A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli,
namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tentang
bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai
oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumus tentang bimbingan sesuai dengan
perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para
peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan
pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
1. Menurut Frank Parson, 1951, “Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada
individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat
kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya ”
2. Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara,
3. Winkel (2005:27), mendefenisikan bimbingan sebagai berikut:
a. suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi
tentang dirinya sendiri,
b. suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan
mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk
perkembangan pribadinya,
c. sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan
pilihan,menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga
mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana
mereka hidup,
d. suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami
diri sendiri,menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan,
memilih,menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan disekitarnya.
4. Djumhur dan Moh.Surya (1975:15), berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk
mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya
(selfrealization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan,baik keluarga,sekolah dan masyarakat.
5. Dalam Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1990 tentang pendidikan Menengah
dikemukakan bahwa, “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik
dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan,
dan mencanakan masa depan”.
6. Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan
diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan.
Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
7. Chiskolm 1959, “Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai
informasi tentang dirinya sendiri”. Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa
bimbingan membantu Individu memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada
pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
8. Bernard & Fullmer 1969, “Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
realisasi pribadi setiap Individu”. Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa
bimbingan dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa
bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
9. Mathewson 1969, “Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan
proses belajar yang sistematik”. Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan
pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan
sebagai bentuk pendidikan dan, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa
orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya
sendiri dengan lingkungan, memilih,menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep
dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku dilingkungan dimana
individu tersebut tinggal. Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli
maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan
adalah: “Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis,
yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan
agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara
optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”.
B. Pengertian Konseling
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebutkonselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34)
mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam
usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung
jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Berdasarkan pengertian
konseling diatas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara
tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai
persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh
konseli/klien.
Pendalaman Materi:
1. Rumuskan menurut pemahaman saudara tentang arti bimbingan dan konseling, yang meliputi
unsur-unsu rdibawah ini :
Bagian II. Fungsi Prinsip, Asas Bimbingan dan Tujuan Bimbingan Konseling
A. Fungsi Bimbingan
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya ( potensinya ) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,
dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan
potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya,
supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada
konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan
bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada parakonseli dalam
rangka mencegah terjadinya tingkahlaku yang tidak diharapkan, diantaranya: bahayanya
minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, dropout, dan pergaulan bebas (freesex).
3. Fungsi pengembangan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai team work berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan
dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan
yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah
pendapat (brainstorming), homeroom, dan karyawisata.
4. Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan
karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerjasama dengan pendidik lainnya didalam
maupun diluar lembaga pendidikan.
7. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar
dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya
memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
10. Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-
program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa
bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun
yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal
ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan
daripada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok daripada perseorangan
(individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik
(berbeda satu samalainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan
perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi focus sasaran
bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang
memiliki persepsi yang negative terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu
cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya
merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan
merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan
dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas
atau tanggungjawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai
dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai team work.
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh oranglain. Dalam hal ini
guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang
diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik
didalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat
terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang
menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih
dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan
pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk
aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan
umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam
kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa
lampaupun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat
sekarang.
7. Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agarisi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu kewaktu.
8. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerjasama
antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hokum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan
pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli
(konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah
tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru
pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan
konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas alih tangan kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orangtua,
guru-guru lain, atau ahli lain; dan demikianpula guru pembimbing dapat mengalih tangankan
kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
D. Tujuan bimbingan dan konseling
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan
pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) Tahun 1989 (UUNo.2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang
cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudipekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud,1994:5).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar
dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi social dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi
sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab. Bimbingan
belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan
karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif. Dalam aspek tugas
perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar:
Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan bimbingan dan konseling membantu
siswa agar:
1. Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
2. Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
3. Mampu belajar secara efektif
4. Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan bimbingan dan konseling membantu
siswa agar:
1. Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam
lingkungan kerja
2. Mampu merencanakan masa depan
3. Dapat membentukp ola-polakarier, yaitu kecenderungan arah karier
4. Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial konseli adalah:
• Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,
pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat
pada umumnya.
• Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati
dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
• Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agamayangdianut.
• Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang
terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
• Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
• Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
• Memiliki rasa tanggungjawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap
tugas atau kewajibannya.
• Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan
dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesame
manusia.
• Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal
(dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
• Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
• Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku,
disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif
mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
• Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
• Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca
buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi
ujian.
• Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang
berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
• Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
• Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
• Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang
kematangan kompetensi karir.
• Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai
dengan norma agama.
• Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
karirnya masa depan.
• Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-
ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio psikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
• Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara
rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan
kondisi kehidupan sosial ekonomi.
• Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang
konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan
dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
• Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam
suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena
itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang
pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
• Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
Pendalaman materi
I. Unjuk Kerja: Lakukan Bimbingan terhadap teman dekatmu, dengan salah satu fungsi
bimbingan sebagai mana tersebut diatas!
2. Proyek/Penugasan : Laporkan dalam bentuk tertulis, bimbingan yang akan Saudara lakukan
dalam satu minggu ini. Kepada anak, sesama, keluarga, sesuai dengan salah satu tujuan
bimbingan dan konseling diatas!
3. Esay/Uraian: Secara umum dalam proses bimbingan dan konseling, asas manakah yang sering
diabaikan, atau didilanggar oleh seorang konselor? Dan apakah akibatnya?
a. Kepribadian anak masih luwes, belum menemukan banyak masalah hidup, mudah terbentuk
dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. Orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,
orang tua juga aktif pendidikan anaknya di sekolah.
c. Masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat
menghadapi suatu masalah dikemudian hari. Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah
melainkan pandangan bimbingan dewasa ini yaitu menyediakan suasana atau situasi
perkembangan yang baik, sehingga setiap anak disekolah dapat terdorong semangat belajarnya
dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang
merusak perkembangan anak itu sendiri.
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu
keberhasil anak ademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase
kelanjutan keperguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas
tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk
melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah
kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan
kependidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para
lulusannya dapat lolos termasuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan dijenjang
sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang
disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau)
menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari
perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit dipojok dekat gudang dan toilet.
Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada
posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam
pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala
orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu,
butuh perubahan paradigm para kepala sekolah menengah dan semua pihak yang terlibat didalam
proses kependidikan.
PendalamanMateri:
a. Disekolah Dasar
b. Disekolah Menengah
3. Menurut pendapat Saudara, sejauh mana keberhasilan Bimbingan dan Konseling untuk
Sekolah menengah selama ini?
Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam
bimbingan dari pada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-
anggota suatu lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah
mengikuti kebenaran Kitab Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami
pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak
orang telah menyediakan lingkungan yang penuh kasih saying dan pengarahan untuk perubahan
melalui interaksi pribadi dengan sesama orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang
yang telah diperlengkapi untuk melayani sebagai pembimbing Alkitabiah. Kecuali jika suatu
jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka akan ada suatu
kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-orang ini
telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka sendiri.
Mereka mempunyai karunia untuk membimbing didalam keseimbangan antara kasih saying dan
kebenaran.
Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan bimbingan
mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika kesempatan
diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan
pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk
diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu,
lalu mempercayakan hasilnya kepada Allah. Disamping latihan dari Tuhan yang telah diterima
mereka, para pembimbing dan calon pembimbing harus terus belajar sementara mereka
menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi pelayanan kepada orang-orang,
sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari pengalaman orang lain yang
membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai melayani pribadi-pribadi.
Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan melakukannya.
Pendalaman materi:
Inquiri (Penyelidikan):
1. Baca Kembali Keluaran 18 : 1-27), Daftarkan terjadinya Proses Bimbingan Konseling antara
2. Menurut Pengamatan Saudara, sejauh mana Gereja telah melakukan Bimbingan dan
Konseling bagi jemaatnya? Mengapa?
Pekerjaan kemajuan hidup beriman warga gereja tidak mungkin hanya dapat diwujudkan
oleh satu atau beberapa orang pekerja (klerus). Pelayanan melalui konseling didalam gereja perlu
kita pikirkan dan kembangkan. Mengapa demikian? Pertama, karena warga gereja adalah
individu dan kelompok yang hidup didunia yang sudah tentu penuh dengan tantangan, tekanan,
hambatan, penderitaan, kesakitan bahkan penganiayaan. Manusia dicipatakan Allah dengan dua
kodrat (sifat), yaitu kodrat lahiriah (jasmani) dan rohani (spiritual). Dengan kondrat lahiriahnya
semua manusia terbatas, lemah, tidak kebal terhadap penyakit bahkan terhadap kematian.
