KOMUNIKASI KESEHATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
HOME GROUP 4:
Ahmadien Hafizh Yusufi (1706040965)
Areta Dewi Pramudita (1806203383)
Deliana Attasya Widyasari (1806204410)
Rafif Elang Danendra (1806189460)
Lisa Dea Plasenta (1806206076)
1
Daftar Isi
1. Konsep Dasar dan Prinsip Komunikasi Kesehatan.........................................................3
2.Bentuk dan Hambatan Komunikasi Kesehatan................................................................9
3. Komunikasi Interpersonal Pada Konseling dan Penyampaian dan Penyampaian Berita
Buruk....................................................................................................................................12
4. Komunikasi Pada Situasi Khusus.....................................................................................20
2
Konsep Dasar dan Prinsip Komunikasi Kesehatan
Pendahluan
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup seorang diri. Dalam hidup bersosial
sangat diperlukan sebuah komunikasi. Setiap manusia pasti membutuhkan orang lain untuk
berinteraksi atau bekerjasama. Hubungan kerjasama tersebut pastinya hanya dapat berlangsung
dengan baik apabila diimbangi dengan komunikasi yang baik pula. Komunikasi juga
mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia kesehatan. Tidak jarang penyakit yang
diderita pasien karena ketidaktahuan atau kesalahpahaman berbagai informasi kesehatan.
Komunikasi kesehatan merupakan pemanfaatan jasa komunikasi untuk menyampaikan
informasi kesehatan dan pengaruhnya dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi merupakan proses menyampaikan pikiran antara dua orang atau lebih yang
memberi informasi satu sama lain. Komunikasi dapat dibagi sesuai konteksnya, salah satunya
adalah komunikasi kesehatan dengan definisi komunikasi yang berkaitan dengan bidang
kesehatan dan hal yang terkait dengannya. Komunikasi kesehatan adalah sebuah proses
pendekatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Seorang tenaga kesehatan tentunya selalu melakukan kegiatan ini dengan para pasien karena
pasien memiliki hak untuk mengetahui dan mendapat informasi mengenai penyakit yang
dideritanya, efeknya, metode pengobatannya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi setelahnya. Pasien juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik
dengan diberikan kebebasan untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya
sendiri.2 Selain itu, komunikasi juga menjadi dasar agar pasien dapat memahami seluruh
informasi yang diberikan dan mematuhi saran medis yang dianjurkan, namun hak pasien dalam
menentukan pilihannya tetap pasien tetap memiliki hak untuk menentukan pilihannya.
Dapat dipastikan bahwa dalam bidang kesehatan, komunikasi merupakan hal yang sangat
penting adanya karena dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mendapatkan hasil
kesembuhan yang diinginkan secara maksimal. Sebagai perwujudan dari sistem kesehatan
yang berdasarkan bukti atau yang biasa disebut dengan evidence-based healthcare, komunikasi
dalam bidang kesehatan haruslah memiliki prinsip-prinsip yang mendasarinya.
3
Menurut Liliweri (2008), komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan suatu pesan dari satu
sumber kepada penerima agar dapat dipahami. Proses komunikasi biasanya melibatkan dua
pihak, baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau antar kelompok
dengan kelompok yang berinteraksi dengan aturan-aturan yang disepakati bersama.
Adapun fungsi komunikasi itu sendiri yakni :
1) Untuk menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi kepada
orang lain. Artinya, dari penyebarluasan informasi ini diharapkan penerima
informasi akan mengetahui apa yang ingin diketahui.
2) Untuk menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi yang
bersifat mendidik orang lain. Artinya, dari penyebarluasan informasi ini diharapkan
penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin
diketahui.
3) Untuk memberikan instruksi kepada penerima pesan.
4) Untuk mempengaruhi dan mengubah sikap penerima pesan.
A.3 Tujuan Komunikasi Kesehatan
Tujuan dari komunikasi kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku kesehatan pada
sasaran kearah yang lebih kondusif sehingga dimungkinkan terjadinya peningkatan derajat
kesehatan sebagai dampak dari program komunikasi kesehatan.
A.4 Komponen Komunikasi Kesehatan
Komponen komunikasi kesehatan terdiri atas komunikator, pesan, komunikan, media dan efek.
Komunikator adalah orang atau lembaga yang menyampaikan pesan. Pesan adalah informasi
yang diberikan kepada komunikan. Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Media
adalah sarana atau saluran yang mendukung proses penyampaian pesan. Efek adalah dampak
atau akibat yang ditimbulkan oleh pesan.
B. Hubungan Antar Manusia Dalam Proses Berkomunikasi
Dalam bidang komunikasi selain belajar tentang bagaimana orang berhubungan satu sama lain,
juga tentang jenis komunikasi apa yang cocok di sebuah situasi. Kebanyakan orang hubungan
manusia dan merasa nyaman dalam pertemanan, hubungan keluarga, dan hubungan masyarakat.
Di dalam hubungan belajar tentang kepercayaan dan timbal balik. Hubungan manusia sangat
penting bagi setiap individu. Contohnya ketika bayi umur 1-3 tahun, mereka lahir tersentuh
dan ketika mereka mendengar suara, sama juga seperti orang dewasa yang terlibat dalam
hubungan manusia (Pearson, Nelson, Titsworth, Harter, 2011).
Ada dua pengertian hubungan antar manusia, yakni hubungan antar manusia dalam arti luas
dan hubungan antar manusia dalam arti sempit:
a. Hubungan antar manusia dalam arti luas
Hubungan antar manusia dalam arti luas adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain
dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi dilakukan
dimana saja; bisa dilakukan dirumah, dijalan, didalam kendaraan umum (misal bis atau
angkutan kota) dan sebagainya.
4
b. Hubungan antar manusia dalam arti sempit
Hubungan antar manusia dalam arti sempit adalah juga interaksi antara seseorang dengan orang
lain. Akan tetapi, interaksi disini hanyalah dalam situasi kerja dan dalam organisasi kerja (work
organization)
TUJUAN
•Memanfaatkan pengetahuan tentang factor social dan psikologis dalam penyesuaian diri
manusia sehingga terjadi keselarasan dan keserasian
•Memenuhi kebutuhan antar individu
•Memperoleh informasi baru
•Mengembangkan sikap kerjasama
•Menghilangkan rasa egois dan merasa paling benar
•Menghindari sikap stagnan
•Memperbaiki sikap dan perilaku diri sendiri dan orang lain serta memberikan bantuan
5
•Sikap suportif
Adalah sikap yang mengurangi sikap melindungi diri dalam komunikasi yang terjadi dalam
interaksi social. Orang defensive akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami perasaan orang lain.
