A. Identitas Pasien
Nama : SN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31 tahun
Tanggal lahir : 2 April 1986
Alamat : Bugel
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada: Selasa, 22 Agustus 2017
Dilakukan secara: autoanamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 3 jam SMRS
1
G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit ringan-Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Glasgow Coma Scale : E4M6V5 (15)
Keadaan gizi : Baik
Airway : Clear
Tekanan Darah : 150/80
Breathing : Spontan, 26x/menit
Circulation : Akral hangat, suhu 37’C
Nadi : 113x/menit
Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-) , sklera ikterik (-)
Mulut : Faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar, lidah kotor (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis (+) ICS V linea midclavicular sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Batas atas ICS III linea sternalis dextra
Batas Kiri ICS V line midclavicularis sinistra
Batas Kanan ICS IV line sternalis dextra
Auskultasi : S1 S2 normal dan regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pernapasan simetris tanpa ada bagian yang
tertinggal, spider naevi (-), pectus excavatum (-),
pectus carinatum (-), barrel chest (-), massa (-), lesi
(-), scar (-), rash (-), retraksi intercostal (-), retraksi
supraclavicular (-), pernapasan abdominothoracalis
(-), penggunaan otot pernapasan abdomen (-).
Palpasi : Taktil fremitus (+) pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar
normal, peranjakan pada ICS V.
Auskultasi : Wheezing (+/+)
2
Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar, distensi (-), lesi (-), scar (-),
striae (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus 6x/menit, metallic sound (-), bruit
aorta abdominalis (-), bruit aorta renalis (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, nyeri ketuk
costoverterbral angle (-)
Palpasi : Abdomen lembut, distensi (-), massa (-), nyeri
tekan (-) , nyeri lepas (-), McBurney sign (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ballotement (-/-)
Ekstremitas :Akral simetris, hangat, tremor (-), pucat (-), sianotik (-), ikterik (-
), petechiae (-), deformitas (-), edema (-), CRT normal (<2 detik),
fungsi sensoris dan motoris normal, kuku normal.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium – Pemeriksaan Darah Lengkap
3
I. Hasil pemeriksaan ACT (asthma control test)
Pertanyaan Skor
1 2 3 4 5
Dalam 4 minggu selalu sering kadang jarang Tidak
terakhir, seberapa sering pernah
penyakit asma
mengganggu Anda
dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari
Dalam 4 minggu Lebih dari 1x sehari 3 – 6x 1 – 2x Tidak
terakhir, seberapa sering 1x sehari seminggu seminggu pernah
Anda mengalami sesak
napas
Dalam 4 minggu 4x atau 1 – 2x 1x 1 – 2x Tidak
terakhir, seberapa sering lebih seminggu seminggu sebulan pernah
gejala asma seminggu
menyebabkan Anda
terbangun di malam hari
atau lebih awal dari
biasanya
Dalam 4 minggu >3x sehari 1 – 2x 2 – 3x <1x Tidak
terakhir, seberapa sering sehari seminggu seminggu pernah
Anda menggunakan obat
semprot darurat atau
4
obat oral untuk
melegakan pernapasan
Bagaimana penilaian Tidak Kurang Cukup Terkontrol Terkontrol
Anda terhadap tingkat terkontrol terkontrol dengan penuh
control asma Anda sama baik
dalam 4 minggu terakhir sekali
Klasifikasi kendali asma adalah:
Asma tidak terkontrol : 19
Asma terkontrol sebagian : 19 – 24
Asma terkontrol : 25
Skor kendali asma pasien adalah 12 yang berarti asma tidak terkontrol.
J. Resume
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang berat sejak 3 jam SMRS.
Sesak terjadi secara tiba-tiba dan biasanya dipicu dengan aktivitas dan udara dingin,
dengan disertai batuk, suara mengi, dan tidak ada nyeri dada. Frekuensi sesak 3 – 6 kali
per minggu dan membaik dengan salbutamol.
Pasien menyangkal adanya nyeri dada, jantung berdebar, dan juga sesak pasien tidak
dipengaruhi posisi ataupun membangunkan pasien di malam hari.