Dengan kodrat illahinya, manusia mempunyai kerinduan yang dalam untuk berhubungan
dengan Allah dalam setiap kesempatan dan situasi hudupnya. Artinya, solusi terhadap persoalan
hidupnya tidak bias didapat hanya dari sudut lahiriaih. Manusia tidak bias kenyang oleh karena
roti dan kesuksesan materialnya; karena keindahan dunia, atau karena kuasa serta kekuatan yang
didapat dari dunia ini (Matius 4:1-11). Gereja harus mengajak warganya untuk mencari jawaban-
jawaban hidup dari petunjuk illahi, yaitu dari firman, kuasa dan kehadiran (bimbingan) Allah.
Kedua, pentingnya tugas konseling dalam gereja ini juga diperlihatkan oleh beberepa
perikop firman Tuhan. Pertama, 1 Petrus 5:1-4 mengemukakan bahwa penatua gereja adalah
gembala, pengarah iman, pembimbing dan pendorong semangat orang-orang percaya. Mereka
memberi pengarahan iman ditengah-tengah banyaknya kepalsuan pengajaran. Mereka
memberikan bimbibingan berkaitan dengan hidup rumah tangga, dan hidup kerohanian. Mereka
dituntut memberikan dorongan berupa perkataan dan perbuatan yang membangun karena jemaat
menghadap tekanan batiniah, bahkan tekanan yang nyata secara sosial, kultural dan politik.
Sebagai gembala penatua harus memerankan tugasnya seperti disebutkan oleh Mazmur 23:1-6
yakni: mengenal, memelihara, memebrikan hiburan bagi warganya. Mereka juga meneladani
Yesus Sang Gembala yang mengenal kebutuhan daomba-domba-Nya, bahkan rela memberikan
diri dan kehidupan-Nya (Yohanes 10:10, 14-18). Kedua, Yakobus 5:14-16 menasehatkan agar
penatua rajin mendoakan warganya yang sedang dilanda kesakitan. Tidak semua penyakit karena
kuman. Banyak penyakit terjadi karena kelemahan emosi, kelelahan pikiran, bahkan karena
kehampaan (kekosongan) rohani (spiritual). Nah, para penatua perlu membangun semangat
mereka, melalui nasehat, dorongan, ajaran yang benar serta melalui doa, yang sungguh-sungguh.
Elia dikemukakan Yakobus sebagai orang benar yang berdoa, dan doanya dijawab oleh Tuhan.
Doa merupakan permohonan kepada Allah agar Ia menyingkap kanapa sebenarnya yang terejadi
dalam diri seseorang yang kita doakan. Lalu Allah sendiri memberikan jawabnya.
Ketiga, Ibrani 10:24-25 mengajak jemaat untuk saling membangun khususnya dalam
masa kesukaran. Kolose 3:15-17 mengajak jemaat untuk saling mengajar dan menegur dengan
dasar bahwa mereka dikuasai oleh damai sejahtera dan kasih Yesus Kristus. Bukan oleh
kebencian atau kecemburuan atau kecemburuan atau niat-niat negative lainnya. Galatia 6:1-4
mengisayaratkan pentingnya memberikan bimbingan bagi saudara- saudara seiman yang sedang
menghadapi “pencobaan dan godaaan” agar mereka bangkit kembali dalam jalan kebenaran. Kita
harus bersikap lemah lembut, ramah dan sabar sambil menjaga diri agar tidak ikut terjerumus.
Juga disebut perlunya menguji diri agar tidak ikut terjerumus. Juga disebut perlunya menguji
diri apakah kita dalam kondisi yang benar dan teguh iman. Matius 18:15-20 mendesak jemaat
untuk mendapatkan kembali saudara yang telah melakukan pelanggaran. Kasusnya harus
diperiksa secara teliti, supaya dapat memberikan nasehat. Perlu ada dua atau tiga orang saksi.
Kalau sekiranya yang bersangkutan menolak mengakui kesalahannya serta menolak untuk
berubah, barulah jemaat menyatakan disiplin. 1 Tesalonika4:13-18 menegaskan perlunya kita
memberikan konseling peneguhan dan penghiburan bagi mereka yang ditimpa dukacita. Harapan
mereka kepada Yesus yang akan dating itu perlu dibangkitkan. 2 Tesalonika 3:11-15 memberi
dorongan bagi kita untuk membina saudara seiman yang tidak tertib hidupnya. Mereka ini sibuk
dengan dirinya sendiri, menggosip orang-orang lain dan tidak bekerja untuk hidup keluarganya.
