Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Promosi Kesehatan


1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau
dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan,
pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan
dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoatmodjo,
2015).
Pembangunan seperti realita pada umumnya menjadi self projected
reality yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan, sehingga
sering kali menjadi semacam ideology of developmentalism (Tjokrowinoto, 1996
cit. Soetomo, 2013). Elemen penting yang ditekankan pada teori ini ialah
partisipasi (participation) dan pemberdayaan (empowerment) (Dudley, 1979 cit.
Mardikanto, 2010). Freira (cit. Hubley, 2002) mengatakan bahwa pemberdayaan
adalah suatu proses dinamis yang dimulai dari ketika masyarakat langsung
belajar dari tindakan.
Meskipun masyarakat umumnya didefinisikan sebagai sekelompok orang
yang tinggal di lokasi yang sama dan di bawah pemerintahan yang sama, namun
definisi kerja pemberdayaan berfokus pada dimensi tindakan kolektif yaitu
masyarakat sebagai sebuah kelompok yang berbagi kepentingan bersama,
sehingga anggotanya termotivasi untuk terlibat dalam aksi kolektif (Brinkerhoff
dan Azfar, 2016). Ife (2012) bahwa pemberdayaan masyarakat setidaknya
membutuhkan enam tahapan yang perlu dilalui untuk mewujudkan change from
below,yaitu; 1) pemilahan antara proses dan hasil, 2) pentingnya pengintegrasian
proses, 3) peningkatan kesadaran, 4) partisipasi sebagai bagian dari demokrasi,
5) membangun kerja sama, dan 6) community building.
Hubley (2012) mengatakan bahwa pemberdayaan kesehatan (health
empowerment), sadar kesehatan (health literacy), dan promosi kesehatan (health
promotion) diletakkan dalam kerangka pendekatan yang komprehensif. Sebagai
suatu proses yang komprehensif, Labonte dan Laverack (2010) mengatakan,
pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen, yaitu pemberdayaan
personal, pengembangan kelompok kecil, pengorganisasian masyarakat,
kemitraan, aksi sosial, dan politik. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat
mempunyai spektrum yang cukup luas.
Barr (1995) menyarankan agar program pemberdayaan sebaiknya
difokuskan pada sebagian kecil masyarakat dan dimulai dari kebutuhan nyata di
masyarakat agar berjalan secara maksimal. Kelompok masyarakat yang tumbuh
dari masyarakat itu sendiri adalah fasilitas yang paling efektif untuk upaya
pemberdayaan masyarakat. Tersedianya dan efektivitas kelembagaan akan
sangat berpengaruh terhadap pemberdayaan (Mardikanto, 2010). Wallerstein dan
Sanchez-Merki (1994) mengusulkan kolaborasi pemberdayaan, sebab ditinjau
dari konsep promosi kesehatan, pemberdayaan dan pembangunan mendorong
peningkatan kapasitas masyarakat.
Beberapa tonggak pencapaian perkembangan adopsi pemberdayaan ke
dalam konsep promosi kesehatan antara lain: Wallerstein (1992) menyatakan
bahwa pendidikan pemberdayaan masyarakat diadopsi untuk meningkatkan
efektivitas pendidikan kesehatan, efektivitas program, dan menjaga kelestarian
(sustainability) program. Selanjutnya, Nutbeam (1998) mengatakan bahwa
pemberdayaan adalah inti dari promosi kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut: (a) merancang keseluruhan program; (b)
menetapkan tujuan yang ditetapkan pada tahap perencanaan; (c) memilih strategi
pemberdayaan; (d) implementasi strategi dan manajemen, dilakukan dengan
cara: meningkatkan peran serta pemangku kepentingan (stakeholder),
menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah, mengembangkan
kepemimpinan lokal, membangun keberdayaan struktur organisasi,
meningkatkan mobilisasi sumber daya, meningkatkan kontrol stakeholder atas
manajemen program, dan membuat hubungan yang sepadan dengan pihak luar;
(e) evaluasi program, dan (f) perencanaan tidak lanjut (Sumaryadi, 2013).
WHO dalam Depkes RI (2016) mendefinisikan promosi kesehatan
sebagai proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi kesehatan merupakan
upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran
dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2016). Menolong diri sendiri artinya
masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah potensial (yang mengancam)
dengan cara mencegahnya dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
sudah terjadi dengan menanganinya secara efektif dan efisien (Hartono, 2010).
Berkaitan dengan pemberdayaan yang mendorong masyarakat mandiri,
Clark (2012) menyebutkan bahwa suatu masyarakat dapat disebut mandiri secara
kesehatan jika memiliki beberapa kemampuan, yaitu; 1) mengenali masalah
kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan, 2)
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi yang ada,
3) memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan
dengan melakukan tindakan pencegahan, dan 4) meningkatkan kesehatan secara
dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok
kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.
Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai
kegiatan, antara lain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan
untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (income gener¬ating skill).
Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak
terhadap kemampuan dalam peme¬liharan kesehatan mereka, misalnya:
terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan
sebagainya.
Kegiatan-kegiatan semacam ini di masyarakat sering disebut "gerakan
masyarakat" untuk kesehatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat (sasaran primer).