Pemeriksaan fisik didapatkan terdapat wheezing pada kedua lapang paru pasien.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati dan riwayat gastritis.
5
K. Diagnosis Kerja
Asma bronkiale
L. Diagnosis Banding
Vocal cord dysfunction: seringkali memiliki gejala yang sama dengan asma dan tidak
membaik dengan pengobatan asma, biasanya membaik dengan berbicara, nafas cepat,
atau tertawa karena tidak menyebabkan penutupan dari chorda vocalis ke saluran
pernapasan.
Tumor saluran nafas: seringkali tumor memiliki keluhan serupa dengan asthma
contohnya adalah endobronchial carcinoid dan mucoepidermoid tumors.
Aspirasi benda asing: dapat menimbulkan wheezing dan biasanya pada gambaran X-ray
ditemukan adanya radiolucent benda asing atau tidak terlihat sama sekali dan bisa
ditemukan adanya hyperinflation dari sumbatan saluran nafas dan infiltrate dari oklusi
bronkus atau normal sama sekali.
Bronkitis kronik: inflamasi dari bronkus biasanya datang dengan keluhan batuk
berdahak, demam, dan pada kasus yang bersamaan dengan COPD dapat terjadi dyspnea
dan sianosis.
Pulmonary migraine: terdiri atas asma rekuren, batuk dengan sputum tebal, nyeri
punggung bawah dan menjalar ke bahu, subtotal atau total atelectasis dari 1 segment atau
lobus, terkadang disertai mual dan muntah. Gejala seringkali disertai nyeri kepala fokal.
Penyempitan dari bronchi dengan sekresi mucus terus menerus, hipertropi otot polos, dan
penebalan dinding bronkus.
Gagal jantung kongestif: gagal jantung kiri menyebabkan peningkatan tekanan dari
pembuluh darah pulmonal sehingga menyebabkan edema. Edema menyebabkan
menurunnya elastisitas paru dan menyebabkan sensasi sesak nafas dan wheezing. Cardiac
asthma ditandai dengan wheezing yang disebabkan sekunder oleh karena bronchospasm
pada pasien gagal jantung kongestif dan berhubungan dengan paroxysmal nocturnal
dyspnea dan nocturnal coughing.
PPOK: memiliki gejala yang sangat mirip dengan asma namun tidak terdapat perbaikan
dengan pemberian pengobatan asma. Untuk membedakan asma dan PPOK sebagai
berikut:
6
7
Asma PPOK
Onset usia Biasanya dibawah 35 tahun Biasanya diatas 40 tahun
Gejala awal Biasanya sesak nafas dan Biasanya batuk kronis dan
wheeze berdahak
Pemicu serangan Sering dan jelas Kurang jelas
Riwayat merokok Bebas Sering
Bebas gejala diantara Biasanya iya Biasanya tidak
serangan
Hiperinflasi Jarang Sering
Cor pulmonale Tidak Mungkin terdapat
Hiperkapnea kronik Tidak Mungkin terdapat
Eosinophilia perifer Sering Tidak
IgE meningkat
Hypoxemia atau Tidak Sering pada kasus lanjut
hiperkapnea kronik
Respon terhadap Biasanya iya Tidak
kortikosteroid inhalasi
8
M. Evaluasi yang diperlukan
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memastikan pasien diagnosis asma adalah:
Pulmonary function testing:
Spirometry
Pada pasien yang tidak serangan akut biasanya mendapatkan hasil yang normal.
Namun ketika sedang bergejala terjadi limitasi dari saluran nafas dimana
menyebabkan FEV1 lebih rendah daripada batas bawah normal.
Pada pemeriksaan FEV1/FVC ratio juga didapatkan < 0.7. FVC biasanya didapatkan
normal atau mendekati normal, namun dapat berkurang jika terjadi air trapping atau
submaximal inhalation.
Respond bronchodilator
9
Pada pasien asma seharusnya didapatkan reversibilitas dari pemberian penanganan
akut beta-agonist. Kriteria yang direkomendasikan adalah adanya peningkatan FEV1
dan/atau FVC >12% atau setidaknya 200 mL.
Peak expiratory flow
PEF diukur dengan exhalasi cepat dan maksimal. Alat yang digunakan kecil sehingga
mudah untuk dilakukan.
Bronchoprovocation challenge
Pasien diberikan methacholine atau modalitas lainnya untuk mengindikasikan
obstruksi saluran pernapasan yang reversibel.
Pengukuran status alergi
Komponen alergi dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit (prick test) atau
pengukuran IgE spesifik serum.
N. Treatment
Penanganan pada pasien asma terdiri atas terapi farmakologik dan non-farmakologik.
Terapi yang diberikan kepada pasien:
Pada tanggal: 21 Agustus 2017
o Omeprazole: 40 mg IV BD
o Ibuprofen: 400 mg PO TDS
o Ceftriaxone: 2 gr IV OD
o Bronsolvan: 150 mg PO BD
o Methylprednisolone: 10 mg PO TDS
o Ventolin: Nebul 1 resp QDS
o Pulmicont: Nebul 1 resp BD
Pada tanggal: 22 Agustus 2017
o KSR: 1 dose PO BD
o Combivent: Nebul 1 resp TDS
o Pulmicont: Nebul 1 resp TDS
10
O. Tinjauan Pustaka
Definisi
Asma adalah penyakit saluran napas gangguan inflamasi kronik yang melibatkan banyak
sel dan elemenya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat
dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.
Patogenesis Asma
Asma melibatkan berbagai sel inflamasi terutama sel mast, eosinophil, sel limfosit T,
makrofag, neutrophil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan lainnya berperan sebagai
penyebab atau pencetus dari inflmasi saluran napas pada penderita asma.
Inflamasi Akut
Pencetus asma dapat berupa berbagai allergen, virus, iritan yang menginduksi repons
inflamasi.
Reaksi asma tipe cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan akan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi akan mengeluarkan preformed mediator
seperti histamine, protease, dan newly generated mediator seperti leukotriene,
prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus,
dan vasodilatasi.
Reaksi fase lambat
Reaksi ini timbul 6 – 9 jam setelah provokasi allergen dan melibatkan aktivasi
eosinophil, sel T CD4+, neutrophil, dan makrofag.
Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi seperti limfosit T, eosinophil, makrofag, sel mast, sel
epitel, fibroblast, dan otot polos bronkus.
Limfosit T
11
Limfosit T bergerak sebagai orchestra inflamasi yang akan menginduksi sel B
untuk mensistesis IgE, dan juga akan menghasilkan IL-3, IL-5, dan GM-CSF yang
berperan dalam maturasi, aktivasi, dan memperpanjang ketahanan hidup eosinophil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi dapat mengekspresi membrane markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Eosinofil
Eosinofil mengandung granul protein eosinophil cationic protein (ECP), major
basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin
(EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dan aktivasi nya mengeluarkan berbagai
mediator inflamasi dan sitokin yang menambah proses inflamasi kronik saluran
pernapasan.
Makrofag
Makrofag menghasilkan berbagai mediator dan berperan dalam proses inflamasi
serta airway remodeling.
Airway Remodeling
12
Proses inflamasi kronik akan diikuti dengan proses penyembuhan dan perbaikan dimana
sel-sel rusak akan diganti dengan sel baru. Perbaikan dengan sel baru tersebut dapat
dengan sel parenkim yang sama ataupun scar tissue. Mekanisme ini juga diikuti dengan
perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos
dan kelenjar mucus.
Perubahan struktur yang terjadi:
Hipertrofi dan hyperplasia otot polos jalan napas
Hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mucus
Penebalan membrane reticular basal
Pembuluh darah meningkat
Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Konsekuensi dari hal ini adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperaktiviti
jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.
Epidemiologi
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. SKRT
tahun 1995 menunjukkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.
Faktor resiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan
faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk predisposisi genetik, alergik (atopi),
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin, dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu
untuk asma dimana dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau gejala asma yang
menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja,
asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan
besarnya keluarga.
13
Tanda dan Gejala
Riwayat penyakit pasien bersifat episodic, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan, gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak. Gejala
pasien timbul/memburuk terutama malam/dini hari. Diawali oleh faktor pencetus yang
bersifat individu dan dapat membaik dengan pemberian bronkodilator. Pemeriksaan jasmani
adalah mengi pada auskultasi. Pada serangan ringan mengi hanya terdengar pada ekspirasi
paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar pada serangan berat, biasanya
14
disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, suka bicara, takikardia, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas.