Enam perilaku yang menimbulkan sikap sportif menurut Gibb :
1) Evaluasi dan deskripsi (penilaian terhadap orang lain)
2) Control dan orientasi masalah (berusaha mengubah orang lain)
3) Strategi dan spontanitas(manipulasi untuk mempengaruhi orang lain)
4) Netralitas dan empati (memperlakukan orang lain sebagai objek)
5) Superioritas dan persamaan (lebih tinggi karena status, kekuasaan , dll)
6) Kepastian dan profesionalisme (cenderung bersifat dogmatis dan egois)
•Sikap terbuka dan sikap tertutup
Ada tiga teori yang dapat membantu menerangkan model dan kualitas hubungan antara
manusia :
1. Teori transaksi (model pertukaran social)
Hubungan antar manusia berlangsung menikuti kaidah transaksional dimana masing-
masing merasa memperoleh keuntungan dalam transaksinya atau malah merugi.
2. Teori permainan
Seperti halnya dalam rumah tangga dimana terdapat anak, ayah, dan ibu yang memiliki
tugas masing-masing, demikian juga hubungan antara pusat dan daerah, antara atasan dan
bawahan.
3. Teori peran
Pergaulan social sudah ada scenario yang disusun oleh masyarakat yang mengatur apa dan
bagaimana peran tiap orang dalam pergaulannya.
6
C. Prinsip Dalam Melakukan Komunikasi Kesehatan
7
nyata yang sudah teruji secara klinis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Multidisipliner yaitu keharusan tenaga medis untuk melihat dari berbagai sudut pandang, baik
dari sisi profesi maupun dari sisi pasien itu sendiri, untuk memecahkan suatu masalah. Strategis
dan kreatif karena memberikan saran-saran dan anjuran bagi para pasien yang menjadi
gambaran apa yang akan dilakukan dan efeknya dengan cara sekreatif mungkin tergantung
sasarannya. Berorientasi pada proses, sebuah kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan tidak
bisa langsung mengharapkan hasil terbaik karena ada hal yang berada di luar kendali manusia,
apabila semua kegiatan medis dilakukan sesuai prosedur yang dianjurkan maka itu juga sudah
baik. Cost-effective karena sebuah tindakan medis harus disesuaikan dengan kemampuan
finansial para pasien, berikan pelayanan terbaik yang dapat diberikan secara maksimal dengan
dana yang ada. Membangun relasi, hal ini sangat penting karena dasar dari kegiatan antara
tenaga medis dengan pasien adalah kepercayaan dan dokter juga harus bekerja dalam tim untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Prinsip yang terakhir adalah memperhatikan perubahan
sosial karena tenaga kesehatan juga harus bisa menggunakan teknologi terbaru yang telah
tersedia.
Penutup
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam bidang kesehatan karena
berpengaruh dalam peningkatan kesehatan pasien. Dengan menggunakan metode yang benar
komunikasi kesehatan dapat memengaruhi perilaku kesehatan komunikan, menambah
pengetahuan kesehatan dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap saran tenaga kesehatan.
Dalam proses berkomunikasi juga terjadi hubungan antarmanusia. Tujuannya adalah untuk
mencapai situasi yang memotivasi orang-orang untuk bekerjasama secara produktif. Hubungan
antarmanusia tidak akan terjadi jika tidak ada sikap empati dan simpati. Selain itu pemahaman
manusia tentang kebutuhan hidup manusia lain seperti: makan, minum, kasih sayang, cinta,
dan perhatian adalah syarat terjadinya hubungan antarmanusia. Selain itu, dalam
berkomunikasi harus memperhatikan prinsip dasar komunikasi kesehatan. Prinsip dasar
komunikasi kesehatan sama dengan prinsip komunikasi pada umumnya, yaitu dinamis dan
berkelanjutan, berpotensi untuk terjadi kapan saja dan dimana saja, secara terencana atau
spontan, memperhatikan waktu, tempat, isi, dan kepada siapa berkomunikasi, dipengaruhi oleh
latar belakang, dan irreversible. Selain itu, dalam komunikasi kesehatan juga ada prinsip
tambahan yang sangat penting adanya, yaitu audience-centered, evidence-based,
multidisipliner, strategis dan kreatif, berorientasi pada proses, cost-effective, membangun relasi,
dan memperhatikan perubahan sosial.
8
Bentuk dan Hambatan Komunikasi
PENDAHULUAN
Komunikasi adalah hal yang penting dalam kehidupan, antara individu dengan individu
yang lain melakukan interakasi dengan komunikasi sebagai jembatannya. komunikasi
merupakan sebuah proses berbagi makna, menggunakan seperangkat aturan umum
(Northouse and Northouse, 1998). Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
komunikasi adalah “pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Setiap hari kita akan berkomunikasi dengan
orang dari beragam kalangan dan profesi yang masing-masing dari mereka pastinya memiliki
cara berkomunikasi yang berbeda. Perbedaan inilah yang bisa menjadi salah satu faktor
penghambat dalam berkomunikasi. Jika komunikasi terhambat, maka apa yang menjadi point
dalam berkomunikasi tidak akan tersampaikan dengan jelas. Kita sebagai tenaga kesehatan
harus tau bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan benar agar apa yang hendak kita
sampaikan kepada masyarakat atau pasien dapat tersampaikan dengan baik. Berikut akan
dibahas tentang bentuk-bentuk dan hambatan dalam berkomunikasi.
PEMBAHASAN
Salah satu yang menjadi faktor terhambatnya komunikasi adalah persepsi. Menurut
Sarwono, Sarlito Wirawan (1983:89), Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk
mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan untuk mengelompokkan, dan kemampuan
untuk memfokuskan. Sementara menurut Indrajaya (1986) dalam Prasilika, Tiara H.
