Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal
tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan sistem tubuh
lainnya, karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan
eliminasi berfariasi diantara individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering
dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya
insiden kangker kolesterol (Robinson dan Weigley,1989.

Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal dan faktor-
faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung
akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk
meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidak nyamanan.

  

BAB II

PEMBAHASAN

 Definisi kebutuhan eliminasi alvi

Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan proses pengosongan usus. Terdapat dua pusat yang
menguasai refleks untuk buang air besar yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang.
(A.Aziz, 2008 : 71)

Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang
air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air
kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang
berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah (2004) , 48).
 

 Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem
gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas
duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dan diameter 2,5 cm, serta
berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg, HCO3, dan kalsium. Usus besar
dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-
60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari
saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).

Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup ini biasanya
mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mecegah produk buangan untuk
kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap
hari saluran anus menyerap sekitar 800- 1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan
feses mempunyai bentuk dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk
buangan cepat melalui usus besar, maka akan terlalu banyak air yang diserap sehingga feses
menjadi kering dank eras.

Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam
rectum. Panjang rectum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (inci) merupakan saluran anus. Dalam
rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Setiga lapisan tersebut merupakan rectum yang
menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena.

Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali
dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya,1/ 2- 1/3 dari produk
buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses, dan sisanya
sesudah 24- 48 jam berikutnya.

Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal
dengan nama chime, baik berupa air, nutrient, maupun elektrolit kemudian akan diabsorpsi. Usus
akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai
tempat absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan dari mulut hingga
rectum membutuhkan waktu selama 12 jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah
kolon, memiliki beberapa gerakan, diantaranya haustral suffing atau dikenal dengan gerakan
mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air; kontriksi haustral atau
gerakan mendorong zat makanan/ air pada daerah kolon; dengan gerakan peristaltic, yaitu
gerakan maju ke anus.

Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan gas
dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh
sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan
dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang berada di
bawah penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada
fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang
masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.

 Proses defekasi

Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar. Terdapat
dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medulla dan sumsum tulang
belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur
dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter
anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau
mengendur. Selama defekasi. Berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot- otot
dinding perut, diafragma, dan otot- otot dasar pelvis.

Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat makanan lain
yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar
usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan berwarna
coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.

Secara umum, terdapat duam macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam bentuk rektum
sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsangkan gerakan peristaltic, dan
akhirnya feses sampai di anus, di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi;
refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang
saraf rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rectum
dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.

 Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang


berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol sec;ara penuh dalam buang air besar,
sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian pada
usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.

2. Diet

Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat meme:ngaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan
jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.
 

3. Asupan cairan

Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses
absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses defekasi.

4. Aktivitas

Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu keelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan
kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan

Pengabatan juga dapat me:mengaruhinya proses defeekasi seperti pengunaan obat-obatan laksatif
atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defe:kasi. I-lal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup se hat/kebiasaan melakukan buang air besar ditempat yang
bersih atau toilet, maka ketika seseorang terse:but buang air besar ditempat yang terbuka atau
tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit

Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi
lainya.

 
8.Nyeri

Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat
diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya.

Kemungkinan Penyebab:

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA


(cerebro uaskular accident) dan lain-lain.
 Pola defekasi yang tidak teratur.
 Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
 Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
 Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
 Proses menua (usia lanjut).

2. Konstipasi Kolonik

Konstipasi Kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko mengalami
perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dank eras.

Tanda dan klinis:

 Adanya penurunan frekuensi eliminasi


 Feses kering dank eras
 Mengejan saat defekasi
 Nyeri defekasi
 Adanya distensi pada abdomen
 Adanya tekanan pada rectum
 Nyeri abdomen

Kemungkinan penyebab

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, dan
lain- lain
 Pola defekasi yang tidak teratur
 Efek samping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif, dan lain- lain.
 Menurunnya peristaltic

3. Konstipasi dirasakan

Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri penggunaan


laksantif, enema, atau supositoria untuk memastikan defekasi setiap harinya.

Tanda klinis:

 Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara
berlebihan
 Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.

Kemungkinan penyebab:

 Persepsi salah akibat depresi


 Keyakinan budaya.

4. Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran
feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.

Tanda Klinis:

 Adanya pengeluaran feses cair.


 Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
 Nyeri/kram abdomen.
 Bising usus meningkat.

Kemungkinan Penyebab:

 Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.


 Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
 Efek tindakan pembedahan usus.
 Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain.
 Stres psikologis.

5. Inkontinensia Usus

Inkontiinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari
proses de:fekasi normal mengalami proses pengeluaran fesca tak disadari. Hlal ini juga disebut
sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.

Tanda Klinis:

 Pengeluaran feeses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab:

 Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain¬lain.


 Distensi rektum berlebih.
 Kurangmya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain.
 Kerusakan kognitif.

6. Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus.

7. Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan saat
defekasi, dan lain-lain.

8. Fecal Impaction

Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. 1’enyebab konstipasi asupan kurang, aktivitas
kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

 Asuhan keperawatan pada masalah kebutuhan eliminasi alvi

1. Pengkajian Keperawatan

1. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar
pada bayi sebanyak 4-6 kali/ hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan
jumlah rata- rata pembuangan per hari adalah 150 g.

2. Keadaan feses, meliputi:

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab


1 Warna Bayi: kuning Putih, hitam/tar, Kurangnya kadar
atau merah empedu,
perdarahan saluran
cerna bagian atas,
atau perdarahan
saluran cerna
bagian bawah.
Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak
Khas feses dan Amis dan
2 Bau Darah dan infeksi
dipengaruhi oleh makanan perubahan bau
Diare dan absorpsi
3 Konsistensi Lunak dan berbentuk Cair
kurang
Obstruksi dan
Kecil, bentuknya
4 Bentuk Sesuai diameter rektum peristaltic yang
seperti pensil
cepat
Makanan yang tidak Internal bleeding,
Darah, pus, benda
dicerna, bakteri yang infeksi, tertelan
5 konstituen asing, mukus atau
mati, lemak, pigmen benda, iritasi, atau
cacing
empedu, mukosa usus, air inflamasi

3. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet
(makanan yang memengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari,
dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari), aktivitas
(kegiatan sehari- hari), kegiatan yang spesifik, penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stress,
pembedahan/ penyakit menetap, dan lain sebagainya.

4. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau
tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness. Kemudian, pemeriksaan
rectum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda inflamasi, seperti perubahan warna, lesi,
fistula, hemorrhoid, dan massa.

2. Diagnosis Keperawatan
 

1. Konstipasi berhubungan dengan:

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.
 Penurunan respons berdefekasi
 Nyeri akibat hemoroid
 Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)
 Menurunnya peristaltik akibat stress

2. Konstipasi kolonik berhubungan dengan:

 Defek persarafan, kelemahan otot dasar panggul, imobilitas akibat cedera medulla
spinalis, dan CVA
 Penurunan laju metabolism akibat hipotiroidime atau hiperparatiroidisme
 Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)
 Menurunnya peristaltik akibat stress

3. Konstipasi dirasakan berhubungan dengan:

 Penurunan salah akibat penyimpangan susunan saraf pusat, depresi, kelainan obsesif
kompulsif
 Kurangnya informasi akibat keyakinan budaya

4. Diare berhubungan dengan:

 Malabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis, ulkus , dan lain- lain
 Peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolism
 Proses infeksi
 Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)
 Stress psikologis

5. Inkontinensia usus berhubungan dengan:

 Gangguan sfingter rektal akibat cedera rektum atau tindakan pembedahan


 Kurangnya control pada sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain- lain
 Distensi rektum akibat konstipasi kronis
 Kerusakan kognitif
 Ketidakmampuan mengenal atau merespons proses defekasi akibat depresi atau
kerusakan kognitif

6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan


(diare)

3. Perencanaan Keperawatan

Tujuan:

1. Memahami arti eliminasi secara normal


2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup
3. Membantu latihan secara teratur
4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur
5. Mempertahankan defekasi secara normal
6. Mencegah gangguan integritas kulit

Rencana tindakan:

1. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi


2. Kurangi faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti:
1. Konstipasi secara umum

 Membiasakan pasien untuk buang air besar secara teratur, misalnya pergi ke kamar
mandi satu jam setelah makan pagi dan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang
air.
 Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum.
 Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.
 Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut.
 Mengatur posisi yang baik untuk buang air besar, sebaiknya posisi duduk dengan lutut
melentur agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.
 Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang besar
 Berikan obat laksantif, misalnya DulcolaxTM atau jenis obat supositoria.
 Lakukan enema (huknah).

1. Konstipasi akibat nyeri

 Tingkatkan asupan cairan.


 Diet tinggi serat.
 Tingkatkan latihan setiap hari.
 Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
 Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
 Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-36 derajat celcius, selama 15
menit) jika nyeri hebat.
 Berikan pelunak feses.
 Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih 5-10
menit untuk menurunkan tekanan.

1. Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup

 Berikan stimulus untuk defekasi, seperti minum kopi atau jus.


 Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan.
 Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
 Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain- lain.
 Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
1. Inkontinensia Usus
 Pada waktu tertentu, setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.
 Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha latihan.
 Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang tahan lembab, supaya
pasien dan sprei tidak begitu kotor.
 Pakal laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai.
 Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat pengertian perawatan
khusus

3. Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.


4. Pertahankan asupan makanan dan minuman.
5. Bantu defekasi secara manual.
6. Bantu latihan buang air besar, dengan cara:
1. Kaji pola eliminasi normal dan catat waktu ketika Inkontinensia terjadi.
2. Pilih waktu defekasi untuk mengukur kontrolnya.
3. Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah
jam sebelum waktu defekasi ditentukan.
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah (minuman yang
merangsang peristaltik) sebelum waktu defekasi.
5. Bantu pasien ke toilet (program ini kurang efektif jika pasien menggunakan
pispot).
6. Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi (15-20 menit).
7. Instruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut
terus ke bawah dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
8. Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defekasi.
9. Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air dan serat yang adekuat.
10. Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

4. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan

 Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan

Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil
feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur
(pembiakan).

1. Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses yang terdiri atas pemeriksaan
warna, bau, konsistensi, lender, darah, dan lain- lain.
2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan dengan cara
toucher (lihat prosedur pengambilan feses melalui tangan).

Alat:

 Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.


 Etiket khusus.
 Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.

Prosedur kerja

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Anjurkan pasien untuk buang air besar lalu ambil feses melalui lidi kapas yang telah
dikeluarkan, setelah selesai anjurkan pasien untuk membersihkan daerah sekitar anusnya.
4. Masukkan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan.
5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan.

Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot

Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu membuang air besar secara sendiri di kamar kecil
dengan cara membantu menggunakan pispot (penampung) untuk buang air besar di tempat tidur
dan bertujuan memenuhi kebutuhan eliminasi alvi.

Alat dan bahan:


1. Alas/ perlak.
2.
3. Air bersih.
4.
5. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.
6. Sarung tangan.

Prosedur kerja

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi bagian lubang
pispot tepat di bawah rektum.
7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan kepada pasien apakah sudah nyaman atau
belum, kalau belum atur sesuai dengan kebutuhan.
8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang disediakan.
9. Setelah selesai, siran dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
10. Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.
11. Cuci tangan.

Memberikan Huknah Rendah

Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan
hangat ke dalam kolon desenden dengan menggunakan kanula rekti melalui anus, bertujuan
mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan
sebagai dampak dari pascaoperasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam buang air besar.

Alat dan bahan:

1.
2. Irigator lengkap dengan kanula rekti.
3. Cairan hangat kurang lebih 700 ml- 1000 ml dengan suhu 40,5- 43 derajat celcius pada
orang dewasa.
4.
5.
6.
7.
8. Sarung tangan.
9.

Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, letakkan sampiran apabila di bangsal umum atau tutup pintu apabila di
ruang sendiri.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5- 43 derajat celcius) dan
hubungkan kanula rekti, kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air
ke bengkok serta berikan jeli pada ujung kanula.
7. Gunakan sarung tangan dan masukkan kanula kira- kira 15 cm ke dalam rektum ke arah
kolom desenden sampil pasien disuruh bernapas panjang dan pegang irrigator setinggi 50
cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien menunjukkan
keinginan untuk buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau
anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar
rektum hingga bersih.
9. Cuci tangan.
10. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsostensi,dan respons pasien.

Memberikan Huknah Tinggi

Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan kepeawatan dengan cara memasukan cairan
hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus, bertujuan mengosongkan
usus pada pasien prabedah atau untuk prosedur diagnostik.

Alat dan bahan:

1.
2. Irrigator lengkap dengan kanula usus.
3. Cairan hangat (seperti huknah rendah).
4.
5.
6.
7.
8. Sarung tangan.
9.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, gunakan sampiran apabila pasien berada di ruang bangsal umum atau tutup
pintu.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Irrigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan kanula usus,
kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok lalu berikan
jeli pada ujung kanula.
7. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asenden kurang lebih 15- 20 cm sambil
pasien disuruh napas panjang dan pegang irrigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan
buka klem sehingga air mengalir pada rektum sampai pasien menunjukkan keinginan
untuk buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau
anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih
dan keringkan dengan tisu.
9. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien.
10. Cuci tangan.

Memberikan Gliserin

Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan gliserin
ke dalam poros usus menggunakan spuit gliserin, bertujuan merangsang peristaltic usus,
sehingga pasien dapat buang air besar (khususnya pada orang yang mengalami sembelit) dan
juga digunakan untuk persiapan operasi.

Alat dan bahan:

1. Spuit gliserin
2. Gliserin dalam tempatnya
3.
4.
5.
6. Sarung tangan.
7.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur ruangan, apabila pasien sendiri maka tutup pintu, dan gunakan sampiran bila di
ruang bangsal umum.
4. Atur posisi pasien (miringkan ke kiri), dan berikan pengalas di bawah glutea, serta buka
pakaian bawah pasien.
5. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin kurang kebih 10- 20 cc dan cek
kehangatan cairan gliserin.
6. Masukkan gliserin perlahan- lahan ke dalam anus dengan cara tangan kiri mendorong
perenggangan daerah rektum, tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus sampai
pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan ke depan dan anjurkan pasien napas dalam.
7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok. Anjurkan pasien untuk menahan
sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet,
bersihkan dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
8. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons
pasien.
10. Cuci tangan.

Mengeluarkan Feses dengan Jari

Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan jari
ke dalam rectum pasien, digunakan untuk mengambil atau menghancurkan massa feses sekaligus
mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam
pemberian enema tidak berhasil, konstipasi, serta terjadi pengerasan feses yang tidak mampu
dikeluarkan pada lansia.

Alat dan bahan:

1. Sarung tangan.
2. Minyak pelumas/ jeli.
3. Alat penampung atau pispot.
4.
5. Sarung tangan.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli) pada jari telunjuk.
4. Atau posisi miring dengan lutut fleksi.
5. Masukkan jari ke dalam rectum dan dorong perlahan- lahan sepanjang dinding rectum ke
arah umbilikus (ke arah masa feses yang impaksi).
6. Secara perlahan- lahan lunakkan massa dengan masase daerah feses yang impaksi
(arahkan jari pada inti yang keras).
7. Gunakkan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.
8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan,
serta respons pasien.
9. Cuci tangan.

(Hidayat, AAA & Uliyah, M, 2005)

5. Evaluasi Keperawatan
 

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya kemampuan
dalam:

1. Memahami cara eliminasi yang normal.


2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan dengan
adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan, seperti makan dengan tinggi atau
rendah serat (tergantung dari tendensi diare/ konstipasi serta mampu minum 2000- 3000
ml).
3. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri,
dan lain- lain).
4. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien
dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/ enema, berpartisipasi da;am program
latihan secara teratur, defekasi tanpa harus mengedan.
5. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan
defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi inflamasi, dan lain- lain.
6. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak
ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain- lain.

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

     

     

 
 

 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: EGC

Tarwanto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai