Anda di halaman 1dari 62

UJIAN TENGAH SEMESTER

BIMBINGAN KEJURUAN

Dosen Pengampu: Drs. Kir Haryana, M.Pd

Disusun oleh :
Dika Saiful Mukminin
15504241049

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
1. Jelaskan:

a. Pengertian Bimbingan Konseling


1) Definisi Bimbingan

Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan


konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian,
pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan
merupakan suatu proses pemberian bantuan.

Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki
mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,
memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa
depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman
Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik
anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan


adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan
hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.
Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94),
mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap
individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

2) Definisi Konseling
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka
antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi
belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat
ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar
bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu
hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien.
Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun
kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk
membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang
lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi
dirinya.
3) Pengertian Bimbingan Konseling
Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa
Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut
konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta
dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada,
sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya
sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat
merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan
hidup.
b. Bimbingan Penyuluhan
Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah “guidance”
yang berarti bimbingan dan “Counseling” yang berarti penyuluhan (Walgito,
1995 : 1).
Adapun maksud bimbingan di atas adalah suatu proses pemberian layanan
dan bimbingan sehingga mereka mempu membuat pilihan dan rencana dalam
arti mampu membuat dan menentukan kebijakan,arah dan tujuan hidup mereka
dan merefeksikannya dalam bentuk tindakan atau perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari mampu menyesuaikan diri dengan linkungannya secara efektif.
Sedangkan menurut Surya (1995:2) mengatakan bahwa bimbingan adalah
“Proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis, dari konselor
kepada klien sehingga tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, dan
penerimaam diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
perkembangan yang optimal”. Jadi bantuan yang diberikan hendaknya
dilakukan secara terus menerus sebab proses pendidikan pada manusia
berlangsung seumur hidup.
Sedangkan pengertian penyuluhan berasal dari bahasa Inggris yaitu
counseling yang berarti perkembangan, pemberian nasehat, penyuluhan
penerangan atau informal (Abu Ahmadi, 1991 : 21).
Menurut Jones (2001:20) Mengatakan bahwa penyuluhan adalah
“membicarakan masalah orang lain dan biasanya orang yang diajak bicara
memiliki pengalaman, pemgertian dan kemampuan yang tidak dimiliki orang
yang ingin membicarakan permasalahannya dengan oranglain yang sedang
dihadapinnya”.
Sedangkan menurut James F. Adams dalam Jumhur (1986 : 29) bahwa
penyuluhan adalah penilaian timbal balik antara 2 individu dimana yang
seorang membantu yang lain supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya itu
dan pada waktu yang akan datang.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyuluhan adalah
merupakan suatu aktifitas wawancara yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah dalam rangka untuk
membicarakan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan
memberikan bantuan kepada mereka, sehingga pada akhirnya bermuara pada
teratasi masalah yang dihadapi oleh klien dan dapat beradaptasi dengan baik
dan efektif dengan lingkungan hidupnya.

Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan

Secara umum tujuan bimbingan dan penyuluhan keseluruhan program


pendidikan disekolah adalah untuk membantu peserta didik untuk mencapai
tahap perkembangan yang optimal baik secara akademis, psikologis, maupun
sosial. (Rohani, 199:4).
Sedangkan menurut Anur Rahim (2001:35) mengatakan bahwa tujuan
bimbingan dan penyuluhan secara garis besar adalah membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup dunia dan akhirant.

Secara akademis bimbingan dan penyuluhan bertujuan agar peserta didik


memperolerh kesesuaian dan keseimbangan (keproposionalan) antara
kemampuan akdemis denga jurusan atau program studi yang dipilihnya
sehingga apa yang diinginkan dapat tercapai. Sedangkan secara psikologis
bimbingan dan penyuluhan bertujuan agar peserta didik mencapai tahap
perkembangan yang di tandai dengan sikap adannya kematangan dan
kemandirian baik dalam siakap, mengambil keputusan maupun dalam
menentukan arah dan tujuan hidupnya. Demikian pula secara sosial bimbingan
dan penyuluhan bertujuan agar peserta didik dapat menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan lingkungannya dan memiliki keterampilan hidup (life skill)
yang memadai. Sehingga tercapai kemandirian dan kesejahteraan hidup pribadi
baik lahir maupun batin.

Secara operasional tujuan layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah


adalah sebagai berikut :

 Membantu perkembangan individu.


 Mencegah munculnya masalah siswa.
 Membantu mengatasi masalah siswa, memperbaiki diri dari gangguan
psikologis (Tantowi 1995:39).

Dari beberapa uraian di atas dapt dipahami bahwa tujuan bimbingan dan
penyuluhan untuk membantu kelangsungan perkembangan individu (siswa)
dan mencegah timbulnya masalah yang menghambat perkembangan siswa.
Selain itu juga untuk memperbaiki kebiasaan buruk serta sifat tidak terpuji
pada diri anak didik. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan dan
penyuluhan pada intinya adalah lebih dititik beratkan pada bantuan psikologis
dengan tujuan untuk memperbaiki dan membenarkan kebiasaan atau prilaku
yang tidak terpuji dalam mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
1) Tujuan pelayanan dan penyuluhan bagi siswa yaitu :
a) Dalam aspek tugas, perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan
dan penyuluhan bertujuan membantu siswa agar:
 Memiliki kesadaran diri yaitu menggambarkan penampilan dan
mengenal kekhususan yang ada pada dirinya
 Dapat menggambarkan sikap positif, seperti menggambarkan
orang-orang yang mereka senangi
 Membantu pilihan secara sehat
 Mampu menghargai orang lain
 Memiliki rasa tanggung jawab
 Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi
 Dapat menyelesaikan konflik
 Dapat membantu keputusan secara efektif
b) Dalam asek tugas perkembangan karier layanan bimbingan dan
penyuluhan membnatu siswa agar :
 Mampu membentuk identitas karier dengan cara mengenali ciri-
ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja
 Mampu merencanakan masa depan
 Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah
karier
 Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat
c) Dalam aspek perkembangan belajar, layanan bimbingan dan
penyuluhan membantu siswa agar:
 Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara
efektif
 Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
 Mampu belajar secara efektif
 Memiliki kemampuan dalam menghadapi evaluasi atau ujian
2) Tujuan layanan bimbingan penyuluhan pendidikan untuk menemukan
kebutuhan-kebutuhan seluruh murid:
 Membantu dalam memperoleh usaha pendidikan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh murid
 Membantu dalam memperoleh usaha memahami perbedaan
individual dan individualisme pengajaran dalam mencapai
penyusunan antara keunikan individu dengan pendidikan.
 Merangsang dan mendorong penggunaan teknik oleh guru seluruh
staf
 Membantu dalam mengenal pentingya keterlibatan diri dalam
keseluruhan program pendidikan.
 Membantu guru dengan hubungannya dengan murid-murid
(Djumhur, 1998 : 31).
c. Bimbingan Jabatan
Ada beberapa pengertian tentang bimbingan jabatan yang pada
intinya sama pengertiannya. Adapun pengertian tersebut diambil dari:
1) Rekomendasi ILO No.87/1949:
 Membantu seseorang untuk memecahkan permasalahan yang
berhubungan dengan pemilihan jabatan yang bertujuan untuk
mempertemukan antara karakteristik individu dengan kesempatan
kerja.
 Mempersiapkan pencari kerja untuk mampu mengembangkan
dirinya secara utuh, memilih pekerjaan yang sesuai dengan dirinya
sendiri dan lebih menjamin adanya kepuasan kerja.
2) Rekomendasi ILO No. 150/1975:
 Meningkatkan ruang lingkup dari penyuluhan dan bimbingan
jabatan meliputi informasi tenaga kerja yang objektif dan
komprehensif, tersedianya program bimbingan jabatan yang lebih
luas mencakup siswa sekolah, angkatan kerja usia muda dan orang
dewasa serta tenaga kerja penyandang cacat.
 Penyuluhan dan bimbingan jabatan mencakup pemilihan jabatan,
latihan keterampilan, studi lanjut, prospek jabatan, promosi jabatan
dan kondisi lingkungan kerja.
3) Hasil Lokakarya Nasional Bimbingan Jabatan yang diselenggarakan
oleh Departemen Tenaga Kerja pada tanggal 30 April 1979 di Jakarta
“ Bimbingan Jabatan adalah suatu proses membantu seseorang untuk
mengerti dan menerima gambaran tentang dirinya dan dunia kerja
diluar dirinya untuk dapat menyiapkan diri, memilih bidang pekerjaan
dan membina karier dalam bidang tersebut”
d. Bimbingan Kejuruan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu
dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami
pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah
diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh
Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang
bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai
suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya.
Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli
memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain. Dalam
pembahasan pengertian bimbingan, Prayitno dan Erman Amti (2004:99)
mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sedangkan,
Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan:
1. suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan,
pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri,
2. suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala
kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya,
3. sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat
menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun
rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri
dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup,
4. suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu
dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman
tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan
dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan.

Menurut KBBI Bimbingan kejuruan adalah layanan bimbingan dan


penyuluhan serta bimbingan karier kejuruan yang diberikan oleh sekolah
menengah kejuruan kepada calon siswa dan tamatannya.

e. Bimbingan Karir
Bimbingan karir atau jabatan (vocational guidance) merupakan
salah satu jenis bimbingan yang berusaha membantu siswa dalam
memecahkan masalah karir untuk memperoleh pentesuaian diri yang
sebaik-baiknya, baik pada waktu itu maupun masa yang akan datang.
Bimbingan karir bukan hanya memberikan bimbingan jabatan,
tetapi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu memberikan bimbingan agar
siswa dapat memasuki kehidupan, dan mempersiapkan diri dari
kehidupan sekolah menuju dunia kerja.
Disamping itu, bimbingan jabatan memiliki kisaran usaha
bimbingan kepada peserta didik dalam jasa pertimbangan untuk bekerja
atau tidak, dan jika tidak perlu segera bekerja, baik parttime atau fulltime,
memiliki lapangan kerja yang cocok dengan ciri-ciri pribadi, menentukan
lapangan pekerjaan dan memasukinya serta mengadakan penyesuaian
kerja secara baik. (Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, t.t : 110)
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa bimbingan karir dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk siswa baik secara perseorangan
maupun kelompok agar ia mampu mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
kemampuan belajar, pengembangan karir, melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Donald D. Super (1975), seperti yang dikutip oleh Yeni Karneli,
mengartikan bimbingan karir sebagai suatu proses membantu pribadi
untuk mengembangkan penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta
peranannya dalam dunia kerja. Menurut batasan ini ada dua hal penting.
Pertama, proses membantu individu untuk memahami dan menerima diri
sendiri, dan kedua memahami dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Oleh sebab itu, hal penting dlam bimbingan karir adalah pemahaman dan
penyesuaian diri, baik terhadap dirinya maupun terhadap dunia kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa bimbingan
karir merupakan suatu proses bantuan yang diberikan pada individu
melalui berbagai cara dan bentuk layanan agar ia mampu merencanakan
karirnya dengan mantap, sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan,
pengetahuan dan kepribadian, serta faktor-faktor yang mendukung
kemajuan dirinya. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan diri
tersebut, misalnya informasi karir yang diperoleh siswa dan status sosial
ekonomi orang tua.
Dewa ketut Sukardi (1984:112) mengemukakan, pada dasarnya
informasi karir terdiri dari fakta-fakta mengenai pekerjaan, jabatan atau
karir , dan bertujuan membantu individu memperoleh pandangan,
pengertian, dan pamahaman tentang dunia kerja dan aspek-aspek dunia
kerja. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa infomasi karir atau jabatan meliputi
fakta-fakta yang relevan dengan butir-butir berikut:

