LAPORAN KASUS
Oleh :
Preseptor :
dr. Hendra Kastiaji, Sp.B
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Peritonitis Ec Hernia Femoralis Strangulata“. Penyusunan laporan kasus ini
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hendra Kastiaji, Sp.B
selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF
Ilmu Bedah atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberikan
bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi penulis sehingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi suatu rongga malalui lubang.
Hernia femoralis adalah hernia isi perut yang nampak di daerah fosa femoralis.
Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia
masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena
femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha31.
Hernia femoralis hampir selalu terlihat sebagai massa yang iredusibel, meskipun
kantungnya mungkin kosong, karena lemak dan kelenjar limfe dari kanalis
hernia femoralis dengan sangat tepat31. Hernia femoralis umumnya dijumpai pada
perempuan tua, kejadian pada perempuan 4 kali lebih tinggi dari lelaki. Pada
wanita, diameter pelvis sejati yang membesar, bila dibandingkan dengan pria,
Hernia strangulata suplai darah untuk isi hernia terputus sehingga terjadi
mengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi
hernia abdominal bukan usus, misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat
steril, tetapi strangulasi usus yang paling sering terjadi dan menyebabkan
nekrosis yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi
permeabel terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan
dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami
perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang
2
Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dan kematian3. Bila strangulasi hanya
menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia richter. Ileus obstruksi
mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru
sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di
daerah inguinal.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
No. rekam medis : 47.02.09
Umur : 79 tahun
Alamat : Blang Mangat
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Suku : Aceh
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Masuk : 26 Agustus 2019
Tanggal Pemeriksaan : 02 September 2019
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :Nyeri perut
Keluhan Tambahan :Perut kembung dan menyesak, mual dan muntah
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD dibawa oleh keluarga dengan keluhan nyeri perut ±1
minggu SMRS. Nyeri perut dirasakan terus-menerus dan semakin sakit apabila
bergerak, perut terasa kaku dan keras seperti papan saat sakit. Nyeri dirasakan
pada seluruh bagian perut. Pasien juga mengeluh perut kembung dan terasa
penuh, pasien mual dan muntah apabila makan. Pasien juga sempat mengalami
demam 3 hari yang lalu SMRS. Pasien mengaku jarang BAB dan BAK sedikit,
serta buang angin jarang, pasien tidak ada riwayat batuk lama dan tidak ada
riwayat mengangkat beban berat. Pasien 4 hari yang lalu pernah di rawat di RS
Cut Meutia dengan keluhan yang sama namun pasien PAPS.
4
Riwayat penyakit dahulu:
4 hari yang lalu pasien dirawat dengan keluhan yang sama.
Asma : (-)
Penyakit jantung : (-)
Diabetes militus : (-)
Penyakit paru-paru : (-)
Hipertensi : (-)
Alergi obat dan makanan : (-)
5
6
B. Status Generalisata
Kepala Normosefali, tanpa tanda trauma
Konjungtiva anemis -/-
Mata Sklera ikterik -/-
Pupil bulat isokor, diameter 3 mm / 3 mm
Refleks cahaya langsung +/+,
reflex cahaya tidak langsung +/+
Visus OD/OS: tidak ada kelainan
Telinga Bentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan
Hidung Septum nasi tidak deviasi, tidak ada perdarahan aktif, sekret tidak
ada
Mulut Tidak ada ulkus, gigi-geligi baik, mukosa kering.
Thorax Dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri,.