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2013). Batasan pemberdayaan
dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
sehingga secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk:
a. Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan
individu, kelompok, dan masyarakat.
b. Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan
suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka.
c. Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya
tindakan atau perilaku sehat.
d. Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila:
1) Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan
tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi
pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan
sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan
gangguan kesehatan.
2) Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri
dengan menggali potensi-potensi masyarakat setempat.
3) Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai
ancaman kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan.
4) Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus
melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran,
olahraga, konsultasi dan sebagainya.

3. Prinsip pemberdayaan masyarakat


a. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.
b. Mengembangkan gotong-royong masyarakat.
c. Menggali kontribusi masyarakat.
d. Menjalin kemitraan.
e. Desentralisasi.

4. Indikator hasil pemberdayaan masyarakat


a. Input, meliputi SDM, dana, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan
yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, dan pertemuan-
pertemuan yang dilaksanakan.
c. Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya
masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan
perilakunya tentang kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha
meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatnya fasilitas umum di
masyarakat.
d. Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta
meningkatkan status gizi masyarakat.

B. Kemitraan
1. Teori Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang
menarik yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami
kemitraan pada diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang
kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator merupakan langkah pertama ke
arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa ini, gaya-gaya seperti
perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan
orang adalah tentang karyawan yang “berdaya”, yang proaktif, karyawan yang
berpengetahuan yang menambah nilai dengan menjadi agen perubahan.
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Menurut Notoatmodjo (2013), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan
secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra”
atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan
yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk
mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk
bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip,
dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan
serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun
keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan
memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2014)

2. Prinsip Kemitraan
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu
kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin
kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain
dalam mencapai tujuan yang disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing
anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui
oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai
berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan
saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan
memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi
masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila
dilakukan bersama.

3. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan
menjadi dua (Notoadmodjo, 2013) yaitu:
a. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring
kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan
kerja saja. Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari
perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk
karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik
lainnya.
b. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I.
Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar
terhadap program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai
tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis
atau tipe kemitraan yaitu:
1) Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama
lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.
2) Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi
kemitraan tidak maksimal
3) Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan
pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup
aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery dan
resource mobilization.

4) Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh
dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang
lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.
Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan
Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring,
konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan
tersebut dapat tertuang dalam:
a) SK bersama
b) MOU
c) Pokja
d) Forum Komunikasi
e) Kontrak Kerja/perjanjian kerja

4. Langkah-langkah Kemitraan
Kemitraan memberikan nilai tambah kekuatan kepada masing-masing
sektor untuk melaksanakan visi dan misinya. Namun kemitraan juga
merupakan suatu pendekatan yang memerlukan persyaratan, untuk itu
diperlukan langkah langkah tahapan sebagai berikut:
a. Pengenalan masalah
b. Seleksi masalah
c. Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui
suratmenyurat, telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi,
AD/ART.
d. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama mitra
dalam upaya mencapai tujuan, melalui: diskusi, forum pertemuan,
kunjungan kedua belah pihak, dll
e. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan
dan tanggung jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan sumberdaya
yang tersedia di masing-masing mitra kerja, dll. Kalau ini sudah ditetapkan,
maka setiap pihak terbuka kesempatan untuk melaksanakan berbagai
kegiatan yang lebih bervariasi sepanjang masih dalam lingkup kesepakatan.
f. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja dan
jadwal kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab.
g. Melaksanakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang telah
disepakati bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan berkala, dll.
h. Pemantauan dan evaluasi

