Anda di halaman 1dari 29

Analgesik opioid

Riris Nur Afifah


• Analgesik Opioid  sifat seperti opium

• Berasal dari tanaman tanaman Papaver


Somniferum

• Mengandung 20 jenis alkaloid, diantaranya


Morfin, kodein, tebain dan papaverin

• Biasanya digunakan untuk meredakan atau


menghilangkan nyeri

• Dahulu, disebut sebagai analgesik narkotik,


namun istilah tersebut kurang tepat,  tidak
menimbulkan tidur/menurunkan kesadaran
Kerja Opioid Pada Reseptor Opioid
OBAT Reseptor (mu) Reseptor (delta) Reseptor (Kappa)

Peptida
Opioid
Enkefalin Agonis Agonis
B-Endorfin Agonis Agonis
Dinorfin Agonis Lemah
Agonis
Kodein Agonis Lemah Agonis Lemah
Morfin Agonis Agonis Lemah Agonis Lemah
Metadon Agonis
Meperidin Agonis
Fentanil Agonis
Agonis-
Antagonis
Buprenorfin Agonis Parsial
Pentazosin Antagonis/Agonis Agonis
Parsial
Nelbufin Antagonis Agonis
Antagonis
Nalokson Antagonis Antagonis Antagonis
Klasifikasi Obat Golongan Opioid
• Berdasarkan Kerjanya direseptor :
1. Agonis Penuh (kuat)
2. Agonis Parsial (agonis lemah-sedang) 
kompetitif pada reseptor yang sama
3. Campuran Agonis dan Antagonis  subtipe
reseptor yang berbeda
4. Antagonis
Klasifikasi Obat Golongan Opioid

Struktur Agonis Kuat Agonis Campuran Antagonis


Dasar Lemah- Agonis-
Sedang Antagonis
Fenantren Morfin Kodein Nalbufin Nalorfin
Hidromorfon Oksikodon Buprenorfin Nalokson
Oksimorfon Hidrokodon Naltrekson
Fenilheptilamin Metadon Profoksifen
Fenilpiperidin Mepiridin Difenoksilat
Fentanil
Morfinan Levorfanol Butorfanol
Bonzomorfan Petazosin
Morfin dan Alkaloid Opium
• Gugus OH fenolik bebas  efek analgetik,
hipnotik, depresi nafas dan obstipasi
• Gugus OH alkoholik  berlawanan dengan
fenolik
• Adanya kedua gugus OH bebas disertai efek
konvulsif dan efek emetik yang tidak begitu kuat
Farmakodinamik
No Sistem Organ Efek Yang Ditimbulkan
1. Susunan Saraf Pusat 1. Euforia (pada pasien nyeri, sedih dan
menderita)
2. Dosis terapi (15-20 mg) morfin akan
menimbulkan tidur dengan cepat dan nyeyak
disertai mimpi, nafas lambat dan miosis
3. Analgesia (dengan cara berikatan dengan
reseptor opioid yg terdapat di SSP dan medula
spinalis  transmisi dan modulasi nyeri) 
spesifik
4. Eksitasi (mual dan muntah)  stimulasi
emetic CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone)
5. Miosis (perangsangan pada segmen otonom
inti saraf okulomotor)
6. Depresi Nafas (akibat efek langsung terhadap
pusat nafas di batang otak, tanpa
menimbulkan tidur dan kehilangan
kesadaran)
No Sistem Organ Efek Yang Ditimbulkan
2. Saluran Cerna 1. Efek lemah menghambat seksresi HCl
(pergerakan lambung berkurang)
2. Mengurangi sekresi empedu dan
pankreas, << pencernaan makanan di
usus halus
3. Usus Besar (>> tonus usus besar  isi
kolon diperlambat  tinja keras)

3. Sistem Kardiovaskular Perubahan terjadi pada dosis toksik 


efek depresi pada pusat vagus dan pusat
vasomotor, tekanan darah turun 
hipoksia
4. Otot Polos Lain >> Tonus, amplitudo serta kontraksin ureter
dan kandung kemih
5. Kulit Dosis terapi  pelebaran pembuluh
darah, merah, terasa panas
Farmakokinetik
• Morfin menembus mukosa, tidak kulit utuh,
diabsorpsi melalui kulit luka  lebih efektif
pemberian parenteral

• Metabolisme (konjungasi dengan asam


glukoronat di hepar, sebagian besar dikeluarkan
dalam bentuk bebas)

• Eksresi (terutama melalui ginjal, sebagian kecil


morfin bebas ditemukan di tinja dan keringat,
melintasi sawar urin dan mempengaruhi janin)
Indikasi
• Terhadap Nyeri
• Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-
opioid
• Biasanya digunakan untuk nyeri yang
menyertai; infark miokard, neoplasma, kolik
renal/empedu, oklusio pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner, nyeri akibat trauma
(luka bakar, fraktur dan pasca bedah)
• Terhadap Batuk

• Edema Paru Akut


secara intravena dapat
mengurangi/menghilangkan sesak nafas akibat
edema pulmonal yang menyertai gagal jantung
kiri

• Efek Antidiare
menghentikan diare berdasarkan efek langsung
terhadap otot polos usus
Toleransi, adiksi dan abuse
• Terjadi toleransi dan ketergantungan fisik setelah
penggunaan berulang merupakan gambaran spesifik obat-
obat opioid dibatasi penggunaanya

• Adiksi morfin, menyangkut fenomena;


1. Habituasi
2. Ketergantungan Fisik
3. Adanya Toleransi

Gejala Abstinensi (Gejala putus obat  penghentian morfin


secara tiba-tiba)
Addiction liability berbeda pada masing-masing obat
1. Heroin dapat menimbulkan eforia yang kuat yang tidak
disertai mual dan konstipasi
2. Kodein paling jarang menimbulkan adiksi dalam dosis
terapi
Ketergantungan dan penghentian obat
• Ketergantungan psikologi jarang muncul
pada anak jika opioid digunakan untuk
penanganan nyeri, tetapi toleransi dapat terjadi
selama penggunaan jangka panjang, oleh karena
itu obat sebaiknya dihentikan secara bertahap
untuk menghindari gejala putus obat.
Interaksi Obat Dan Sediaan
• Efek Depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat
dan diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat
monoamin oksidase dan antidepresi trisiklik

• Morphin sediaan dalam bentuk garam HCl, garam


sulfat atau fosfat alkaloid morphin, dengan kadar 10
mg/mL

• Kodein dalam bentuk basa bebas atau bentuk garam


HCl. Satu tablet dapat mengandung 10 mg, 15 mg
maupun 20 mg
Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin
• Meperidin dikenal juga dengan petidin
• Bekerja sebagai agonis reseptor (mu)
• Mirip dengan morphin, meperidin
menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi
nafas dan efek sentral lain
• Diindikasikan hanya untuk menimbulkan
analgesia yang masa kerjanya lebih pendek
daripada morphin
• Misalnya untuk tidakan diagnostik (sistoskopi,
gastroskopi, pneumoensefalografi
Farmakodinamik
• Analgesia
Mirip dengan morphin, timbul setelah 15 menit
pemberian, kadar puncak tercapai dalam 2 jam
• Sedasi, Euforia dan eksitasi
Berbeda dengan morfin, dosis toksik meperidin
kadang menimbulkan perangsangan SSP (tremor,
kedutan otot dan konvulsi)
• Saluran Nafas
dalam dosis ekuianalgetik menimbulkan depresi
nafas sama = morphin
• Efek Neural
menimbulkan mual dan muntah  kepekaan alat
keseimbangan
• Sistem Kardiovaskuler
pemberian dosis terapi tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskuler, tidak menghambat kontraksi
miokard dan tidak mengubah gambaran EKG

• Otot Polos
Efek spasmogenik terhadap lambung dan usus kecil
lebih lemah daripada morphin

