Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TENTANG PENYAKIT GLAUKOMA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi yang diampu oleh Ibu
Sansri Diah K D, SKp., MKes., AIFO

Disusun oleh :

Farisa Yasmin Taufik


P17320121418

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah kepada penulis juga yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga
berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Penyakit Glaukoma dengan baik
dan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimkasih kepada
Ibu Sansri Diah K D, SKp., MKes., AIFO yang telah mendidik dan membimbing dalam
penyelesaian makalah ini juga kepada dosen-dosen pengajar Patofisiologi lainnya. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis sendiri maupun kepada
pembaca umumnya.

Penulis menyadari dengan keterbatasan yang dimiliki sebagai manusia biasa, penulis tetap
memiliki keyakinan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik, karena tugas ini merupakan
amanah. Oleh karena itu tersusunlah hasil pemikiran penulis dibantu dengan referensi
terpercaya yang mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran demi menyempurnakan makalah ini.

Bandung, 27 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 7
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 7
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 8
2.1 Pengertian Penyakit dan Klasifikasi Penyakit Glaukoma ......................................... 8
2.2 Penyebab dan Gejala Penyakit Glaukoma .................................................................. 9
2.3 Patofisiologi Penyakit Glaukoma ................................................................................ 12
2.4 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Glaukoma ................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 14
3.2 Saran .............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Constantides (1994 dalam Boedhi-Darmojo, 2009) memberikan definisi dari menua
sebagai Menua (menjadi tua=ageing) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita’. Dari definisi dapat tergambar secara jelas bahwa
proses menua pada manusia bukanlah proses yang reversibel. Selain itu, penekanan pada
menua bukan hanya pada perubahan yang tampak tetapi juga pada fungsi.
Proses menua atau penuaan memiliki berbagai teori penuaan, diantaranya yang
dimuat dalam buku ajar keperawatan lansia. Donlon (2007 dalam Stanley dan Beare, 2007)
mengelompokkan teori-teori tersebut kedalam kelompok teori biologis dan teori
psikososiologis (lihat bagan 2), yaitu :

1. Teori Biologis

Kelompok teori ini menjabarkan proses fisik penuaan dimana terjadi perubahan fungsi
dan struktur (sampai tingkat molekuler) hingga kematian. Kelompok teori ini juga mencoba
untuk menjelaskan penyebab terjadinya variansi dalam proses penuaan yang dialami oleh
setiap individu yang berbeda.

a. Teori genetika

Menurut teori ini, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan
yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Teori ini terdiri
dari teori asam deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatic dan
teori glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler
menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel.
Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga
mengubah informasi genetik dan mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler dan
menyebabkan system dan organ tubuh gagal untuk berfungsi.

b. Teori wear-tear (dipakai-rusak)

Teori ini menyatakan bahwa akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi dapat
merusak sintesis DNA sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi
organ tubuh. Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang
menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas adalah molekul atau atom
dengan suatu elektron tidak berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat reaktif yang
dihasilkan dari reaksi selama metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh
sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari
proses perusakan ini dan terakumulasi di dalam struktur biologis yang penting, saat itu
kerusakan organ terjadi.

4
c. Riwayat lingkungan

Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang berasal dari lingkungan seperti
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) membawa perubahan dalam
penuaan. Faktor lingkungan diketahui dapat mempercepat proses penuaan tetapi hanya
diketahui sebagai faktor sekunder saja.

d. Teori imunitas

Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan
dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit
seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah
peningkatan dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka
mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid. Penganjur teori ini
sering memusatkan pada peran kelenjar timus, dimana berat dan ukuran kelenjar timus akan
menurun seiring bertambahnya umur sehingga mempengaruhi kemampuan diferensiasi sel T
dalam tubuh dan mengakibatkan menurunnya respons tubuh terhadap benda asing didalam
tubuh.

e. Teori neuroendokrin

Dalam teori sebelumnya dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara penuaan dengan
perlambatan system metabolisme atau fungsi sel. Sebagai contoh dalam teori ini adalah
sekresi hormon yang diatur oleh sistem saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami
gangguan secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk
menerima, memproses dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah
laku, respons ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau
kurangnya pengetahuan.