Jantung Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di interkostal V linea midklavikula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan pada linea parasternal interkostal
III dekstra, batas jantung kiri pada 2 cm medial dari linea
midklavikula interkosta V sinistra, batas atas jantung pada linea
parasternal interkosta III sinistra
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi : Vokal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi : Bunyi perkusi sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-,
wheezing -/-
b. Pemeriksaan Radiologi
Gambar 2.1. Foto Polos Abdomen Posisi Erect Proyeksi AP
CTR: 47%
2.5 Diagnosa
a. Diagnosa Banding :
1. Peritonitis ec hernia femoralis strangulata
2. Peritonitis ec appendicitis perforation
3. Peritonitis ec hernia inguinalis lateralis
b. Diagnosa Kerja:
Peritonitis ec hernia femoralis strangulata
11
2.6 Follow Up
Tanggal S O A P
26/8/19 Nyeri perut, VS: Peritonitis ec Th/
perut (TD:120/80; susp - IVFD RL
kembung dan HR:110x/I; RR:22x/I, appendicitis 1500cc/24j
menyesak, T: 37,3°C) perforasi - iv. Ceftriaxone
mual,muntah Status lokalis ar 1gr/12j
BAB jarang, abdomen: - iv. Omeprazole
BAK sedikit Inspeksi :dinding 40mg/12j
abdomen distensi dan - iv. Ketorolac
tidak banyak bergerak 30mg/8j
ketika inspirasi-
ekspirasi , tidak -Observasi K/U
tampak darm contour -Pasang kateter
atau darm steifung. urin dan NGT
Auskultasi : bising dekompresi
usus menurun -Foto xray
Abdomen 2 posisi
Palpasi : defense dan thoraks erect
muscular (+), nyeri -USG Abdomen
tekan seluruh lapang
abdomen (+), nyeri
lepas seluruh lapang
abdomen (+),hepar
tidak teraba, limpa
tidak teraba.
Perkusi : nyeri saat
perkusi (+) di seluruh
lapang abdomen,
timpani di seluruh
lapang abdomen,
pekak hepar (-).
27/8/19 Nyeri perut, VS: Peritonitis ec Th/
perut (TD:120/70 mmhg; susp. - IVFD RL
kembung dan HR:105x/I; RR:18x/I; Appendisitis 1500cc/24j
menyesak, T:37°C) perforasi+hipok - iv. Meropenem
demam, alemia 1gr/12j
mual, Status lokalis ar - iv. Omeprazole
muntah, abdomen: 40mg/12j
flatus (-) Inspeksi :simetris, - iv. Ketorolac
distensi (+). 30mg/8j
Auskultasi :bising
-Observasi K/U
usus menurun
-Puasa
Palpasi : soepel, -Persiapan
defense muscular (+), laparatomi
nyeri tekan seluruh eksplorasi besok
lapang abdomen (+),
nyeri lepas seluruh
12
lapang abdomen
(+),hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba.
Perkusi :timpani di
seluruh lapang
abdomen, pekak hepar
(+).
28/8/19 Nyeri perut, VS: Peritonitis ec Instruksi post op:
perut (TD:110/70 mmhg; susp
kembung dan HR:100x/I; RR:20x/I; appendisitis -IVFD
menyesak, T:37°C) perforasi RL:futrolit:D5%
mual,muntah 20gtt/i
BAB jarang, Status lokalis ar -IVFD
BAK sedikit abdomen: RL:Aminofluid:Ka
Inspeksi :simetris, biven 20 gtt/i
distensi (+), -Inf. KCL/H
-iv. Meropenem
Auskultasi :bising
igr/12j
usus menurun
-iv. Ketorolac a/8j
Palpasi : soepel, -iv. Omeprazole
defense muscular (+), vial/12j
nyeri tekan seluruh -iv. Ondancentron
lapang abdomen (+), a/8j
nyeri lepas seluruh
lapang abdomen -Observasi K/U
(+),hepar tidak teraba, -Puasa
limpa tidak teraba. -Koreksi elektrolit
Perkusi :timpani di -Balance cairan:
seluruh lapang -Cek albumin
abdomen, pekak hepar -mobilisasi
(+). bertahap
-Rawat ICU
29/8/19 Nyeri luka VS: Peritonitis ec Th/
POD I post op (+), (TD:128/72 mmhg; perforasi ileum, -IVFD
lemas HR:96x/I; RR:23x/I; hernia RL:futrolit:D5%
T:37°C) femoralis 20gtt/I
dextra, -IVFD
Status lokalis ar hipokalemia RL:Aminofluid:
abdomen: Kabiven 20 gtt/i
Inspeksi :simetris, -Drip.KCL 25mEq
distensi (+), kassa habis dlm 12j
basah di luka operasi. selanjutnya
25mEq/H
Auskultasi :bising
-iv.Meropenem
usus menurun igr/12j
Palpasi : soepel, -iv.Ketorolac a/8j