• Uterus
Dosis terapi meperidin yang diberikan sewaktu
partus tidak memperlambat kelangsungan partus
dan tidak mengubah kontraksi uterus. Meperidin
tidak menggangu kontraksi atau involusi uterus
pasca persalinan dan tidak menambah frekuensi
perdarahan pasca-persalinan.
Farmakokinetik
• Absorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun
berlangsung baik
• Kecepatan tidak teratur setelah suntikan IM
• Kadar puncak plasma dicapai dalam 45 menit
• 50% obat mengalami metabolisme lintas pertama
• Metabolisme terutama di hati, mengalami hidrolisis
menjadi asam meperidinat  konjungasi
• Eksresi, meperidin bentuk utuh sangat sedikit
ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis
meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk
derivat N-demetilasi
Efek Samping, Kontra indikasi
• Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang
ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering,
mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi

• Kontraindikasi mirip dengan morphin dan opioid lainnya

• Pada pasien penyakit hati dan orangtua dosis  dikurangi 


perubahan pada disposisi obat

• Dosis juga perlu dikurangi, bila diberikan bersama


antipsikosis, hipnotik sedatif dan obat-obat lain penekan SSP

• Dimetabolisme menjadi norpetidin yang dapat terakumulasi,


terutama pada gangguan fungsi ginjal; norpetidin
menstimulasi sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan
kejang.
Adiksi dan Toleransi
• Toleransi terhadap efek depresi meperidin
timbul lebih lambat dibandingkan dengan
morpin

• Timbulnya toleransi lambat bila interval


pemberian lebih dari 3-4 jam

• Gejala putus obat pada penghentian tiba-tiba


penggunaan mepiridin timbul lebih cepat tapi
berlangsung lebih singkat daripada gejala
setelah penghentian morphin dengan gangguan
sistem otonom lebih ringan
>> Sediaan
• Meperidin HCl
Tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan 100 mg dan ampul
50 mg/ml

• Loperamid
berfungsi untuk menghambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sikuler dan longitudinal usus. Diduga
karena berikatan dengan reseptor opioid  pengobatan diare
kronik.

• Fentanil dan Derivatnya


Merupakan opioid sintetik dari golongan fenilpiperidin dan
bekerja sebagai agonis reseptor (mu)
Banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk
mencapai puncuk analgesia lebih singkat dibanding morphin
dan meperidin
Fentanil dan derivatnya dapat mengurangi frekuensi jantung
dan sedikit menurunkan tekanan darah
Metadon
Farmakodinamik
1. Efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat
dengan efek 10 mg morfin, setelah pemberian
berulang kali timbul efek sedasi yang jelas, karena
mungkin adanya efek akumulasi
2. Dapat menyebabkan vasodilatasi perifer 
hipotensi ortostatik

Farmakokinetik
1. Setelah suntikan subkutan, kadar plasma tinggi
selama 10 menit pertama
2. 90% terikat dengan protein plasma
3. Biotransformasi  Hati (N-demetilasi)
4. Hasil biotransformasi (pirolidin dan pirolin)
ditemukan dalam urin dan tinja
>> Indikasi Metadon
• Metadon digunakan sebagai pengganti morfin
atau opioid lain (heroin) untuk mencegah atau
mengatasi gejala-gejala putus obat yang
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut
(berlangsung lama dan lambat)
Agonis Parsial
• Tramadol
Analog kodein sintetik yang merupakan agonis
reseptor (mu) yang lemah

efektif utuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi


untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah

Untuk nyeri persalinan tramadol sama efektif


dengan meperidin dan kurang menyebabkan
depresi pernafasan pada neonatus
Mekanisme Kerja: Inhibisi ambilan norepinefrin
dan seratonin dan merangsang reseptor alfa2-
adrenegik

Efek analgesia timbul dalam 1 jam setelah


penggunaan oral, mencapai kadar puncak dalam 2-3
jam

Bioavailabilitas secara oral 68%, 100% secara IM

Mengalami metabolisme di hati

Eksresi di ginjal
Antitusif Non-Opioid
• Dekstrometorfan
Mekanisme kerja:
Meningkatkan ambang rangsang refleks batuk
secara sentral, kekuatannya mirip dengan kodein.
Jarang menimbulkan kantuk dan gangguan saluran
cerna