2. Teori Psikososiologis

Kelompok teori ini menyatakan bahwa penuaan dipengaruhi dan disertai oleh perubahan
perilaku maupun aspek lain sesuai konteks psikologi dan sosiologis.

a. Teori kepribadian

Teori ini menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan


harapan atau tugas spesifik lansia. Dalam teorinya Jung (1971) menyatakan bahwa terdapat
kepribadian introvert dan ekstrovert dan keseimbangan terhadap keduanya sangat penting
bagi kesehatan. Dalam konsep interioritas ini Jung mengungkapkan bahwa separuh
kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan memiliki tujuannya sendiri, yaitu untuk
me-ngembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya
sendiri. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan
yang sekali dipilih, akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa diubah.

5
b. Teori tugas perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh
seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.
Erickson (1986) menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang
sebagai bagian kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya
pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang yang baik, maka lansia
tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.

c. Teori disengagement

Teori pemutusan hubungan, dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,
menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung
jawabnya. Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan
penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi
yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial adalah agar ia dapat menyediakan
waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak
terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan
kekuasaan generasi tua ke generasi muda. Teori ini memiliki titik kelemahan karena seolah-
olah membatasi peran lansia di masyarakat dan pada kenyataannya banyak lansia yang masih
berkontribusi secara positif bagi masyarakat dalam usia senjanya.

d. Teori aktivitas

Teori ini dikatakan sebagai lawan dari teori disengagement yang menyatakan bahwa
jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasan pemenuhan
kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain
ditunjukkan dalam teori ini. Sebuah penelitian juga menunjukkan pentingnya aktivitas mental
dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan
sepanjang masa kehidupan manusia.

e. Teori kontinuitas

Teori ini dikenal juga sebagai teori perkembangan dan mencoba menjelaskan dampak
kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai
kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan
koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana
seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan.

Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri
tidak akan dengan mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut.
Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi
interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu
pendekatan yang berbeda di dalam masa akhir kehidupannya.

6
Terdapat banyak teori dalam proses penuaan atau degeneratif, pertama terdapat teori
biologis yang yang terdiri dari teori genetika, teori wear-tear (dipakai-rusak), teori riwayat
lingkungan, teori imunitas dan teori neuroendokrin. Yang mana teori biologis ini lebih
menjabarkan proses fisik, dari mulai perubahan struktur dan fungsi dalam proses penuaan.
Sedangkan teori psikososiologis membahas proses penuaan dari aspek psikologi dan
sosiologis manusia, terbagi menjadi beberapa teori diantaranya, teori kepribadian, teori tugas
perkembangan, teori disengagement, teori aktivitas, dan teori kontinuitas.

Salah satu penyakit yang biasanya terdapat pada proses penuaan lansia adalah
Glaukoma yang merupakan salah satu penyakit yang menyerang sistem panca-indra tepatnya
di bagian mata. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat
sejumlah 0,40 % penderita glaukoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada 0,16
% penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72 %,
pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut kornea 0,34 %, glaucoma
0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata
adalah lensa 1,02 %, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %, kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09
%, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi total 1,47 % (Sidharta Ilyas, 2004).
Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma. Di antara
mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar-
benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu kali ini penulis
memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma (Suzanne C. Smeltzer, 2001).

Dari semua teori dan data mengenai penyakit glaukoma tersebut terdapat beberapa
perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, yang meliputi sistem panca-indra (mata,
telinga, saraf, hidung, lidah, dan kulit), sistem gastrointestinal, sistem kardiovaskuler, sistem
respirasi, sistem endokrinologi, sistem hematologi, sistem persendian, sistem urogenital dan
tekanan darah, infeksi dan imunologi, sistem saraf pusat dan saraf otonom, sistem kulit &
integumen, serta sistem muskuloskeletal (otot dan tulang). Oleh karena itu dilihat dari urgensi
pemaparan latar belakang di atas, penulis membuat makalah yang berjudul “Penyakit
Glaukoma” yang merupakan salah satu penyakit pada proses penuaan bagian sistem panca-
indra.

1.2 Tujuan
1. Apa pengertian dari Glaukoma ?
2. Mengapa penyakit Glaukoma dapat terjadi ?
3. Bagaimana gejala pada lansia yang memiliki Glaukoma ?
4. Bagaimana patofisiologi Glaukoma ?
5. Bagaimana cara mencegah dan mengobati Glaukoma pada lansia ?

1.3 Rumusan Masalah


1.Untuk mengetahui definisi penyakit Glaukoma
2. Untuk memahami penyebab penyakit Glaukoma
3. Untuk mengetahui sedini mungkin gejala penyakit Glaukoma

7
4. Untuk memahami patofisiologi penyakit Glaukoma
5. Untuk mengedukasi cara pencegahan dan pengobatan untuk lansia penderita Glaukoma

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit dan Klasifikasi Penyakit Glaukoma


Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih
tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan
(Sidarta Ilyas, 2004). Glaukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intraokuler yang
berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo
Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala
peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggabungan atau
pencekungan papil saraf optik sehingga terjadi atrofi saraf optik, penyempitan lapang
pandang dan penurunan tajam penglihatan.
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).
Adapun klasifikasi penyakit glaukoma menurut Sidarta Ilyas, 2003 adalah :

a. Glaukoma primer

1) Glaukoma sudut terbuka

Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ), yang meliputi kedua mata.
Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena
humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh
perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schlemm, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose
dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat
dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.

2) Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris
terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous
mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.
Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa

8
nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

b. Glaukoma sekunder

Dapat terjadi dari peradangan mata, perubahan pembuluh darah dan trauma. Dapat
mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab :

1) Perubahan lensa

2) Kelainan uvea

3) Trauma

4) Bedah

c. Glaukoma kongenital

Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan. Pada
glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital
primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior,
dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindrom Sturge-Weber dan rubella
kongenital).

1) Primer atau infantil

2) Menyertai kelainan kongenital lainnya

d. Glaukoma absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan
total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut
kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata
keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyakit berupa neovaskularisasi pada
iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol
retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.

2.2 Penyebab dan Gejala Penyakit Glaukoma

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan oleh
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan
mata di daerah sudut balik mata atau di celah pupil ( glaukoma hambatan pupil ). Penelitian

9
di Australia mendapatkan peningkatan tekanan intraokular berhubungan dengan terjadinya
glaukoma sudut terbuka dengan risk ratio 1,2-1,5.4 Penelitian di bangkok didapatkan 31 %
dari glaukoma primer sudut terbuka dengan peningkatan tekanan intraokular, 50% pada
glaukoma primer sudut tertutup dan 80% pada glaukoma sekunder. Risiko yang kuat untuk
memicu terjadinya glaukoma adalah riwayat peningkatan tekanan intraokular dan riwayat
keluarga yang pernah menderita glaukoma. Salah satu faktor risiko yang memicu terjadinya
suatu glaukoma adalah hipertensi sistemik.

Hipertensi adalah keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah yang akan
memberi gejala berlanjut untuk suatu organ target. Menurut riset kesehatan dasar pada tahun
2007 Tiap tahunnya, 7 juta orang meninggal akibat hipertensi. Prevalensi hipertensi di
Indonesia sekitar 31,7% artinya hampir 1 dari 3 penduduk usia 18 tahun ke atas menderita
hipertensi. Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular ditentukan oleh laju dari sekresi
aqueous dan laju dari aliran keluar yang kemudian akan berhubungan dengan resistensi aliran
keluar dan tekanan vena episklera. Tekanan mata yang normal berkisar sekitar 21 mmHg.

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di
pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang dengan
lancar beredar keseluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut
oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga
berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari
jaringan tubuh. Kondisi hipertensi bukan hanya meningkatkan risiko untuk terjadinya
serangan jantung atau stroke tetapi juga dapat menyebabkan glaukoma. Kondisi hipertensi
menyebabkan meningkatnya retensi natrium. Meningkatnya retensi natrium akan
menyebabkan penumpukan cairan di mata yang juga menekan nervus optikus. Hal ini dapat
memicu peningkatan tekanan intraokuler akibat menumpuknya cairan dan menyebabkan
hilang atau gangguan penglihatan akibat penekanan pada nervus optikus.