5. Konflik dalam Kemitraan


Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu
perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan
organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi
sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai status,
tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak
berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya. Sedangkan
menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk interaksi perbedaan
kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa ketidaksetujuan
kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2010).
Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian
konflikkonflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh
manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan
melibatkan kelompok-kelompok dalam organisasi. Umstot (1984)
menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan
elemen-elemen : 1) elemen isu , 2) perilaku sebagai respon dari isu-isu yang
muncul, 3) akibat-akibat, dan 4) peristiwa-peristiwa pemicu.
Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah:
a. perubahan lingkungan eksternal,
b. perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,
c. perkembangan teknologi,
d. pencapaian tujuan organisasi, dan
e. struktur organisasi.
Menurut Myer dalam Purnama (2010), terdapat tiga bentuk konflik
dalam organisasi, yaitu :
a. Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap
individu karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan
keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah,
b. Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu
yang satu dengan individu yang lain, dan
c. Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-
kelompok dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan
“keakuan kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain,
dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi
pencapaian tujuan atau harapan-harapannya.

6. Promosi Kesehatan dan Urgensinya Menggunakan Media Sosial


Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan
individu -individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka
mengandalkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatannya. Bertolak dari pengertian yang dirumuskan
WHO, Indonesia merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong diri nya sendiri
(mandiri) serta mengembangkan kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasana
kesehatan. Hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di
Ottawa, Canada menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses
untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka. Dengan katalain, promosi kesehatan adalah upaya yang
dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Menggunakan media
sosial dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi kesehatan, serta
mempromosikan perubahan perilaku yang positif, dengan demikian media
sosial dapat berkolaborasi dan melengkapi promosi kesehatan yang selama ini
masih konvensional.

Media sosial dapat menjadi alat yang unggul dengan jangkauan dan
interaktivitas luas . Beberapa bukti empiris menemukan hal menarik menggunakan
media sosial untuk intervensi pencegahan penyakit seperti penghentian perilaku
merokok melalui Tweet dan situs kesehatan , video youtube tentang kanker ,
peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, pengetahuan pasien
mengenai diabetes dan pemahaman mengenai kebugaran dan aktifitas fisik melalui
facebook . Situs jejaring sosial lainnya yang banyak dikunjungi oleh pencari informasi
terkait kesehatan adalah melalui web yang memuat informasi tentang kesehatan seksual
, diet sehat , kesehatan ibu hamil , kesehatan reproduksi remaja putri . Kesehatan
komunitas klinis di rumah sakit yang berhasil meningkatkan citra rumah sakit yang
memanfaatkan media online yang berisi konten tentang gaya hidup sehat bagi pasien ,
kondisi kedaruratan dalam bidang kesehatan . Promosi kesehatan melalui online juga
bisa dapat di aplikasikan ditempat kerja, dimana informasi umumnya adalah tentang
kesehatan karyawan .Teknologi berupa media sosial memfasilitasi pengetahuan
masyarakat yang lebih baik tentang penyakit dan pencegahannya, penggunaan layanan
kesehatan yang lebih baik, lebih patuh terhadap pengobatan dan partisipasi dalam
keputusan kesehatan , peningkatan dukungan sosial serta berbagi dukungan kepada
orang lain sehingg masyarakat mampu secara mandiri menyebarluaskan pengalaman
positif mereka tentang perubahan perilaku yang lebih sehat, perubahan tubuh, efek
samping penyakit serta dampak positif dari menerapkan gaya hidup sehat. Secara
keseluruhan,berdasarkan studi literatur menunjukkan media sosial berkontribusi
positif terhadap pencapaian tujuan dari promosi kesehatan , sehingga para
profesional bidang kesehatan diharapkan mampu berkolaborasi dan
mengintegrasikan media sosial dengan strategi promosi kesehatan.

