Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data di dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1,2
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009
tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.1,2
Di Riau, penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian serius dari semua
pihak, mengingat penyakit ini sangat potensial untuk terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
merupakan ancaman bagi masyarakat luas. Jumlah kasus DBD Provinsi Riau tahun 2010
dilaporkan sebanyak 1.003 kasus dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR= 18,1 per
100.000 penduduk) dan kematian sebanyak 26 orang (CFR = 2,6%). Angka CFR = 2,6%, di
Prop Riau sudah melampau Indikator Nasional yaitu CFR akibat DBD kurang dari 1%.1,2
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi ringan hingga
berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Diagnosis harus ditetapkan
secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini tentu harus dilakukan sesegera mungkin.
Hingga saat ini penatalaksanaan DBD belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi
suportif yaitu dengan penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan
penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien sehingga mengurangi kematian pada pasien DBD.1

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.AP
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
MRS : 18 November 2019, 01.02 WIB
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan Demam Sejak ± 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien datang dengan keluhan demam sejak ± 5 hari SMRS, demam naik turun, mual

(+), muntah (+) isi cairan > 5x, mencret (-), sudah tidak BAB sejak 5 hari SMRS,

nafsu makan dirasakan menurun, nyeri perut (+) seluruh bagian perut, muntah campur

darah merah, agak kehitaman, pasien sudah berobat ke RSUD Mattaher hari jumat

dengan keluhan yang sama

 Riwayat buang air kecil & besar tidak ada gangguan


Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat hipertiroid (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat stroke (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :

2
Os bekerja sehari-hari sebagai pegawai swasta dan tinggal bersama istri dan anaknya
. Riwayat pengobatan teratur (-), riwayat alkohol (-), riwayat merokok (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD =124/74 mmHg, T=36,9 C, N=99x/i, RR=21x/i, SpO2= 100%

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
Mata
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-), konjungtiva hemoragik (-)
 Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
 Pupil : isokor
Leher
 JVP : 5+2 cmH2O
 Tiroid : tidak teraba
 KGB : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V Linea Axilaris Anterior sinistra
Palpasi : Teraba ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea Axilaris Anterior sinistra
Batas Kanan : ICS II Linea parasternal dextra
Auskultasi : bunyi jantung reguler, murmur (-), Gallop (-).
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri

3
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, venektasi (-).
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah Rutin (08/12/2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 4,9 (4-10,0 103/mm3)
RBC 5,14 (3,5-5,5 106/mm3)
HGB 14,8 (11,0-16 g/dl)
HCT 44,2 (35,0-50,0 %)
PLT 73 (100-300 103/mm3)
MCV 88,7 (80-100 fl)
MCH 29,2 (27-34 pg)
MCHC 329 (320-360g/dl)
GDS 121 mg/dl

Kesan : Trombositopenia

2.5 Diagnosa Kerja


DHF Grade II
2.6 Tatalaksana
 Istirahat/Diet ML

 IVFD Asering 40 tpm

 Inj Omeprazole 40 mg

 Inj Ondancentron 3x4 mg

 Inj Transamin 2x250 mg (jika ada perdarahan spontan)

 Inj Dexa 2x1 amp

4
 Paracetamol 3x500 mg K/P T≥37,5 C (PO)

 Sucralfat syr 3x1C (PO)

 Cek DR/hari

 Obs TTV

2.7 Edukasi
 Penjelasan tentang penyakit pasien beserta pengobatan dan komplikasi kepada
keluarga pasien
2.8 Prognosis
 Quo Vitam : Dubia ad bonam
 Quo Functionam : Dubia ad bonam
 Quo Sanactionam : Dubia ad malam

2.9 Follow Up
Tabel 2.1 follow up pasien
Tanggal Perkembangan
09/12/19 S : Demam (+) , Mual (+), Muntah (+), Muntah Darah (-), Muntah
Warna Kehitaman (-)
O : TD: 100/60 mmHg N : 88x/menit RR: 20x/menit T : 37,8 C
SPO2: 99%
Paru
 Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-),
Wheezing (-)
Jantung
 Auskultasi : bunyi jantung reguler, murmur (-), Gallop (-).
Laboratorium
PLT : 49
HCT : 45.0
WBC : 4.4
HGB: 15.1

A : Febris H-6 ec DHF Grade II

5
P:
 Diet ML
 IVFD Asering 40 tpm makro
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
 Inj Ondancentron 3x4 mg
 Inj Transamin 3x250 mg (jika ada perdarahan spontan)k/p
 PCT infus 1 gr (extra)
 Paracetamol 3x500 mg K/P T≥37,5 C (PO)
 Sucralfat syr 3x1C (PO)
 Cek DR perhari
10/12/19 S : Demam H-7 (-), sakit perut (-)
O : TD:110/60 N: 86x/menit RR: 20x/menit T : 36,6 C
Paru
 Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-),
Wheezing (-)
Jantung
 Auskultasi : bunyi jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-).