(2007:10), berpendapat persepsi adalah proses seseorang mengorganisasikan pikirannya,
memanfaatkan, mengalami, dan mengolah perbedaan atau segala sesuatu yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, setiap individu pasti memiliki persepsi yang berbeda-
beda dan itu bisa menjadi salah satu faktor terhambatnya komunikasi terutama dalam
komunikasi kesehatan.
Bentuk komunikasi kesehatan ada dua macam, yaitu verbal dan non-verbal. Komunikasi
verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat dan diaplikasikan secara
lisan dan tulisan. Seperti kata-kata saat sedang berbicara, resep, rekam medik, dan lain-lain.
Sedangkan Komunikasi Non-Verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata.
Seperti gambar, ekspresi, sikap, gerakan tubuh, dan lain-lain. Komunikasi verbal dan non-
verbal tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling berkaitan. Contoh jika saat sedang
melayani pasien, kita harus berbicara dengan sopan dan disertai dengan ekspresi yang ramah
agar pasien senang dan mau mendengarkan apa yang ingin kita sampaikan.
Komunikasi memiliki faktor-faktor utama, yaitu pemberi pesan sebagai sumber pesan,
penerima pesan sebagai sasaran pesan, dan sistem sosial yang meliputi nilai dan norma
yang berlaku. Komunikasi yang kurang memadai menjadi salah satu faktor kurangnya
kesadaran tentang kesehatan masyarakat, Faktor psikologisnya yang tertekan sehingga
tidak sadar tentang kesehatan juga menjadi salah satu faktor penghambat.
Ada beberapa faktor penyebab terhambatnya komunikasi kesehatan, yaitu: hambatan dari
proses komunikasi, hambatan fisik,hambatan semantik dan hambatan psikologis.
9
1. Hambatan pada proses komunikasi
Pesan yang disampaikan belum jelas bagi diri nya sendiri sebagai pengirim pesan. Dapat
dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
Terjadinya hambatan dikarenakan bahasa sandi /simbol yang digunakan tidak jelas
sehingga mempunyai arti lebih dari satu. Dapat juga terjadi jika sandi/simbol yang
digunakan antara si pengirim dan si penerima tidak sama atau terlalu sulit dimengerti.
1.3.Hambatan Media
Dapat terjadi akibat adanya gangguan penggunaan media komunikasi, misalnya adanya
gangguan suara pesawat terbang sehingga pesan yang akan disampaikan tidak terdengar
jelas.
1.4.Hambatan dalam bahasa sandi
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat berupa gangguan cuaca dan gangguan alat komunikasi
3. Hambatan semantic
Kata kata yang dipakai dalam berkomunikasi kadang kadang mempunyai arti mendua
yang berbeda , tidak jelas antara pengirim dan penerima pesan
4. Hambatan Psikologis
10
Terjadi akibat adanya nilai nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima
pesan.
PENUTUP
Dalam berkomunikasi, kita harus melakukannya dengan benar agar apa yang ingin kita
sampaikan dapat tersampaikan dengan baik. Komunikasi kesehatan memiliki dua bentuk yaitu
verbal dan non-verbal yang tdak dapat dipisahkan satu sama lain. Komunikasi juga memiliki
faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi itu sendiri dan membuat tujuan yang ingin
kita capai tidak dapat tersampaikan dengan baik. Maka dari itu, kita sebagai tenaga kesehatan
harus memahami tentang komunikasi kesehatan agar hal-hal yang ingin kita sampaikan kepada
pasien dan masyarakat dapat tercapai dengan baik.
11
atau menerima informasi. Banyak alasan mengapa manusia harus berkomunikasi Thomas M.
Schcidel dalam Edi Santoso mengatakan, orang berkomunikasi terutama untuk menyatakan
dan mendukung identitas diri dan untuk membangun kontak social dengan orang lain1 .
Disadari atau tidak, komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Di sisi
lain, untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab, diperlukan saling pengertian diantara
sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini komunikasi memainkan peranan penting, apalagi
bagi manusia modern. Manusia modern adalah manusia yang cara berpikirnya berdasarkan
logika dan rasional atau penalaran dalam menjalankan segala aktivitasnya. Berhasil atau
tidaknya suatu komunikasi ialah apabila kita mengetahuidan mempelajari unsur-unsur yang
terkandung dalam proses komunikasi.
Unsur-unsur tersebut adalah sumber (source), pesan (message), saluran (chanel) dan penerima
(receiver, audience) serta pengaruh (effects) dan umpan balik (feedback). Dalam proses
komunikasi ini diusahakan terjadi pertukaran pendapat, penyampaian informasi serta
perubahan sikap dan perilaku. Dalam proses komunikasi itu sendiri juga diusahakan terjadinya
efektivitas komunikasi, sebab komunikasi yang tidak menginginkan efektivitas, sesungguhnya
merupakan komunikasi yang tidak bertujuan. Efektivitas yang dimaksud adalah terjadinya
perubahan dalam diri penerima (receiver atau audience), sebagai akibat dari pesan yang
diterima secara langsung atau tidak langsung sesuai dengan keinginan komunikator. Sebagai
sebuah displin ilmu, komunikasi merupakan studi interdisipliner.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar terapis dengan
pasien. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.
Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai
manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya. Manfaat komunikasi terapeutik
adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
12
hubungan perawat dan pasien. Komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien dalam
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran, serta dapat mengambil tindakan
yang efektif untuk pasien2 .
Perawat yang terapeutik berarti dalam melakukan interaksi dengan klien atau pasien,
interaksinya tersebut memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan terapeutik
artinya adalah suatu hubungan interaksi yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan tentu saja
hal ini berbeda dengan hubungan sosial.
13
Komunikasi yang efektif dan penggunaan komunikasi terapeutik merupakan komponen
penting dalam kualitas asuhan keperawatan. Komunikasi yang efektif memiliki peranan
penting bagi kepuasan pasien, pemenuhan perawatan dan proses pemulihan. Praktik
komunikasi terapeutik itu sendiri sangat dipengaruhi oleh latar belakang suasana. Mahasiswa
keperawatan khususnya, membutuhkan dasar-dasar komunikasi terapeutik yang sangat kuat
ketika harus bertemu dengan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu,
suasana yang nyaman akan sangat mendukung proses berlangsungnya komunikasi terapeutik4 .
BERITA BURUK adalah suatu situasi di mana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan gaya
hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki lebih sedikit
pilihan dalam hidupnya.
Atau dapat pula dikatakan bahwa BERITA BURUK adalah setiap “informasi negatif”
tentang masa depan seseorang.
Selain itu kadang – kadang informasi yang sering dianggap “netral” oleh dokter, juga
merupakan KABAR BURUK bagi pasien, contoh :
1. Hasil USG pada seorang wanita hamil yang memverifikasi kematian janin.
2. Hasil MRI pada seorang wanita paruh baya yang menegaskan diagnosis Multiple
Sclerosis.
3. Diagnosis yang datang pada waktu yang tidak tepat, misalnya : seseorang
terdiagnosis menderita Unstable Angina yang memerlukan tindakan angioplasty
pada minggu pernikahan putrinya.
4. Suatu diagnosis yang menyebabkan seseorang menjadi tidak sesuai dengan bidang
kerja atau pendidikannya. Misalnya : diagnosis buta warna pada calon mahasiswa
kedokteran; atau tremor kasar pada seorang dokter ahli bedah kardiovaskular, dan
lain lain.
Menyampaikan berita buruk sebenarnya bukan merupakan hal yang baru dalam dunia
kedokteran, hal tersebut sangat penting dikarenakan berbagai alasan diantaranya :
14
1. Sebagian besar pasien memang ingin mengetahui apa yang sedang terjadi pada
dirinya.
2. Sebagian besar pasien ingin mengetahui kemungkinan apa saja yang bisa terjadi
pada dirinya, termasuk terapi apa saja yang bisa diperoleh, prognosis, dan efek
samping terapi.
3. Ketika dokter menahan informasi dari seorang pasien, berarti dokter tersebut sudah
mengurangi otonomi seorang pasien.
4. Apabila pasien akhirnya mengetahui bahwa ternyata ada informasi yang tidak
diberikan padanya, maka akan hilanglah rasa percayanya pada dokter
5. Menyembunyikan informasi tentang kondisi pasien dan kemungkinan yang dialami
dapat menyebabkan
Stuart dan Sundeen dalam Suciata menyatakan bahwa dalam sebuah komunikasi
terapeutik dapat menerapkan beberapa teknik tertentu. Teknik-teknik tersebut antara
lain:
1) Mendegarkan (listening)
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa perawat
memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan
nonverbal yang sedang dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan penuh
perhatian adalah dengan: pandang klien ketika sedang bicara, pertahankan kontak
mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan, sikap tubuh yang
menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, hindarkan
gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting
atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
2) Bertanya (question)
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama
pengkajian, ajukan pertanyaan secara berurutan.
4) Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
15
5) Menyampaikan Hasil Observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan5.
Pada dasarnya, hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang diarahkan pada
pencapaian tujuan. Kewajiban perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
dikembangkan dengan hubungan saling percaya. Hubungan tersebut dibentuk dalam
interaksi, bersifat terapeutik, dan bukan hubungan sosial. Hubungan perawat dan klien
sengaja dijalin terfokus pada klien, sehingga bertujuan menyelesaikan masalah klien.
Hubungan yang baik antara perawat dengan pasien akan terjadi apabila:
2. Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak
tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi pasien.
4. Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat bersikap sabar dan tetap
memperhatikan pertimbangan etis dan moral.
5. Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala resiko
yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya.
16
merupakan komunikasi yang dilakukan secara sadar, bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan dan kegiatannya dipusatkan untuk penyembuhan pasien.
Terdapat beberapa tahap komunikasi interpersonal (terapeutik) yang dilakukan oleh
perawat, yaitu sebagai berikut:
1. Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomuniaksi
dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki prasangka buruk kepada pasien,
karena akan menganggu dalam hubungan saling percaya. Seorang perawat
professional harus belajar paka terhadap kebutuhankebutuhan pasien dan mampu
menciptakan hubungan komunikasi interpersonal yang baik, agar pasien merasa
senang dan merasa dihargai.
4. Tahap Kerja. Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat dengan pasien yang
terkait erat dengan pelaksanaan komunikasi interpersonal. Perawat memfokuskan
arah pembicaraan pada masalah khusus yaitu tentang keadaan pasien,
keluhankeluhan pasien. Selain itu hendaknya perawat juga melakukan komunikasi
interpersonal yaitu dengan seringnya berkomunikasi dengan pasien, mendegarkan
keluhan pasien, memberikan semangat dan dorongan kepada pasien, serta
memberikan anjuran kepada pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan
istirahat teratur, untuk mencapai kesembuhan.
Karakteristik hubungan professional antara perawat dan klien, antara lain sebagai berikut:
17
1. Diarahkan pada pencapaian tujuan.
Dalam menjalin hubungan dengan klien perawat mempunyai beberapa peran yang harus
diperhatikan, antara lan sebagai berikut:
1. Pemberi kenyamanan. Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri
manusia. Masyarakat yang menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki
kebutuhan yang relative terhadap rasa nyaman. Mereka mengharapkan perawat
dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman. Mereka mengharapkan perawat dapat
memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh karena itu, peran perawat sebagai
pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang cukup penting bagi terciptanya
suatu citra keperawatan yang baik. Seorang perawat professional diharapakan
mampu menciptakan kenyamanan bagi klien saat klien menjalani keperawatan.
Menurut Egan dalam Harnawatiaj, ada lima sikap yang dapat memfasilitasi komunikasi
terapeutik, yakni7 :
a. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
b. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan
atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi
e. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
18
Faktor hambatan komunikasi terapeutik pada pasien yaitu faktor fisik, suatu keadaan abnormal
dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan terkadang pasien tidak mau
diketahui apa penyakitnya sehingga susah ditangani, kemudian usia, terkadang ada pasien
balita yang tidak mengerti cara penyembuhan perawat karena masih balita, begitupun pasien
yang sudah lanjut usia yang walaupun diberikan arahan terapeutik masih tidak mengerti juga.
Faktor fisik merupakan salah satu hambatan dalam komunikasi terapeutik antara perawat dan
pasien dimana perawat mengalami kesulitan ketika merawat seorang pasien. Begitupun pada
usia yang susah dimengerti oleh perawat terhadap pasien yang sudah lanjut usia ataupun anak
balita.
Kesimpulan
Komunikasi terapeutik harus dengan memberikan komunikasi secara langsung yang lembut
dan ekspresi wajah yang menyenangkan kepada pasien juga dengan bakat perhatian kepada
pasien dengan mendegarkan keluhan-keluhan pasien dengan seksama, memberikan umpan
balik yang mudah di mengerti dan selalu tersenyum dengan ramah dan berbahasa dengan
santun.
Faktor yang menghambat terjalinnya komunikasi terapeutik antara Perawat dan pasien yaitu;
faktor fisik berupa keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran pasien, penggunaan bahasa karena
perbedaan asal daerah antara perawat dan pasien, latar belakang budaya yang berbeda yang
menyebabkan psikologi perawat dan pasien seringkali mengalami ketidakcocokan misalnya
intonasi suara dan terakhir faktor lingkungan misalnya suasana besing yang menyebabkan
komunikasi tidak berlangsung dengan baik
19
dapat dipahami. “Dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus Dengan kata
lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk
mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai suatu
proses, bukan sebagai suatu hal”. (Muhammad, 2009 : 2).
Adapun beberapa tujuan dari komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku yang berarti
ketika seseorang sedang mengalami masalah atau emosi yang cukup besar, lalu diajak unutk
berkomunikasi dan ketika mereka berkomunikasi, mereka berdebat dan pada akhirnya mereka
menemukan solusi yang baik untuk permasalah mereka. Dan pada akhirnya, seseorang yang emosi
tesebut menjadi lebih tenang dan lebih terbuka pikirannya akibat dari komunikasi tersebut. Dan dalam
menghadapi komunikasi tersebut, dibutuhkan suatu komunikasi yang baik dengan sikap yang sopan,
serta sabar supaya terjadi komunikasi yang lebih mudah.
ISI
20
Dalam beberapa kasus yang seringkali terjadi di keidupan sehari-hari adalah seorang pasien
yang marah dikarenakan suatu hal yang terkadang mengganggu kondusifitas dari suatu tempat serta
mengganggu pasien lainnya. Terdapat beberapa faktor penyebab suatu pasien mengalami kemarahan,
yaitu faktor fisik dan psikis. Contoh dari faktor fisik adalah rasa kelelahan yang cukup tinggi, adanya
hormone yang mempenagaruhi atau kekurangan suatu zat yang membuat emosi. Sedangkan penyebab
dari faktor psikis adalah keseombongan dan keegoisan dalam diri seseorang. Diluar itu, ada juga
beberapa penyebab kemarahan lainnya, seperti adanya perdebatan atau perselisihan sehingga terjadi
kemarahan, faktor tidak puas terhadap sesuatu misalnya menunggu lama sehingga orang tersebut marah,
adanya salah ucap yang menyinggung pasien, dan sebagainya. Namun, terkadang juga pasien merasa
marah akibat kekecewaan yang mendalam misalnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan tau
penyakit berat sehingga membuat pasien tersebut kepikiran dan mangganggu emosinya menjadi lebih
mudah tersinggung dan marah. Maka dari itu, dibutuhkan komunikasi yang cukup baik dan professional
dalam menghadapi pasien yang sedang marah.
Dalam menghadapi pasien yang marah, terdapat beberapa sikap atau penyelesaian yang baik,
yaitu :
1. Mempersiapkan diri
Sebagai pekerja kesehatan, alangkah baiknya apabila seseorang sudah bisa mempersiapkan
dirinya terlebih dahulu untuk menghadapi berbagai macam keadaan pasien karena dalam
keadaan sakit, terkadang emosi pasien terganggu sehingga nantinya dapat mengatasi
permasalahan pasien dengan baik. Misalnya, ketika ada pasien yang mengalami emosi atau
marah, tenaga kesehatan bisa mengatasinya dengan baik karena sudah memiliki pedoman
dan persiapan yang matang untuk mengatasinya.
2. Mendengarkan dan menunjukkan empati
Seorang tenaga kesehatan harus bisa menjadi pendengar yang baik dan memiliki jiwa
kepedulian atau empati yang besar karena setiap orang pasti ingin didengar dan dimengerti,
sehingga ketika seorang pasien yang sedang meneluh atau marah lalu didengarkan
keluhannya, makai a akan merasa dihargai dan nantinya ia juga bisa menerima keadaan
yang sesungguhnya serta dapat menurunkan emosinya. Jadi sebagai tenaga kesehatanm
sudah sepatutnya kita memiliki kesabaran dalam menghadapi pasien, terutama yang sedang
marah karena mereka ingin dimengerti
3. Hati-hati dalam perkataan
Dalam kasus pasien yang sedang marah, tentunya para pekerja kesehatan perlu berhati-hati
dalam berbicara agar tidak menyinggung perasaan dan kondisi pasien saat itu. Karena
apabila seorang pekerjan kesehatan salah berbicara, tentunya pasien akan seamkin emosi
dan marah sehingga dapat memperburuk situasi yang ada. Dan pada kondisi ini juga
dibutuhkan seseorang pekerja kesehatan yang bisa memililah dan menggunakan kata-kata
yang baik dalam menyampaikan suatu pesan yang kurang baik terhadap pasien sehingga
pasien dapat lebih tenang dan mengerti. Serta jangan terpancing emosi juga dalam
menghadapi pasien yang marah, karena mereka butuh dimengerti dan dijelaskan dengan
cara yang halus sehingga mereka akan kebih tenang dan juga tersadar untuk tidak marah-
marah.
4. Beri perhatian khusus
Setiap orang tentunya ingin diperhatikan dan dimngerti, sehingga dalam menghadapi
pasien yang sedang marah, dibutuhkan perhatian yang berlebih sehingga mereka merasa
lenih diperhatikan dan disayang. Misalnya seorang pasien mengalami kemarahan atau
emosi akibat suau penyakitnya yang tidak bisa disembuhkan, maka dengan memberikan
pelayanan dan perhatian khusus kepada mereka, lama kelamaan mereka akan merasa
bahwa mereka berharga sehingga nantnya akan membuat mereka berpikirkembali dan
meredakan emosi atau kemarahannya.
21
PENUTUP
Jadi, komunikasi adalah suatu kegiatan unutk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain
dengan tujuan untuk mecapai pemahaman yang sama. Komunikasi terdiri dari 5 unsur dasar, yaitu
komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam kasus ini, untuk mengatasi pasien yang marah
dengan komunikasi khusus terdapar beberapa cara, yaitu mempersiapkan diri terhadap kemungkinan-
kemungkinanyang tidak mengenakkan untuk menghadapi pasien yang marah, mendengarkan dan
menunjukkan empati kepada pasien agar mereka merasa lebih dihargai, hati-hati dalam perkataan yang
keluar dari mulut kita supaya tidak menyakiti pasien dan membuatnya tambah marah, dan memberikan
waktu khusus kepada mereka agar mereka bisa lebih tenang danmerassa nyaman.
22
pada individu yang berusia lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis
dan integras, input sensorik menurun, gangguan kesadaran sensorik dan lain-lan[2]. Hal inilah
yang kemudian menjadi titik fokus yang mengharusakan tenaga kesehatan hadapi dan tangani.
Terdapat beberapa cara untuk menghadapi setiap kondisi khusus pada pasien geriatrik.
Yang pertama adalah menghadapi kondisi gangguan pendengaran pada pasien geriatrik. Lansia
hanya dapat mendengar suara yang relatif keras dan tempo suara yang lebih lambat, kalau
terlalu parah lansia memerlukan alat bantu dengar dan perlu melihat mimik (gerak bibir)
kemudian menyimpulkan pesan yang telah disampaikan orang lain.[3] Maka yang hal dan cara
penyampaian yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menghadapi pasien geriatric
dengan gangguan pendengaran adalah dengan cara menyentuh pasien untuk menarik
perhatiannya, memperkecil jarak tenaga kesehatan dengan pasien saat berbicara, pehatikan
juga suara bising lingkungan sekitar, tetap sabar, memperlihatkan mimik muka yang ramah.
Adapun yang tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam mengahadapi pasien geriatric
dengan gangguan pendengaran diantaranya, berbicara dengan terlalu cepat, berbicara langsung
dengan ke telinga pasien karena akan mendistorsi pesan yang diterima, tidak sabaran dan marah.
Yang kedua adalah menghadapi kondisi gangguan penglihatan pada pasien geriatrik.
Lansia dengan gangguan penglihatan tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan melalui
tehnik non verbal. Maka hal dan cara tenaga kesehatan dalam menghadapi pasien geriatric
dengan gangguan penglihatan ini diantaranya, Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat
pasien bila ia mengalami kebutaan parsial atau berkomunikasi secara verbal, identifikasikan
diri dengan menyebutkan nama dan peran tenaga kesehatan, bicara dengan nada suara normal,
terangkan alasan saat menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan
pada pasien, ketika meninggalkan ruangan atau hendak memutuskan komunikasi informasikan
pada pasien, orientasikan pasien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya, orientasikan
pasien pada lingkungannya bila pasien dipindahkan ke lingkungan yang asing baginya. Adapun
hal yang tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehtan pada pasien geriatric dengan gangguan
penglihatan diantaranya, berada di jarak yang terlalu jauh dengan pasien, lebih banyak
menggunakan bahasa tubuh daripada verbal, berkomunikasi dengan tulisan tanpa
membacakannya.
Yang ketiga adalah menghadapi kondisi gangguan proses berpikir. Lansia dengan
gangguan proses berpikir disebabkan karena degenerative fungsj dan kinerja otak. Ciri dari
pasien geriatric dengan gangguan proses berpikir adalah memiliki tingkat perhatian yang
rendah, memiliki ingatan jangka pendek, kesulitan dalam memahami inti pembicaraan. Maka
hal dan cara tenaga kesehatan dalam menghadapi pasien tersebut diantaranya, berbicara dengan
tema yang jelas dan terbatas, jangan menggunakan istilah yang sulit, buatlah informasi yang
akan disampaikan secara singkat, bicara dengan pelan, lakukan pengulanngan dan tanya
kembali apakah pasien tersebur mengerti sejauh ini, berhati-hati dengan bahasa nonverbal
karena dikhawatirkan menimbulkan interpretasi yang berbeda.
Yang keempat adalah menghadapi pasien geriatric yang memiliki serangan jantung atau
stroke. Pasien geriatric jenis ini harus ditangani dengan sangat hati hati. Tenaga kesehatan
diharapkan tidak membuat pasien terkejut dengan informasi yang diberikan atau dengan hal-
hal lain yang dapat membuat pasien terkejut. Para tenaga kesehatan yang berkomunikasi
dengan pasien tersebut juga sebisa mungkin harus menghindari penyampaian diksi yang tidak
sesuai. Jangan sampai memilih diksi yang dapat membuat kesalahpahaman yang membuat
pasien terkejut.
23
Yang terakhir adalah menghadapi pasien geriatrik yang memiliki perbedaan nilai dan
pandangan. Perbedaan nilai dan pandangan pada pasien geriatric ini disebabkan oleh adanya
perbedaan generasi. Terkadang apa yang generasi para tenaga kerja pikirkan berbeda dengan
pikiran, nilai dan pandangan pasien geriatric atau pasien lansia. Karena adanya perbedaan
kultur, kebiasaan, adat, nlai dan pandangan ini lah diharapkan para tenaga kesehatan dapat
menyadari akan adanya kesenjangan tersebut. Sehingga dalam berkomunikasi dengan jenis
pasien ini dapat berjalan lancar dan efektif.
Jadi kesimpulannya bahwa para tenaga kesehatan diharapkan mampu memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi pasien dengan kondisi khusu seperti
geriatric. Para tenaga kesehatan juga harus mampu berkomunikasi dengan mempertimbangkan
kondisi yang beraga dari pasien-pasienya. Ketika para tenaga kesehatan mampu berkomunikasi
dengan efektif dan sesuai dengan objek yang diberi informasi, diharapkan dapat membuat
komunikasi kesehatan berjalan dengan lancar sehingga pesan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dapat tersampaikan dengan baik dan dapat dilakukan serta ditaati oleh pasien.