Diagnosis
Pemeriksaan spirometry atau faal paru dapat membantu untuk menilai pasien namun
diperlukan adanya instruksi yang jelas dan pasien yang kooperatif. Manfaat pemeriksaan
spirometry dalam diagnosis asma:
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1<80%
Reversibility, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10 – 14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dapat diperoleh dengan pemeriksaan spirometry
atau peak expiratory flow meter. Maneuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa
membutuhkan koperasi penderita. Manfaat APE dalam diagnosis asma:
Reversibility, perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator, atau
bronkodilator oral 10 – 14 hari atau respins terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2
minggu)
Variability, melalui variasi diurnal APE yang dikenal dengan variability APE harian
selama 1 – 2 minggu. Variability juga dapat digunakan menilai derajat berap
penyakit.
Cara mengukur APE adaah dengan mendapatkan nilai terendah di pagi hari dan nilai
tertinggi di malam hari. Rata-rata APE dapat diperoleh dengan 2 cara:
Mengambil nilai pagi hari sebelum bronkodilator dan malam hari sebelumnya
sesudah bronkodilator. Jika nilai >20% dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam – APE pagi
Variabiliti harian = ----------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan GINA 2017 kriteria yang dapat digunakan untuk membuat diagnosis asma:
15
1. Riwayat dari berbagai gejala pernapasan
Gejala khas adalah mengi, sesak napas, dada sesak, batuk
Orang-orang dengan asma biasanya memiliki lebih dari 1 gejala berikut
Gejala terjadi secara variabel di berbagai waktu dengan berbagai intensitas
Gejala sering terjadi atau memburuk pada malam hari atau sedang berjalan
Gejala sering dipicu oleh aktivitas fisik, tertawa, allergen, atau udara dingin
Gejala sering terjadi atau memburuk dengan infeksi viral
2. Bukti dari limitasi ekspirasi saluran pernapasan yang variabel
Setidaknya sekali saat proses diagnosis saat FEV1 rendah, dokumentasi bahwa
FEV1/FVC menurun. Dimana pada orang normal ratio nya > 0.75 – 0.80 pada dewasa,
dan >0.90 pada anak-anak
Dokumentasi dari variasi fungsi paru yang berlebihan dibandingkan dengan orang
normal, seperti:
o FEV1 meningkat >12% dan 200 mL setelah menggunakan bronchodilator. Ini
dinamakan ‘bronchodilator reversibility’
o Rata-rata dari APE diurnal >10%
o FEV1 meningkat >12% dan 200 mL dari baseline setelah 4 minggu penggunaan anti
inflamasi
Semakin besar variasinya, atau semakin sering variasi berlebih didapatkan, semakin
yakin atas diagnosis asma
Tes mungkin diperlukan untuk diulang saat gejala, saat pagi hari, atau saat tidak
menggunakan obat bronchodilator
Bronchodilator reversibility mungkin tidak didapatkan saat sedang serangan akut berat
atau infeksi viral. Jika bronchodilator tidak menghasilkan reversibilitas saat tes pertama,
penanganan berikutnya berdasarkan urgensi klinis dan ketersediaan dari tes lainnya
Untuk tes lainnya yang dapat membantu diagnosis adalah bronchial challenge tests
Penanganan
Penanganan dari asma memiliki 2 tujuan yaitu:
1. Mengurangi kerusakan,
16
Dimana kerusakan yang dimaksud adalah intensitas dan frekuensi dari gejala asma
dan derajat sebagaimana gejala ini menghambat fungsi pasien.
2. Mengurangi resiko
Resiko dalam artian dimana asma dapat menyebabkan berbagai masalah lain yang
timbul seperti pertumbuhan paru yang suboptimal (pada anak), kehilangan fungsi
paru perlahan (dewasa), dan efek samping dari pengobatan asma.