Faktor penyebab glaukoma dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari usia dimana glaukoma lebih banyak menyerang
orang berusia di atas 40 tahun, gender (jenis kelamin) pria 3 kali berisiko daripada wanita,
diabetes mellitus beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma dan hipertensi beresiko 6 kali
lebih sering terkena glaukoma, sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari trauma serta
penggunaan obat-obatan yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang
lama mempunyai resiko mengalami glaukoma. (Yesi Nurmalasari dan Muhammad Rizki
Hermawan, 2017)

Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2004)

a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary.

b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil

10
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009)

a. Umur

Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 % dari populasi
usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.

b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma

Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6
kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian
hubungan orang tua dan anak-anak.

c. Tekanan bola mata

Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk
sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan di rumah sakit mata atau pada dokter
spesialis mata.

d. Obat-obatan

Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid
yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk
radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.

Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertikal
atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun
pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan
selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang muncul adalah sering menabrak
akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjadi lebih
sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah :

(Harnawartiaj, 2008)

a. Mata terasa sakit tanpa kotoran.

b. Kornea suram.

c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.

d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.

e. Nyeri di mata dan sekitarnya.

f. Edema kornea.

g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.

11
h. Lensa keruh.

Selain itu glaukoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)

a. Tekanan bola mata yang tidak normal/Peningkatan TIO

TIO normal berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). TIO dalam rentang 20-30 mmHg
bisa menyebabkan kerusakan dalam rentang waktu tahunan. Sedangkan TIO yang tinggi 40-
50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pada pembuluh darah retina.

b. Rusaknya selaput jala

c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan
kebutaan.
Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan dapat dilihat bahwa faktor yang
sangat berpengaruh ialah faktor usia dan jenis kelamin. Mulai dari umur 40 sampai lebih
memiliki faktor risiko tertinggi, sedangkan untuk glaukoma lebih sering dialami oleh wanita.

2.3 Patofisiologi Penyakit Glaukoma

Aqueous humor secara kontinu diproduksi oleh badan siliar (sel epitel processus
ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrisi pada lensa. Aqueous humor mengalir
melalui jaring-jaring trabekula, pupil, bilik mata depan, trabecular mesh work dan kanal
schlemm. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmhg tergantung
keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan.

Peningkatan TIO akan menekan aliran darah ke saraf optik dan retina sehingga dapat
merusak serabut saraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya menyebabkan kerusakan
jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan
lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo
Joko Waluyo, 2009).

Cairan aqueous diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil ke
kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA) melalui
pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan
disalurkan ke dalam sistem vena.

Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler :


a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan pengeluaran pada
jalinan trabekular normal
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke bilik
mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

12
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan
kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueous menurun. Glaukoma sudut
tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekula oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui
pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke
depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekula.

Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel


ganglion retina. Optik disk menjadi atrofi, dengan pembesaran cup optik. Efek dari
peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan tekanan
tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup, Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80
mmHg, mengakibatkan iskemia iris, dan timbulnya edema kornea serta kerusakan saraf optik.
Pada glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun

2.4 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Glaukoma


Untuk dapat mengetahui atau apakah terdapat glaukoma dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan diagnostik sebagai bagian pencegahan dan membantu mengatasi atau mengobati
glaukoma demi menghindari stadium atau tingkatan lanjutan. Pemeriksaan diagnostik
menurut Harnawartiaj, 2008 dapat dilakukan melalui :
a. Oftalmoskopi
b. Tonometri
c. Pemeriksaan lampu-slit
d. Perimetri
e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Terdapat beberapa cara untuk mencegah glaukoma sedari dini, yaitu :
a. Sebagian besar faktor risiko glaukoma, seperti usia, keturunan dan etnik tidak bisa
dihindari. Namun diatasi lebih awal akan lebih baik
b. Jika memiliki keturunan glaukoma dalam keluarga atau mengonsumsi obat-obatan
berisiko tinggi, penting untuk dilakukan pemeriksaan mata teratur untuk deteksi dini
glaukoma
c. Saat terdeteksi glaukoma, maka perlu dilakukan pemeriksaan dan kontrol seumur
hidup
d. Melakukan terapi glaukoma untuk mengontrol tekanan bola mata
e. Menjaga tekanan bola mata dalam kisaran normal atau sesuai dengan tekanan yang
seharusnya, hal ini penting demi menjaga penglihatan.

Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, glaukoma dapat


dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya
saraf penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda
tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi (Harnawartiaj, 2008) :
a. Terapi obat
1) Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral.
2) Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.

13
b. Bedah laser.
Penembakan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueous dan menurunkan TIO.
c. Bedah konvensional.
d. Iridektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk
memungkinkan aliran humor aqueous Dari kornea posterior ke anterior.
Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran baru melalui
sklera.

Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain :


a. Medikamentosa
1. Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain:
- β adrenegik bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2 kali sehari,
betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan
carteolol 1%
- apraklonidin
- inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid (diamox) oral 250 mg 2
kali sehari, diklorofenamid, metazolamid
2. Meningkatkan aliran keluar humor aqueus seperti: prostaglandin analog,
golongan parasimpatomimetik, contoh: pilokarpin tetes mata 1 - 4 %, 4-6 kali sehari,
karbakol, golongan epinefrin
3. Penurunan volume korpus vitreus.
4. Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
5. Terapi operatif dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
3. Argon Laser Trabeculoplasty (ALT)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses menua adalah proses dimana sel-sel tubuh mengalami kemunduran atau
kehilangan kemampuan memperbaiki diri. Terdapat banyak teori dalam proses penuaan atau
degeneratif, pertama terdapat teori biologis yang yang terdiri dari teori genetika, teori wear-
tear (dipakai-rusak), teori riwayat lingkungan, teori imunitas dan teori neuroendokrin. Yang
mana teori biologis ini lebih menjabarkan proses fisik, dari mulai perubahan struktur dan
fungsi dalam proses penuaan. Sedangkan teori psikososiologis membahas proses penuaan
dari aspek psikologi dan sosiologis manusia, terbagi menjadi beberapa teori diantaranya, teori
kepribadian, teori tugas perkembangan, teori disengagement, teori aktivitas, dan teori
kontinuitas.
Glaukoma adalah kondisi dimana tekanan intraokuler atau tekanan bola mata lebih
tinggi daripada normalnya yang bisa menyebabkan kerusakan pada saraf mata. Glaukoma
dapat disebabkan oleh faktor umur, keturunan, dan sebagainya. Gejala dari glaukoma perlu

14
dideteksi sejak dini, apabila lapang pandang dan gejala lainnya mulai terasa, harus dilakukan
pemeriksaan. Glaukoma dapat diberikan terapi untuk mengurangi TIO namun tidak dapat
disembuhkan karena menyerang bagian saraf mata yang jika rusak tidak dapat disembuhkan.
Penyakit glaukoma menyerang salah satu panca-indra, yaitu mata. Oleh karena itu, penyakit
glaukoma termasuk dalam bagian kerusakan retrogresif atau penyakit yang terjadi saat lansia
melalui proses penuaan.

3.2 Saran
Menjaga kesehatan mata sangat dianjurkan untuk mencegah organ indra ini
mengalami abnormalitas.. Melakukan pemeriksaan mata sangat penting untuk mengetahui
glaukoma dan melakukan pencegahan sejak awal. Edukasi kepada seluruh orang terdekat
juga semestinya dilakukan agar tercipta masyarakat yang terbuka dan waspada.

DAFTAR PUSTAKA

Faradilla, N. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran


Universitas Riau
Utomo, W J B. 2010. Asuhan Keperawatan Glaukoma. Purwodadi-Grobogan : Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan An-Nur
Asih, W. 2012. Proses Menua. Diakses pada 27 Maret 2022. Windy Asih | comphisticated
(wordpress.com) . Wordpress
Syuhada, R. 2016. Hubungan Tekanan Darah dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada
Pasien Glaukoma di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Tahun 2014. Bandar Lampung :
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
P2PTM Kemenkes RI. 2019. Bagaimana Mencegah Glaukoma ? Diakses pada 27 Maret
2022. Bagaimana Mencegah Glaukoma? - Direktorat P2PTM (kemkes.go.id).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Arlina, Z. 2020. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Glaukoma pada Lansia. Palembang :
STIKES Mitra Adiguna Palembang

15

Anda mungkin juga menyukai