Tanda-tanda orang depresi yang dapat kita lihat adalah dysphoria (mudah tersinggung,
mood yang buruk, atau sedih), anhedonia (kehilangan rasa tertarik terhadap pekerjaan, hobi,
dan aktivitas-aktivitas lain), terlihat lelah, sulit berkonsentrasi, rendah diri, dan juga keinginan
untuk bunuh diri. Dari gestur yang ditunjukkan kita sudah dapat memprediksi apakah pasien
kita mengalami depresi atau tidak.
Terdapat tanda-tanda pasien yang tidak komunikatif misalanya berpaling ketika diajak
berbicara,menghindari percakapan dengan mengalihkan fokus, atau hanya berbaring di tempat
tidur dengan mata tertutup. Selain itu mereka mungkin merasa benar-benar stres atau
kecemasan oleh situasi baik itu dari perkataan atau perlakuan tenaga kesehatan atau situasi
24
lingkungan yang memperburuk kondisi psikologis. Pasien dapat menunjukan tanda-tanda
kecemasan, depresi, kemarahan, kebingungan, atau nyeri fisik secara eksplisit.
Lloyd dan Bor (1996) merekomendasikan sejumlah pedoman untuk digunakan ketika mencoba
untuk berinteraksi dengan pasien yang tidak komunikatif, sebagai berikut:
1. Bersiaplah untuk menghabiskan waktu tambahan dalam konsultasi
2. Jangan menunjukkan tanda-tanda frustrasi atau kemarahan
3. Amati pasien dengan saksama, terutama perilaku non-verbal mereka
4. Tunjukkan empati, misalnya, dengan menggunakan bahasa tubuh
5. Berikan penjelasan yang jelas tentang tujuan wawancara dan apa informasi yang
diinginkan
6. Gunakan bahasa yang fasilitatif dan pertanyaan tertutup jika perlu.
Duxbury (2000) mengemukakan bahwa jenis intervensi yang berbeda mungkin tepat ketika
berhadapan dengan pasien yang terlalu pasif: Populasi khusus dalam perawatan kesehatan
1. Prescriptif: profesional perawatan kesehatan mungkin perlu meresepkan kursus
langsung tindakan, terutama pada tahap awal, dan kadang-kadang bahkan dilakukan
tindakan atas nama pasien
2. Cathartic: mungkin perlu untuk membantu pasien mengungkapkan perasaan atau emosi
yang tidak teredam yang memengaruhi perilaku mereka, sehingga mereka dapat
ditangani secara lebih langsung
3. Katalitik: tujuan di sini adalah untuk mengembalikan kesejahteraan dengan
memfasilitasi perubahan perilaku dan gaya hidup dengan membantu pasien
mengembangkan dan menggunakan keterampilan baru, agar tumbuhnya keyakinan
pasien.
Ada juga tindakan-tindakan yang harus kita lakukan selain menyiapkan mental untuk
menghadapi pasien yang sedang mengalami depresi. Kita harus bisa berempati dengan pasien.
Dengan berempati pada pasien, kita dapat lebih memahami apa yang mereka rasakan.
Tindakan-tindakan yang akan kita lakukan selanjutnya pun akan menjadi lebih sesuai dengan
kondisi pasien. Empati juga dapat kita tunjukkan pada pasien dengan bahasa non-verbal. Ketika
pasien melihat ini, maka mereka akan dapat melihat kesungguhan kita dalam menangani
penyakitnya, sehingga mereka akan lebih percaya dengan kita. Dalam bertanya gejala yang
dialami pasien pun ada cara khusus yang harus kita lakukan. Kita harus menyampaikan dengan
jelas apa yang kita ingin dengar dari pasien. Kita juga harus menyampaikan secara jelas apa
tujuan kita menanyai mereka. Jika dibutuhkan, kita gunakan pertanyaan tertutup atau
pertanyaan ya dan tidak.3 Pasien yang sedang mengalami depresi akan kehilangan minat. Kita
harus berkomunikasi dengan cara-cara ini untuk mempertahankan minat mereka. Pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat open-ended question memerlukan lebih banyak jawaban, sehingga
pasien mungkin akan menjawab dengan seenaknya saja. Jika kita tidak menjelaskan mengenai
tindakan yang kita lakukan, pasien pun juga akan kehilangan minatnya karena merasa apa yang
kita lakukan ini sia-sia dan tanpa tujuan. Langkah terakhir yang dapat kita lakukan adalah
dengan melakukan follow-up pada pasien setelah dia selesai berobat.1 Dengan melakukan
follow-up pasien akan merasa diperhatikan oleh kita sehingga akan lebih termotivasi dalam
menjalani pengobatannya. Selain itu, dengan melakukan follow-up kita dapat memastikan
pasien masih menjalani pengobatan sesuai dengan yang kita perintahkan.
Ada juga hal-hal yang tidak boleh kita lakukan ketika menghadapi pasien dengan
depresi. Kita tidak boleh tergesa-gesa. Semua tindakan dan perkataan harus benar-benar kita
25
perhatikan, sekecil apa pun itu. Orang yang mengalami depresi sering juga mengalami anxiety
disorder. Hal-hal kecil yang kita lakukan bisa saja membekas diingitan mereka dan akan
dipikirkan terus. Hal ini akan membuat depresi pasien semakin parah dan tentu akan
berdampak pada kondisi kesehatannya. Dalam menyampaikan penyakit pasien pun kita tidak
boleh tergesa-gesa. Berita ini harus disampaikan dengan perlahan-lahan, apalagi jika penyakit
yang diderita parah. Penyakit yang parah akan membuat pasien lebih depresi lagi. Sebelum
menyampaikan kondisi pasien, kita harus menunjukkan bahwa kita siap membantunya dengan
sekuat tenaga kita. Setelah pasien menunjukkan rasa percaya pada kita baru lah kita sampaikan
diagnosisnya. Kita juga harus berhati-hati dalam menunjukkan rasa empati. Empati yang
diucapkan tetapi tidak diikuti gestur yang tepat akan membuat pasien merasa bahwa kita tidak
serius dalam memahami mereka. Ucapan yang kita ucapkan akan terasa seperti ucapan kosong
dan akan menyinggung pasien.
Penutup/Kesimpulan
Dalam melakukan komunikasi pada pasien pasif tenaga kesehatan diharapkan
mempertimbangkan penanganan secara hati-hati agar tidak memperburuk kondisi psikologis
pasien. Teknik penanganan yang dianjurkan oleh Lloyd dan bor (1996) dan intervensi yang
disarankan Duxbury (2000) akan membantu penyelesaian masalah dalam komunikasi pasien
pasif.
Referensi
Daftar Pustaka:
1. Pieter, Heri Zan, 2017 . Dasar- Dasar Komunikasi bagi Perawat:_. 2017
2. Sidiq.(2014). Komunikasi. Diperoleh `12 september 2018.
3. http://digilib.uinsby.ac.id/218/3/Bab%202.pdf
26
4. Effendi, Onong Uchana. 2000. Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
5. Wibowo, Felicia Dewi, 2006. Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Pengembangan Karir
Terhadap Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan, Tesis, Program Magister
Manajemen, Universitas Diponegoro, Surakarta
6. Prabowo,Ovisetya, 2008. Analisis Pengaruh Human Relation, Kondisi Fisik Lingkungan Kerja dan
Leadership Terhadap Etos Kerja Karyawan Kantor Pendapatan Daerah di Pati, skripsi, Program
Strata 1 Manajemen, Universitas Muhammadiyah, Surakarta
7. Cianni, Mary, dan Donna Wnuck, 1997, Individual Growth and Team Enhancement: Moving
Toward a New Model of Career Development, Academy of Management excecutive, Vol 11, No.1,
1997
8. Davis, Keith, 1962, Human Relations at Work, Mc. Graw-Hill Book Company, Ltd., Tokyo.
9. Schiavo R, 2007. Health communication: from theory to practice. 1st ed. USA: Jossey-
Bass.
10. Hekmat-panah J, 2013. Communication with and on behalf of patients. 1st ed. South
Carolina: Create Space Independent Publishing Platform.
11. Hiller A, Guillemin M, Delany C, 2015. Exploring healthcare communication models in
private physiotherapy practice. Patient Educ Couns [Internet]. 98(10): 1222-28. Available
from: https://remote-lib.ui.ac.id:2067/10.1016/j.pec.2015.07.029
12. Maryono T, 2011. Prinsip prinsip komunikasi [Internet]. Jawa Timur: Universitas
Airlangga. Available from: http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/PrinsipPrinsipKomu_TOTOKMARYONO_12901.pdf
13. Cristina Lia Uripni, Untung Sujianto, Tatik Indrawati, 2003. Komunikasi Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
14. Judy C. Pearson, Paul E. Nelson, Scott Titsworth, Lynn Harter, 2011. Human
Communication. New York: McGraw-Hill.
15. Rahmadiana, M. (2012). Jurnal Psikogenesis. KOMUNIKASI KESEHATAN : SEBUAH
TINJAUAN, 1(1): 88-94.
16. Saptaining Wilujeng, C. and Handaka, T. (2017). Komunikasi Kesehatan: Sebuah
Pengantar. 1st ed. Malang: UB Press, p.7.
17. H. Putri, T. and Fanani, A. (2013). Komunikasi Kesehatan. 1st ed. Yogyakarta: Merkid
Press Yogyakarta, pp.23-24.
18. Berry, D. (2007). Health Communication Theory and Practice. New York: Open
University Press.
19. Ramadhan, B. F. (2009). Gambaran persepsi. Bersumber dari
27
20. lib.ui.ac.id/file?file=digital/125416-S-5609-Gambaran%20persepi-Literatur.pdf
21. Setio KAD; 2018. Rangkuman materi komunikasi kesehatan
22. P Lastry; 2014. Bentuk komunikasi
23. Kamus besar bahasa Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia; 2018. Komunikasi.
24.Sikumbang AT. Komunikasi bermedia. Jurnal Iqra’. 2014 May;8(1):63-67.
25. Rahmadiana M. Komunikasi kesehatan: sebuah tinjauan. Jurnal Psikogenesis. 2012
Dec;1(1):88-94.
26. Sari DN. Analisis peran public relations dalam pelaksanaan corporate social
responsibility di pt lanna harita Indonesia. eJournal Ilmu Komunikasi. 2015;3(1):325-339.
27. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Edisi Kelima). Jakarta : Balai Pustaka
28. Ismail, Arianto. 2013. Komunikasi Kesehatan, Komunikasi Antara Dokter Dan Pasien
29. Nurdianti, Siti Rahma. 2014. eJournal lmu Komunikasi, Analisis Faktor-Faktor
30. Hambatan Komunikasi Dalam Sosialisasi Program Keluarga Berencana Pada
Masyarakat Kebon Agung Samarinda, Vol. 2, No. 2, 145-159
31. Rahmadiana, Metta. 2012. Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan. Jurnal
Psikogenesis. Vol. 1, No. 1
32. Rogers, E.M. 1996. The Field Of Health Communication Today: An Up-To-Date Report,
Journal of Health Communication, 1.
Setiawan, Ebta. 2012. KBBI (pesan, komunikasi). https://kbbi.web.id/pesan. Diakses pada tanggal 10
September 2018.
Berry, Dianne. 2007. Health Communication Theory and Practice. Open University Press:
New York.
Hekmat, Javad, Panah. 2013. Communication With and on Behalf of Patients. CreateSpace
Independent Publishing Platform: North Charleston, South Carolina.
28
Haddad M, Buszewicz M, Muprhy B. Supporting people with depression and anxiety [Internet].
London; 2018 [cited 12 September 2018]. Available from:
https://www.mind.org.uk/media/.../MIND_ProCEED_Training_Pack.pdf
Berry D. Health communication: Theory and practice. New York: Health Pshycology; 2007.
Gunawan, D. (2018). PERUBAHAN ANATOMIK ORGAN TUBUH PADA PENUAAN -
Sebelas Maret University Library. [online] Sebelas Maret University Library. Available at:
https://library.uns.ac.id/perubahan-anatomik-organ-tubuh-pada-penuaan/ [Accessed 11 Sep.
2018].
29