak ada komunikasi, akan tetapi tetap
ada yaitu melalui perilaku nonverbal. Yang paling ideal diam itu paling
tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal.
Tujuan diam adalah:
1) Menanti klien sedang berfikir
2) Sebagai proses jika klien ngomong berbelit-belit
3) Menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas
berbicara
r. Mengambil Insiatif
Hal ini perlu dilakukan konselor manakala klien kurang bersemangat utuk
berbicara, sering diam, sering diam, dan kurang partisipasif.konselor
mengucapkan kata–kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam
menuntaskan diskusi.
Tujuannya adalah:
1) Mengambil insiatif jika klien kurang semangat

12
2) Jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan
3) Jika klien kehilangan arah pembicaraan
s. Memberi nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintannya. Walaupun
demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk
memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap di jaga agar
tujuan konseling yakni kemandirian klien, harus tetap tercapai.
t. Pemberian informasi
Dalam hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan pemberian
nasehat. Jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur
katakana bahwa tidak mengetahui hal itu.
u. Merencanakan

Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus dapat membantu klien untuk
dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata
yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu rencana yang baik adalah hasil
kerjasama konselor dengan klien.
v. Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan
hasil pembicaraan yang menyangkut:
1) Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama mengenai
kecemasan
2) Memantapkan rencana klien

5. Fase – Fase Proses Konseling


a) Fase pertama
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan
yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai
keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada

13
masalah yang harus dipecahkan.
b) Fase kedua
Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan
konselor dalam fase ini, yaitu :
 Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk
menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi
kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
 Mebangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada
klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat
mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
c) Fase ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan- perasaannya pada saat ini,
klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan
pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang klien
diperbolehkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor
berusaha menemukan celah- celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang
hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
d) Fase keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling.
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki
kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar
dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-
pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan
bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap
untuk mengembangan potensi dirinya.

14
C. Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan kelompok Melalui Stress
Manajemen
1. Definisi stress manajemen
Istilah manajemen stress merujuk kepada identifikasi dan analisis terhadap
permasalah yang terkait dengan stress, dan aplikasi dari berbagai terapi terapeutik
untuk mengubah sumber stress atau pengalaman stress (cotton 1990).
Manajemen stress ini bergantung pada beberapa faktor, seperti pelapasan
ketegangan lewat katarsis, pemebelajaran kognitif dan pengambilan insigh, operant
conditioning, serta reality testing (slone, dalam cotton 1990). Dalam proses
manajemen ini stress ini, baik terapi maupun klien harus memahami makna
stressbagi klien, bagaimana hasil tersebut dialami, dan bagaimana hal itu diatasi
secara adaptif.
Margiati (1999) menambahkan bahwa manajemen stres adalah membuat
perubahan dalam cara anda berpikir dan merasa, dalam cara anda berperilaku, dan
sangat mungkin dalam lingkungan anda. Manajemen stres juga sebagai kecakapan
menghadapi tantangan dengan cara mengendalikan tanggapan secara proporsional.

2. Cara melakukan manajemen stress menurut Cotton :


a) Terapi inividual
Pada terapi individual, salah satu keuntungan yang dimilki adalah dapat menangani
kasus dengan klien sulitatau dengan masalah yang cukup berat. Model ini juga
menfasilitasi terciptanya hubungan kerjasama yang baik dan dibutuhkan antara
terapis dan klien. Akan tetapi kelemahan yang yang dapat terjadi adalah pemberian
materi yang kerap mengubah proses terapi didominasi oleh ceramah.
b) Terapi kelompok
Terapi kelompok umumnya digunakan dengan mempertimbangkan alasan
praktis, misalnya lebih murah untuk klien, tidak banyak menghabiskan waktu, dan
memungkinkan untuk menyediakan informasi dari klien lainnya.