7. Karakteristik Media Sosial dalam Promosi


Kesehatan serta kelemahannya Era digital yang dikenal dengan
Web 2.0 atau Health 2.0 atau Medicine 2.0 menjadikan masyarakat sehat dan
pasien lebih mengandalkan Internet daripada dokter sebagai sumber informasi
perawatan kesehatan. Situs web media sosial yang populer terbukti efektif dan
ampuh untuk menyebarluaskan informasi kesehatan , mendukung upaya
promosi kesehatan dan dapat ditelusuri secara online seperti YouTube,
Facebook, MySpace, Twitter, dan Second Life. serta image sharing, mobile
technology dan blog . Berikut pemaparan singkat terhadap media tersebut .

a. Youtube

Lebih dari 100 juta video dilihat di Youtube setiap hari, dan jumlah
itu terus meningkat. Beberapa studi kesehatan masyarakat baru-baru ini
telah terlihat video yang dihosting di YouTube tentang vaksinasi
papillomavirus dan pesan tembakau serta makanan kaleng “bercacing”.
Para Peneliti menunjukkan potensi daya yang disimpan YouTube untuk
pengambilan keputusan kesehatan secara pribadi.

b. Facebook

Penggunaan situs jejaring sosial terus berkembang. Situs digunakan


oleh jutaan orang setiap hari untuk berinteraksi dan terlibat dengan
pengguna lain, untuk berbagi konten dan untuk belajar. Situs jejaring sosial
menyediakan cara langsung dan pribadi untuk menyampaikan program,
produk, dan informasi. Situs jejaring sosial paling populer adalah
Facebook, yang memiliki lebih dari 750 juta pengguna. Pengguna rata-rata
menciptakan 90 buah konten setiap bulan, dan 50% pengguna aktif masuk
ke Facebook pada hari tertentu (Facebook, 2011). Facebook merupakan
platform publik dan, dalam banyak kasus, menjangkau masyarakat umum.
Halaman Facebook yang ditargetkan secara khusus untuk mengatasi
layanan kesehatan, profesional kesehatan masyarakat dan lain-lain. Terjadi
hubungan positif antara pencari informasi kesehatan .

c. Twitter

Twitter adalah situs mikroblog paling populer di Amerika Serikat


dengan lebih dari 305 juta pengguna aktif bulanan (Twitter, 2016).
Jangkauannya sangat tinggi di kalangan remaja dan dewasa muda (Duggan,
2015). Batas 140 karakter membuat tweets singkat dan membuat pembaca
merespons dengan cepat dan mudah. Pengguna Twitter mengambil peran
yang lebih aktif tidak hanya dengan menerima tetapi juga dengan berbagi,
mengirim, atau mengirim ulang pesan . Target audiens potensial antara lain
adalah siswa sekolah menengah, mahasiswa kesehatan, dosen/guru bidang
pendidikan kesehatan dan para profesional kesehatan .

d. Second Life
Second Life memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan
banyak format, termasuk audio, video, gambar,dan teks, dan membawa
masyarakat "bersama-sama" dalam ruang virtual saat mereka berada jauh
secara geografis. Dermatologi Second Life? bisa menawarkan pasien
sebuah situs dengan pendapat ahli dari seluruh dunia atau grup dukungan
online untuk penyakit spesifik .

e. Image Sharing

Berbagi gambar memberikan nilai untuk kegiatan komunikasi


kesehatan dengan menyediakan gambar kesehatan masyarakat yang dapat
dengan mudah ditempatkan di situs web, blog, atau situs media sosial
lainnya. Karena pembuatan konten terus meningkat di saluran media sosial
dan di internet secara keseluruhan, kebutuhan akan grafis segar dan konten
yang menarik juga meningkat. Meluasnya penggunaan ponsel dengan
kamera membuatnya lebih mudah untuk mengambil foto. Aplikasi seluler
untuk foto dan partisipasi yang meledak di jejaring sosial seperti Facebook
dan Twitter telah berkontribusi terhadap lonjakan popularitas berbagi foto
online. Lebih dari 100 juta foto sehari diunggah ke Facebook. Organisasi
dapat memanfaatkan trenini dengan memberikan gambar visual kepada
penggemar dan pengikut yang menunjukkan "tindakan" kesehatan
masyarakat, memperkuat pesan kesehatan, atau hanya menyajikan
informasi yang ada dalam format baru yang menarik secara visual .