Pendalaman Materi:
1. Jelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling Kristen adalah Tagas Gereja (Gembala Sidang)?
2. Menurut saudara apakah bentuk-bentuk Bimbingan dan Konseling digereja?
3. Mengapa Pelayanan melalui konseling didalam gereja perlu kita pikirkan dan kembangkan?
4. Jelaskan Mengapa Firman Allah harus menjadi dasar Bimbingan Konseling Kristiani?
Bagian VI. Prosedur Bimbingan dan Konseling Secara Umum
Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat
dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur
tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu:
A. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang
diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni:
1. Call the map roach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar
membutuhkan layanan konseling.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar
mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstrakurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal
lainnya.
3. Developing adesi reforcounseling; menciptakan suasana yang menimbulkan kearah
penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan
dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes
bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak
lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bias diketahui tingkat
dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau
masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan
peserta didik dapat berkenaan dengan aspek: (1) substansial–material; (2) struktural–fungsional;
(3) behavioral; dan atau (4) personality. Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik,
Prayitno dkk. Telah mengembangkan suatu instrument untuk melacak masalah peserta didik,
dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk
menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek:
(1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5)
karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan
muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatar
belakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-
faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bias dilihat dari segi input, proses, ataupun
output belajarnya. W.H.Burton membagi kedalam dua factor yang mungkin dapat menimbulkan
kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu:
(1) faktor internal; factor yang bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti:
kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-
kondisi psikis lainnya; dan
(2) faktor eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor
guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik
masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini
dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan
ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan
konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi
siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu menangani kasus-kasus yang dihadapi.
E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas
masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah
prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan system
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan gurupembimbing
atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru
pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang
tersedia, baik yang bersifat direktif, nondirektif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua
pendekatan tersebut. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang
lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor
sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referral atau
alihtangankasus).
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja:
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan prosedur
Bimbingan dan Konseling secara umum!
Pendalamanmateri:
Unjuk Kerja:
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat ,secara bergantian sesuai dengan
Proses atau prosedur Bimbingan dan Konseling secara Kristen!
Studi Kasus:
Setelah Saudara menonton Film Air Mata Doa : Seandainya Saudara sebagai Konselor, apakah
bantuan yang bisa saudara berikan kepada Heri (Kepala Keluarga) dan Mira (Istri Heri) yang
selalu curiga terhadap Heri yang ada main dengan perempuan lain !
1. Tubuh kita membuahkan berbagai sifat dan buah dosa hawa nafsu daging yang tak mampu
kita lawan atau hilangkan (Roma 7:14-25) .Tubuh kita ini terus mengalami pemerosotan,
mudah terserang penyakit, mudah lelah mempunyai siklus yang harus kita perhatikan dan
bahkan akan ditelan oleh ketuaan serta kematian. Konseling juga berkaitan dengan aspek
tubuh, masalah-masalah kejasmanian. Tubuh perlu di persembahkan kepada Tuhan agar
menjadi senjata kebenaran (Roma 6 : 14). Tubuh harus dipelihara kekudusannya karena
tubuh kita adalah tempat.
2. Pikiran kita memberontak menyatakan masalah Tuhan tidak masuk akal atau nonsensePikian
tidak mau taat kepada firman Tuhan ,melainkan ingin merdeka. Meskipun orang rajin
kegereja ,namun tuntutan – tuntutan firman Tuhan dianggap tidak logis, kuno ( ! Korintus 2 :
14 ) Misalnya ,firman Tuhan mengehendaki kita memberikan persembahan persepuluhan
tetapi pikiran kita menyatakan tidak perlu ( Maleakhi 3:10 ; Amsa l3 : 9 10 ) Firman Tuhan
menyatakan bahwa siapa yang percaya dan menerima Yesus dalam hidupnya pasti beroleh
hidup kekal datau kedudukan disurga .Tetapi pikiran menyatakan tidak masuk akal ( bd.