15
Dalam terapi kelompok ini, dijelaskan bahwa terdapat dua tipe kelompok
terapeutik dalam manajemen stress, yaitu kelompok psikoedukasi dan kelompok
bantuan bersama (mutual aid group).
Kelompok psikoedukasi menekankan interaksi antara terapis dan klien. Sesi
yang dilakukan umumnya terbatas, akan tetapi terstruktur dengan dengan jelas dan
memiliki materi yang telah disusun sebelumnya.
Selanjutnya kelompok bantuan bersama, indvidu-individuyang memiliki
permasalahan yang serupa (misalnya stress), dikumpulkan dalam sebuah dan
kelompok dengan tujuan akan membantu satu sama lain. Interaksi utama yang
diutamakan adalah antar klien. Shulman (dalam cotton 1990) menjelaskan bahwa
setiap anggota memberikan ide pandangan dan anggota lainnya akan merespon atau
memberikan tantangan pada anggota tersebut.
c) Workshop
Workshop merupakan metode yang serupa dengan kelompok psikoedukasi,
akan tetapi jangka waktunya dipadatkan menjadi hanya beberapa hari saja. Workshop
merupakan cara yang tepat untuk mengajarkan informasi kepada peserta, namun
kelemahannya terkadang terapis melakukan workshop dengan jumlah peserta yang
terlalu banyak sehingga proses terpeutik tidak dapatberjalan efektif.
d) Bibliography
Bibliography merupakan salah satu cara untuk mengatasi stressdengan membaca
buku, meskipun hal ini belum dapat dibuktikan. Metode ini berguna jika digunakan
dalam terapi individual, dimana klien yang memiliki kemampuan yang cukup baik
dan motivasi tinggi akan diminta untuk membaca buku-buku bantuan diri (self help).
Dengan begini, proses terapi akan menitiberatkan pada integritas dan analisis
informasi, bukan sekedar memberikan informasi pada klien saja

16
D. Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok Melalui
Crisis Intervention (Intervensi Krisis)
1. Definisi Intervensi Krisis
Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat
kemampuan meyelesaikan masalah dan respons coping tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan psikologis.
Intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang
tertimpa krisis, di mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat
segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan.
Intervensi krisis merupakan suatu intervensi ringkas yang dirancangkan dan
khususnya digunakan untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau
komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki
tingkatan penanggulangannya. Suatu krisis adalah suatu istilah subyektif, khususnya
dimana krisis dari satu orang akan merupakan tantangan dari orang lain.
Dua orang menghadapi situasi yang sama bisa saja memandang
kesanggupannya untuk mengatasi dan menanggulangi peristiwa itu secara sangat
berbeda. Satu orang bisa saja bereaksi dengan mekanisme-mekanisme
penanggulangannya dan mengatasi peristiwa tersebut, sedangkan mekanisme-
mekanisme penanggulangan lama dari orang lain mungkin saja secara tak tepat
membahas peristiwa tersebut dan orang itu terlempar masuk ke dalam suatu situasi
krisis.
Intervensi krisis berusaha mencoba untuk ikut campurtangan dalam situasi
krisis tersebut dengan cara bekerjasama dengan sistem yaitu (keluarga, komunitas)
untuk mendapatkan kembali mekanisme-mekanisme penanggulangan yang telah
terbentuk dan sumber-sumber atau mengembangkan mekanisme-mekanisme dan
sumber-sumber penanggulangan yang baru yang dapat dimanfaatkan untuk
menggempur peristiwa yang menekan atau berbahaya dan mencegah masalah-
masalah psikologis atau fisiologis lebih lanjut.
Intervensi krisis dapat memberikan suatu kesempatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan pribadi dengan cara membangkitkan kekuatan-kekuatan lama,

17
sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan dari individu dan,
pada waktu yang sama, mendorong perkembangan kekuatan-kekuatan baru, sumber-
sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan yang baru semuanya yang
dapat dimanfaatkan ketika menghadapi suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya
di masa depan.
Sasaran akhir dari intervensi krisis itu adalah untuk mendukung/menyokong metoda-
metoda pelanggan yang ada atau menolong individu-individu membangun kembali
kemampuan-kemampuan penanggulangan dan pemecahan masalah seraya menolong
mereka untuk mengambil langkah-langkah konkret ke arah upaya mengelola
perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu rencana aksi.

2. Tujuan Intervensi Krisis


Tujuan dari intervensi krisis antara lain:
a) Berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu
mencapai tingkat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat
fungsi yang lebih tinggi.
b) Membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali
keseimbangan emosionalnya.

3. Prinsip Intervensi Krisis


Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis
yang meliputi :
a) Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kekurangan dan
kelebihan sistem pendukung individu dan keluarga
b) Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas
c) Memberikan penanganan langsung

4. Peran Petugas Intervensi Krisis


Peran petugas adalah membantu individu dalam :
a) Menganalisa situasi yang penuh stress

18
b) Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
c) Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
d) Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
e) Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
f) Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Strategi Pemberdayaan Individu, Keluarga dan Kelompok Melalui Bimbingan
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu, keluarga dan kelompok melalui
usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya sehingga
menemukan kebahagiaan dan kemanfaatan sosial. Secara umum dan luas, program
bimbingan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
a) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai kehidupan yang
efektif dan produktif dalam masyarakat
b) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai hidup bersama
dengan individu, keluarga dan kelompok yang lain
c) Membantu individu, keluarga dan kelompok dalam mencapai harmoni antara
cita-cita dan kemampuan yang di inginkan.
Fungsi bimbingan secara umum adalah sebagai fasilitator dan motivator klien
(individu, keluarga dan kelompok) dalam upaya mengatasi dan memecahkan problem
kehidupan klien dengan kemampuan yang dimiliki.
Terdapat dua macam bimbingan yaitu:
c) Bimbingan Direktif (metode mengarahkan)
Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha menghadapi
kesulitan yang dihadapi, pengarahan yang di berikan kepada klien ialah dengan
memberikan bimbingan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan
yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh klien.
d) Bimbingan Nondirektif (metode yang tidak mengarahkan )
Cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat klien dalam
belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu dua pertanyaan yang terarah,
selanjutnya klien diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan hal-hal yang
menghambat jiwanya, yang kemudian dicatat oleh point-point penting yang dianggap
rawan untuk diberi bantuan.

20
Strategi Pemberdayaan Individu Melalui Konseling
Konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan
tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai
persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi
oleh konseli/klien.
Macam - macam Konseling :
a) Konseling sukarela
Konseling sukarela artinya konseling yang hadir di ruang konseling atas
kesadaran sendiri, berhubungan maksud dan tujuannya.
b) Konseling Terpaksa
Konseling terpaksa adalah konseli yang kehadirannya di ruang belajar karena
dorongan orang lain
c) Konseli enggan
Salah satu bentu konseli yang enggan adalah banyak bicara. Pada prinsipnya konseli
seperti ini enggan untuk dibantu.
d) Konseli bermusuhan / menentang
Konseli terpaksa yang memiliki masalah cukup serius, bisa menjelma menjadi
konseli yang bermusuhan.
Terdapat tiga macam klasifikasi konseling yaitu :
a) Mengubah perilaku yang salah penyesuaian
b) Belajar membuat keputusan adalah hal yang paling penting bagi klien.
c) Mencegah muculnya masalah yaitu: mencegah jangan sampai mengalami
masalah di kemudian hari.
Ada beberapa teknik dalam konseling yaitu :
a. Perilaku Attending.
b. Empati
c. Refleksi
d. Eksplorasi
e. Menangkap pesan utama (parapharasing)
f. Bertanya untuk membuka pertanyaan (open question)

21
g. Bertanya tertutup (Closed Questions)
h. Dorongan minimal
i. Interprestasi
j. Mengarahkan (Directing)
k. Menyimpulkan sementara (Summarizing)
l. Memimpin (leading)
m. Fokus
n. Konfrontasi
o. Menjernihkan (Clarifying)
p. Memudahkan (Facilitating)
q. Diam
r. Mengambil Insiatif
s. Memberi nasehat
t. Pemberian informasi
u. Merencanakan
v. Menyimpulkan
Fase – Fase Proses Konseling
a) Fase pertama
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien.
b) Fase kedua
Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
c) Fase ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan- perasaannya pada saat ini,
klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan
pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.