Laboratorium :
PLT : 32
HCT: 43.1
WBC : 4.3
HGB: 14.5
A : DHF Grade II
P:
 Diet ML
 IVFD Asering 40 tpm makro
 Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
 Inj Ondancentron 3x4 mg
 Inj Transamin 3x250 mg (jika ada perdarahan spontan)k/p
 PCT infus 1 gr (extra)
 Paracetamol 3x500 mg K/P T≥37,5 C (PO)
 Sucralfat syr 3x1C (PO)
 Cek DR perhari
 (+) Inj. Dexamethason 2x1 amp
21/10/19 S:-

6
O : TD:130/70 N: 82x/menit RR: 21x/menit T : 36,6
Paru
 Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-),
Wheezing (-)
Jantung
 Auskultasi : bunyi jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-).

Laboratorium :
PLT : 81
WBC : 3,4
A : DHF Grade I
P:
 IVFD RL : Widodex 2:1 30 tpm
 Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
 Ambroxol syr 3 x 1 C
 paracetamol 3 x 500 mg
ACC Pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/ atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh.3

7
2.2 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue anggota genus Flavivirus, yang diketahui
memiliki empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Dari keempat serotipe
tersebut, serotipe DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Secara morfologi, Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106.4
Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Vektor
adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan
DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus
sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium
pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air atau wadah
yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih.1

2.3 Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor
ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali akan
memberikan gejalan seperti Demam Dengue (DD). Apabila orang tersebut mendapat infeksi
berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan, maka reaksi yang ditimbulkan akan
berbeda.4,5
DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali
mendapatkan infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di nodus
limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial
(RES) dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks
virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang
berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, sehingga permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat.4,5
Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP. Trombosit melepaskan
vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor
3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya aktivasi faktor XII akan
menyebabkan pembekuan intravaskular yang meluas dan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah.4,5
Perjalanan penyakit DBD terbagi dalam 3 fase yaitu yaitu febris, kritis, dan
recovery (penyembuhan).6

8
a) Fase febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya
akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan
penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena
itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan ( warning signs) dan parameter lain sangat
penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis. Warning signs meliputi:
 Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati > 2 cm
 Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari- hari pertama demam, namun
dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada
wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi
walau lebih jarang. Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan
adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran
hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba hingga 2- 4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan
ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif
leukosit, yangdapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.
b) Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung
turun dan pasien tampak seakan- akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal
kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38 oC yang biasanya terjadi
pada hari ke 3- 7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding
lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.

9
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan
asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi seperti kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di
sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Saat terjadi
syok berkepanjangan,organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi,
asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan
perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.

c) Fase penyembuhan
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan
ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan
kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis
normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan
disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga
sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi
yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah
demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini
perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung
kongestif.

10
Gambar 2.1 Perjalanan DBD2
2.4 Manifestasi klinis

Klasifikasi manifestasi klinis infeksi virus dengue (WHO, 1999) :7

Gambar 2.2 Manifestasi infeksi virus dengue.7

2.5 Diagnosis

Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi sebagai berikut:7
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbita
 Mialgia/atralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)

11
 Leukopenia, Trombositopenia
Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi :7

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan yang ditandai
dengan :
- Uji bendung positif
- Ptekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi) atau
perdarahan tempat lain
- Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl)
4. Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites,
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Efusi pleura dan atau
hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia,
mendukung diagnosa demam berdarah dengue.8,9
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahan, yaitu:8,9
Derajat I : Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.
Derajat II : Manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang bias terjadi
dalam bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.

12
Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan cepat,
penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, disertai
kulit lembab dan dingin serta gelisah.
Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi.