Yohanes 1 : 12 ;3:16;5:24). Sebab itu konseling terhadap pikiran amat penting agar ia
tunduk dibawah firman Tuhan. Pikiran kita harus terus menerus mengalami pembaharuan
Roh ( Roma 12 :2.) Pikiran kita harus dikuasai oleh damai sejahtera Allah ( Filipi 4 : 7 )
Pikiran juga harus dilatih untuk berpikir positif , melihat sisi – sisi yang baik dari segala
orang dan peristiwa ( Filipi 4 : 8 ) Pikiran kita harus dibimbing agar beroleh hikmat sorgawi,
yaitu hikmat dari Allah, bukan dari dunia dan hawa nafsu (Yakobus 3:13-18). Banyak orang
percaya yang rajin kegeraja hidup dalam cara berpikir sempit, keliru, negatif. Pikiran negatif
bisa mempengaruhi perasaan dan kehendak dan bahkan roh. Pikiran negative juga bisa
mempengaruhi tubuh (fisik), karena itu bimbingan yang membangun cara berpikir amat
penting kita lakukan. Jika pikiran kalut dan bingung bahkan ternatas, peneranganlah yang
kita butuhkan.
3. Emosi atau perasaan perlu sekali memperoleh pembaharuan. Emosi yang masih dikuasai
oleh dosa cenderung negatif, menyimpan akar pahit, dendam, kemarahan, kecemasan
bahkan depresi. Pada emosilah bersarang ketakutan, kecemasan, kekuatiran, dan kemarahan
(Efesus 4:30). Emosi yang tertekan mempengaruhi pikiran, kehendak bahkan tubuh jasmani.
Kemarahan yang tersimpan membuat lahirnya penyakit jantung, darah tinggi dans tress serta
depresi. Konseling diperlukan untuk mengatasi ini. Emosi kita harus dikuasai oleh damai
sejatera kristus (Yohanes 14:27; Kolose 3:15; Filipi 4:4,7). Kalau orang menerima
pengampunan dari Tuhan Yesus maka Roh Allah akan mengangkat semua beban emosi itu.
Seterusnya, Roh Kudus didalam kita akan memberikan buah kasih, sukacita, damai
sejahtera, kemurahan, kelemah lembutan, kesetiaan, kebaikan dan penguasaan diri (Galatia
5:22-23). Itu sebabnya mengapa kita perlu dipenuhi oleh kehadiran Roh Tuhan (Efesus 5 : 8)
Kita perlu di bombing dan dikendalikan oleh Roh Allah (Galatia 5:16-17,18, 25).
4. Karena pengaruh dosa, kehendak kita untuk berbuat baik begitu lemah.Terlalu banyak
kemauan sehingga sulit untuk membuat prioritas. Kehendak yang lemah ini juga diperbesar
oleh didikan di masalalu. Kurangnya kasih sayang, penerimaan, penghargaan yang kita
terima dari orang tua, membuat kita suka runtut mandiri. Sulit untuk mempunyai keteguhan
hati. Padahal, keteguhan hati penting untuk kemajuan hidup. Anak yang memperoleh kasih
dan disiplin yang baik dari orang tua akan maju didalam studi karier dan kehidupannya.
Masalah pemulihan kehendak, pengambilan keputusan perlu kita bicarakan dalam jemaat.
Dalam kitab Efesus dikatakan bahwa hidup bijaksana berarti bersedia mengerti kehendak
Tuhan dalam hidupnya (Efesus 5:15-17). Kehendak yang lemah memerlukan dorongan,
semangat sebagai upaya membangkitkan rasa percaya diri.
5. Karena dosa maka roh kita tidak mampu menjangkau kehendak atau keinginan Tuhan.
Sekalipun orang rajin kegereja tetapi rohnya belum mendapat pembaharuan. Akibatnya,
masalah ketuhan dan masalah emosi dipecahkan secara ke dagingan dan rasional. Dalam (1
Korintus 2:14) dikatakan bahwa kalau orang belum mengalami kehadiran Roh Allah
perkara-perkara rohani akan cepat membosankan. Kematian rohani membuat orang tak
berdaya menghadapi dosa dan hawa nafsu (Efesus 6:11-13; 1 Yohanes 2:18-27; 4:16).
Namanya orang Kristen, rajin ke gereja, tetapi ia masih berpegang teguh kepada kuasa-kuasa
kedukunan, tenaga kebatinan dan sejenisnya. Nikodemus, seorang ahli Taurat Yahudi yang
amat disegani punya kasus seperti ini. Dalam Yohanes 3:1-18 dikemukakan bahwa
Nikodemus tak mehamai kalau orang bisa masuk kedalam kerajaan Sorga. Nikodemus malu
menemui Yesus siang hari meskipun ia begitu kagum. Secara sembunyi-sembunyi ia
menemui Yesus dan mencoba berdiskusi. Baginya Yesus hanya guru biasa, bukan Tuhan
apalagi Anak Allah. Yesus sebaliknya kasihan melihat Nikodemus. Ia menawarkan jalan.