d) Fase keempat

22
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Strategi Pemberdayaan Individu Melalui Stress Manajemen
Istilah manajemen stress merujuk kepada identifikasi dan analisis terhadap
permasalah yang terkait dengan stress, dan aplikasi dari berbagai terapi terapeutik
untuk mengubah sumber stress atau pengalaman stress.
Cara melakukan manajemen stress menurut Cotton :
a) Terapi inividual
Pada terapi individual, salah satu keuntungan yang dimilki adalah dapat menangani
kasus dengan klien sulitatau dengan masalah yang cukup berat.
b) Terapi kelompok
Terapi kelompok umumnya digunakan dengan mempertimbangkan alasan
praktis, misalnya lebih murah untuk klien, tidak banyak menghabiskan waktu, dan
memungkinkan untuk menyediakan informasi dari klien lainnya. .
c) Workshop
Workshop merupakan cara yang tepat untuk mengajarkan informasi kepada
peserta, namun kelemahannya terkadang terapis melakukan workshop dengan jumlah
peserta yang terlalu banyak sehingga proses terpeutik tidak dapatberjalan efektif.
d) Bibliography
Bibliography merupakan salah satu cara untuk mengatasi stress dengan membaca
buku, meskipun hal ini belum dapat dibuktikan.
Strategi Pemberdayaan Individu Melalui Crisis Intervention (Intervensi Krisis)
Intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa
krisis, di mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera
diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan.
Tujuan dari intervensi krisis antara lain:
a) Berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu
mencapai tingkat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat
fungsi yang lebih tinggi.

23
b) Membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali
keseimbangan emosionalnya.
Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis
yang meliputi :
a) Mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji kekurangan dan
kelebihan sistem pendukung individu dan keluarga
b) Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas
c) Memberikan penanganan langsung
Peran petugas adalah membantu individu dalam :
a) Menganalisa situasi yang penuh stress
b) Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
c) Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
d) Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
e) Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
f) Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance

B. Saran
a) Diharapkan pada tenaga kesehatan agar dapat memfasilitasi masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan maupun program-program pemberdayaan masyarakat meliputi
pertemuan dan pengorganisasian masyarakat, memberikan motivasi kepada
masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan
agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program tersebut.
b) Diharapkan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam mendukung program-
program kesehatan sehingga dapat tecapai masyarakat yang berdaya.

24
DAFTAR PUSTAKA

“Pengertian Bimbingan dan Konseling” diakses dari http://konselingindonesia.com


tanggal 5 Desember 2015 Jam 12:00 WIT

I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. “Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance &
Counseling)” . Bandung : CV Ilmu.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. “Dasar-Dasar Bimbingan Konseling”. Cetakan ke


dua. Jakarta : Pustaka Ilmu

Masleham. 1996. “Teknik Konseling Individual”. Jombang : CV. Saudara

Hallen. 2002. “Bimbingan Konseling”. Jakarta: Ciputat Pres

Winkel, W.S. 2005. “Bimbingan dan Konseling”. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia

Amin, Samsul Munir. 2010. “Bimbingan dan Konseling” Jakarta: Amzah

Arifin, dan Kartikawati. 1995. “Materi Pokok Bimbingan Dan Konseling”. Jakarta:
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Dra. Nelly Nurmelly, MM “Model Pendekatan Konseling” diakses dari


http://sumsel.kemenag.go.id tanggal 5 Desember 2015 Jam 12:00 WIT

Intan Dian Astari, “Manajemen stress” Fpsi UI. 2012 diakses dari
http://lontar.ui.ac.id tanggal 5 Desember 2015 Jam 12:00 WIT

Cotton, D. H. G. 1990. “Stress Management : An Integrated Approach to Therapy”.


New York : Brunner / Mazel, Inc.

25
Margiati, Lulus. 1999. “Stress Kerja Latar Belakang Penyebab dan Alternatif
Pemecahannya”. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.

Isaacs, Ann. 2004. “Panduan belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik
Edisi 3”. Jakarta : EGC

“Pelayanan Langsung : Perspektif pekerjaan sosial generalis” diakses dari


http://kesos.unpad.ac.id tanggal 5 Desember 2015 Jam 12:00 WIT

26

Anda mungkin juga menyukai