2.6 Penatalaksanaan

Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD bersifat
simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan perdarahan yang terjadi.
Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu 12- 24 jam akan mengalami kematian.
Manajemen terpenting pada pasien DHF adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan
monitoring laboratorium.4
Manajemen demam DBD sama seperti penatalaksanaan DD. Paracetamol
direkomendasisikan untuk menurunkan suhu dibawah 39oC. Pemberian cairan oral sangat
direkomendasikan selama pasien dapat mentolerir cairan yang diberikan seperti halnya pasien
diare. Cairan IV perlu diberikan terutama jika pasien muntah terhadap makanan atau cairan
yang diberikan.6

Protokol I. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue dewasa tanpa


syok
Apabila didapatkan nilai Hb, Ht dan trombosit seperti: 7
1. Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol ke polklinik dalam waktu 24 jam berikutnya
dimana dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan Leukosit, trombosit tiap 24 jam, atau apabila
keadaan pendrita memburuk, segera kembali ke IGD
2. Hb, Ht normal tapi trombosi <100.000, dianjurkan untuk dirawat
3. Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

Protokol II. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue dewasa


diruang rawat
Pasien tersangka demam berdarah dengue tanpa perdarahan spontan dan masif dan
tanpa syok, diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti rumus : 7
1500+(20 x(BB dalam kg-20)

13
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000, jumlah pemberian cairan
tetap sesuai rumus diatas dengan pemantauan Hb,Ht trombosit tiap 12 jam
2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol III

Protokol III. Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan Ht >20 %


Peningkatan Ht > 20 % berarti tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5 %. Tetapi
awal pemberian cairan adalah infuse cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam:7
1. Bila terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht menurun,
frekuensi naïf (hearts rate) turun, tekanan darah stabil, produksi meningkat, maka
cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah
pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi lagi menjadi 3 ml/KgBB/jam. Jika
keadaan tetap membaik, maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
2. Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht dan
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg, produksi menurun, maka
naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik
setelah pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam,
tetapi bila keadaan tidak membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam
dan bila perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien sesuai
dengan protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
pemberian terapi awal.

Protokol IV. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada demam berdarah dengue


dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah epistaksis yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis
dan melena atau hematoskezia), hematuria, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi
dengan jumlah perdarahan 4-5 cc/ KgBB/jam. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis didapatkan tanda-
tanda koagulsi intravaskular diseminata/ KID (protrombin time), PTT (partial protrombin
time), fibrinogen, D-Dimer atau CT (clotting time), BT (blooding time), tes parakoagulasi
dengan ethanol gelation test. Tranfusi komponen darah sesuai indikasi, seperti FFP (fresh

14
frozen plasma) jika terdapat defisiensi faktor pembekuan dengan PT dan APTT yang
memanjang, PRC (packed red cell) bila Hb < 10 gr% dan tranfuse trombosit jika terdapat
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/ µl disertai atau tanpa
KID.7

Protokol V. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.

Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau resusitasi
cairan dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/ KgBB, evaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100 mmHg, tekanan nadi . 20
mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume cukup, akral hangat, kulit tidak pucat
dan diuresis 0,5-1 cc/KgBB/jam), jumlah cairan dikurangi 7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan
tetap stabil 60-120 menit, pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi,
cairan perinfus dihentikan mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan O2 2-4 L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam pertama
kemungkinan terjadinya renjatan berulang. Bila pada fase awal pemberian cairan renjatan
belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat berarti perembesn plasma masih
berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.7
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kg BB,
evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang kateter vena sentral untuk
memantau kecukupan cairan dan cairan koloid dinaikkan hingga jumlah maksimum 30
ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH 2O. Bila
keadaan belum teratasi, periksa dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi,
anemia, KID, infeksi sekunder. Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau
vasopresor.7

Suplementasi PSIDII Folium Extract 11


Kunci keberhasilan penanganan penderita DBD adalah kecepatan peningkatan
trombosit dan pencegahan rehidrasi cairan tubuh yang mengarah ke fase syok. Telah tersedia
obat yang dapat meningkatkan trombosit dan mencegah rehidrasi cairan tubuh yaitu PSIDII.
Tersedia dalam sediaan sirup untuk anak-anak dan kapsul untuk dewasa. Sediaan sirupnya
manis sehingga dapat diterima oleh anak-anak. PSIDII mengandung ekstrak daun jambu biji
(Psidii folium extract) 71,4%. Mekanisme kerja PSIDII dapat menghambat

15
perkembangbiakan virus dengue dengan menghambat enzim reverse transcriptase. Selain itu
juga dapat meningkatkan kadar GM-CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit
sebagai bahan awal trombosit, sehingga produksi trombosit dapat ditingkatkan.