Nikodemus harus menerima dan percaya kepada Dia yang diutus Allah (Mesias). Jika
percaya kepada Yesus berarti ia dilahirkan kembali oleh Allah melalui pekerjaan Roh-Nya.
Karena itu agar rohani cerah, orang harus mengalami kelahiran baru (Yohanes 3:3,5,7).
Sebelum Paulus menerima Yesus ke dalam hidupnya, ia aktif bekerja bagi Allah. Akan
tetapi ia menyiksa banyak orang yang mengikut Yesus. Akan tetapi ia mengira berbuat baik
bagi Tuhan. Setelah peristiwa dijalan menuju Damsyik, Paulus menyerahkan diri kepada
Yesus (Kisah 9:1-19). Lalu Roh Allah hadir dalam hidupnya (Efesus1:13,14). Roh Allah itu
menghidupkan rohnya. Ia menjadi ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Roh membantunya
memahami rahasia pribadi dan pekerjaan Allah. Paulus menjadi giat bekerja bagi Tuhan. Ia
pun rela mati bagi Kristus. Jadi, bimbingan rohani amat perlu bagi warga gereja kita.
Maksudnya, bimbingan untuk pembaharuan roh! Betapa banyaknya kita menaggapi masalah
kerohanian dan kegerejaan secara kedagingan? Solusi terhadap ini, agar kita berkobar-kobar
hidup bagi Tuhan, adalah pembaharuan roh. Dimana ada Roh Allah disitu ada kemerdekaan,
kebebasan roh, pikiran, emosi, bahkan kesegaran tubuh (2 Korintus 3:17,18; Roma 8:26-27).
6. Masalah berikutnya yang perlu kita kembangkan adalah teknik konseling. Bagaimana
prinsip praktisnya jikalau kita melibatkan diri dalam pelayanan konseling? Beberapa prinsip
saja yang perlu kita berikan disini. Pertama, kita harus kuat didalam anugerah Tuhan.
Mental, emosi dan rohani kita harus mantap didalam pertumbuhannya. Sebab jika tidak,
maka kita tidak punya hikmat, wibawa dan kuasa Tuhan (Efesus 6:10; 2 Timotius 2:2). Kita
harus selalu menjaga diri agar tidak menjadi “batu sandungan” bagi orang lain (Galatia
6:1,4). Kedua, kita harus rela mendengar sebelum berbicara dan mengemukakan nasehat,
pertimbagan atau bimbingan. Harus tahu apa masalahnya (Amsal 10:19; 12:18; 15:1-2,4;
16:24). Masalah pribadikah? Masalah keluargakah? Masalah moralkah? Yesus Kristus
menerapkan prinsip demikian. Ia banyak mendengar ketika berhadapan dengan Nikodemus
(Yohanes 3:1-21); dengan Wanita Samaria (Yohanes 4:1-44); dengan orang- orang Farisi
yang membawa seorang perempuan berdosa kepada-Nya (Yohanes12:1-11); dengan seorang
muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan ketika Ia menghadapi konflik diantara para murid
(Matius 18:1-5; 20:20-28). Ketiga, berikan jawaban secara relevan sesuai dengan
pergumulan dan kebutuhan. Beri pengajaran firman Tuhan kalau ia kekurangan informasi
atau penjelasan kebenaran. Artinya, konselor itu adalah guru. Koreksi perasaaan yang
negatif melalui dorongan dan pemberian semangat. Konselor sebagai pemberi arah.
Mampukan untuk melakukan perkara-perkara luhur meskipun tampak kecil. Konselor
berperan sebagai pemampu, pemberi semangat. Jangan lupa berdoa bersama secara
bergantian. Sebab, konselor sebagai juru safaat. Keempat, andalkan peranan Roh Kudus
yang adalah “counselor” sejati dari Allah bagi orang percaya (Yohanes 14:25,26; 15:26,27;
16:6-13). Dia “counselor” yang mendampingi, memberikan kecerahan suara hati,
memberikan keinsyafan akan dosa dan kejahatan, juga menyatakan kebenaran.
Bergantunglah kepada-Nya dalam doa dan kesadaran penuh. Betapa perlunya seorang
pembimbing untuk bersandar kepada Roh Tuhan yang mampu memberikan kearifan dalam
pikiran, sikap dan perbuatan (Efesus 5:15-18).
B. Karena Krisis
Untuk dapat memberi pertolongan kepada orang yang mengalami krisis, Konselor perlu
memahami krisis dan aspek-aspeknya. Pemahaman ini berpengaruh terhadap pertolongan yang
diberikan. Berdasarkan prosedur umum Bimbingan dan Konseling bahwa sebagai sebuah
layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, pertama-tama
harus mengindetifikasi kasus. Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan
peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
1. Pengertian Krisis
Salah satu batasan krisis yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah
“keadaan yang genting; kemelut. Sedangkan genting adalah “bahaya” dan kemelut diberi batasan
“keadaan yang Berbahaya”. Beberapa batasan krisis yang lain menekankan situasi kehidupan
atau peristiwa kehidupan yang berbahaya, walaupun pemberi batasan itu tidak bermaksud
mengatakan bahwa situasi seperti itu adalah suatu krisis. Berikut ini beberapa contoh Krisis
menurut Collins adalah “situasi yang paling dahsyat dan dengan demikian mengancam
keseimbangan psikologis kita” (Collins, 1982, halaman 48). Sedangkan Kliman, mengatakan
bahwa krisis adalah “peristiwa apapun diluar diri seseorang yang mengubah keseimbangan
hidupnya” (Kliman, 1986, halaman 199). Adam memberi batasan krisis sebagai “segala situasi
yang ke dalamnya Allah telah memimpin seseorang, yang sekarang atau nanti menuntut tindakan
menentukan yang akan membawa akibat-akibat penting” (Adam, 1979, halaman 10-11). Dalam
pandangan teologis ini Allah diperhitungkan. Dalam situasi itu orang diharuskan menentukan
pilihan yang sangat penting yang pada intinya bersifat keagamaan atau sebuah pilihan “iman”
(Gerkin, 1979, halaman 32). Ketika menolong seorang yang mengalami krisis, penting sekali
konselor memperhatikan reaksi orang atas suatu peristiwa yang menimbulkan krisis dari pada
peristiwa itu sendiri.
Selanjutnya, orang itu mengerahkan segala daya dan cara yang telah dimilikinya untuk
menanggulangi ketidakseimbangan itu. Jika ia berhasil dan cara itu sehat, maka berlalulah
masalah itu dan ia kembali dalam keadaan seimbang. Tetapi, jika hal itu tidak berhasil, maka
timbullah krisis itu, yaitu suatu perasaan tak berdaya dalam menanggulangi ancaman yang
datang. Jika cara itu tidak sehat, untuk sementara krisis tidak terjadi, tetapi lama-kelamaan akan
timbul juga. Bisa juga orang itu belum atau tidak berusaha menanggulangi ancaman dan
langsung menyerah, dan krisis itu segera terjadi.
Dengan adanya krisis itu orang mengerahkan daya dan cara yang baru untuk
menghadapinya. Jika cara yang baru itu sehat dan berhasil mengatasi krisis, maka pulihlah
keseimbangannya. Krisis itu bukan saja berlalu, melainkan ia juga mengalami pertumbuhan
sebab bertambahnya perbendaharaan cara dan daya yang dimilinya untuk menghadapi masalah
dalam hidupnya. Melalui rasa tidak aman, gangguan, keterasingan, bahaya, kesepian,
kebingungan, kepedihan hati, dan penderitaan, ia mengalami pertumbuhan pribadi. Jika ia tidak
dapat memecahkan masalah itu dengan segala daya dan upayanya, maka keadaan bias menjadi
makin parah. Orang itu mungkin menjadi sakit jiwa atau bunuh diri karena menurutnya itulah
satu-satunya cara untuk lari dari krisis sampai tidak terkejar. Mungkin juga ia menggunakan cara
yang tidak sehat untuk menghadapi krisis. Dengan demikian kelihatannya ia berhasil, tetapi
sesungguhnya hanya meredakan situasi untuk sementara. Lambat atau cepat krisis akan muncul
kembali dan terasa semakin parah. Jika pada akhirnya, situasinya masih juga tidak dapat diatasi,
akibatnya ialah sakit jiwa atau bunuh diri.
Apakah perubahan hidup akan menjadi krisis atau tidak dan apakah krisis itu
terselesaikan atau tidak ditentukan juga oleh kondisi orang yang mengalaminya. Menurut
Wright, orang yang mudah kena krisis dan sulit menghadapi krisis memiliki delapan ciri. Yang
pertama, mereka kewalahan terhadap krisis karena sebelum krisis memang emosinya lemah;
daya psikologis tidak cukup kuat untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup secara tegar
sehingga mudah bingung, khawatir, takut, menyerah, dan putus asa. Yang kedua, mereka yang
keadaan fisiknya lemah/sakit-sakitan. Ini berkaitan dengan keadaan psikologis yang lemah. Fisik
yang lemah dapat menimbulkan kelemahan psikologis dapat menyebabkan kelemahan fisik. Ciri
yang ketiga ialah, mereka yang menyangkal realitas atau kenyataan. Realitas atau kenyataan
pemicu krisis itu ada yang tidak dapat diatasi dan semuanya pasti tidak dapat langsung diatasi.
Jadi diperlukan penerimaan sementara atau bahkan selamanya agar tidak terjadi krisis. Makin
sulit orang menerima kenyataan, makin rentan orang terhadap krisis.
Dan yang keempat, mereka yang suka tergesa-gesa atau sebaliknya, mengulur-ulur
waktu. Yang suka tergesa-gesa, berhubungan dengan ciri butir tiga. Ia tidak sabar untuk
menerima kenyataan itu sementara dan akan mempermudah terjadinya krisis. Yang suka
mengulur-ulurpun dapat mempermudah krisis, yaitu karena ia menunda-nunda menyelesaikan
masalah atau mencari pertolongan. Berupaya sendiri menyelesaikan masalah memang baik,
tetapi akan menjadi buruk bila ia tidak mampu dan terlambat mendapat bantuan. Berikutnya
ialah mereka yang bergumul dengan rasa bersalah secara berlebihan. Bila peristiwa pemicu krisis
itu menimbulkan rasa bersalah yang berlebihan dan sulit dihilangkan, maka ia akan mudah
mengalami krisis. Disini penyebabnya adalah rasa bersalah itu. Ciri yang keenam, mereka yang
suka menyalahkan orang lain. Ia kurang mampu bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupannya sehingga selalu mencari penyebabnya pada orang lain sehingga
ia tidak bias proaktif menanggulangi peristiwa-peristiwa pemicu krisis. Akibatnya kemampuan
baru untuk menghadapi peristiwa itu terhambat munculnya dan krisis mudah dialami.
Dua ciri yang terakhir, ialah mereka yang cenderung terlalu bergantung pada orang lain
atau terlalu mandiri. Mereka yang terlalu bergantung kepada orang lain, selalu ingin orang lain
menghadapi masalahnya sehingga tidak akan punya kemampuan baru untuk menghadapi
peristiwa pemicu krisis. Sebaliknya, orang yang terlalu mandiri tidak merasa perlu pertolongan
sementara atau dukungan untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis. Dengan kedua
kecenderungan ini orang mudah terkena krisis. Dan akhirnya, mereka yang kurang percaya akan
kedaulatan dan pemeliharaan Allah. Orang yang tidak percaya bahwa Allah selalu baik dan
selalu punya maksud-maksud baik terhadapnya, setia, tidak pernah berkhianat akan mudah
memiliki penafsiran negatif terhadap peristiwa-peristiwa buruk yang dialaminya. Padanya mudah
timbul perasaan-perasaan krisis. Sebaliknya; orang yang berkepercayaan teguh bahwa Allah
yang selalu baik itu berdaulat atas segala peristiwa dan memelihara anak-anakNya melewati
segala peristiwa akan dapat menghadapi peristiwa buruk dalam kehidupannya.
Pendalaman materi:
Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan tepat!
1. Menurut diagram1, jelaskan mengapa sebuah kejadian atau peristiwa dapat menjadi suatu
krisis?
2. Menurut Diagram 2, jelaskan bahwa kepribadian, pengalaman, dan lingkungan seseorang
sangat menentukan arah dan corak perkembangan krisis!
3. Apakah perbedaan diagram satu dan diagram kedua dalam perkembangan sebuah krisis
(atau krisis tersebut bias terjadi)!
4. Bagaimana saudara menghadapi kejadian atau peristiwa yang dapat memicu krisis bagi
saudara?
Kesimpulan: