Peptida
Opioid
Enkefalin Agonis Agonis
B-Endorfin Agonis Agonis
Dinorfin Agonis Lemah
Agonis
Kodein Agonis Lemah Agonis Lemah
Morfin Agonis Agonis Lemah Agonis Lemah
Metadon Agonis
Meperidin Agonis
Fentanil Agonis
Agonis-
Antagonis
Buprenorfin Agonis Parsial
Pentazosin Antagonis/Agonis Agonis
Parsial
Nelbufin Antagonis Agonis
Antagonis
Nalokson Antagonis Antagonis Antagonis
Klasifikasi Obat Golongan Opioid
• Berdasarkan Kerjanya direseptor :
1. Agonis Penuh (kuat)
2. Agonis Parsial (agonis lemah-sedang)
kompetitif pada reseptor yang sama
3. Campuran Agonis dan Antagonis subtipe
reseptor yang berbeda
4. Antagonis
Klasifikasi Obat Golongan Opioid
• Efek Antidiare
menghentikan diare berdasarkan efek langsung
terhadap otot polos usus
Toleransi, adiksi dan abuse
• Terjadi toleransi dan ketergantungan fisik setelah
penggunaan berulang merupakan gambaran spesifik obat-
obat opioid dibatasi penggunaanya
• Otot Polos
Efek spasmogenik terhadap lambung dan usus kecil
lebih lemah daripada morphin
• Uterus
Dosis terapi meperidin yang diberikan sewaktu
partus tidak memperlambat kelangsungan partus
dan tidak mengubah kontraksi uterus. Meperidin
tidak menggangu kontraksi atau involusi uterus
pasca persalinan dan tidak menambah frekuensi
perdarahan pasca-persalinan.
Farmakokinetik
• Absorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun
berlangsung baik
• Kecepatan tidak teratur setelah suntikan IM
• Kadar puncak plasma dicapai dalam 45 menit
• 50% obat mengalami metabolisme lintas pertama
• Metabolisme terutama di hati, mengalami hidrolisis
menjadi asam meperidinat konjungasi
• Eksresi, meperidin bentuk utuh sangat sedikit
ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis
meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk
derivat N-demetilasi
Efek Samping, Kontra indikasi
• Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang
ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering,
mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi
• Loperamid
berfungsi untuk menghambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sikuler dan longitudinal usus. Diduga
karena berikatan dengan reseptor opioid pengobatan diare
kronik.
Farmakokinetik
1. Setelah suntikan subkutan, kadar plasma tinggi
selama 10 menit pertama
2. 90% terikat dengan protein plasma
3. Biotransformasi Hati (N-demetilasi)
4. Hasil biotransformasi (pirolidin dan pirolin)
ditemukan dalam urin dan tinja
>> Indikasi Metadon
• Metadon digunakan sebagai pengganti morfin
atau opioid lain (heroin) untuk mencegah atau
mengatasi gejala-gejala putus obat yang
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut
(berlangsung lama dan lambat)
Agonis Parsial
• Tramadol
Analog kodein sintetik yang merupakan agonis
reseptor (mu) yang lemah
Eksresi di ginjal
Antitusif Non-Opioid
• Dekstrometorfan
Mekanisme kerja:
Meningkatkan ambang rangsang refleks batuk
secara sentral, kekuatannya mirip dengan kodein.
Jarang menimbulkan kantuk dan gangguan saluran
cerna
• Noskapin
sebagai antitusif
merupakan penglepas histamin yang poten sehingga
dalam dosis besar dapat menyebabkan
bronkokonstriksi dan hipotensi sementara
CONTOH OBAT
• KODEIN FOSFAT
• Indikasi:
Nyeri ringan sampai sedang; diare; antitusif.
• Peringatan:
Penggunaan antitusif yang mengandung kodein atau
opioid analgesik sejenis tidak direkomendasikan
pada anak-anak dan sebaiknya dihindari seluruhnya
pada anak di bawah satu tahun.
• Dosis:
per oral, 30-60 mg setiap 4 jam ketika dibutuhkan,
hingga maksimal 240 mg sehari; anak 1-12 tahun, 3
mg/kg bb sehari dengan dosis terbagi.
Melalui injeksi intramuskular, 30-60 mg setiap 4
jam ketika dibutuhkan.
CONTOH OBAT
• PETIDIN HCL
• Indikasi:
Nyeri sedang sampai berat; analgesia obstetrik; analgesia perioperatif.
• Peringatan:
Tidak cocok untuk nyeri berat yang berkepanjangan.
• Kontraindikasi:
Gangguan fungsi ginjal berat.
• Efek Samping:
Konvulsi dilaporkan pada overdosis.
• Dosis:
Nyeri akut, oral 50-150 mg tiap 4 jam; anak: 0,5-2 mg/kg bb; anak-anak 0,5-2 mg/kg bb.
Injeksi subkutan atau intramuskular, 25-100 mg, diulang setelah 4 jam; ANAK, injeksi
intramuskular, 0,5-2 mg/kg bb.
Injeksi intravena perlahan, 25-50 mg, diulang setelah 4 jam.
Analgesia obstetrik, injeksi subkutan atau intramuskular, 50-100 mg, diulang 1-3 jam
kemudian bila perlu; maksimum 400 mg dalam 24 jam.
Pramedikasi, injeksi intramuskular, 25-100 mg 1 jam sebelum pembedahan; anak 0,5-2 mg/kg
bb.
Nyeri pasca bedah, injeksi subkutan atau intramuskular, 25-100 mg setiap 2-3 jam jika
diperlukan; anak, injeksi intramuskular, 0,5-2 mg/kg bb.
Catatan: selama pasca bedah, pasien sebaiknya dimonitor secara saksama pada penghilangan
rasa nyerinya juga efek samping yang mungkin timbul, terutama penekanan pernapasan.
CONTOH OBAT
• TRAMADOL HCL
• Indikasi:
Nyeri sedang sampai berat.
• Peringatan:
Riwayat epilepsi (dilaporkan timbulnya konvulsi, biasanya setelah injeksi intravena yang
cepat); hindari pada kehamilan (lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5); tidak sesuai
sebagai terapi pengganti pada pasien ketergantungan opiat.
Anestesi Umum: Tidak direkomendasikan sebagai analgesik pada awal kerja anestesi
umum (menyebabkan meningkatnya risiko pembatalan pembedahan).
• Efek Samping:
Perasaan tidak nyaman di perut, diare, hipotensi, dan hipertensi okasional, dilaporkan juga
terjadi paraestesia, anafilaksis, dan kebingungan.
• Dosis:
oral, 50-100 mg tidak boleh lebih sering dari 4 jam; total pemakaian lebih dari 400 mg per
hari tidak selalu dibutuhkan. Anak-anak tidak direkomendasikan. Intramuskular atau
intravena (lebih dari 2-3 menit) atau infus intravena, 50-100 mg setiap 4-6 jam.
Nyeri pasca bedah, dosis awal 100 mg kemudian 50 mg tiap 10-20 menit, jika diperlukan
selama 1 jam pertama hingga total maksimum 250 mg (termasuk dosis awal) pada 1 jam
pertama, kemudian 50-100 mg tiap 4-6 jam, maksimum 600 mg per hari. Anak-anak tidak
direkomendasikan.