Dari beberapa penelitian dan uji klinik, disimpulkan bahwa PSIDII memiliki
keunggulan dalam meningkatkan jumlah trombosit dengan cepat pada DBD derajat I dan II
dengan mekanisme menghambat replikasi virus dengue dan meningkatkan jumlah GM-CSF
yang menstimulir pembentukan megakrosit sebagai bahan awal trombosit. Efek samping
yang teramati adalah minimal konstipasi.

PSIDII

 KOMPOSISI : Tiap kapsul PSIDII mengandung: Ekstrak daun jambu biji (Psidii
folium) 71.4% dan amilum sampai 100% (setara dengan ekstrak Psidii folium 500
mg)
 INDIKASI : Membantu meningkatkan jumlah trombosit.
 DOSIS DAN CARA PEMBERIAN : 1-2 kapsul, 3 kali sehari.
 KONTRAINDIKASI : -
 PERINGATAN DAN PERHATIAN : _
 EFEK SAMPING : -
 KEMASAN : Kotak, 1 botol @ 50 kapsul.

BAB IV

16
ANALISA KASUS

1. Demam tanpa perdarahan spontan


Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami demam tinggi sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, timbul mendadak, hilang timbul, gusi berdarah(-) , badan terasa lemas,
nyeri otot dan persendian terasa pegal-pegal, dan trombositopenia. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan kriteria klinis dari demam berdarah dengue yaitu demam tinggi mendadak, tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, disertai nyeri kepala, mialgia
dan atralgia, petekie, rumple leed positif dan trombositopenia (100.000/ mm 3 atau kurang)
ditambah dengan ada atau tanpa perdarahan spontan. Demam dapat disebabkan oleh karena
invasi dari bakteri, virus, ataupun parasit, pada pasien ini didapatkan demam tinggi dan
mendadak,ini menandakan bahwa kemungkinan besar pasien terinfeksi virus, hal ini
didukung juga dengan tidak terjadinya penurunan leukosit (leukopeni).
Pada awal perjalanan penyakit, DBD akan terlihat seperti penyakit infeksi bakteri,
virus atau infeksi parasit lain seperti demam tifoid, campak, influenza, demam chikungunya
atau pun leptospirosis. Adanya trombositopenia yang jelas dapat membedakan antara DBD
dengan penyakit lain.
Diagnosis demam chikungunya (DC) pada pasien ini dapat disingkirkan karena pada
DC nyeri pada persendian sangat hebat, terus menerus, bahkan anggota gerak akan sulit
digerakkan. Pada hari-hari pertama, diagnosis DC sulit dibedakan dengan penyait DBD,
namun pada DC tidak dijumpai leukopenia, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung
jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada
DC.
Pada demam thyfoid yang membedakannya dengan DBD dalam minggu pertama
suhu tubuh meninggi secara bertingkat. Lebih tinggi pada sore dan malam hari,terdapat lidah
putih serta kotor, tepi lidah kelihatan merah. Demam thyfoid mungkin bisa dipikirkan karena
pada pasien ini didapatkan demam yang terjadi baru 4 hari SMRS.

2. Trombositopenia
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien didapatkan trombositopenia,
yaitu trombosit <100.000/mm3. Hal ini sesuai dengan criteria dari demam berdarah dengue.
Trombositopenia terjadi pada hari ke 3-8. Dalam kepustakaan menyebutkan trombositopenia
pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, destruksi dan

17
pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.

3. Leukopenia
Jumlah leukosit pada pasien demam berdarah dengue bervariasi dari leukopeni ringan
hingga leukopeni sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam pertama dan ketiga
pada 50% kasus DBD ringan.
Pada pasien dijumpai leukosit yang <5000/mm 3. Hal ini sesuai dengan kepustakaan,
leukopenia merupakan salah satu gejala laboratorium dari demam berdarah dengue.

4. Mual, muntah dan nyeri ulu hati


Mual, muntah dan nyeri ulu hati juga merupakan gejala dari demam berdarah
dengue. Mual, muntah dan nyeri ulu hati ini disebabkan oleh infeksi yang menyerang tubuh
akan menyerang retikuloendotelial, sehingga sistem ini bisa terganggu dan menyebabkan
reaksi antigen antibodi yang merangsang hipotalamus, sehingga menimbulkan peningkatan
suhu tubuh serta mengaktivasi anafilaksis dan kompensasinya adalah mual, muntah dan
nyeri ulu hati. Selain itu nyeri ulu hati ini juga bisa terjadi akibat pengaruh mual, muntah dan
anoreksia, dimana terjadi gangguan asupan makanan dan cairan.

Gejala yang terdapat pada pasien ini sesuai dengan kriteria diagnosis dari Demam
Berdarah Dengue Berdasarkan klasifikasi derajat demam berdarah dengue, pasien ini sesuai
dengan klasifikasi demam berdarah dengue derajat I . dimana terdapat gejala berupa demam,
nyeri mialgia, dengan trombositopenia tanpa perdarahan spontan . Pada pasien ini tidak
terjadi perdarahan spontan seperti gusi berdarah , BAB hitam , Petekie , seperti pada DBD
grade II ataupun kegagalan sirkulasi seperti akral dingin dan lembab, serta gelisah, sehingga
pasien ini belum termasuk klasifikasi demam berdarah dengue derajat III.
Tatalaksana demam berdarah dengue adalah tatalaksana yang bersifat suportif.
Kebocoran plasma akibat respon imunologi akan berhenti dengan sendiri. Umumnya yang
diberikan kepada pasien adalah cairan pengganti cairan tubuh, istirahat yang cukup, nutrisi.
Selain itu diberikan pula obat antipiretik, dengan menghindari pemberian aspirin dan NSAID
karena obat-obat tersebut dapat memicu pendarahan. Hal yang paling penting juga dalam
tatalaksana demam berdarah dengue adalah:
1. monitoring tanda-tanda shock, biasanya selama fase afebril (hari ke-4-6);
2. monitoring kesadaran, denyut nadi, dan tekanan darah;

18
3. monitoring hematokrit (Ht) dan jumlah platelet.
Pilihan cairan menurut WHO adalah pemberian cairan kristaloid, yaitu cairan yang
mengandung elektrolit. Penatalaksaan pada pasien ini dapat dilakukan penatalaksanaan
demam berdarah dengue pada pasien dewasa berdasarkan kriteria: jenis terapi protokol II.
Pasien tersangka demam berdarah dengue dewasa di ruang rawat.
Protokol 2 ( DBD tanpa perdarahan spontan masif dan syok)4
 Berikan cairan kristaloid dengan rumus : 1500 + {20x (BB dalam kg- 20)} dalam 24
jam
 Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus, pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan
Ht>20%.
Pada pasien didapatkan nilai trombosit yang terus menurun, namun turunnya nilai
trombosit tidak disertai perdarahan spontan sehingga pada pasien tidak perlu dilakukan
transfusi trombosit. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien dengan adanya
perdarahan yang masif. Jumlah trombosit yang rendah bahkan sampai dibawah 20.000 tanpa
perdarahan yang signifikan bukan merupakan indikasi untuk diberikan trombosit sehingga
kadar trombosit yang rendah saja tidak memerlukan transfusi trombosit.5
Pasien juga di berikan Terapi berupa Injeksi Omeprazole 2 x 40 mg yang berupa
preparat Proton Pump Inhibitor yang berfungsi menghambat sekresi asam lambung dengan
tujuan mengurangi keluhan mual dan muntah , serta di berikan Ambroxol Syr 3 x 1 c yang
merupakan agen mukolitik dengan tujuan memperingan keluhan Batuk pasien .

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Demam berdarah dengue. Buletin jendela epidemiologi,


volume 2; Agustus 2010
2. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010.
November 2011
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011. Jakarta. 2012
4. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of dengue
hemorrhagic fever. Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ramathibodi
Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand; 2005
5. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI. 2001
6. Guideline for clinical management of dengue fever, dengue haemorrhagic fever and
dengue shock syndrome. Directorate on national vector borne desease control
programme; 2008
7. WHO. Dengue, Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. 2009.
8. Departemen kesehatan RI. Tatalaksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf
9. Suroso T, dkk. Tatalaksana Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999. 1-55
10. Shashidhara KC et al. Effect of High Dose of Steroid on Plateletcount in Acute Stage
of Dengue Fever with Thrombocytopenia. J Clin Diagn Res. 2013 July; 7(7): 1397–
1400.
11. Kabar Sehat edisi 009, Oktober Desember 2010 Hal. 2
http://www.dexa-medica.com/newsandmedia/news/detail.php?idc=2&id=728

20

Anda mungkin juga menyukai