1. Potensi pekerjaan termasuk luasnya, komposisinya, faktor-faktor


geografis, jenis kelamin, tingkat usia dan besarnya kelompok industri.
2. Struktur kerja dan besarnya kelompok-kelompok kerja.
3. Ruang lingkup dunia kerja, meliputi pemahaman lapangan kerja,
perubahan populasi permintaan dari masyarakat umum yang
membaik, dan perubahan teknologi.
4. Perundang-undangan peraturan atau perjanjian kerja.
5. Sumber-sumber informasi dalam rangka mengadakan studi yang
berkaitan dengan pekerjaan.
6. Klasifikasi pekerjan dan informasi pekerjaan.
7. Pentingnya dan kritisnya pekerjaan.
8. Tugas-tugas nyata dati pekerjaan dan hakikat dari pekerjaan.
9. Kualifikasi yang memaksa untuk bekerja dalam bermacam-macam
pekerjaan.
10. Pemenuhan kebutuhan untuk bernacam-macam pekerjaan.
11. Metode dalam memasuki pekerjaan dan meningkatkan prestasi kerja.
12. Pendapat dan bentuk-bentuk imbalan dari bermacan-macam
pekerjaan.
13. Kondisi-kondisi kerja dalam berjenis-jenis pekerjaan.
14. Kriteria untuk penilaian terhadap materi informasi pekerjaan
15. Ciri-ciri khas tempat kerja.
Karena itu, bimbingan karir dan konseling bagi siswa, meliputi
kemampuan menentukan pilihan jenis karir, menerapkan nilai-nilai hubungan
industrial dalam lingkup dunia kerja atau ketenagakerjaan.
Tujuan Bimbingan Karir/Jabatan
Secara umum, tujuan bimbingan karir dan konseling adalah sebagai berikut:
a. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat, dan kepribadian) yang
terkait dengan pekerjaan.
b. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang
menunjang kematangan kompetensi kerja.
c. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja
dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah dirii, asalkan
bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
d. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai
pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang
pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
e. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara
mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut,
lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan
kerja.
f. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang
kehidupan scara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai
dengan minat, kemampuan dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
g. Mengenal keterampilan, minat, dan bakat. Keberhasilan atau
kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh minat dan bakat

2. Landasan Hukum BK di Sekolah

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian


integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka
seoptimal mungkin.

Kehadiran BK di institusi pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal


dimana pemerintah telah menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di
sekolah. Berikut disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait
langsung dengan layanan BK di sekolah.

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1


Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
kerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian
mengenai pendidik diterangkan di Ayat 6 yaitu dimana pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan dalam UU RI No. 20 Tahun


2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 dinyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya tentang hak peserta
didik disebutkan dalam Bab 5 pasal 12 Ayat 1b dimana setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan


Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa pelayanan konseling
meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan
pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang
berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan
pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan
atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan


Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat
sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara
pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib
menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.

Berikutnya dalam PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah


dalam Bab 10 tentang Bimbingan diterangkan di Pasal 27 bahwa bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan
pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan
diberikan oleh guru pembimbing.

PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan Pasal 1 Ayat 2 diatur


bahwa tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas membimbing,
mengajar, dan/atau melatih peserta didik. Seterusnya di Ayat 3 dinyatakan
bahwa tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang bertugas membimbing
peserta didik. Pada Pasal 3 Ayat 2 dimana tenaga pendidik terdiri atas
pembimbing, pengajar, dan pelatih.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84
Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Pasal 3 Ayat
2 menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok guru adalah menyusun program
bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan,
analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan
terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya di Pasal 5
Ayat 1c disebutkan bahwa salah satu bidang kegiatan guru adalah bidang
pendidikan, yang meliputi diantaranya melaksanakan proses belajar mengajar atau
praktek atau melaksanakan BK.

Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan BK di sekolah, pemerintah melalui


SK Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Pembimbing dan Angka Kreditnya, serta
SK Mendikbud Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, menetapkan tugas
guru pembimbing (konselor sekolah) sebagai berikut: (1) menyusun program BK,
(2) melaksanakan BK, (3) mengevaluasi hasil pelaksanaan BK, (4) menganalisis
hasil evaluasi pelaksanaan BK, (5) tindak lanjut pelaksanaan BK. Adapun rincian
dari tugas tersebut diatas adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan program BK adalah membuat rencana pelayanan BK dalam


bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan
bimbingan karir.
2. Pelaksanan BK adalah melaksanakan fungsi pemahaman, pencegahan,
pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan dalam bidang bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
3. Evaluasi pelaksanan BK adalah kegiatan menilai layanan BK dalam
bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbangan belajar dan
bimbingan karier.
4. Analisis evaluasi pelaksanaan BK adalah menelaah hasil evaluasi
pelaksanaan BK yang mencakup pelayanan orientasi, informasi,
penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok,
konseling kelompok, dan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
5. Tindak lanjut pelaksanaan BK adalah kegiatan menindaklanjuti hasil
analisis evaluasi tentang layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling
kelompok dan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.

Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab untuk


membimbing peserta didik secara individual sehingga memiliki kepribadian
yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh. Dengan
demikian diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk
dirinya, baik dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam
menetapkan karir mereka dimasa yang akan datang ketika individu tersebut
terjun di masyarakat. Tugas konselor sekolah adalah menyelenggarakan
pelayanan bimbingan yang meliputi: bidang bimbingan pribadi, bidang
bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar dan bidang bimbingan karir yang
disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa.
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan
bagian integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk mengembangkan
potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di institusi pendidikan
sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah telah
menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut
disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan
layanan BK di sekolah.
Dalam Modul BK (PPPPTK Penjas dan BK Depdikbud, 2012) disebutkan
bahwa program bimbingan dan konseling di arahkan kepada upaya untuk
memfasilitasi siswa asuh mengenal dan menerima dirinya sendiri serta
lingkungannya secara positif dan dinamis, dan mampu mengambil keputusan
yang bertanggung jawab, mengembangkan dan mewujudkan diri secara efektif
dan produktif, sesuai peranan yang diinginkan di masa depan serta
menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya. Kemudian
kegiatan utama BK yang dilaksanakan di sekolah oleh guru BK adalah
mengimplementasikan layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten, layanan konseling individual, layanan
bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konssultasi,
layanan mediasi serta kegiatan pendukung berupa aplikasi instrumentasi,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan,
dan alih tangan kasus.
Perkembangan kedudukan BK dalam kurikulum nasional dapat dilihat
secara historis dalam tabel berikut:
1. 1975. Membantu murid dalam masalah-masalah pribadi dan sosial yang
berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran atau penempatan,
menjadi perantara dengan para guru maupun tenaga administrasi.
2. 1984. Fokus kepada layanan bimbingan karir. Bimbingan karir tidak hanya
sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan
tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang diperlukan dalam pekerjaan.
3. 1994. Istilah bimbingan penyuluhan diganti dengan bimbingan konseling
(BK). Perubahan mendasar dari istilah penyuluhan menjadi konseling
didasari pada paradigma bahwa konselor tidak melakukan penyuluhan
yang merupakan konotasi sebagai pekerja lapangan (jenis penyuluh
pertanian atau penyuluh KB) tetapi lebih pada usaha membantu konseling
siswa sesuai dengan karakteristik siswa.
4. 2004. Diperkenakan kurikulum pendidikan yang baru dengan sebutan
kurikum berbasis kompetensi (KBK), Fokus pada kompetensi sebagai
penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang
diperluakan untuk menunjang keberhasilan.
5. 2007. Orientasi pada keunikan satuan pendidikan, pada kurikulum KTSP
orientasi layanan BK adalah mensukseskan atau membantu pengembangan
diri siswa. Layanan konseling yang diberikan memberikan kesempatan
kapada peserta didik untuk mengembangkan potensinya seoptimal
mugkin.
SK Mendikbud Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menguraikan hal-
hal sebagai berikut:
1. BK adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mampu mandiri secara optimal, dalam bidang
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan
karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan
norma yang berlaku.
2. Bimbingan karir kejuruan adalah bimbingan/layanan yang diberikan oleh
guru mata pelajaran kejuruan dalam membentuk sikap dan pengembangan
keahlian profesi peserta didik agar mampu mengantisipasi potensi
lapangan kerja.
3. Pada sekolah menengah kejuruan terdapat guru mata pelajaran, guru
praktik dan guru pembimbing.
4. Tugas guru pembimbing diatur sbb: (1) Setiap guru pembimbing diberi
tugas BK sekurang-kurangnya terhadap 150 siswa. (2) Bagi sekolah yang
tidak memiliki guru pembimbing yang berlatar belakang BK maka guru
yang telah mengikuti penataran BK sekurang-kurangnya 180 jam dapat
diberi tugas sebagai guru pembimbing. Penugasan ini bersifat sementara
sampai yang ditugasi itu mencapai taraf kemampuan BK sekurang-
kurangnya setara D3 atau di sekolah tersebut telah ada guru pembimbing
yang berlatar belakang minimal D3 bidang BK. (3) Pelaksanaan kegiatan
BK dapat diselenggarakan di dalam atau di luar jam pelajaran sekolah.
Kegiatan BK di luar sekolah sebanyak-banyaknya 50% dari keseluruhan
kegiatan bimbingan untuk seluruh siswa di sekolah itu, atas persetujuan
Kepala Sekolah
5. Dalam setiap kegiatan menyusun program, melaksanakan program,
mengevaluasi, menganalisis, dan melaksanakan kegiatan tindak lanjut,
kegiatannya meliputi layanan orientasi, layanan informasi, layanan
penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling
perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok,
instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data, konferensi kasus,
kunjungan rumah, dan alih tangan kasus
6. Kegiatan BK secara keseluruhan harus mencakup bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karir.
7. Layanan orientasi wajib dilaksanakan pada awal Catur Wulan pertama
terhadap siswa baru.
8. Satu kali kegiatan BK memakan waktu rata-rata 2 jam tatap muka.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG
BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PENDIDIKAN DASAR DAN
PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA.
1. Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta
didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
2. Konseli adalah penerima layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan
pendidikan.
3. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
dan telah lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan
Konseling/konselor.
4. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi
akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
5. Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah
Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB),
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar
Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah
Aliyah Kejuruan/Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa
(SMK/MAK/SMKLB).
Pasal 2
Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Konseli pada satuan pendidikan
memiliki fungsi:
a. pemahaman diri dan lingkungan;
b. fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan;
c. penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan;
d. penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;
e. pencegahan timbulnya masalah;
f. perbaikan dan penyembuhan;
g. pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk
perkembangan diri Konseli;
h. pengembangan potensi optimal;
i. advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif; dan
j. membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap
program dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang
pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan
Konseli.
Pasal 3
Layanan Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan membantu Konseli
mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam
aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir.
Pasal 4
Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan asas:
a. kerahasiaan sebagaimana diatur dalam kode etik Bimbingan dan
Konseling;
b. kesukarelaan dalam mengikuti layanan yang diperlukan;
c. keterbukaan dalam memberikan dan menerima informasi;
d. keaktifan dalam penyelesaian masalah;
e. kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. kekinian dalam penyelesaian masalah yang berpengaruh pada kehidupan
Konseli;
g. kedinamisan dalam memandang Konseli dan menggunakan teknik
layanan sejalan dengan perkembangan ilmu Bimbingan dan Konseling;
h. keterpaduan kerja antarpemangku kepentingan pendidikan dalam
membantu Konseli;
i. keharmonisan layanan dengan visi dan misi satuan pendidikan, serta
nilai dan norma kehidupan yang berlaku di masyarakat;
j. keahlian dalam pelayanan yang didasarkan pada kaidah-kaidah
akademik dan profesional di bidang Bimbingan dan Konseling;
k. Tut Wuri Handayani dalam memfasilitasi setiap peserta didik untuk
mencapai tingkat perkembangan yang optimal.
Pasal 5
Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif;
b. merupakan proses individuasi;
c. menekankan pada nilai yang positif;
d. merupakan tanggung jawab bersama antara kepala satuan pendidikan,
Konselor atau guru Bimbingan dan Konseling, dan pendidik lainnya dalam
satuan pendidikan;
e. mendorong Konseli untuk mengambil dan merealisasikan keputusan
secara bertanggungjawab;
f. berlangsung dalam berbagai latar kehidupan;
g. merupakan bagian integral dari proses pendidikan;
h. dilaksanakan dalam bingkai budaya Indonesia;
i. bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan;
j. dilaksanakan sesuai standar dan prosedur profesional Bimbingan dan
Konseling; dan
k. disusun berdasarkan kebutuhan Konseli.
Pasal 6
(1) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat)
program yang mencakup:
a. layanan dasar;
b. layanan peminatan dan perencanaan individual;
c. layanan responsif; dan
d. layanan dukungan sistem.
(2) Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:
a. bidang layanan pribadi;
b. bidang layanan belajar;
c. bidang layanan sosial; dan
d. bidang layanan karir.
(3) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan bidang layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan ke dalam program tahunan dan semester dengan
mempertimbangkan komposisi dan proporsi serta alokasi waktu layanan
baik di dalam maupun di luar kelas.

(4) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 (dua) jam
perminggu.
(5) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang diselenggarakan di luar kelas, setiap kegiatan layanan disetarakan
dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.
Pasal 7
(1) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling dibedakan atas:
a. jumlah individu yang dilayani;
b. permasalahan; dan
c. cara komunikasi layanan.
(2) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan jumlah
individu yang dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan melalui layanan individual, layanan kelompok, layanan
klasikal, atau kelas besar.
(3) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan permasalahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui
pembimbingan, konseling, atau advokasi.
(4) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan cara
komunikasi layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan melalui tatap muka atau media.
Pasal 8
(1) Mekanisme layanan Bimbingan dan Konseling meliputi:
a. mekanisme pengelolaan; dan
b. mekanisme penyelesaian masalah.
(2) Mekanisme pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan langkah-langkah dalam pengelolaan program Bimbingan dan
Konseling pada satuan pendidikan yang meliputi langkah: analisis
kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak
lanjut pengembangan program.
(3) Mekanisme penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Konselor dalam
pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada Konseli atau peserta didik
yang meliputi langkah: identifikasi, pengumpulan data, analisis, diagnosis,
prognosis, perlakuan, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan.
(4) Program Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan layanan dan pengembangan
program lebih lanjut.
Pasal 9
(1) Layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan
oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
(2) Tanggung jawab pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling pada
satuan pendidikan dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling.
(3) Pada satuan pendidikan yang mempunyai lebih dari satu Konselor atau
Guru Bimbingan dan Konseling kepala satuan pendidikan menugaskan
seorang koordinator.
(4) Tanggung jawab pengelolaan program layanan Bimbingan dan
Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh kepala satuan
pendidikan.
(5) Dalam melaksanakan layanan, Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dapat bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di
dalam dan di luar satuan pendidikan.
(6) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
mendukung pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling yang
dilakukan dalam bentuk antara lain: mitra layanan, sumber data/informasi,
konsultan, dan narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi,
kunjungan, ataupun alih-tangan kasus.
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang
sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
(2) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang
sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang
sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani
150 orang Konseli atau peserta didik.
Pasal 11
(1) Guru Bimbingan dan Konseling dalam jabatan yang belum memiliki
kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling dan kompetensi Konselor, secara bertahap ditingkatkan
kompetensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Calon Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki
kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan
dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor.
Pasal 12
(1) Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) perlu diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan
Bimbingan dan Konseling.
(3) Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 13
Semua ketentuan tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah dalam Peraturan Menteri yang sudah ada
sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

3. Hakikat Tujuan dan Proses Bimbingan Konseling

a. Tujuan BK
1) Tujuan Umum
 Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berprilaku
 Berprilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek
nilai dan berani menghadapi resiko
 Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam
mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri.
 Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif.
 Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam
berinteraksi dengan orang lain.
 Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau permpuan sebagai
dasar dalam kehidupan social
 Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
 Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan
kehidupan yang semakin kompetitip
 Mengembangkan dan memelihara penguasaan prilaku, nilai, dan
konpetensi yang mendukung pilihan karier
 Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan dan
berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang
bermartabat
2) Tujuan khusus
Tujuan khusus Bimbingan Konseling merupakan penjabaran tujuan
umum yang dikaitkan sengan masalah individu yang bersangkutan
sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dialami individu
tersebut.
b. Proses terjadinya konseling
Sudah menjadi rahasia umum kalau konseling itu merupakan
rangkaian kegiatan, sejak awal hingga akhirnya tidak dapat ditentukan
waktunya oleh konselor atau klien, semuanya tergantung pada masalah
klien. Selain itu, konseling juga dapat berlangsung dimana saja, dan kapan
saja, tergantung kesiapan koselor dan konseli. Hal termudah misalnya,
diantara dua orang yang sedang curhat. Salah satunya akan memposisikan
diri sebagai konselor yang tugasnya mendengarkan ungkapan dari teman
yang lagi punya masalah (konseli). Kejadian ini sudah termasuk pada
proses konseling.
Proses konseling ini jika kita pahami berdasarkan penjelasan Dewa
Ketut Sukardi (2000), terdiri dari beberapa tahapan dalam prosesnya,
diantaranya :

 Penyusunan program konseling, yang diawali dengan


memperkenalkan keberadaan lembaga konsultasi tersebut melalui
berbagai metode.
 Pelaksanaan konseling, yaitu terjadinya pertemuan konselor dengan
klien, sekaligus informasi masalah yang disampaikan oleh klien pada
konselor.

 Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan konseling, evaluasi ini bias dalam


bentuk konsultasi kembali, atau mengundang pihak lain yang terlibat,
guna mengklarifikasi masalah atau sumber lain yang juga masih
terkait dengan klien.

 Pelaksanaan analisis hasil konseling. Pelaksanaan hasil analisis berupa


pengaktualisasian hasil konsultasi, dalam bentuk solusi-solusi praktis
pada klien.

 Pelaksanaan tindak lanjut konseling. Pelaksanaan tindak lanjut terjadi


jika klien berangsur mulai pulih dari permasalahan yang
dikonsultasikan pada konselor pertama. Maka untuk merawat
kepulihan ini, diperlukan upaya untuk menindaklanjuti konseling.
Misalnya dengan mengarahkan klien dari bakat dan kemampuannya,
agar klien lebih produktif dan memiliki keahlian kusus.

Hakikat Konselor

a. Pengertian konselor
Konselor adalah seseorang yang karena kewenangan dan
keahliannya memberi bantuan kepada konseli. Dalam konseling
individual, konselor menjadi aktor yang secara aktif mengembangkan
proses konseling untuk mencapai tujuan konseling sesuai dengan prinsip-
prinsip dasar konseling. Dalam proses konseling, selain menggunakan
media verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan, gambar,
media elektronik, dan media pengembangan tingkah laku lainnya. Semua
itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi
terentaskannya masalah yang dialami oleh konseli.
Beberapa kompetensi pribadi yang signifikan untuk dimiliki
konselor antara lain, pengetahuan yang baik tentang diri sendiri (self-
knowledge), berkompeten, kesehatan psikologis yang baik, dapat
dipercaya (trustworthness), kejujuran, kekuatan atau daya (strength),
kehangatan (warmth) pendengar yang aktif (active responsiveness),
kesabaran, kepekaan (sensitivity), kebebasan, dan kesadaran holistik.
Kompetensi tersebut akan mendorong konselor untuk menjadi pribadi
terapeutik, yang antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut :

 Memiliki gagasan yang jelas mengenai keyakinan tentang hidup,


manusia, dan masalah-masalah, kesadaran dan pandangan yang tepat
terhadap peranannya, dan tanpa syarat memandang dan merespons
konseli sebagai pribadi.

 Mampu mereduksi kecemasan, tidak tertekan, tidak menunjukan sikap


bermusuhan, tidak membiarkan diri menurun kapasitasnya.

 Memiliki kemampuan untuk hadir bagi orang lain, yang berupa


kerelaan untuk mengambil bagian dengan orang lain dalam suka duka
mereka, hal mana timbul dari keterbukaan konselor terhadap masalah
dan perasaan sendiri, sehingga dia sanggup menghayati dan
menunjukan empaty dengan konselinya.

b. Mengembangkan diri menjadi konselor yang otonom, melalui


pengembangan gaya konseling yang sesuai dengan kepribadiannya sambil
terbuka untuk belajar dari orang lain, dan mempelajari berbagai konsep
dan teknik konseling, serta menerapkannya sesuai dengan konteks dan
pribadinya.
c. Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya konselor harus memilki
suatu rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkannya berhubungan
dengan orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari konseli.
d. Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha
untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya. Konselor tidak
hanya puas dengan apa yang ada dan berupaya mempertanyakan mutu
eksistensinya, nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus berusaha
memahami dirinya sendiri karena konselor hendak mendorong
pemahaman diri itu dalam diri konseli.
Hakikat Metode

a. Pengertian Metode
Secara etimologis, metode berasal dari kata ‘met’ dan ‘hodes’ yang
berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting yang
terdapat dalam sebuah metode adalah : cara melakukan sesuatu dan
rencana dalam pelaksanaan.
Metode sering di artikan sebagai kata yang berasal dari bahasa
yunani, yaitu methodos dalam bahasa Indonesia diartikan cara atau jalan.
Dalam kaitan dengan kegiatan keilmuan, maka metode mengandung arti
cara kerja atau langkah kerja untuk mengembangkan ilmu tersebut atau
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Enjang
AS, dan Aliyudin.2009.hal 30).
b. Metode /teknik konseling
Proses konseling melibatkan antara konselor dan klien,
keberhasilan konseling banyak ditentukan oleh keefektifan konselor dalam
menggunakan beberapa teknik yang bersumber dari beberapa teori pula,
dan klien yang datang kepada konselor tentunya memiliki permasalahan
yang berbeda-beda, hal itu diperlukan penyelesaian yang berbeda-beda
pula. Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah mutlak.
Sebab dalam proses konseling teknik yang baik merupakan kunci
keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang
efektif harus mampu merespon klien dengan teknik yang benar, yang
sesuai dengan keadaan klien pada saat itu.
Dalam melakukan proses konseling, ada yang menggunakan teknik
konseling yang berpusat pada konselor dengan istilah lain Directive
Counseling, dan teknik konselor yang berpusat pada klien atau istilah lain
Non-Directive Counseling, yang keduanya tentunya diberikan sesuai
dengan permasalahan yang terjadi pada diri klien.
c. Directive Counseling
Teknik directive counseling disebut pula dengan konseling yang
berpusat pada konselor, pada pendekatan ini konselor yang membantu
memecahkan masalah konseli dengan secara sadar mempergunakan
sumber-sumber intelektualnya. Tujuan utama dari metode ini adalah
membantu konseli mengganti tingkah laku emosional dan impulsif dengan
tingkah laku yang rasional. Lepasnya tegangan-tegangan dan didapatnya
”insight” dipandang sebagai suatu hal yang penting.
Di dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
konseli dengan rasional, konselor tidak boleh bersikap otoriter dan
menuduh, walaupun dikatakan direktif. Larangan-larangan yang langsung,
petuah yang didaktis dan petuah yang sifatnya mengatur sebaiknya di
hindari.
d. Non-Directive (Client Centered)
Pada teknik ini konseli diberi kesempatan untuk memimpin
wawancara dan memikul sebagian besar dari tanggung jawab atas
pemecahan masalahnya. Beberapa ciri-cirinya antara lain : (a) konseli
bebas untuk mengekspresikan dirinya (b). Konseli menerima, mengetahui,
menjelaskan, mengulang lebih secara objektif pernyataan-pernyataan dari
konseli (c) Konseli ditolong untuk makin mengenal diri sendiri dan (d).
Konseli membuat asal-usul yang berhubungan dengan pemecahan
masalahnya.
Salah satu keuntungan terbesar dari metode ini adalah mengurangi
ketergantungan konseli. Bahkan memberikan pelepasan emosi yang dalam
dan memberi lebih banyak kesempatan untuk pertumbuhan ”self
sufficiency”.
Konsep direktif meliputi bahwa konseli membutuhkan bantuan dan
konselor membantu menemukan apa yang menjadi masalahnya dan apa
yang mesti kerjakan. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain : (i)
Informasi tentang dirinya, hal ini dilakukan untuk mengkonfrontasikan
antara informasi yang diberikan dengan kenyataan yang ada; dari sini
konseli diharapkan mampu mengevaluasi kembali sikapnya. (ii) Case
history digunakan sebagai alat diagnosa dan terapeutik dengan tujuan
membantu dalam ”rapport”, mengambangkan kartasis, memberikan
keyakinan kembali dan kembali mengembangkan ”insight” dan (iv)
Konflik yang digunakan sebagai alat terapeutik. Disituasi konflik
sengaja ditimbulkan, konseli dihadapkan pada situasi yang memancing
sikapnya dalam menghadapi realita dan konseli di motivasi untuk
memecahkanya.

Hakikat Media

a. Pengertian Media
Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Dalam ilmu
komunikasi, media bias diartikan sebagai saluran, sarana penghubung dan
alatalat komunikasi. Alimat media berasal dari bahasa latin yang secara
harpiah memiliki arti perantara atau pengantar. Berilkut ini adalah
pengertian dan definisi media :
b. UI fakultas sastra
Media merupakan alayt teknis yang digunakan untuk melakukan mediasi
atau menyampaikan pesan; dengan kata lain, media merupakan alat
komunikasi
1. Grossberg
Media merupakan institusi yang di fungsikan untuk
mengembangkan kebebasan berpendapat dan menyebarkan informasi
kesegala arah, yakni kepadap ublik dan institusi lainnya termasuk
pemerintah
2. Bambang purwanto
Media merupakan keristalisasi pemikiran manusia yang terus
bertahan melaupaui waktu kehidupan individual-yang menciptakan
gambaran individu.
Media BK merupakan media atau alat bantu yang digunakan
konselor untuk menunjang keberhasilan dalam proses konseling.

1. Macam-Macam 3. Televise
Media
4. Leptop/notebook
2. Media
5. Alat perekam
Elektronik/TI
6. Proyektor 10. Koran

7. Social network 11. Majalah

8. Media Cetak 12. Novel dll

9. Buku 13. Media lingkungan

Tempat dan suasana, agar lebih menarik dan tidak membosankan ketika
berlangsungnya proses konseling.

Hakikat keberhasilan dalam BK

a. Pengertian Keberhasilan
Keberhasilan secara etimologi yaitu berasal kata dari hasil yang
artinya sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha.
Keberhasilan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah perihal
(keadaan) berhasil.
Keterlaksanaan dan keberhasilan layanan bimbingan dan konseling
sangat ditentukan oleh di wujudkannya asas-asa berikut:
1) asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
2) asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan konseling yang
menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengukuti dan
menjalani pelayanan atau kegiatana yang diperlukan baginya.
3) asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan konseling yang menghendaki
agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan atau kegiatan bersifat
terbuka dan tidak berpura-pura, baik didalam memberikan
keteranagn tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dna materi dari luarynag berguna bagi pengembangan
dirinya.
4) asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan
berpartisipasi secara aktif dalam penyenggaraan pelayanan atau
kegiatan bimbingan.
5) asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling,
yakni:konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseli
diharapakan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungaannya,mampu
mengambil keputusan, mengarahkan serta mmewujudkan diri
sendiri.
6) asas kekinian, yaitu asas bimbingan danm konseling yang
menghendaki agar objek sasaran pelayananbimbingan dan konseling
ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang.
7) asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan
(konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak
monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8) asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun konseli saling
menunjang harmonis dan terpadu.
9) asas keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling,didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai
dna norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang
berlaku.
10) asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling,diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11) asas alih tangan kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyenggarakan
pelyanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak ynag lebih ahli.

Masalah Etika

a. Pengertian Masalah
Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara apa yang
seharusnya (harapan) dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang.
b. Pengertian Etika
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya.Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas
manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah
perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas
atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1) Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai
manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku
bangsa, agama, atau budaya.
2) Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan
mengarahkan diri.
3) Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambilnya.
4) Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui
layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5) Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang
didasarkan kepada kode etik (etika profesi).

Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai


yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu
perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya,
dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi
tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga
ABKIN, Bab II, Pasal 2).

c. Bentuk Pelanggaran

1. Terhadap Konseli

a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak


terkait dengan kepentingan konseli

b. Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama,


rasialis).

c. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap


konseli.

d. Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik,


evaluasi, dan tindak lanjut).

2. Terhadap Organisasi Profesi

a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh


organisasi profesi.

b. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi


untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).

3. Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait

a. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan,


menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
b. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian
sesuai dengan masalah konseli.

Sangsi Pelanggaran

Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling.


Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling
maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.

1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis

2. Memberikan peringatan keras secara tertulis

3. Pencabutan keanggotan ABKIN

4. Pencabutan lisensi

5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan


diserahkan pada pihak yang berwenang.

Mekanisme Penerapan Sangsi

Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme


penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau


masyarakat

2. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah

3. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka


penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.

4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang


disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.

5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode


etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan
masalahnya.
4. Tujuan BK di sekolah.

Tujuan Bimbingan Kejuruan

Sukardi (2000) menjelaskan bahwa secara umum Bimbingan Karir di


sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan, bertujuan untuk membantu
siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya, dalam pengambilan
keputusan, perencanaan, dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju kepada
karir dan cara hidup yang akan memberikan rasa kepuasan karena sesuai, serasi,
dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya.

Sedangkan tujuan khusus yang menjadi sasaran Bimbingan Karir di


sekolah adalah, di antaranya: (a) agar siswa dapat meningkatkan pengetahuan
tentang dirinya sendiri (self concept), (b) agar siswa dapat meningkatkan
pengetahuannya tentang dunia kerja, (c) agar siswa dapat mengembangkan sikap
dan nilai diri sendiri dalam menghadapi pilihan lapangan kerja serta dalam
persiapan memasukinya, (d) agar siswa dapat meningkatkan keterampilan berpikir
agar mampu mengambil keputusan tentang jabatan yang sesuai dengan dirinya
dan tersedia dalam dunia kerja, (e) agar siswa dapat menguasai keterampilan dasar
dalam pekerjaan terutama kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berprakarsa,
dan sebagainya (Sukardi, 2000).

Pendapat lain menyatakan bahwa tujuan layanan bimbingan karier adalah


agar sisiwa untuk dapat merencanakan dan mengembangkan masa depannya,
berkaitan dengan dunia pendidikan maupun dunia karier (Hibana S. Rahman,
2002:43). Aminuddin Najib (1997:10) menjelaskan bahwa layanan bimbingan
karier bertujuan membantu siswa dalam mengembangkan perencanaan masa
depan kariernya, sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kemampuannya.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir di SMK


bertujuan untuk membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya,
dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengarahan kegiatan-kegiatan
yang menuju kepada karir dan cara hidup.
Tujuan bimbingan karir menurut Bimo Walgito (2010: 202-203) secara
rinci, tujuan dari bimbingan karir tersebut adalah yang membantu siswa
agar:

a. Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri, terutama yang


berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenai
kemampuan, minat, bakat, sikap, dan cita-citanya. Hal ini
bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan tentang karir yang akan
djalaninya dimasa yang akan datang.

b. Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan


ada yang ada pada masyarakat sekitarnya. Hal ini dimaksudkan
agar siswa dapat mengenal lingkungan sekitar dan mampu
berinteraksi dengan baik.

c. Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan


potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan
dan latihan yang diperlukan bagi suatu bidang tertentu, serta
memahami hubungan usaha dirinya sekarang dengan masa
depanya. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menggunakan potensi
di dalam dirinya seefektif mungkin dan seefisien mungkin.

d. Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul, yang


disebabkan oleh dirinya sendirinya dan faktor lingkungan, serta
mencari jalan untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan
tersebut. Hal ini bertujuan agar siswa dapat memecahkan
masalahnya dengan baik perkara permasalahan karir yang
dialaminya.

e. Para siswa dapat merencanakan masa depannya, serta


menemukan karir dan kehidupannya yang serasi atau sesuai. Hal
ini dimaksudkan agar siswa mempunyai pandangan ke depan
perihal karir yang akan dijalaninya.
Sedangkan tujuan dari bimbingan karir adalah menurut Dewa Ketut
Sukardi (1987: 31-34):

a. Secara umum tujuan dari bimbingan karir di sekolah untuk


membantu siswa dalam pemahaman keputusan, perencanaan, dan
pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju kepada karir dan cara
hidup yang akan memberikan rasa kepuasan karena sesuai, serasi,
dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya.

b. Sedangkan tujuan khusus yang menjadi sasaran bimbingan karir di


sekolah diantaranya:

1) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa


dapat meningkatkan pengetahuan tentang dirinya sendiri (self
concept). Disini dikatakan bahwa pemahaman diri (self
concept) merupakan suatu gambaran/citra diri sendiri tentang
diri pribadi yang meliputi pengetahuan tentang kemampuan
kerja, minat, motivasi, dan kebutuhan lainnya.

2) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa


dapat meningkatkan pengetahuannya tentang dunia kerja.
Disini dapat dijelaskan bahwa pembimbing harus memberikan
informasi yang jelas tentang persyaratan penerimaan dalam
dunia kerja, situsi dalam pekerjaan yang akan digeluti siswa,
termaksud tentang aspek sosial, fisik, administrasi, dan
organisasi dalam dunia industri itu sendiri.

3) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa


dapat mengembangkan sikap dan nilai diri sendiri dalam
menghadapi pilihan lapangan kerja serta dalam persiapan
memasukinya. Jadi dapat dijelaskan bahwa peran pembimbing
adalah untuk mengembangkan sikap dan nilai yang positif
terhadap diri sendiri dapat dikembangkan oleh anak didik
dengan cara memahami potensi-potensi diri sendiri, dapat
menerima kenyataan tentang diri sendiri, berani mengambil
suatu keputusan tentang apa yang sebaiknya dipilih, serta
memiliki kemampuan daya penalaran untuk
mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah.

4) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa


dapat meningkatkan keterampilan berpikir agar mampu
mengambil keputusan tentang jabatan yang sesuai dengan
dirinya dan tersedia dalam dunia kerja.

5) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa


dapat menguasai keterampilan dasar yang penting dalam
pekerjaan terutama kemampuan berkomunikasi, bekerja sama
(team work), berprakarsa, dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


tujuan dari bimbingan karir adalah dapat memahami dan menilai dirinya
sendiri, pengetahuannya tentang dunia kerja, mengembangkan sikap dan nilai
diri sendiri dalam menghadapi pilihan lapangan kerja serta dalam persiapan
memasukinya, keterampilan berpikir, menguasai keterampilan dasar dan
hambatan-hambatan dalam karirnya.

5. Karakteristik peserta didik (SMK) sebagai dasar implementasi BK

Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang
menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang
tinggi. Karakter berbasis pada nilai dan norma (Prayitno dan Belferik Manullang,
2010). Ada tujuh nilai-nilai standard yang memandu perilaku seseorang, dalam
hal : (1) isu sosial, (2) kecenderungan arah ideologi religius atau politis, (3)
memandu diri sendiri, (4) sebagai standard untuk evaluasi diri dan orang lain, (5)
sebagai dasar perbandingan kemampuan dan kesusilaan, (6) sebagai standar untuk
membujuk dan mempengaruhi orang lain, dan (7) sebagai standar merasionalkan
sesuatu hal (dapat diterima atau tak dapat diterima), sikap dan tindakan
melindungi, memelihara, dan tentang mengagumi sesuatu/seseorang atau diri
sendiri (Josephson Institute of Ethics, 2008).
Nilai-nilai adalah pemandu perilaku seseorang, seperti standard untuk
menilai perilaku. Nilai-nilai etis dalam definisi ini setara dengan moral menilai.
Nilai-nilai moral menunjuk jenis nilai-nilai hubungan antar pribadi, ketika
dilanggar, menimbulkan kepedihan dalam hati atau merasa rasa bersalah. Nilai-
Nilai etis kemudian berfungsi sebagai suatu pemandu tentang hak/kebenaran
perilaku hubungan antar pribadi.

Karakter dapat digambarkan sebaga suatu struktur nilai yang memandu


perilaku individu dalam suatu konteks (organisasi). Karakter mempunyai struktur
terdiri dari nilai-nilai perilaku etis yang mengatur dua dimensi, dimensi karakter
acuan nilai, dan dimensi jenis perilaku dan target perilaku.

Nilai-nilai (values) dapat didefinisikan sebagai ukuran dari perbuatan,


keindahan atau harga yang dimiliki seseorang. Orang yang memiliki nilai-nilai
tertentu akan berusaha untuk berbuat sesuai dengan ukuran (standar) tersebut atau
berusaha untuk mempertahankannya. Dengan demikian nilai adalah pertmbangan
internal dan eksternal, yang dimiliki seseorang tentang sesuatu barang atau
perbuatan.

Berkaitan dengan proses pembelajaran, perubahan sikap siswa dapat


dilalukan melalui: teori pembelajaran, teori fungsional, teori pertimbangan sosial,
dan teori konsistensi. Kaitan sikap dengan nilai-nilai merupakan konstruk
hipotetik, dan menjadi pendorong bagi seseorang untuk terwujudnya perilaku
siswa. Nilai lebih berbentuk global dari pada sikap, sehingga lebih abstrak.

Dimensi

Dimensi jenis mencakup keberlanjutan dan proaktif. Dimensi jenis


keberlanjutan mencakup kejujuran, rasa hormat, dan keadilan. Dimensi jenis
proaktif yang dominan adalah tanggung jawab, kepedulian dan kewarganegaraan.
Berdasarkan atas perilaku membantu melahirkan perilaku proaktif, untuk
mengatasi status quo. Berbeda dengan keberlanjutan cenderung

Dimensi target mencakup tugas, pertimbangan khusus dan pertimbangan


umum adalah target perilaku, seperti perilaku mencegah kejahatan. Pertimbangan
kata lain dari hubungan, yang merupakan kategori target perilaku. Dimensi target
tugas berhubungan dengan perilaku kejujuran dan tanggung jawab, perilaku target
tugas biasanya terukur dan tergambar jelas. Dimensi target pertimbangan khusus
mencakup rasa hormat dan kepedulian, dan dimensi target pertimbangan umum
mencakup keadilan dan kewarganegaraan.

Dalam dimensi jenis dan dimensi target terdapat indikator karakter,


meliputi: 1) Kejujuran (trustworthiness), mencakup integritas, keandalan, dan
kesetiaan; 2) Rasa hormat (respect), mencakup menghargai untuk hak azasi
manusia; 3) Tanggung jawab (responsibility), mencakup tanggung-jawab; 3)
Kewajaran (fairness), mencakup adil, dan tahu tentang hak kekayaan; 4)
Kepedulian (caring), mencakup peduli sesama, dan menghindarkan kejahatan; 5)
Kewarganegaraan, mencakup mematuhi hukum dan melindungi lingkungan
(Josephson Institute of Ethics, 2008). Kombinasi dari tiga indikator akan
melahirkan dimensi keberlajutan yang cenderung mempertahankan status quo,
dan dimensi proaktif cenderung merubah status quo.

Dimensi Kepribadian Kejuruan

Pendidikan kejuruan selalu berkaitan dengan lingkungan pekerjaan, dan


ini membuat siswa sebagai individu harus menyesuaikan diri dengan tempat kerja
(praktek). Holland menyatakan ada enam tipe kepribadian kejuruan, yaitu:
Realistis, Investigatif, Artistik, Sosial, Wirausaha, dan Konvensional (Holland,
Edward D., John. L, 1997).

Menurut John Holland (1985), terdapat enam tipe kepribadian vokasional


yaitu Realistik (menyukai aktivitas-aktivitas kerja yang bersifat praktis, cepat
menangkap masalah dan mencari solusinya), Investigatif (menyukai aktivitas-
aktivitas kerja yang lebih banyak membutuhkan pemikiran mendalam, mereka
juga menyukai bekerja dengan ide dan kekuatan berpikir daripada melakukan
aktivitas kerja fisik), Artistik (menyukai aktivitas-aktivitas kerja yang
berhubungan dengan sisi artistik dari sesuatu hal/benda/obyek, seperti bentuk,
desain, dan pola-pola. Mereka menyukai mengekspresikan diri dalam pekerjaan
mereka.), Sosial (menyukai aktivitas-aktivitas kerja yang berhubungan dengan
individu lainnya. Mereka senang membantu dan memajukan orang lain. Selain
juga, giat berupaya agar orang tersebut mau mengembangkan diri),
wirausaha/enterprising (menyukai aktivitas-aktivitas kerja yang bersifat memulai
sesuatu atau membangun dari awal (start-up), Konvensional/Conventional
(menyukai aktivitas-aktivitas kerja dengan aturan main yang jelas. Mereka
menyukai prosedur dan standar, dan tidak bermasalah dengan rutinitas.

Berdasarkan enam tipe kepribadian di atas, setiap orang dapat


dideskripsikan dengan satu atau gabungan dari enam tipe tersebut, yang seringkali
disingkat dengan RIASEC (huruf pertama setiap tipe). Teori ini juga
mengemukakan bahwa ada enam tipe lingkungan kerja yang berkaitan dengan tipe
di atas – dan setiap individu perlu menemukan tempat kerja yang sesuai dengan
profilnya (berdasarkan 6 tipe di atas). Semakin baik tingkat kecocokan antara
tempat kerja dan gambaran kepribadiannya, semakin baik karakter siswa tersebut.

Karakter Siswa SMK

Dalam bukunya, Sardiman (2011: 120) menyebutkan bahwa terdapat 3


macam hal karakteristik atau keadaan yang ada pada siswa yang perlu
diperhatikan guru yaitu:

Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal


siswa. Misalnya adalah kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, dan lain-
lain.Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan latar belakang dan
status sosial.

Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan perbedaan-


perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.

Dari macam-macam jenis dan sumber karakteristik atau keadaan yang ada
pada siswa ini guru dapat menentukan data-data apa saja yang perlu diketahui
informasinya dan digali dari peserta didik. Kondisi pada peserta didik juga
senantiasa dapat mengalami perubahan, guru hendaknya juga harus memantau
segala perubahan keadaan yang ada pada siswa baik sebelum pembelajaran
dimulai, saat pembelajaran, hingga paska pembelajaran dan evaluasi.
6. Perencanaan BK di SMK

Perencanaan bimbingan karir adalah proses pembuatan serangkaian


kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan dan
mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan
dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program dan tersusun secara
sistematis dalam melakukan bimbingan karir.

Perencanaan bimbingan karir di sekolah merupakan langkah utama yang


sangat penting, khususnya dalam melakukan keseluruhan proses bimbingan karir
di sekolah, tidak pandang apakah bimbingan karir itu diselenggarakan di sekolah
kecil atau yang besar, dan penyelenggaraan di sekolah baru atau lama. Pimpinan
sekolah perlu memastikan bahwa perencanaan dilakukan secara seksama dan
bersistem. Menurut Ridwan (2004: 189-190) pentingnya perencanaan bimbingan
karir secara rinci akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Perencanaan bimbingan karir merupakan usaha untuk


menetapkan atau merumuskan cara untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai arah itu, maka dilakukan perencanaan yang baik.

b. Dengan perencanaan memungkinkan untuk mengetahui sampai sejauh


mana tujuan program yang telah tercapai.

c. Dengan perencanaan memudahkan mengidentifikasikan


hambatan-hambatan yang timbul dalam mencapai tujuan dari
bimbingan karir.

Setelah telah memahami pentingnya perencanaan bimbingan karir, maka


sebaiknya kita memahami asas-asas bimbingan karir yang mempengaruhinya
perencanaan bimbingan karir. Menurut Ridwan (2004: 24) asas-asas yang perlu
diperhatikan dalam mensukseskan program bimbingan karir dalam perencanaan
adalah sebagai berikut:

a. Program dirancang untuk melayani kebutuhan semua siswa.


b. Program bimbingan karir merupakan bagian terpadu dari
keseluruhan program bimbingan karir.

c. Tujuan perencanaan bimbingan karir harus dirumuskan secara jelas dan


eksplisit (operasional) dan menunjang pencapaian keseluruhan bimbingan
karir.

d. Personil bimbingan karir perlu diidentifikasi dan tugas-tugas serta


dirumuskan.

e. Perlunya penerapan rancangan sistem dalam pengembangan program


bimbingan karir dan pemecahan masalah pengelolaan.

f. Mengetahui data pribadi siswa untuk pemahaman diri dan bahan informasi
untuk perencanaan bimbingan karir

g. Dukungan dan pelibatan masyarakat sekitar harus diusahakan sejauh


mungkin demi kelancaran perencanaan bimbingan karir.

h. Perencanaan bimbingan karir perlu melibatkan seluruh staf sekolah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan bimbingan di sekolah harus


memperhatikan pengertian-pengertian dan asas-asas dasar tersebut. Dalam
operasionalnya perencanaan bimbingan karir perlu mempertimbangkan asas-asas
itu untuk mencapai tujuan. Jadi inti dari perencanaan bimbingan karir adalah
mencapai tujuan dari bimbingan karir itu sendiri dan agar tercapai, maka
memerlukan dukungan dari Konselor Sekolah, Kepala Sekolah, guru
pembimbing, Wali Kelas dan petugas administrasi dalam melaksanakan
perencanaan bimbingan karir yang akan dijelaskan tugas-tugas dari petugas
bimbingan karir dalam pelaksanaannya.

Teori Perencanaan Program Pelayanan Bimbingan

Secara garis besar perncanaan program bimbingasn konseling menurut teori ini
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah siswa. Untuk
dapat mengetahui kebutuhan dan masalah siswa dapat dilakukan dengan
berbagai instrumen seperti menggunakan Alat Ungkap Masalah baik
menggunakan kuesioner, cek list atau yang lain yang sudah dibakukan.
Berdasarkan data hasil ungkap masalah kemudian ditabulasi dan dianalisis
kebutuhan apa yang diharapkan atau masalah apa yang dirasakan oleh siswa
di sekolah serta berdasarkan hasil analisis ini selanjutnya disusunlah
perencanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang mencakup
empat bidang, tujuh atau sembilan layanan dan lima kegiatan pendukung.

b. masalah apa yang Menentukan karakteristik sekolah, maksudnya program


yang akan disusun disesuaikan dengan bagaimana situasi dan kondisi
sekolah, seperti apakah sekolah tersebut bersifat umum atau kejuruan,
berada di kota atau di desa. Hal ini diperhatikan agar layanan bimbingan dan
konseling dapat sesuai dengan karakteristik sekolah.

c. Menentukan skala prioritas, maksudnya berdasarkan analisis kebutuhan


diatas segera mendapatkan layanan agar perlu mendapat perhatian utama
untuk dicantumkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah.

d. Menentukan program tahunan yaitu keseluruhan layanan bimbingan dan


konseling yang akan diberikan selama satu tahun. Program ini merupakan
jabaran secara makro dari serangkaian kegiatan layanan bimbingan dan
konseling yang menjadi wilayah tanggungjawabnya.

e. Menentukan program semesteran yang didasarkan pada program tahunan,


sehinga dapat direncanakan kegiatan apa saja yang akan diberikan selama
satu semester untuk kelas tertentu.

f. Menetukan program bulanan, mingguan dan harian. Program ini mengacu


pada program yang sudah dijabarkan dalam tahunan dan semesteran,
sehingga akan tampak kegiatan yang saling mendukung tercapainya tujuan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Perencanaan Program Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan konseling dapat dikatakan sebagai “soko guru” yang
ketiga dalam sistem pendidikan di sekolah selain pembelajaran (instruksional) dan
administrasi sekolah. Sebagi sub-sistem pendidikan di sekolah, bimbingan dan
konseling dalam gerak dan pelaksanaannya tidak pernah lepas dari perencanaan
yang seksama dan bersistem. Hal ini bertujuan agar pencapai hasil dalam onteks
kontribusinya bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah dapat terlihat. Untuk
tercapainya program perencanaan BK yang efektif dan efisien, maka ada beberapa
hal yang harus dilakukan yaitu ; analisis kebutuhan siswa, penentuan tujuan BK,
analisis situasi sekolah, penentuan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan,
penetapan metode pelaksanaan kegiatan, penetapan personel kegiatan, persiapan
fasilitas dan biaya kegiatan , dan perkiraan tentang hambatan kegiatan dan
antisipasinya.

Pengertian program menurut T. Raka Joni (1981): “program adalah


seperangkat kegiatan yang dirancang dan dilakukan secara kait mengkait untuk
mencapai tujuan tertentu”. Dari definisi tersebutdapat diuraikan bahwa suatu
program mengandung unsur-unsur :

a. Adanya seperangkat kegiatan, artinya kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan


merupakan suatu kegiatan yang utuh.

b. Dirancang, artinya hal-hal yang akan dilakukan dirancang sedemikian rupa


agar tidak terjadi pelapisan atau akumulasi kegiatan, apalagi berbagai
benturan akibat kegiatan yang dilakukan berulang-ulang yang pada
gilirannya berdampak pada penurunan efektivitas dan efesiansi.

c. Dilakukan secara kait-mengkait, yaitu bahwa dalam melakukan kegiatan


yang sudah dirancang kegiatan itu tidak berdiri sendirimelinkan ada
keterkaitan antar satu dengan yang lain. Kegiatan itu tidak hanya terjadi antar
kegiatan saja tetapi juga pada tahap kesinambungan kegiatan satu dengan
tahap kegiatan selanjutnya.

d. Adanya tujuan tertentu, yaitu sebagai arah dan kendali agar semua aktivitas
yang terangkum dalamprogram selalu terfokus pada satu titik tujuan.
Dalam pelaksanaannya, pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan
seluruh personil sekolah, maka dari itu diperlukan program yang sistematis agar
pelaksanaannya tidak tumpang tindih dan benturan dengan kegiatan pada bidang-
bidang lain. Adapun program yang yang sistematis selalu mengacu pada prinsip-
prinsip sebagi berikut :

a. Program bimbingan dan konseling dirancang untuk melayani kebutuhan


siswa.

b. Program bimbingan dan konseling merupakan bagian terpadu dari


keseluruhan program pendidikan di sekolah.

c. Tujuan program harus dirumuskan secara jelas dan eksplisit (operasional)


dan menunanng pencapaian keseluruhan tujuan program bimbingan dan
konseling.

d. Pelaksanaan program perlu melibatkan seluruh staf sekolah.

e. Personil bimbingan dan konseling perlu dididentifikasi dan tugas-tugas serta


tanggung jawabnya harus dirumuskan.

f. Segala sumber daya perlu ditemukan untuk mencapai tujuan program.

g. Dua hal yang esensial dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan


konseling adalah data pribadi siswa untuk pemahaman diri dan bahan
informasi untuk perencanaan pendidikan dan pengambilan keputusan.

h. Perlu penerapan rancangan sistem dalam pengembangan program dan


pemecahan masalah pengelolaan.

i. Dukungan dan pelibatan masyarakat sekitar harus diusahakan sejauh


mungkin demi kelancaran penyelenggaraan program dan tercapainya tujuan
(Munandir, 1996).

Teori Pengembangan Program Pelayanan Bimbingan Dan Konseling


Berdasarkan Planning, Programming, Bugdeting System (PPBS)
Pengembangan program berdasarkan PPBS merupakan upaya untuk
memperbaiki cara pengembangan program berdasar1<an pada cara konvensional
yang mendasarkan kebutuhan atau masalah siswa karena cara yang pertama lebih
menekankan pada selera peserta didik dan kurang memperhatikan tujuan layanan
bimbingan dan konseling, kurikulum yang telah disusun secara nasional dan
bagaimana mengevaluasi kegiatan sangat sukar dilakukan. Untuk itu cara yang
kedua ini dipertimbangkan untuk digunakan dalam pengembangan program
bimbingan dan konseling di sekolah.

Pengembangan program bimbingan dan konseling berdasarkan PPBS


maksudnya dalam menyusun program didasarkan pada sistem yang
memperhatikan perencanaan, program dan penganggaran. Secara singkat
pengembangan program berdasarkan PPBS sebagai berikut:

1. Perencanaan

Dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa Pendidikan


Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka kegiatan di sekolah


selayaknya memberikan layanan dalam pembelajaran yang kondusif,
administrasi dan kepemimpinan yang memadai dan pemberian bantuan
layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal. Agar program sekolah dapat terealisasi maka perlu
perencanaan yang mendasarkan pada tujuan baik tujuan umum maupun
khusus. Melalui perencanaan yang matang akan dapat memberikan arah
terhadap pencapaian tujuan bimbingan yang telah ditetapkan, memberikan
standart atau pedoman serta tolok ukur keberhasilan kegiatan bimbingan
dan konseling. Oleh karena itu melalui kegiatan perencanaan diharapkan
semua tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. Dengan demikian
penetapan tujuan merupakan awal dari kegiatan perencanaan.Tujuan
dalam kegiatan bimbingan dan konseling dapat bersifat filosofis seperti
tercapainya perkembangan yang optimal, menjadi insan mandiri, dan lain-
lain. Namun tujuan juga dapat bersifat sasaran apabila tujuan yang
diharapkan tercapai dapat diukur secara konkrit dengan ciri pragmatis,
konkrit dan kuantitatif. Ungkapan seperti setelah mengikuti layanan
konseling siswa dapat mengentaskan masalah yang dihadapi, atau klien
dapat menunjukkan rasa bahagia dan merasa puas setelah memperoleh
layanan konseling merupakan contohnya.

2. Programming

Programming merupakan suatu kegiatan untuk membuat program


yang akan dilaksanakan selama kurun waktu tertentu. Program itu sendiri
merupakan serangkaian kegiatan yang saling terkait satu dengan yang lain
untuk mencapai tujuan berarti serangkaian kegiatan bimbingan dan
konseling yang saling terkait satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan
bimbingan dan konseling yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk
menentukan progam apa yang akan dilaksanakan maka dalam PPBS
proses pengembangan program mencakup langkah-Iangkah sebagai
berikut ini.

3. Menentukan Kategori Program Utama ( KPU ).

Penentuan Kategori Program Utama dijabarkan berdasarkan tujuan


yang telah ditentukan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Secara eksplisit telah dikemukakan bahwa perkembangan yang optimal
dapat diturunkan menjadi tujuan bimbingan yang mencakup 4 bidang yatiu
pribadi, sosial, belajar, dan karir.

4. Menentukan Program Utama

Program utama merupakan penjabaran dari kategori program


utama. Misalnya saja dalam kategori porgram utama adalah pengmbangan
bimbingan pribadi maka program utamanya dapat ;(1) penanaman sikap
kebiasaan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (2)
Pengenalan dan pengembangan tentang kekuatan diri sendiri dan
penyalurannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, basik
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun untuk peranannya di masa
depan. (3) pengenalan dan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi
serta penyaluran dan pengembangannya melaui kegiatan-kegiatan yang
kreatif dan produktif. (4) Pengenalan dan pemahaman tentang kelemahan
diri sendiri serta usaha-usaha penanggulangannya. (5) pengembangan
kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkan diri ( 6)
perencanaan dan pemeliharaan hidup sehat.

5. Program

Program merupakan bagian terkecil dari KPU, dan berdasarkan


program utama maka langkah selanjutnya menentukan program. Jadi tugas
utama adalah menentukan program apa saja yang dapat dilakukan agar
semua rencana yang telah dicanangkan dapat terealisasi Adapun jumlah
dan kegiatannya tidak dibatasi, tetapi yang perlu diingat adalah apakah
program yang disusun dapat memenuhi tercapainya program utama.

6. Target

Target merupakan keluaran atau hasil yang ingin dicapai setelah


program dilaksanakan. Target dapat dilihat dari seberapa banyak peserta
didik yang mendapat layanan, bagaimana perubahan sikap dan perilaku
individu setelah memperoleh sejumlah layanan, dll.

7. Jangka waktu

Semua kegiatan hendaknya disusun untuk minimal dalam kurun


waktu satu tahun kedepan sehingga dapat diantisipasi semua unsur yang
dapat mendukung terlaksananya program. Berdasrkan program dalam
jangka waktu satu tahun tersebut kemudian disusunlah program
semesteran, bulanan, mingguan dan akhirnya kegiatan.
8. Biaya

Berdasarkan program yang telah disusun maka perlu


dipertimbangkan biaya operasional yang dibutuhkan. Untuk itu pada awal
tahun ajaran hendaknya sudah dipikirkan seberapa dana yang dibutuhkan
dan dari mana sumber pembiayaan. Namun yang perlu diingat bahwa
pengembangan anggaran biaya perlu memperlhatikan situasi dan kondisi
keuangan sekolah. Dengan demikian maka serangkaian program yang
dipaparkan merupakan acuan pembiayaan yang proporsional. Berdasarkan
pengamatan di lapangan belum semua guru pembimbing di sekolah yang
telah menyusun program bimbingan dan konseling sesuai dengan tahap-
tahap maupun teori pengembangan program. Namun satu hal yang perlu
dicermati oleh guru pembimbing di sekolah bahwa dengan adanya
program yang jelas maka personal di sekolah seperti kepala sekolah dan
guru bidang studi lainnya akan memperoleh pencerahan dan keyakinan
bahwa guru pembimbing adalah bukan pengangguran melainkan guru
yang mempunyai program yang jelas sehingga pada gilirannya mereka
akan secara sukarela mau bekerjasama untuk melaksanakan program
bimbingan dan konseling di sekolah. Selanjutnya bila kerjasama telah
terjalin maka keberadaan bimbingan dan konseling sekolah akan semakin
diakui dan dihargai oleh semua pihak termasuk staf sekolah dan
masyarakat.

Perencanaan program Bimbingan dan Konseling

Secara umum perencanaan merupakan pedoman yang memberi arah


pelaksanaan Bimbingan dan konseling dalam mencapai tujuannya. Wujud
perencanaan adalah persiapan system, teknik, metode, fasilitas, personalia, waktu
dan pencapaian aktivitas bimbingan dan konseling. Menurut Roeber dalam
Organization dan Administration of Guidance Service, perencanaan awal program
bimbingan dan konseling diarahkan untuk menjawab 3 aspek berikut, yaitu :

a.apakah kebutuhan-kebutuhan bimbingan bagi siswa ?


b.sejauh mana kebutuhan-kebutuhan itu telah dapat dipenuhi dengan kondisi
yang ada sekarang ?

c.bagaimana sekolah dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan lebih baik ?


(Purwoko, 2008 : 32)

7. Kendala-kendala pelaksanaan BK

Pentingnya konsultasi siswa dengan guru Pembimbing sebernarnya adalah


suatu hal yang perlu mengingat konsultasi tersebut akan menjadi jalan ke arah
pelaksanaan konseling yang sesungguhnya. Menurut Sahani dkk (1999) salah satu
kriteria keberhasilan BK di sekolah adalah jumlah siswa yang berkonsultasi secara
sukarela meningkat. Hal ini berarti bahwa semakin banyak siswa yang sukarela
berkonsultasi ke BK dapat dikatakan pula bahwa di sekolah tersebut menunjukkan
adanya keberhasilan BK dalam memberi pelayanan kepada siswa.

Namun berbagai kendala pelaksanaan konseling menjadikan konseling di


sekolah sulit berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Hal mendasar yang menjadi
kendala di berbagai sekolah adalah sarana dan prasarana pendukung yang kurang.
Sebagai contoh kebanyakan ruang BK di sekolah ditata seperti ruang guru yang
terbuka. Padahal ruang yang terbuka dan tanpa sekat akan menjadikan siswa
kurang nyaman berkonsultasi ataupun konseling dengan gurunya. Selain itu tidak
adanya ruang khusus untuk konseling akan menyebabkan masalah yang akan
dikemukakan siswa tidak secara maksimal dan transparan dikemukakan karena
ada perasaan was-was masalahnya diketahui orang lain.

Kendala lain yang juga menjadi salah satu faktor penghambat adalah latar
belakang pendidikan guru pembimbing atau konselor yang umumnya bukan
berasal dari BK. Kebanyakan guru pembimbing adalah mereka yang
dialihtugaskan dari guru mata pelajaran, walaupun sebagian dari mereka telah
mengikuti pelatihan atau penataran tentang bimbingan. Hal yang tetap menjadi
kendala adalah keterampilan mereka tetap masih minim. Kondisi ini menjadikan
pelaksanaan konseling berjalan tidak sesuai dengan ketentuan ataupun kode etik
mengingat pemahaman yang dangkal tentang seluk beluk konseling. Pemahaman
yang masih rendah tersebut menurut Prayitno dan Anti (1999) menyebabkan
konseling dianggap sebagai proses pemberian nasehat.

Selain itu berbagai pemahaman yang tidak tepat tentang konseling di


sekolah adalah seringnya konseling diarahkan secara langsung sebagai suatu
kegiatan untuk mengatasi pelanggaran siswa. Guru pembimbing sering
beranggapan bahwa menyadarkan siswa dari pelanggaran adalah tugas utama
mereka. Sehingga konsultasi atau konseling yang mereka lakukan kadang
mengarah pada upaya paksa agar siswa berubah. Pada kenyataannya banyak guru
pembimbing membuat pendekatan yang jauh menyimpang dari teknik konseling,
misalnya membuat perjanjian siswa yang melanggar, memaksa siswa wajib lapor
bahkan memberi hukuman.

Kondisi di atas tentu menjadikan konseling sebagai interogasi, intimidasi


bahkan ibarat sidang pengadilan, padahal kesemuanya itu adalah penyimpangan.

Minat Konseling Siswa

Pada hakekatnya konseling di sekolah terselenggara bila siswa secara aktif


mau menemui konselor untuk melaksanakan konseling. Di sekolah konseling
dapat diupayakan keterlaksanaannya dalam tiga bentuk yaitu inisiatif konselor
memanggil siswa, inisiatif siswa untuk mendatangi konselor atau inisiatif pihak
atau guru lain sebagai perantara.

Adapun ketentuan untuk memanggil siswa berdasarkan inisiatif konselor


ataupun melalui perantara pihak lain menempuh cara berikut : 1) Panggilan
didahului oleh analisis yang mendalam; 2) Panggilan dengan bahasa yang halus
dan tidak ada unsur paksaan; 3) Panggilan beralasan untuk kepentingan siswa; 4)
Panggilan tidak merugikan siswa dari segi kerahasiaan atau yang merugikan
belajar siswa. Sedangkan inisaiatif siswa untuk mendatangi konselor secara
sukarela adalah hal yang ideal untuk terselanggaranya konseling yang baik.

Berdasarkan seri pemandu pelaksanaan BK di sekolah (1995) persentase


kegiatan konseling baik perorangan ataupun kelompok dialokasikan sebanyak 30
persen dalam kegiatan bimbingan. Kegiatan tersebut tentu dilaksanakan melalui
tatap muka secara langsung dengan konselor. Hal ini berarti bahwa kegiatan
konseling merupakan sesuatu yang perlu terlaksana dan memiliki waktu atau
alokasi khusus dalam kegiatan bimbingan dan konseling.

Namun berbagai pihak yang belum paham bagaimana peran guru BK di


sekolah menjadikan konseling sebagai kegiatan yang tidak penting dan
disepelekan. Hal ini sesuai pendapat Winkel (1991) bahwa kekaburan tentang
peran konselor di sekolah dapat timbul karena berbagai pihak mempunyai
konsepsi berbeda tentang peranan tersebut.

Di samping itu pendekatan guru pembimbing dalam menangani masalah


juga menyebabkan peran BK dalam pelaksanaan konseling tidak terlihat. Menurut
Willis (2004) guru pembimbing di sekolah kurang dalam segi keterampilan (skill)
konseling untuk mengembangkan potensi siswa dan membantu siswa untuk
mengantisipasi permasalahan yang dihadapinya. Banyak guru pembimbing di
sekolah yang masih beranggapan bahwa mereka bekerja bila ada permasalahan
terutama pelanggaran oleh siswa. Mereka tidak menyadari bahwa bahwa guru
pembimbing bekerja sebelum terjadinya masalah, sebab dalam berkerja fungsi BK
sebagai preventif (pencegahan) dimana mereka seharusnya bekerja dari awal dan
sedini mungkin mengantisipasi adanya kemungkinan masalah sebelum masalah
itu timbul.

Berbagai kelemahan dari segi pemahaman dan juga belum profesionalnya


guru pembimbing menyebabkan mereka kadang menyimpang dari program dan
kegiatan yang seharusnya mereka lakukan. Penyimpangan peran yang terjadi
menurut Karyono (2003) terjadi karena BK kerap diposisikan sebagai polisi
sekolah sehingga guru BK dijauhi siswa. Hal ini karena Guru BK sering
memangil, menghukum, memarahi siswa yang bermasalah atau nakal. Kondisi ini
tentu tidak bisa dipisahkan dari kurang pahamnya guru pembimbing dan juga
tidak adanya upaya mengubah kesalahpahaman atau penyimpangan yang terjadi
selama ini.

Yusuf dan Nurihsan (2005) juga mengemukakan bahwa konseling tidak


berjalan di sekolah karena siswa merasa tidak senang kepada guru pembimbing.
Menurutnya kondisi ini disebabkan oleh pemberian tugas dari kepala sekolah
yang berseberangan dengan tugas yang seharusnya dilakukan guru pembimbing.

Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan


sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen,
pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun
2003 pasal 1 Ayat 6). Kegiatan pelayanan yang konselor berikan kepada konseli
atau konseli yang datang kepada konselor untuk memecahkan masalahnya,
tidaklah selalu berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh hambatan-hambatan
atau rintangan-rintangan yang mungkin datang dari konseli atau konselor itu
sendiri.

Hambatan-hambatan yang mungkin datang atau berasal dari konseli bisa


berupa karena konseli tidak terbuka sepenuhnya kepada konselor atas persoalan
yang sedang dihadapi atau konseli merasa tidak bebas untuk mengungkapkan
persoalannya karena suasana di sekitaran tempat pelayanan kurang nyaman/aman
atau konseli tidak percaya kepada konselor untuk dapat membantu menyelesaikan
persoalan yang sedang dihadapinya, terutama bagi konseli yang dipanggil.

Sementara itu, hambatan-hambatan yang mungkin datang dari seorang


konselor biasanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan/penguasaan seorang
konselor dalam menggunakan teknik-teknik konseling, baik itu verbal maupun
non verbal, sehingga masalah yang dialami siswa tidak terungkap dengan jelas.
Selain itu, juga mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan seorang konselor
dalam membina hubungan yang baik dengan konseli pada saat/permulaan
konseling, sehingga membuat konseli merasa tidak bebas untuk mengungkapkan
masalahnya, terutama bagi konseli yang dipanggil.

Namun selain hambatan-hambatan tersebut, masih banyak ditemukan


hambatan-hambatan lain yang dihadapi konselor dalam melakukan layanan
bimbingan dan konseling. Secara garis besar hambatan bimbingan dan konseling
dapat dikelompokkan dalam dua hal, yaitu 1) hambatan internal dan 2) hambatan
eksternal.