f. Mobile technology

Ponsel mendukung berbagai fungsi teknis,kebanyakan layanan


pesan suara dan pesan singkat (SMS atau pesan teks) memungkinkan
komunikasi dua arah secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini
banyak ponsel memiliki kamera untuk mengambil gambar atau video
berdurasi pendek yang dapat dilihat di telepon, diunduh ke salah satu
komputer, atau ditransmisikan ke orang lain. Pengolahan data dan
kemampuan penyimpanan di ponsel meningkat setiap tahun dan, melalui
koneksi jaringan server, mendukung transmisi dan analisis data dalam
berbagai bentuk, termasuk teks, file numerik, grafik, audio, dan video
seperti "Ponsel pintar". Ponsel dapat mengakses jaringan data nirkabel
kapan saja, terkadang ada fitur tambahan radio yang memungkinkan data
cepat bertukar melalui internet di beberapa lokasi. Beberapa ponsel dapat
berkomunikasi dengan elektronik lainnya melalui penggunaan Bluetooth .
Teknologi ponsel menjadi lebih kuat dan lebih murah, dengan bukti mulai
muncul pengiriman layanan perawatankesehatan dan promosi kesehatan
pribadi melalui ponsel .
g. Blog

Blog merupakan singkatan dari web log adalah bentuk aplikasi web
yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah
halaman web. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urutan terbalik
(isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak
selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh
semua pengguna Internet sesuai dengan topik dan tujuan dari si pengguna
blog tersebut . Bukti empiris menunjukkan pemanfaatan media sosial diatas
efektif dalam melakukan upaya promosi kesehatan dengan tujuan
meningkatkan pemahaman dan memberi dukungan kepada masyarakat
untuk berperilaku sehat, namun tidak dapat dipungkiri, dibalik kesuksesan
media tersebut terdapat beberapa kelemahan . Pertukaran informasi perlu
dimonitor, dievaluasi dan ditinjau ulang untuk kualitas dan keandalan dari
informasi . Evaluasi yang kuat dan komprehensif, menggunakan berbagai
metodologi dibutuhka untuk menetapkan apakah media sosial tersebut
meningkatkan praktik promosi kesehatan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Mengukur dampak media, biaya media sosial,
manfaat dan efektifitas sebagai alat promosi kesehatan . Penelusuran
publikasi internasional ditemukan beberapa kelemahan dan hambatan
media sosial yang digunakan dalam upaya promosi kesehatan, antara lain:

1) Studi yang dilakukan dibeberapa negara berkembang menunjukkan


bahwa pencari informasi bersifat pasif daripada aktif, sehingga
informasi yang disebarluaskan tidak seluruhnya dapat diakses oleh
masyarakat serta kurangnya akses masyarakat yang tidak terhubung
dengan jaringan .

2) Informasi kesehatan yang diperoleh melalui web dengan cepat dan


mudah bisa menyebabkan ketidakseimbangan informasi, karena semua
pihak dapat memasukkan informasi walaupun tidak memiliki
kompetensi dibidang kesehatan. Hal ini tentu saja berpotensi bahaya
akibat kelebihan konsumsi informasi . Masyarakat juga harus diberi
informasi tentang informasi yang tesedia apakah layak untuk mereka
telusuri .

3) Informasi yang terdapat di media sosial,beberapanya teridentifikasi


berita palsu dan tidak akurat Masyarakat kesulitan dan kebingungan
dengan informasi yang diperoleh, sehingga berkontribusi terhadap
perilaku kesehatan yang negatif dan hasil kesehatan yang buruk pula .
Konten yang terdapat di media sosial perlu diperjelas lagi oleh pihak
berwenang agar masyarakat dapat memilih informasi yang akurat.
4) Kurang maksimalnya pemanfaatan media sosial oleh profesional
kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam mengelola informasi
kesehatan berbasis media sosial .

5) Minimnya interaktif antara pencari informasi dengan profesional


kesehatan sehingga masyarakat tidak tertarik untuk mengunjungi situs
tersebut yang mengakibatkan ketidakberlanjutan program promosi
kesehata di media sosial .

6) Peran profesional dalam bidang kesehatan melakukan promosi


kesehatan berbasis mediasosial Perubahan perilaku kesehatan yang
tidak menurun secara signifikan merupakan pandangan pesismis untuk
mengadopsi potensi media sosial untuk promosi kesehatan . Pandangan
tersebut perlu dimimalisir dengan meningkatkan peran profesional
bidang kesehatan dalam meningkatkan kualiatas promosi kesehatan
berbasis media. Peran profesional tersebut antara lain :

a) Adopsi konsep media sosial yang telah berhasil di bidang bisnis.


Saran memanfaatkan media sosial tersebut adalah identifikasi
media dengan hati-hati,

b) pilih aplikasi atau buat sendiri,

c) pastikan keselarasan aktifitas di media sosial,

d) integrasi rencana media dan akses untuk semua.