Selain dari pengobatan, pasien juga diedukasi untuk dapat mengontrol asma. Edukasi
yang diberikan antara lain adalah cara menghindari atau mengurangi eksposur terhadap
pencetus asma, mengerti bagaimana penggunaan obat inhaler dengan baik dan benar,
mengerti obat yang perlu diminum secara teratur.
Identifikasi dari faktor pemicu asma sangat krusial untuk penyembuhan pasien dan
pengurangan keperluan pasien terhadap obat-obatan. Sehingga perlu ditanyakan gejala
sesak tidak hanya di rumah namun juga di tempat kerja yang memungkinkan adanya
paparan allergen ataupun iritan.
Beberapa faktor pemicu tidak dapat dihindari seperti penyakit saluran pernapasan,
penggunaan tenaga, fluktuasi hormonal, dan emosi ekstrim. Pemicu yang lainnya dapat
diidentifikasi dan dihindari, seperti:
Alergen yang terhirup
Allergen dapat berupa kutu debu, bulu hewan, jamur, tikus, dan kecoak.
Iritan pernapasan
Iritan termasuk asap rokok, asap dari pembakaran kayu, parfum dan bau yang
kuat, produk pembersih dengan klorin, dan polusi udara.
Kondisi komorbid
Kondisi tertentu dapat menyebabkan keadaan asma tidak terkontrol dengan baik,
seperti PPOK, allergic bronchopulmonary aspergillosis, gastroesophageal reflux,
obesitas, obstructive sleep apnea, rhinitis/sinusitis, disfungsi chorda vocalis, dan
depresi atau stress kronik.
Medikasi / obat-obatan
17
Beta-blocker nonselektif dapat menyebabkan serangan asma bahkan dari obat
tetes mata dapat diserap dan menyebar sistemik. Aspirin dan NSAIDs dapat
memicu asma pada 3 – 5% pasien asma dewasa.
Komplikasi influenza
Vaksinasi influenza direkomendasikan pada semua pasien asma karena
peningkatan resiko dari komplikasi infeksi influenza.
Komplikasi infeksi pneumococcal
Vaksinasi pneumococcal direkomendasikan untuk dewasa dengan asma yang
cukup parah dan perlu menggunakan obat-obat controller.
Diet sulfites
Sulfite digunakan industry makanan untuk mencegah diskolorasi. Sebanyak 5%
dari pasien asma dapat mengalami eksaserbasi dengan makan makanan ataupun
minum minuman yang mengandung sulfite seperti bir, anggur, kentang yang telah
diproses, udang, dsb.
Penanganan rawat jalan asma disesuaikan dengan derajat beratnya asma (GINA, 2012)
Derajat asma Gejala Gejala Fungsi faal paru Terapi rawat
malam jalan
Intermiten *Gejala <1x/minggu 2x/bulan *VEP1 atau APE Agonis-β2
*Gejala selain 80% prediksi kerja cepat
eksaserbasi tidak ada *Variabilitas VEP1
*Eksaserbasi ringan atau APE <20%
Persisten *Gejala >1x/minggu, >2 kali *VEP1 atau APE Agonis-β2
ringan tetapi <1x/hari sebulan 80% prediksi kerja cepat,
*Serangan dapat *Variabilitas VEP1 KSI dosis
mengganggu aktivitas atau APE 20 – 30% rendah
dan tidur
Persisten *Gejala setiap hari >1x/minggu *VEP1 atau APE 60 Agonis-β2
sedang *Serangan – 80% prediksi kerja cepat,
mengganggu aktivitas *Variabilitas VEP1 KSI dosis
dan tidur atau APE >30% rendah, ABKP
*Membutuhkan
18
bronkodilator setiap
hari
Persisten *Gejala setiap hari Sering *VEP1 atau APE Agonis-β2
berat *Eksaserbasi sering 60% prediksi kerja cepat,
dan mengganggu *Variabilitas VEP1 KSI dosis
aktivitas atau APE >30% tinggi, ABKP
*Aktivitas fisik dan/atau KSO
terbatas
19
inhalasi (400 – 800 ug
BD atau
ekuivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Asma persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon /
berat glukokortikosteroid metilprednisolon oral
(>800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekuivalennya) dan agonis ditambah agonis beta-2
beta-2 kerja lama kerja lama oral, ditambah
ditambah 1 dibawah ini: teofilin lepas lambat
Teofilin lepas lambat
Leukotriene modifiers
Glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan: bila tercapat asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan
kondisi asma tetap terkontrol
20
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk Mengantuk,
terlentang membungkuk gelisah,
kesadaran
menurun
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Frekuensi napas <20/menit 20 – 30/menit >30/menit
Nadi <100 100 - 120 >120 Bradikardia
Pulsus - +/- + -
paradoksus
Otot bantu napas - + + Kelelahan otot
dan retraksi torakoabdominal
suprasternal paradoksal
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
paksa ekspirasi
APE >80% 60 – 80% <60%
PaO2 >80 mmHg 80 – 60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91 – 95% <90%
21
Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit
22
Penatalaksaan serangan asma di rumah
Monitoring Asma
Keadaan asma dapat dimonitor oleh pasien secara mandiri
Pelangi asma
Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada/ minimal gejala
23
APE: 80 – 100% nilai dugaan/terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.
Kuning
Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa
berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/atau APE 60 – 80% prediksi/ nilai
terbaik
Mebutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari
APE <60% nilai dugaan/terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera
hubungi dokter atau ke rumah sakit.
Rujuk Spesialis
Pasien dirujuk kepada ahli paru atau ahli alergi jika:
Pasien mengalami eksaserbasi yang mengancam jiwa
Pasien yang memerlukan penanganan rawat inap atau lebih dari 2 runtutan
kortikosteroid oral dalam 1 tahun
Pasien dewasa yang membutuhkan penanganan regimen persisten berat atau anak-
anak yang memerlukan penanganan regimen persisten sedang
Asma tidak terkontrol setelah 3 – 6 bulan terapi aktif dan monitoring
Pasien tampak tidak responsive terhadap terapi
Diagnosis asma tidak pasti
Kondisi lain yang menjadi penyulit dalam penanganan asma (nasal polyposis,
chronic sinusitis, rhinitis berat, allergic bronchopulmonary aspergillosis, PPOK,
disfungsi chorda vocalis, dsb)
24
Tes diagnosis tambahan diperlukan (tes alergi dengan kulit, bronchoscopy, tes
fungsi paru lengkap)
Pasien dapat menjadi kandidat dari allergen immunotherapy
Pasien merupakan kandidat yang baik untuk terapi dengan biologics (omalizumab,
menolizumab, reslizumab) atau bronchial thermoplasty
Indikasi lain yang memungkinkan merujuk yaitu:
Pasien dewasa yang memerlukan penanganan regimen persisten sedang atau lebih
tinggi atau pasien anak-anak dibawah 5 tahun dengan penanganan regimen
persisten ringan atau lebih ringgi
Pasien dengan kemungkinan pemicunya dari lingkungan kerja
Pasien yang memiliki masalah psikososial atau psikiatrik yang menggangu
penyembuhan dari asma.
25
Inhalasi dari asam lambung dalam jumlah kecil masuk ke dalam paru. Asam ini
dapat menyebabkan bronchokonstriksi dengan reflex vagal. Konten lambung dapat
menyebabkan kerusakan pada epitelium saluran pernapasan seperti pepsin.
Penanganan
Penanganan dari pasien asma dengan gejala refluks gastroesophageal dapat ditangani
dengan pemberian PPI dosis tinggi seperti lansoprazole (30 mg) atau esomeprazole (40
mg). Pemberian kedua obat ini tidak banyak signifikan terhadap outcome primer pasien
namun terdapat penurunan dari eksaserbasi asma.
Rujuk Spesialis
Rujuk kepada ahli gastroenterology diindikasikan jika tidak ada perbaikan gejala dengan
pemberian PPI 2x sehari atau pasien memiliki alarming symptoms seperti disfagia,
odinofagia, penurunan berat badan akut, atau anemia.
Endoskopi tidak diindikasikan untuk evaluasi pasien asma namun diperlukan jika
terdapat alarming symptoms. Beberapa ahli juga merekomendasikan untuk dilakukan
pada pasien berusia >50 tahun dengan gejala GERD >10 tahun. Endoskopi diperlukan
untuk evaluasi Barrett’s esophagus.
26
27