Hambatan intermal
Hambatan internal ini berkaitan dengan kompetensi konselor. Kompetensi
konselor meliputi kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi
akademik konselor yakni lulusan S1 bimbingan konseling atau S2 bimbingan
konseling dan melanjutkan pendidikan profesi selama 1 tahun. Kenyataan di
lapangan membuktikan bahwa masih banyak di temukan diberbagai sekolah SMP,
MTs, MA, SMA, dan SMK guru bimbingan dan konseling non bimbingan dan
konseling, artinya konselor sekolah yang bukan berlatar pendidikan bimbingan
konseling. Mereka diangakat oleh kepala sekolah karena dianggap bisa atau
mereka yang berasal dari sarjana agama. Meskipun secara keilmuan mereka tidak
mendalami tentang teori-teori bimbingan konseling.

Kompetensi profesional terbentuk melalui latihan, seminar, workshop.


Untuk menjadi konselor profesional memerlukan proses dan waktu. Konselor
profesional membutuhkan jam terbang yang cukup matang. Di samping itu masih
juga ditemukan di lapangan, adanya manajemen bimbingan dan konseling yang
masih amburadul. Uman Suherman (2008), lebih lanjut menjelaskan mengenai
manajemen bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling perlu
diurus, diatur, dikemudikan, dikendalikan, ditangani, dikelola, diselenggarakan,
dijalankan, dilaksanakan dan dipimpin oleh orang yang memiliki keahlian,
keterampilan, serta wawasan dan pemahaman tentang arah, tujuan, fungsi,
kegiatan, strategi dan indikator keberhasilannya.

Hambatan eksternal

Anggapan bahwa layanan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh


siapa saja

Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?


Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika
bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat
dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan
dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan
teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu),
dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan
bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-
orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu
diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi,
serta pengalaman-pengalaman.

Anggapan bahwa Bimbingan dan Konseling hanya untuk orang yang


bermasalah saja

Sebagian orang berpandangan bahwa guru bimbingan dan konseling itu


ada karena adanya masalah, jika tidak ada maka guru bimbingan dan konseling
tidak diperlukan, dan guru bimbingan dan konseling itu diperlukan untuk
membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri bahwa salah
satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu dalam
menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan guru bimbingan dan
konseling itu sendiri adalah melakukan tindakan preventif agar masalah tidak
timbul dan antisipasi agar ketika masalah yang sewaktu-waktu datang tidak
berkembang menjadi masalah yang besar. Kita pastinya tahu semboyan yang
berbunyi “Mencegah itu lebih baik daripada mengobati”.

Keberhasilan layanan Bimbingan dan Konseling tergantung kepada sarana


dan prasarana

Sering kali kita temukan pandangan bahwa kehandalan dan kehebatan


seorang konselor itu disebabkan dari ketersediaan sarana dan prasarana yang
lengkap dan mutakhir. Seorang konselor yang dinilai tidak bagus kinerjanya,
seringkali berdalih dengan alasan bahwa ia kurang didukung oleh sarana dan
prasarana yang bagus. Sebaliknya pihak konseli pun terkadang juga terjebak
dalam asumsi bahwa konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan prasarana
yang dimiliki konselor. Pada hakikatnya kehebatan konselor itu dinilai bukan dari
faktor luarnya, tetapi lebih kepada faktor kepribadian konselor itu sendiri,
termasuk didalamnya pemahaman agama, tingkah laku sehari-hari, pergaulan dan
gaya hidup.

Konselor harus aktif, sedangkan konseli harus/boleh pasif


Sering kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan sepenuhnya
penyelesaian masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa memang
itulah kewajiban konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan bimbingan dan
konseling tersebut konseli harus membayar. Hal ini terjadi sebenarnya juga
disebabkan karena tak jarang konselor yang membuat konseli itu menjadi sangat
berketergantungan dengan konselor. Konselor terkadang mencitrakan dirinya
sebagai pemecah masalah yang handal dan dapat dipercaya. Konselor seperti ini
biasanya berorientasi pada ekonomi bukan pengabdian. Tak jarang juga konselor
yang enggan melepaskan konselinya, sehingga dia merekayasa untuk
memperlambat proses penyelesaian masalah, karena tentunya jika tiap pertemuan
konseli harus membayar maka akan semakin banyak keuntungan yang diperoleh
konselor.

Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat

Seringkali konseli (orang tua/keluarga konseli) yang berekonomi tinggi


memaksakan kehendak kepada konselor untuk dapat menyelesaikan masalahnya
secepat mungkin tak peduli berapapun biaya yang harus dikeluarkan. Tidak jarang
konselor sendiri secara tidak sadar atau sadar (karena ada faktor tertentu)
menyanggupi keinginan konseli yang seperti ini, biasanya konselor ini meminta
kompensasi dengan bayaran yang tinggi. Yang lebih parah justru kadang ada
konselor itu sendiri yang mempromosikan dirinya sebagai konselor yang mampu
menyelesaikan masalah secara tuntas dan cepat. Pada dasarnya yang mampu
menganalisa besar-kecilnya masalah dan cepat-lambatnya penanganan masalah
adalah konselor itu sendiri, karena konselor tentunya memahami landasan dan
kerangka teoritik bimbingan dan konseling serta mempunyai pengalaman dalam
penanganan masalah yang sejenisnya.

Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah “polisi sekolah”

Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi


sekolah”. Hal ini disebabkan karena seringkali pihak sekolah menyerahkan
sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah lainnya
kepada guru bimbingan dan konseling. Bahkan banyak guru bimbingan dan
konseling yang diberi wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang bermasalah.
Sehingga banyak sekali kita temukan di sekolah-sekolah yang menganggap guru
bimbingan dan konseling sebagai guru “killer” (yang ditakuti). Guru (bimbingan
dan konseling) itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan
diteladani. Jika kita menganalogikan dengan dunia hukum, konselor harus mampu
berperan sebagai pengacara, yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat
mencurahkan isi hati dan pikiran. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk
jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku
positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan
bimbingan dan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
Kendati demikian, konselor juga tidak bisa membela atau melindungi siswa yang
memang jelas bermasalah, tetapi konselor boleh menjadi jaminan untuk
penangguhan hukuman atau pemaafan bagi konselinya. Yang salah tetaplah salah
tetapi hukuman boleh saja tidak diberikan, tergantung kepada besar kecilnya
masalah itu sendiri.

Menurut hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Esty Ratna Sari,
Giyono Giyono, Shinta Mayasari pada tahun 2008 di SMA Negeri di seluruh kota
Metro yang kemudian termuat dalam jurnal FKIP UNILA, ada beberapa faktor
penghambat pelaksanaan program bimbingan dan konseling, faktor- faktor
tersebut yaitu:

 Penyusunan program bimbingan dan konseling belum sesuai dengan


aspek-aspek dasar penyusunan program bimbingan dan konseling.
 Latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan profesi sebagai guru
bimbingan dan konseling.
 Sarana dan prasarana adalah faktor dominan yang menjadi penghambat
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
 Kurangnya kerja sama antar personalia pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
8. Contoh kasus penanganan siswa SMK

Kasus :

Sejak diterima di SMK si A bangga bisa melanjutkan ke SMK, setelah si


A mulai naik ke kelas XII dia mulai bingung mengenai karir yang akan
ditempuhnya setelah lulus nanti. Di dalam dirinya terjadi dua pilihan karir yaitu
bergelut di bidang otomotif atau komputer, memang jurusan yang di tempuhnya
bergelut di bidang otomotif, namun dia juga tertarik dengan bidang komputer.
Makin lama perasaan itu makin sering difikirkan yang akhrinya si A sering
melamun bahkan yang tadinya tipe anak ceria sekarang jadi pendiam.

Upaya Mengatasi Masalah Pemilihan Karir Siswa

Keberhasilan siswa dalam menentukan dan memilih karir amatlah


ditentukan dari kemampuan guru pembimbing memberikan gambaran dan
memberikan keyakinan kepada siswa tentang kemampuan dan potensi yang
dimiliki serta mampu mengarahkan siswa menuju karir yang sesuai dengan
kemampuannya tersebut. Dalam memberikan keyakinan dan munculnya
kepercayaan siswa terhadap guru pembimbing setidaknya guru harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk


berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk
mandiri
Sebagai guru BK akan mengarahkan sesuai dengan potensi yang dimiliki
dan potensi di pasaran yang sedang dibutuhkan. Semisal sekarang yang
sedang banyak diperbincangkan adalah mengenai dunia komputer, maka guru
BK mengarahkan ke arah komputer, begitupun sebaliknya. Atau guru BK
juga bisa mendorong siswa untuk memadukan kedua potensinya dan
bekerjasama dengan guru mapel yang bersangkutan. Semisal si A tertarik
dengan otomotif dan komputer maka diarahkan untuk menggeluti bidang
autotronik.
 Sikap positif dan wajar
Guru Bk tidak boleh menunjukkan sikap arogan, maksudnya dalam
menghadapi permasalahan harus bisa menengahi permasalahan yang dialami
siswa dan bersikap netral dalam artian bahwa guru BK tidak condong kepada
salah satu potensi siswa dan memaksa siswa untuk masuk di salah satu
potensi tersebut.
 Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan
Guru BK harus bisa berperan sebagai teman atau sahabat bagi siswa,
membuat siswa nyaman dan merasa terbuka dengan guru BK, hal ini
bertujuan agar guru BK lebih mudah dalam mengali informasi yang
menyebabkan permasalahan dalam diri siswa.
 Pemahaman siswa secara empatik
Guru BK harus memhami masalah siswa bukan hanya sekedar
menunaikan pekerjaannya, namun memberikan pelayanan yang tulus
terhadap siswa yang mengalami masalah.
 Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu
Guru BK tidak boleh membeda-bedakan derajad siswa dalam
melaksanakan pelayanan, guru harus obyektif dalam melakukan
pembimbingan dengan semua siswa yang bermasalah.
 Penampilan diri secara asli dihadapan siswa
Guru BK menjadi contoh bagi siswanya, maka guru harus berpenampilan
yang mencerminkan pribadi yang rapi dan tertib untuk mendorong motivasi
siswa.
 Kekongkritan dalam menyatakan diri
Guru memberikan masukan-masukan dan pembimbingan sesuai dengan
apa yang siswa butuhkan bukan dengan apa yang guru inginkan.
 Penerimaan siswa secara apa adanya
 Perlakuan siswa secara premisive.
Kepekaan terhadap parasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu
siswa menyadari dari perasaan itu
 Penyesuaian diri terhadap keadaan khusus
Kesadaran bahwa tujuan pengajaran bukan terbatas pada penguasaan siswa
terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa
menjadi individu yang lebih dewasa. Jika hal tersebut sudah dilaksanakan oleh
guru pembimbing maka tidak akan kesulitan bagi guru pembimbing untuk
mengarahkan siswa ketempat yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa
tersebut.

Sehubungan dengan kasus, si A sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia


menjadi bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan
irasional; ia telah menempatkan dirinya pada dua pilihan yang menurut dia sangat
membingungkan, , sampai pada akhirnya dia menjadi seorang yang pendiam yang
sebetulnya bukanlah watak aslinya dia. Ia telah berhasil membangun konsep
dirinya secara tidak realistis berdasarkan anggapan dirinya sendiri mengenai
pemilihan karirnya.

Anda mungkin juga menyukai