Kesuksesan penerapan aplikasi tersebut dengan


meluangkan waktu untuk meninjau interaksi/percakapan dan
mendedikasikan waktu untuk menanggapi anggapan audien .

7) Menggabungkan media sosial dengan strategi pemasaran sosial


dengan 3 langkah yaitu jelaskan audien, tuliskan tujuan untuk terlibat
dengan audien, buat garis besar strategi khusus untuk melibatkan dan
pilih teknologi.

8) Mengembangkan rencana komunikasi strategis dengan


menggabungkan media sosial dengan praktek dilapangan untuk
memperluas jangkauan dan mendorong interaktivitas dan keterlibatan
.

9) Profesional kesehatan perlumempertimbangkan dampak terbaik dan


terburuk dari konten yang mereka sampaikan di media sosial serta
mempertimbangkan sinergi antara media sosial dan promosi
kesehatan.
10) Organisasi dan praktisi promosi kesehatan harus dapat mencocokkan
kebutuhan program dengan hasil yang diberikan oleh media sosial
dengan melakukan evaluasi secara komprehensif , dengan kerangka
kerja evaluasi proses dan evaluasi dampak .

11) Mengembangkan intervensi dengan membentuk tim multidisiplin,


menjamin ketersediaan sumber daya untuk mempertahankan kehadiran
online serta interaksi dua arah merupakan fitur baru promosi kesehatan
dengan media sosial .

12) Mengidentifikasi dan memilih konten dengan isu-isu terkini dengan


mempertimbangkan berbagai pemangku kepentingan .

13) Profesional kesehatan dapat mengadopsi 3 cara penggunaan internet


untuk meningkatkan kesehatan masyarakat:

a) menggunakan format wiki untuk pengetahuan dasar seperti


“wikihealth” untuk komunitas yang membutuhkan
informasi/pengetahuan,

b) membentuk organisator komunitas seperti model MySpace,

c) menggunakan blog untuk bertukar informasi.

14) Memaksimalkan paparan informasi dengan basis bukti yang kuat,


dengan mempertimbangkan konten relevan untuk audien yang tepat
atau bahkan berbeda serta memperjelas peran profesional dalam
memfasilitasi media sosial.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara
efektif dan efisien, maka diperlukan cara dan pendekatan yang strategis yaitu
strategi promosi kesehatan.
Secara umum strategi promosi kesehatan ini terdiri dari 3 hal, yaitu Advokasi
(Advocacy), Bina Suasana, dan Gerakan Masyarakat.
Dalam pemilihan srategi promosi kesehatan ada sendiri agar masyarakat lebih
mudah untuk mengingat dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam pemilihan strategi promosi kesehatanpun ada aturan-aturan tersendiri,
intinya adalah agar srategi promosi kesehatan program-programnya semakin
berkembang dan tidak salah sasaran.
Media sosial sangat efektif sebagai media penyampaian informasi kesehatan.
Selain itu, berlaku media sosial sangat efektif untuk menyampaikan informasi yang
kontra. Untuk itu, diperlukan “informasi” khusus tentang bagaimana memenangkan
persaingan ini.
Memenangkan pisau agar ketajamannya justru tidak berbalik melukai diri
sendiri. Maka dari pada itu, sebagai tenaga promosi kesehatan sangat baik sekali
apabila mampu mengeolah media sosial untuk di jadikan sebagai alat promosi
kesehatan kepada public dalam memberikan informasi tentang kesehatan.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai
calon tenaga kesehatan dapat memahami tentang strategi promosi kesehatan dalam
rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan
masyaraka, dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui penyuluhan kesehatan
atau pendidikan kesehatan kita sebagai analis kesehatan dapat mencegah berbagai
penyakit dan kreatif dalam penggunaan sosial media dalam promosi kesehatan
kepada masyarakat yang dapat memberikan informasi seputar kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ewles, Linda. 1994. Promosi Kesehatan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Atmojo, noto. 2015. Promosi Kesehatan teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmojo, noto. 2014. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offset.

Atmojo, noto. 2013. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Adisasmito, wiku. 2017. Sistem kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Emy Leonita , Nizwardi Jalinus. 2018. Peran Media Sosial dalam Upaya Promosi
Kesehatan. Jurnal Pekan Baru. 261-Article Text-710-1-10-20180805.pdf diakses
pada tanggal 24 April 2019

Anda mungkin juga menyukai