defense muscular (-), -iv.Omeprazole
nyeri tekan seluruh vial/12j
lapang abdomen (+), -iv. Ondancentron
nyeri lepas seluruh a/8j
13
lapang abdomen
(+),hepar tidak teraba, -Observasi K/U
limpa tidak teraba. -Koreksi elektrolit
Perkusi :timpani di - Diet cair clean
seluruh lapang water/air gula
abdomen, pekak hepar -Rawat stoma
(+). - GV/H
Balance cairan:
Input: 1.490 cc
Output: 1.900 cc
30/8/19 Nyeri luka VS: Peritonitis ec Th/
POD II post op(+), (TD:124/80 mmhg; perforasi ileum, IVFD
mual, lemas, HR:98x/I; RR:22x/I; hernia RL:futrolit:D5%
flatus (+) T:37°C) femoralis 20gtt/i
dextra, -IVFD
Status lokalis ar hipokalemia RL:Aminofluid:
abdomen: Kabiven 20 gtt/i
Inspeksi :simetris, -KCL 25mEq/H
distensi (+), kassa -iv.Meropenem
basah di luka operasi. igr/12j
-iv.Ketorolac a/8j
Auskultasi :bising -iv.Omeprazole
usus menurun vial/12j
Palpasi : soepel, -iv. Ondancentron
defense muscular (-), a/8j
nyeri tekan seluruh
lapang abdomen (+), -Observasi K/U
nyeri lepas seluruh -Koreksi
lapang abdomen elektrolit cek
(+),hepar tidak teraba, ulang
limpa tidak teraba. - Diet lunak
Perkusi :timpani di -Rawat stoma
seluruh lapang - GV/H
abdomen, pekak hepar
(+). Balance cairan:
Input: 1460 cc
Output: 1.350 cc
31/8/19 Nyeri luka VS: Peritonitis ec Th/
POD III post op(+), (TD:128/77 mmhg; perforasi ileum, IVFD
flatus (+) HR:80x/I; RR:22x/I; hernia RL:futrolit:D5%
T:37°C) femoralis 20gtt/i
dextra, -IVFD
Status lokalis ar hipokalemia RL:Aminofluid:
abdomen: Kabiven 20 gtt/i
Inspeksi :simetris, -KCL 25mEq/H
distensi (-), kassa -iv.Meropenem
basah di luka operasi. igr/12j
-iv.Ketorolac a/8j
Auskultasi :bising -iv.Omeprazole
14
18
19
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis tersier terjadi akibat intervensi medis seperti dialisa peritonitis,
sehingga umumnya terjadi infeksi oleh mikroba flora kulit. Mikroba tersering
adalah Staphylococcus spp.
3.4 Patofisiologi
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.12
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena
sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
lokal maupun general. 11,12
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai
dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
22
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat
dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah
lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi
gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula
tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritonium.11,12
Berdasarkan penyebabnya, peritonitis dibagi menjadi tiga, yakni peritonitis
primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis primer terjadi bila terdapat peritonitis
yang tidak ditemui sumber kontaminasinya. Peritonitis sekunder terjadi bila
terdapat perpindahan bakteri ke dalam rongga peritoneum akibat perforasi viskus
atau saluran pencernaan. Peritonitis tersier terjadi karena penggunaan tindakan
medis tertentu seperti dialisis peritoneum yang memberikan akses flora kulit ke
dalam rongga peritoneum.5
3.4.1 Peritonitis Primer
Peritonitis primer umumnya berhubungan dengan sirosis hepar, dimana
pasien dengan sirosis hepar mengalami ascites akibat hipertensi vena portal dan
merembesnya plasma darah ke dalam rongga peritoneum. Namun berdasarkan
laporan terkini, peritonitis primer juga terjadi pada pasien dengan kelainan
metastase yang ganas, sirosis post-nekrotik, hepatitis kronis, hepatitis akut, gagal
jantung kongestif, systemic lupus erythematosus, dan limfedema.5
3.4.2 Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder terjadi akibat munculnya akses bakteri yang bervariasi
ke dalam rongga peritoneum akibat perforasi viskus atau saluran pencernaan.
Organisme yang ditemukan umumnya bervariasi dengan bakteri fakultatif gram
negatif dan bakteri anaerob yang mendominasi, terutama bila sumbernya berasal
dari kolon. Kematian pada pasien dengan peritonitis sekunder umumnya terjadi
karena sepsis oleh bakteri basiler gram negatif dan endotoksin yang bersirkulasi
dalam peredaran darah. Bakteri gram negatif seperti E. coli merupakan bakteri
yang paling sering ditemukan dalam kultur.5
23
Selain itu, peritonitis sekunder dapat terjadi akibat iritasi kimiawi yang
dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Contohnya, selama pasien tersebut tidak
mengalami aklorhidria, sebuah perforasi ulkus gaster akan menghasilkan asam
kuat yang beraksi sebagai bahan kimiawi yang iritatif.5
Penyebab peritonitis sekunder tersering adalah perforasi appendiks,
perforasi ulkus duodenum, perforasi kolon sigmoid akibat divertikulitis, volvulus,
atau kanker, strangulasi usus kecil, dan peritonitis post-operatif.7
2. Peritonitis Sekunder
Nyeri abdomen yang bergantung pada letak ruptur viskus (nyeri
epigastrik bila terjadi perforasi gaster)
Rasa tidak nyaman pada perut
24
Mual
Defance muskuler dikeempat kuardran
Posisi tubuh yang meringkuk
Rebound tenderness
Demam
Takikardi
3. Peritonitis Tersier
Serupa dengan peritonitis sekunder
3.6 Diagnosa
Penegakan diagnosis peritonitis dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Secara umum
pemeriksaan penunjang untuk peritonitis meliputi pemeriksaan darah lengkap,
yang memiliki karakteristik berupa leukositosis shift to the left. Foto polos
abdomen dapat menunjukan gambaran ileus dengan distensi dari ileum maupun
kolon, air-fluid level, dan cairan bebas di dalam rongga peritoneum. Foto
abdomen dalam posisi duduk dapat memperlihatkan udara bebas dibawah
diafragma pada 80% pasien dengan perforasi duodenum.4,5,7
1) Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis
Nyeri abdomen
Anamnesa riwayat penyakit sekarang dan dahulu pasien sangat penting,
termasuk didalamnya adalah riwayat sakit berat yang lampau, riwayat operasi, dan
obat-obatan yang dikonsumsi saat ini. Gejala-gejala yang dirasakan pasien juga
perlu ditanyakan secara lengkap dan jelas. Rasa nyeri merupakan keluhan yang
sering dirasakan pasien, dan bila kita dapat memperoleh informasi letak nyerinya,
25
hal ini dapat membantu penegakan diagnosa, sebab nyeri abdomen dimediasikan
melalui sistem saraf otonom dan somatik.8
Nyeri viseral ditimbulkan dari organ abdomen yang dipersarafi sistem
otonom. Umumnya rasa nyerinya berupa kram, kurang terlokalisir dengan baik,
dan sering disertai rasa mual dan muntah. Hal-hal yang menimbulkan nyeri viseral
adalah peregangan dinding usus oleh udara atau benda padat, iskemia, dan zat
kimiawi tertentu. Nyeri viseral juga terbagi berdasarkan pola pertumbuhan, nyeri
epigastrium berasal dari organ foregut (lambung, duodenum, hati, sistem empedu,
pankreas, limpa), nyeri periumbilikus berasal dari midgut (usus halus, appendiks,
kolon ascendens), dan nyeri hipogastrium dari organ hindgut (Kolon tranversal,
kolon descenden, rektum). Pola ini terlihat karena sistem persarafan otonom
mengikuti distribusi vaskularisasi arteri splanchnic mayor (celiaca, mesenterium
superior, mesenterium inferior).8
Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada
peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada
penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian
abdomen.10,22
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,
tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai
gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan
peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan
adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah
meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran
dari peritonitis.22
Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat
diikuti dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan
terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul.
Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40OC. 22
26
b. Pemeriksaan fisis
Tanda Vital
Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau
komplikasi yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic
dapat dilihat dari frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal
sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal.
Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi yang
menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini
harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan
dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan
yang lebih buruk.20,22
Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya
distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen
tidak menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa
pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat
tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan
eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.22
Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara
usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal
sampai hampir tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan
ileus. Adanya suara borborygmi dan peristaltik yang terdengar tanpa stetoskop
lebih baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-
tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi
dari usus yang mengalami strangulasi.22
Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman
pemeriksa. Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi
intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum
27
yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan
tanda awal dari peritonitis.22
Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga,
udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga
akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.22
Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada
kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah
yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang
dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi
yang kuat langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak
berguna. Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada
orang yang sudah tua sulit untuk menilai adanya kekakuan atau spasme dari
otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri
tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan
menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara
involunter. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu
proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi
local, atau dapat menjadi menyebar seperti pada pankreatitis berat. Nyeri tekan
lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik
peradangan yang maksimal.22
Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan
spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis,
reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.20,22
2) Pemeriksaan radiologi
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Ditambah dengan foto thoraks duduk atau setengah duduk.21
1) Retensi dari gas dan fluid level di usus kecil dan usus besar.
2) Tanda-tanda inhibisi, penurunan pergerakan usus.
3) Perubahan pola mukosa, edema usus.
4) Perkaburan dari “flank stripe,” retroperitoneal fat
5) Pertanda retiuklasi pada lemak subkutan
6) Terbatasnya pergerakan diafragma
7) Perubahan sekunder pada paru dan pleura.20
Gambar 3.1. Posisi erect: Udara bebas di sub-diafragma pada foto radiologi.20
Gambar 3.2. Posisi lateral decubitus: Terdapat udara bebas antara dinding
abdomen dan liver (panah putih). Dan juga cairan bebas pada peritoneum (panah
hitam).20
30
3.8 Penatalaksanaan
Tindakan preoperatif meliputi, pemberian antibiotik sistemik dan
resusitasi cairan (resusitasi hemodinamik, berikan vasopressor bila dibutuhkan)
untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik (dan syok septik) yang
memperparah disfungsi organ.10,19 Pemberian antibiotik mencakup bakteri gram
positif dan negatif serta bakteri anaerob (walaupun secara umum perforasi upper
GI tract lebih mengarah ke gram positif dan perforasi pada usus halus distal dan
colon lebih mengarah ke polimikrobial aerob dan anaerob).10,14 Beberapa pilihan
regimen antibiotik yang direkomendasikan, antara lain gabungan dari golongan
penicillin/β-lactamase inhibitor (ticarcilin/clavulanate 4x 3,1 gram intravena),
atau golongan fluorokuinolon (levofloksasin 1x 750 mg intravena), atau
sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone 1x2 gram intravena), dengan
metronidazole 3x500 mg intravena (pada pasien yang masuk Intensive Care Unit
32
Agen Kombinasi
Aminoglikosida ( Amikacin, Gentamicin, Netilmicin, Tobramycin )
dan antianaerob
Aztreonam dan Clindamycin
Cefuroxime dan Metronidazole
Ciprofloxacin dan Metronidazole
Sefalosporin generasi ketiga / keempat ( Cefepime, Cefotaxime,
Ceftazidime, Ceftizoxime, Ceftriaxone ) dan antianaerob
3. Intervensi bedah
3.9 PROGNOSIS
yang minim, dan diagnosis-penanganan dini. Skor indeks fisiologis yang buruk
(APACHE II atau Mannheim Peritonitis Index), riwayat penyakit jantung, dan
tingkat serum albumin preoperatif yang rendah merupakan pasien resiko tinggi
yang membutuhkan penanganan intensif (ICU) untuk menurunkan angka
mortalitas yang tinggi. 17
3.10.1 Definisi
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia femoralis umumnya dijumpai
pada permepuan tua, kejadian pada permepuan kira-kira 4 kali laki-laki. Pintu
masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis, selanjutnya isi hernia masuk ke
dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis
sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.32
besar untuk terjadi hernia. Pada wanita sebagian besar hernia diakibatkan karena
obesitas (berat badan yang berlebih). Hal lain yang dapat mengakibatkan hernia
antara lain.22,23
2. Hernia inguinal
3. Hernia umbilical yaitu benjolan yang masuk melalui cincin umbilikus
(pusar)
4. Hernia femoral yaitu benjolan di lipat paha melalui anulus femoralis
c. Berdasarkan sifatnya:
1. Hernia reponibel; bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk
perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia ireponibel; bila isi kantong hernia tidak dapat direposisi kembali ke
dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong
pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia inkarserata; bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali kedalam rongga perut.
Akibatnya terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi.
4. Hernia strangulata: Suplai darah untuk isi hernia terputus sehingga terjadi
mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi hernia abdominal bukan usus,
usus yang paling sering terjadi dan menyebabkan nekrosis yang terinfeksi
dari sana menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan,
mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan
hernianya disebut hernia richter. Ileus obstruksi mungkin parsial atau total,
terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak seperti abses di
daerah inguinal.
3.10.4 Patofisiologi
lemak preperitoneal ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan
dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Hernia femoralis sekunder dapat
memakai teknik bassini atau shouldice yang menyebabkan fasia transversa dan
luas. Komplikasi yang paling sering adalah strangulasi dengan segala akibatnya.
Hernia femoralis keluar di sebelah ligamntum inginale pada fosa ovalis. Kadang-
kadang hernia femoralis tidak teraba dari luar, terutama bila merupakan hernia
richter.23-24
40
3.10.5 Penatalaksanaan23
a. Non operatif
isi hernia yang telah direposisi. Namun penggunaan sabuk hernia merupakan
b. Operatif
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan, kemudian
1. Bassini
2. Shouldice
ligamentum cooper.
3. Lichtenstein
4. Halsted
MOE.
5. Mc Vay
3.10.6 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponible ini dapat terjadi
jika isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal
atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak dapat timbul gejala klinis kecuali
berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
sederhana. Sumbatan yang terjadi total atau pasrisal seperti pada hernia richter.
Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia
femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi
inkaserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di dalam kantong hernia
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udema organ atau
struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia makin bertambah
sehingga akhirnya peredarah darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis
42
dan kantong hernia akan berisi transudat beruapa cairan serosanguinis. Kalau isis
hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungn dengan rongga perut.23,24
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pasien pada laporan kasus ini datang dengan keluhan nyeri perut. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa nyeri abdomen merupakan gejala
yang hampir selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang
tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada
seluruh bagian abdomen.10,22
44
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil yang bermakna berupa
distensi, defense muscular (+), nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), nyeri lepas
seluruh lapang abdomen (+), nyeri saat perkusi (+) di seluruh lapang abdomen, serta
pada auskultasi didapatkan bising usus menurun dan pemeriksaan ekstremitas teraba
benjolan di lipatan paha. Berikut penjelasan manifestasi klinis tersebut.
45
internus, jari ketiga diletakkan pada anulus inguinalis eksternus dan jari ke
empat diletakkan pada fossa ovalis, pasien disuruh mengejan maka timbul
dorongan pada salah satu jari. Bila dorangan pada jari kedua berarti hernia
inguinalis lateralis, bila jari ketiga hernia inguinalis medialis, dan bila jari
keempat hernia femoralis.22
Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa
manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan peritonitis didapatkan pada
pasien ini.
46
45
.Pemeriksaan Penunjang
- Retensi dari gas dan fluid level di usus kecil dan usus besar.
- Tanda-tanda inhibisi, penurunan pergerakan usus.
- Perubahan pola mukosa, edema usus.
- Perkaburan dari “flank stripe,” retroperitoneal fat
- Pertanda retiuklasi pada lemak subkutan
- Terbatasnya pergerakan diafragma
- Perubahan sekunder pada paru dan pleura.2
Penatalaksanaan
Pada pasien ini dilakukan tindakan laparotomi eksplorasi. Sebelumnya
pasien diberikan obat-obatan pre operatif yang sudah sesuai dengan teori yang
dikemukakan pada bab sebelumnya. Lalu pada pasien ini diberikan terapi post
operatif berupa pemberian obat antibiotic spectrum luas, analgetik dan obat-
obatan simptomatis lainnya yang disertai dengan observasi ketat di ruang ICU.
Prinsip-prinsip penatalaksanaan peritonitis telah dilakukan pada pasien ini
diantaranya; resusitasi cairan untuk stabilisasi hemodinamik, pemberian antibiotic
untuk mengatasi infeksi serta tindakan operatif sebagai terapi definitive.
Pada pasien ini juga dilakukan tindakan loop ileostomi dan hernia repair
with mesh.
BAB 5
KESIMPULAN
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Oetomo, K.S., 2013 Makalah Peritonitis. Ilmu Bedah RSU Haji Surabaya.
Available from: http://www.scribd.com/doc/157587424/Makalah-Peritonitis-
2013-Dr-dr-Koernia-Swa-Oetomo-SpB-Peritonitis
2. Snell RS. Abdomen : bagian II cavitas abdominalis. Anatomi Klinik. Jakarta :
EGC, 2006. p.210-218.
3. Marshall JC, Innes M. Intensive Care Management of Intra Abdominal
Infection. Ciritical Care Medicine 2003; 31(8) : 2228-37
4. Atherton JC, Bacon BR, Blumberg RS, et al. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 17th edition : Acute Appendicitis and Peritonitis.
Singapore. McGraw Hill. 2008. p1916-7
5. Beeching NJ, Calderwood SB, Callahan MV, et al. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 17th edition : Intraabdominal Infections and Abscesses.
Singapore. McGraw Hill. 2008. p807-10
6. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Danvers :
John Wiley & Sons ; 2006
7. Rotstein OD, Abrams JH. Surgical Critical Care : Intra-abdominal Infection.
Singapore. Taylor&Francis. 2005. p693-8
8. Pasquale MD, Barke RA. Surgical Critical Care : Acute Abdomen.
Singapore. Taylor&Francis. 2005. p591-601
9. Fildes J, Meredith JW, Kortbeek JB, et al. Advanced Trauma Life Support for
Doctors diterjemahkan oleh [ Pusponegoro AD, Karnadihardja W, Soedarmo
S, et al ]. Jakarta: FK UI ; 2008.
10. Daley. J. B. 2015. Peritonitis And Abdominal Sepsis. University Of
Tennessee Health Science Center College Of
Medicine.http://emedicine.medscape.com/article/180234-
overview#showall
11. Williams,N.S, Bulstrode, C.J.K & O’Connell,P.R. 2008. Bailey & Love’s
Short Practice of Surgery 25th edition.The peritoneum, omentum, mesentery
and retroperitoneal space.India : Phoenix Photosetting, h993
12. Johnson, Caroline C, Baldessarre, James, Levison, Matthew E. 1997. Update
on Pathophysiology, Clinical Manifestatio, and Management. In : Peritonitis.
Allegheny University-MCP
13. Sartelli M. A Focus on Intra-Abdominal Infections. W J Emerg Surg 2010;5:9
14. Ordoñez CA, Puyana JC. Management of Peritonitis in the Critically Ill
Patient. Surg Clin North Am 2006; 86(6): 1323–49
15. Gupta S, Kaushik R. Peritonitis - the Eastern experience. World J Emerg Surg
2006; 1:13.
16. Malangoni M, Inui T. Peritonitis - the Western experience. World J Emerg
Surg 2006; 1(1):25.
17. Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM, ed. CURRENT
Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2010.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5215855.
48
18. Baron MJ, Kasper DL. Chapter 127. Intraabdominal Infections and
Abscesses. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 edition. The
McGraw Hill Companies. 2012.
19. Peralta R, Geibel J. Surgical Approach to Peritonitis and Abdominal Sepsis.
Emedicine Medscape 2013. Accessed in:
http://emedicine.medscape.com/article/1952823-overview#showall
20. Mansjoer , Arif, Dkk. 2000. Bedah Digestif. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fkui.
21. R Mike. 2012. Rad potioning test 3.
https://www.studyblue.com/notes/note/n/rad-positoning-test-
3/deck/3947471
22. Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C. 2000. Peritonitis Dan Abces
Intraabdomen Dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Ed.6. Jakarta :
Egc.
23. Setya H, Hernia and Treatment. Article Kedokteran. Cirebon:2011
24. Sjamsuhidayat R, Wm de Jong. 2011, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta: EGC
25. Syarifuddin, 2013. Hernia. Article Kedokteran. Jakarta.
49