• Noskapin
sebagai antitusif
merupakan penglepas histamin yang poten sehingga
dalam dosis besar dapat menyebabkan
bronkokonstriksi dan hipotensi sementara
CONTOH OBAT
• KODEIN FOSFAT
• Indikasi:
Nyeri ringan sampai sedang; diare; antitusif.
• Peringatan:
Penggunaan antitusif yang mengandung kodein atau
opioid analgesik sejenis tidak direkomendasikan
pada anak-anak dan sebaiknya dihindari seluruhnya
pada anak di bawah satu tahun.
• Dosis:
per oral, 30-60 mg setiap 4 jam ketika dibutuhkan,
hingga maksimal 240 mg sehari; anak 1-12 tahun, 3
mg/kg bb sehari dengan dosis terbagi.
Melalui injeksi intramuskular, 30-60 mg setiap 4
jam ketika dibutuhkan.
CONTOH OBAT
• PETIDIN HCL

• Indikasi:
Nyeri sedang sampai berat; analgesia obstetrik; analgesia perioperatif.
• Peringatan:
Tidak cocok untuk nyeri berat yang berkepanjangan.
• Kontraindikasi:
Gangguan fungsi ginjal berat.
• Efek Samping:
Konvulsi dilaporkan pada overdosis.
• Dosis:
Nyeri akut, oral 50-150 mg tiap 4 jam; anak: 0,5-2 mg/kg bb; anak-anak 0,5-2 mg/kg bb.
Injeksi subkutan atau intramuskular, 25-100 mg, diulang setelah 4 jam; ANAK, injeksi
intramuskular, 0,5-2 mg/kg bb.
Injeksi intravena perlahan, 25-50 mg, diulang setelah 4 jam.
Analgesia obstetrik, injeksi subkutan atau intramuskular, 50-100 mg, diulang 1-3 jam
kemudian bila perlu; maksimum 400 mg dalam 24 jam.
Pramedikasi, injeksi intramuskular, 25-100 mg 1 jam sebelum pembedahan; anak 0,5-2 mg/kg
bb.
Nyeri pasca bedah, injeksi subkutan atau intramuskular, 25-100 mg setiap 2-3 jam jika
diperlukan; anak, injeksi intramuskular, 0,5-2 mg/kg bb.

Catatan: selama pasca bedah, pasien sebaiknya dimonitor secara saksama pada penghilangan
rasa nyerinya juga efek samping yang mungkin timbul, terutama penekanan pernapasan.
CONTOH OBAT
• TRAMADOL HCL
• Indikasi:
Nyeri sedang sampai berat.

• Peringatan:
Riwayat epilepsi (dilaporkan timbulnya konvulsi, biasanya setelah injeksi intravena yang
cepat); hindari pada kehamilan (lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5); tidak sesuai
sebagai terapi pengganti pada pasien ketergantungan opiat.
Anestesi Umum: Tidak direkomendasikan sebagai analgesik pada awal kerja anestesi
umum (menyebabkan meningkatnya risiko pembatalan pembedahan).

• Efek Samping:
Perasaan tidak nyaman di perut, diare, hipotensi, dan hipertensi okasional, dilaporkan juga
terjadi paraestesia, anafilaksis, dan kebingungan.

• Dosis:
oral, 50-100 mg tidak boleh lebih sering dari 4 jam; total pemakaian lebih dari 400 mg per
hari tidak selalu dibutuhkan. Anak-anak tidak direkomendasikan. Intramuskular atau
intravena (lebih dari 2-3 menit) atau infus intravena, 50-100 mg setiap 4-6 jam.
Nyeri pasca bedah, dosis awal 100 mg kemudian 50 mg tiap 10-20 menit, jika diperlukan
selama 1 jam pertama hingga total maksimum 250 mg (termasuk dosis awal) pada 1 jam
pertama, kemudian 50-100 mg tiap 4-6 jam, maksimum 600 mg per hari. Anak-anak tidak
direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai