Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
2.1 Definisi ................................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................................................ 2
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 4
2.5 Diagnosis ............................................................................................................. 5
2.6 Diagnosis Banding .............................................................................................. 6
2.7 Tatalaksana .......................................................................................................... 7
2.8 Prognosis ............................................................................................................. 7
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
Kepribadian adalah keseluruhan emosional dan perilaku seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Kepribadian bersifat stabil dan dapat diramalkan, tetapi dapat
mengalami perubahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisik.1
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi
beberapa bidang dari kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan
pribadi dan sosial.2 Menurut Kaplan dan Sadock, kepribadian merupakan semua
karakteristik yang beradaptasi dari lingkungan.3
Berdasarkan DSM-5 gangguan kepribadian dikelompokkan menjadi 3
kelompok: Kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan
skizotipal. Kelompok B terdiri dari gangguan kepribadian narsistik, histrionik,
antisosial, dan ambang. Kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar,
dependen, dan obsesif-kompulsif. Individu dengan gangguan kepribadian sering kali
menolak bantuan dari psikiatri. Mereka juga tidak menyadari perilaku maladaptif
yang dimiliki.3
Pada seorang individu dengan gangguan kepribadian ambang memiliki emosi
yang tidak stabil, perilaku impulsive dan dapat merusak diri sendiri. Perilaku yang
demikian, seringkali membuat dokter mengalami kesulitan dalam pengobatan pasien.
Pemahaman yang baik terhadap proses emosional pada gangguan kepribadian ini,
dapat menolong dokter dalam proses pengobatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan kepribadian ambang atau dikenal juga dengan Borderline Personality
Disorder (BPD) adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan
ketidakstabilan emosi, perilaku impulsif dan dapat merusak diri sendiri.4 kata
“borderline” (ambang) menggambarkan bahwa gangguan ini terletak diantara
atau diperbatasan dengan gangguan mental dan neurotik. Pada umumnya,
gangguan kepribadian ambang muncul pada masa remaja atau dewasa awal.
Biasanya gangguan ini disertai dengan penyalahgunaan alkohol dan obat
terlarang.5

2.2 Epidemiologi
Sekitar 1-2% penduduk dapat diperkiran memenuhi kriteria gangguan kepribadian
ambang.1 Angka prevalensi BPD di Amerika sebesar 1,6%, sedangkan di Inggris
dan Norwegia sebesar 0,7%. Diperkirakan sebesar 60-70% individu dengan
gangguan ini telah mencoba untuk bunuh diri, dengan sekitar 8-10% berhasil
melakukan bunuh diri.6 Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.7 Menurut penelitian di Kanada, dari tahun 2000-
2012 insiden gangguan kepribadian ambang terjadi pada perempuan dengan usia
14-17 tahun.8 Penelitian yang dilakukan oleh Paris menemukan bahwa puncak
keparahan gejala BPD terjadi pada usia 20-29 tahun.9

2.3 Etiologi
Gangguan kepribadian ambang disebabkan oleh kombinasi kompleks faktor
biologis, sosial dan psikologis. Teori modern saat ini mengatakan bahwa semua
faktor harus berinteraksi satu sama lain agar gangguan tersebut menjadi nyata.

2
Terdapat faktor resiko yang dapat berperan dalam pengembangan dari gangguan
kepribadian ini, yaitu : tempramen, pengalaman pada masa kanak-kanak, dan
pengaruh lingkungan. Faktor biologis yaitu karakteristik tempramental, untuk
disregulasi afektif, impulsif, dan hipersensitivitas interpersonal. Pengaruh
tempramen/emosi membuat individu mudah marah, tertekan dan cemas.
Tempramen impulsif, membuat individu cenderung bertindak tanpa memikirkan
konsekuensi yang akan terjadi atau bahkan sengaja mencari kegiatan yang
berbahaya.10 Anak-anak dengan bawaan ini menjadi rentan terhadap sterssor
sehingga memicu timbulnya gangguan kepribadian ambang. Ketidakstabilan dan
perilaku impulsif pada gangguan ini, disebabkan oleh peningkatan atau penurunan
bahan kimia otak.9 Melalui studi pendahuluan menemukan bahwa individu-
individu dengan gangguan kepribadian ambang memiliki respon yang kurang
terhadap stimulasi emosional dan tingkat aktivitas otak yang rendah dapat
meningkatkan perilaku impulsif. Studi central neurotransmitter activity
menemukan bahwa sifat impulsif yang merupakan komponen utama gangguan
ini, berkaitan dengan defisit fungsi serotonergik. Namun, hubungan biologis
dengan ketidakstabilan afektif masih belum diketahui sampai saat ini.6

Faktor psikologis yang berpengaruh dalam membentuk gangguan kepribadian


ambang belum konsisten. Gangguan kepribadian ambang, sering kali muncul
pada masa remaja dengan rata-rata berusia 18 tahun. Seperempat pasien gangguan
ini mengalami pelecehan seksual dari pengasuh dan sekitar sepertiga melaporkan
bentuk-bentuk pelecehan yang lebih parah.11,12 Pelecehan seksual yang dialami
anak merupakan faktor resiko yang dapat membentuk gangguan ini. Walaupun
banyak laporan yang menemukan bahwa penderita gangguan kepribadian ambang
memiliki riwayat pelecehan fisik atau seksual, namun sekitar 80% orang dewasa
dengan riwayat pelecehan seksual tidak mengalami masalah psikologis apapun.9
Pelecehan seksual di masa kanak-kanak tidak spesifik dalam menimbulkan
gangguan ini tetapi dapat memunculkan gejala yang rentan.11

3
Faktor sosial tidak secara langsung menimbulkan gangguan kepribadian ambang.
Masyarakt yang serba cepat dan mobile, serta situasi keluarga yang tidak stabil
seperti perceraian, faktor ekonomi atau tekanan lain dari luar dapat mendorong
perkembangan gangguak kepribadian ambang.9,10

2.4 Manifestasi Klinis


Ciri khas yang terjadi pada individu dengan gangguan kepribadian ambang adalah
ketikstabilan emosi, citra diri, tujuan hidup, serta preferensi internalnya.1 Gejala
afektif pada penderita gangguan kepribadian ambang melibatkan perubahan
suasana hati, dimana keadaan emosional cenderung hanya berlangsung selama
beberapa jam.6 Penderita gangguan kepribadian ini dapat membentuk hubungan
interpersonal yang intensif tapi tidak stabil. Seringkali mengalami perasaan
hampa yang kronis. Kadang-kadang penderita cepat akrap dengan orang yang
tidak dikenalnya, bahkan dapat melakukan hubumemngan seks bebas. Penderita
juga seringkali melakukan percobaan bunuh diri atau menyakiti diri sendiri.
Pasien biasanya dapat beragumentasi, kemudian menagalami depresi dan
mengeluh bahwa tidak memiliki perasaan. Penderita gangguan ini juga dapat
menunjukkan short-lived psychotic episodes atau disebut juga micropsychotic
episodes.1 Gejala psikotik pada pasien gangguan ini salalu terbatas, cepat berlalu
atau kadang diragukan.9 pada beberapa kasus, sekitar 40% dari 50 pasien
mengalami gejala pikiran psikotik dan 27% dari 95 pasien mengalami episode
psikotik.13

4
2.5 Diagnosis
Berdasarkan DSM-5, diagnosis gangguan kepribadian ambang dapat dibuat pada
masa dewasa awal, dengan paling sedikit menunjukkan 5 dari 9 kriteria :14

1. Frantic efforts to avoid real or imagined abandonment. (Note: Do not


include suicidal or self-mutilating behavior covered in criteria 5).
2. A pattern of unstable and intense interpersonal relationship characterized
by alternating between extreme of idealization and devaluation.
3. Identity disturbance: markedly and persistently unstable self-image or
sense of self.
4. Impulsivity in at least two areas that are potentially self-damaging (e.g.,
spending, sex, substance abuse, reckless driving, binge eating). (note: do
not include suicidal or self-mutilating behavior covered in criteria 5).
5. Recurrent suicidal behavior, gestures, or threats, or self-mutilating
behavior.
6. Affective instability due to marked reactivity of mood (e.g., intense
episodic dysphoria, irritability, or anxiety usually lasting a few hours and
only rarely more than a few days).
7. Chronic feeling of emptiness.
8. Inappropriate, intense anger or difficulty controlling anger (e.g., frequent
displays of temper, constant anger, recurrent physical fights).
9. Transient, stress-related paranoid ideation or severe dissociative
symptoms.
Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian ambang, tidak ada pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis gangguan kepribadian ambang. Diagnosis
harus didasari oleh kriteria diagnosis untuk menyingkirkan differential diagnosia.

5
2.6 Diagnosis Banding
Depresi sering kali dikaitkan dengan gangguan keprubadian ambang. Tetapi
depresi yang terjadi pada gangguan ini berhubungan dengan ketidakstabilan
suasana hati, berbeda dengan dengan depresi yang mengalami penurunan suasana
hati yang terjadi secara terus-menurus.15 Karakteristik suasana hati yang tidak
stabil pada gangguan ini, sering kali dianggap sebagai bipolar. Namun gangguan
ini berbeda dengan bipolar, dimana perubahan suasana hati pada gangguan
kepribadian ambang terjadi secara cepat, dan periodenya hanya berlangsung
beberapa jam, tidak mencapai berhari-hari atau berminggu-minggu.16
Skrizoprenia juga merupakan diagnosis banding dari gangguan kepribadian
ambang. Pasien dengan kepribadian ambang mengalami gajala psikotik yang
berlansung sementara atau pendek (hanya beberapa jam atau paling lama
beberapa hari).1 Pasien gangguan kepribadian ambang juga terkadang mengalami
halusinasi auditori yang hampir mirip dengan gejala skizofrenia. Namun
perbedaannya, penderita gangguan kepribadian ambang mengetahui halusinasi
auditori yang dialami merupakan imajinasi sedangkan pada penderita skizofrenia
tidak mengetahuinya.17

6
2.7 Tatalaksana
Terapi yang dapat diberikan kepada penderita kepribadian ambang adalah dengan
menggabungkan psikoterapi dan farmakoterapi.1 Psikoterapi dapat diberikan
dengan cara terapi perilaku, latihan keterampilan sosial dengan menggunakan
rekaman dan “playback” videotape agar penderita dapat melihat sendiri
bagaimana perlakuannya memengaruhi reaksi orang lain.3 Psikoterapi lain yang
dapat digunakan yaitu dialectical behavior therapy (DBT), terapi ini biasanya
diberikan untuk pasien gangguan kepribadian ambang yang memiliki perilaku
menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.1,3,18

Farmakoterapi dapat digunakan untuk menangani gejala pasien yang mengganggu


secara keseluruhan. Obat yang dapat diberikan yaitu Antipsychotics, SSRI, dan
mood stabilizer. Semua obat ini dapat meringankan atau meredakan gejala
impulsif pada gangguan kepribadian ambang.1,3,9 Anti depresant dapat
memperbaiki mood depresi yang terjadi pada gangguan kepribadian ambang.
Obat anti deprsant yang digunakan yaitu SSRI, benzodiazepin (alprazolam), dan
anti konvulsan (karbamazepin).1 Namun, benzodiazepin dikatakan tidak terlalu
berguna dan dapan menyebabkan penyalahgunaan obat.19

2.8 Prognosis
Prognosis gangguan kepribadian ambang cukup stabil, pasien dapat berubah
seiring waktu. Sekitar 75% akan hampir kembali menjadi normal pada usia 35-40
tahun, dan 90% akan pulih pada usia 50 tahun.20 Namun, sekitar 1 dari 10 pasien
berhasil melakukan bunuh diri.21 Studi longitudinal menunjukkan tidak ada
progresi menjadi skizofrenia, tetapi memiliki insidens yang tinggi menjadi major
depressive disorder episode.3 Mekanisme pemulihan gangguan ini masih belum
dimengerti, tetapi tindakan impulsif akan berkurang seiring dengan bertambahnya

7
usia pasien, dan pasien akan belajar dari waktu ke waktu dalam menghindari
situasi yang dapat memberikan masalah bagi diri mereka.9

8
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan kepribadian ambang adalah kondisi kondisi kesehatan mental yang


ditandai dengan ketidakstabilan emosi, perilaku impulsif dan dapat merusak diri
sendiri. Perilaku gangguan kepribadian ambang tidak dapat diprediksi atau tiba-tiba,
mereka mudah marah, tidak bisa mentolerir kesendirian, dan sering mengeluhkan
perasaan hampa serta kebosanan. Pada suatu waktu pasien dapat berargumentasi,
kemudian mengeluhkan perasaan stress dan kemudian merasa hampa. Penderita
gangguan ini sering kali berhubungan dengan perilaku seks bebas dan pemakaian
obat-obat terlarang. Berdasarkan teori modern, gangguan kepribadian ambang dapat
muncul akibat dari kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosial.

Gangguan kpribadian ini biasanya muncul pada usia remaja yaitu 14-17 tahun dan
puncak keparahan terjadi pada usia 20-29 tahun. Hipotesis saat ini mengatakan bahwa
individu yang memiliki genetik rentan terhadap gangguan kepribadian ambang, akan
mudah mengalami sterssor tertentu sehingga dapat memicu terbentuknya gangguan
kepribadian ini. Diagnosis gangguan kepribadian ambang dapat ditegakkan dengan
menggunakan kriteria DSM 5. Terapi yang diberikan kepada pasien gangguan
kepribadian ambang yaitu dengan menggabungkan psikoterapi dan farmakoterapi.
Psikoterapi dapat diberikan dengan terapi perilaku, latihan keterampilan sosial, dan
DBT untuk pasien dengan perilaku menyakiti diri sendiri atau bunuh diri. Sedangkan
farmoterapi dapat menggunakan Antipsychotics, SSRI, dan mood stabilizer, serta anti
depresan. Semua obat ini dapat meringankan gejala impulsif dan mood depresi.

Kebanyakan pasien gangguan kepribadian ambang yang mengikuti terapi


menunjukkan hasil yang baik. Sekitar 75% pasien hampir mendekati normal pada
usia 35-40 tahun dan 90% telah pulih pada usia 50 tahun.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira Sylvia, Hadisukanto Gitayanti.Buku Ajar Psikiatri edisi ke-3.Fakultas


Kedoteran Universitas Indonesia.Jakarta.2017.
2. Muslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2013.
3. Kaplan IH, Sadock JB, Grebb AJ, editors. Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: EGC; 2005.
4. Katherine L Dixon-gordon, Jessica R Peters, and Eric A Fertuck, “Emotional
Processes in Borderline Personality Disorder : An Update for Clinical
Practice,” Journal of Psychotherapy Integration 27, no. 4 (2017): 425–438.
5. Launceston and Moonah, “Understanding Borderline Personality Disorder,”
mental illness fellowship victoria, 2008.
6. Neil R Bockian, “Journal of Psychology and Brain Studies” 2 (2018): 3–5.
7. Psychophysiological Research of Borderline Personality Disorder: Review
and Implications for Biosocial Theory
8. Cailhol L, Pelletier É, Rochette L, et al. Prevalence, mortality, and health care
use among patients with cluster B personality disorders clinically diagnosed in
Quebec: a provincial cohort study, 2001–2012. Can J Psychiatry.
2017;62(5):336–342.
9. Paris J. Borderline personality disorder. CMAJ. 2005; 172(12):1579– 1583.
10. Gunderson, John. A BPD BRIEF : An Introduction to Borderline Personality
Disorder, 2011.
11. Zanarini MC, Frankenburg FR, Khera GS, Bleichmar J. Treatment histories of
borderline inpatients. Compr Psychiatry 2001;42:144-50.
12. Paris J, Zweig-Frank H, Guzder J. Psychological risk factors for borderline
personality disorder in female patients. Compr Psychiatry 1994;35:301-5.
13. Miller FT, Abrams T, Dulit R, Fyer M. Psychotic symptoms in patients with
borderline personality disorder and concurrent axis I disorder. Hosp Commu-
nity Psychiatry 1993;44:59-61.
14. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. 5th edition Washington, D. C. 

15. Gunderson JG, Phillips KA. A current view of the interface between border-
line personality disorder and depression. Am J Psychiatry 1991;148:967-75.
16. Paris J. Borderline or bipolar? Distinguishing borderline personality disorder

from bipolar spectrum disorders. Harv Rev Psychiatry 2004;12:140-5.
17. Zanarini MC, Gunderson JG, Frankenburg FR. Cognitive features of border-
line personality disorder. Am J Psychiatry 1990;147:57-63. 

18. Simpson EB, Yen S, Costello E, Rosen K, Begin A, Pistorello J, et al. Com-
bined dialectical behavior therapy and fluoxetine in the treatment of border-

10
line personality disorder. J Clin Psychiatry 2004;65:379-85.
19. Zanarini MC, Frankenburg FR. Olanzapine treatment of female borderline
personality disorder patients: a double-blind, placebo-controlled pilot study. J
Clin Psychiatry 2001;62:849-54. 

20. Soloff P. Psychopharmacological treatment of borderline personality disor-
der. Psychiatr Clin North Am 2000;23:169-92.
21. Paris J, Zweig-Frank H. A 27 year follow-up of patients with borderline per-
sonality disorder. Compr Psychiatry 2001;42:482-7.
22. Paris J. Personality disorders over time. Washington: American Psychiatric
Press; 2003. 


11

Anda mungkin juga menyukai