Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN PROSES MENUA DAN

HIPERTENSI

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawan Gerontik


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Dian Bardiansyah, S.Kep


NIM.11194692210133

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PROSES MENUA DAN HIPERTENSI

Tanggal : Januari 2023

Disusun Oleh:
Dian Bardiansyah, S. Kep
NIM: 11194692210133

Banjarmasin, Januari 2023


Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Hj. Latifah, S.Kep., Ns., M.Kep Herlina Sucianingsih, S.Kep., Ns


NIK. 116072021198 NIP. 19870512 201001 2 01 5
1. Konsep Dasar Proses Menua
a. Definisi
Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap
ini berbeda baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik,yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak proporsional (Deharnita, 2016).
Proses Menua (Aging) merupakan proses alamiah yang dihadapi
setiap manusia, yang mana pada tahap ini terjadi penurunan atau
perubahan baik itu perubahan kondisi fisik, kondisi psikologis maupun
sosial. Keadaan tersebut cendrung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara fisik maupun kesehatan jiwa pada lanjut usia (Kemenkes
RI, 2017).
Lanjut usia (lansia) berdasarkan undang-undang kesejahteraan
lanjut usia No. 13 tahun 1998, lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, produktif dan
ataupun yang tidak lagi produktif (Kemenkes RI, 2017). Proses penuaan
(aging) bukanlah suatu penyakit, melainkan proses degeneratif yang
bersifat alamiah/ fisiologis. Sehingga lambat laun akan menimbulkan
sejumlah perubahan kumulatif diikuti dengan penurunan kemampuan
berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh untuk beradaptasi dalam
menghadapi rangsangan baik dari dalam maupun luar tubuh/lingkungan
(Sulaiman & Anggriani, 2018).
Perubahan signifikan yang terjadi pada lanjut usia utamanya
berkaitan dengan penurunan kemampuan jaringan tubuh pada fungsi
fisiologi sistem muskuloskeletal dan sistem neurologis yang akan
menimbulkan berbagai perubahan menyeluruh pada fisik lansia.
Penurunan tersebut diakibatkan karena jumlah dan kemampuan sel tubuh
ikut berkurang seiring bertambahnya usia (Ekasari et al., 2018).
b. Teori Proses Menua
Menurut Depkes (2016), ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikososial dan teori lingkungan.
1) Teori Biologis
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi
bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih
menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/ organ
tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus
dari teori ini adalah mencari determinan- determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/
sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia
kronologis.
a) Teori Genetik Clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat
adanya program jam genetik didalam nukleus. Jam ini akan
berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis
putarannya maka akan menyebabkan berhentinya proses mitosis.
Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur menurut teori ini
terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b) Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh
menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan
manusia akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi
sel secara perlahan. Sejalan dengan perkembangan umur sel
tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami pada sel pada DNA
dan RNA, yang merupakan substansi pembangun atau pembentuk
sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana
sel- sel nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan
peningkatan jumlah substansi DNA.
c) Teori Autoimun
Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya
penurunan fungsi sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara
nyata pada Limposit –T, disamping perubahan juga terjadi pada
Limposit –B. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem
imun humoral, yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang
tua untuk :
(1) Menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker.
(2) Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses
dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap
patogen.
(3) Meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang
berhubungan dengan autoimun.
d) Teori Free Radical
Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua
terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu
dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh.
Radikal bebas merupakan zat yang terbentuk dalam tubuh
manusia sehingga salah satu hasil kerja metabolisme tubuh.
Walaupun secara normal terbentuk dari proses metabolisme
tubuh, tetapi dapat terbentuk akibat :
(1) Proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan,
ozon, dan pestisida
(2) Reaksi akibat paparan dengan radiasi.
(3) Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya.
Penuaan dapat terjadi
akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa: superoksida (O2),
radikal hidroksil, dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak
karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA,
protein, dan asam lemak tak jenuh. Makin tua umur makin
banyak terbentuk radikal bebas sehingga proses
pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel makin
banyak akhirnya sel mati.
e) Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh rusak

f) Wear Teori Biologi


Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan
kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel
jaringan
2) Teori Psikososial
a) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus
mampu eksis dan aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai
kesuksesan dalam kehidupan di hari tua. Aktivitas dalam teori ini
dipandang sebagai sesuatu yang vital untuk mempertahankan rasa
kepuasan pribadi dan diri yang positif. Teori ini berdasarkan pada
asumsi bahwa :
(1) Aktif lebih baik daripada pasif
(2) Gembira lebih baik daripada tidak gembira
(3) Orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan
akan memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi
yang selalu terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi
oleh orang lanjut usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang
menyebabkan adanya suatu pola perilaku yang meningkatkan stress.
c) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan
masyarakat, hubungan dengan individu lain
d) Teori Stratisfikasi
Usia Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan
mempercepat proses penuaan
e) Teori kebutuhan manusia
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian
5% dan tidak semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna.
f) Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan.
g) Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat
maksimumnya.
h) Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan
sesuai dengan usianya.
3) Teori Lingkungan
a) Radiation Theory (Teori Radiasi)
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik
karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombanggelombang
mikro yang telah menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat
mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel hidup atau
bahkan rusak dan mati.
b) Stress Theory (Teori Stress)
Stres fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan
pengeluaran neurotransmitter tertentu yang dapat mengakibatkan
perfusi jaringan menurun sehingga jaringan mengalami gangguan
metabolisme sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan dalam sel
dan penurunan eksisitas membran sel.
c) Pollution Theory (Teori Polusi)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh
mengalami gangguan pada sistem psikoneuroimunologi yang
seterusnya mempercepat terjadinya proses menua dengan
perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
d) Exposure Theory (Teori Pemaparan)
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan
mirip dengan sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan
DNA sehingga proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi.
c. Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Ekasari et al (2018), World Health Organization (WHO)
membagi lansia dalam empat batasan kelompok, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) : 45 ─ 59 tahun
2) Usia lanjut (elderly) : usia 60 ─ 74 tahun
3) Usia tua (old) : usia 74 ─ 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) : usia 90 tahun ke atas
d. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia (Secara Fisik, Psikososial)
Menurut Kholifah (2016), sejumlah perubahan akibat proses
penuaan terjadi pada fungsi fisiologis dan psikologis. Perubahan tersebut
diantaranya yaitu:
1) Perubahan Fisik
a) Sistem Indra (Sensori)
Perubahan pada sistem sensori melibatkan lima indra tubuh.
Pada indra penglihatan akan nampak penurunan dalam fokus serta
toleransi silau. Indra penghidu atau penciuman mengalami
penurunan fungsi dalam mendeteksi aroma. Indra perasa yang
mengalami penurunan terhadap deteksi ketajaman rasa. Indra
peraba yang mengalami penurunan dalam sensitivitas terhadap
identifikasi sentuhan atau tekanan pada kulit (Muhith & Siyoto,
2016). Indra pendengaran yang mulai kehilangan fungsinya
disebabkan oleh kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
bagian dalam terdapat gangguan pendengaran sensorineural
(Lukito, 2019).Selain itu, pada lanjut usia juga terjadi penurunan
sensasi dan propriosepsi yang mengatur informasi mengenai
pergerakan dan posisi tubuh (Muhith & Siyoto, 2016).
b) Sistem Integumen
Sistem integumen pada lansia mengalami perubahan seperti
otot atropi, kendur, kulit kehilangan elastisitasnya serta kering dan
berkerut. Hal tersebut dikarenakan kulit kekurangan cairan,
menyebabkan kulit menjadi tipis dan muncul bercak-bercak.
Terjadinya atropi pada glandula sebasea dan sudoritera
menyebabkan kekeringan kulit pada lansia kemudian timbul
pigmen kecoklatan pada kulit yang disebut sebagai ―liver spot”.
c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal yang terjadi pada lansia,
yaitu kolagen mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur. Kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga menyebabkan permukaan sendi menjadi rata,
kemampuan untuk regenerasi menurun dan degenerasi yang terjadi
justru ke arah yang progresif, sehingga berdampak pada persendian
menjadi lebih rawan terhadap gesekan. Pada tulang terjadi
penurunan kepadatan tulang yang mengakibatkan osteoporosis dan
bermanifestasi menghasilkan nyeri, deformitas bahkan fraktur.
Pada otot terjadi perubahan struktur dan komponen otot,
berkurangnya jumlah dan ukuran serabut otot, serta peningkatan
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot menimbulkan
efek negatif. Sendi mengalami penuaan elastisitas pada jaringan
ikat sekitar sendi, yaitu pada tendon, ligament, dan fascia.
d) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem ini yaitu terjadinya pertambahan
massa jantung, hipertropi pada ventrikel kiri sehingga
berkurangnya peregangan pada jantung. Hal tersebut terjadi adanya
perubahan jaringan ikat yang diakibatkan oleh penumpukan
lipofusin, dan klasifikasi SA Node serta jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
e) Sistem Pernapasan (Respirasi)
Proses penuaan pada sistem pernapasan dimulai ketika
terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah sebagai kompensasi dari
kenaikan ruang paru, sehingga udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi thorax
menyebabkan terganggunya gerakan pernapasan dan kemampuan
peregangan thorax berkurang.
f) Sistem Pencernaan dan Metabolisme
Pada usia lanjut mengalami penurunan produksi dan
mempertahankan nutrisi yang adekuat oleh karena penurunan
fungsi akibat kehilangan gigi, penurunan indra pengecap,
sensitivitas akan rasa lapar juga ikut menurun, liver (hati)
mengalami penyusutan ukuran dan menurunnya tempat
penyimpanan, serta berkurangnya pasokan aliran darah.
g) Sistem Perkemihan
Perubahan signifikan sangat terlihat pada sistem
perkemihan lansia. Sejumlah fungsi dalam sistem ini mengalami
kemunduran, seperti laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi ginjal.
h) Sistem Saraf
Susunan sistem saraf mengalami perubahan dari segi
anatomi dan terjadinya atropi yang bersifat progresif pada serabut
saraf lansia. Konsekuensinya adalah penurunan koordinasi dan
mobilitas lansia menjadi terganggu.
i) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi lansia perubahan yang terjadi yaitu
ukuran ovarium dan uterus menjadi menciut. Payudara mengalami
atropi. Sedangkan pada lansia laki-laki testis masih mampu dalam
memproduksi spermatozoa, namun tetap terjadi penurunan.
2) Perubahan Kognitif
Menurut Febriyenti (2017), adapun faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi perubahan kognitif pada lanjut usia adalah
sebagai berikut:
a) Memory (Daya Ingat)
b) IQ (Intellegent Quotient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi (Motivation)
3) Perubahan Mental
Menurut Febriyenti (2017), adapun faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi perubahan mental pada lanjut usia adalah
sebagai berikut:
a) Kesehatan umum
b) Tingkat pendidikan
c) Keturunan (hereditas)
d) Lingkungan
e) Gangguan syaraf panca indra, timbul gangguan pendengaran dan
penglihatan
f) Gangguan konsep diri akibat kehilangan karir atau jabatan
g) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga
h) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri (body image), serta perubahan konsep diri
e. Pengkajian fokus keperawatan pada lansia
Menurut Doengoes (2018) Pengkajian adalah tahapan seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus terhadap anggota
keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang dipergunakan
mengkaji status kesehatan adalah:
1) Identitas
Meliputi nama, jenis jenis kelamin ( lebih sering pada pria
daripada wanita), usia (terutama pada usia 30- 40), alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosis medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit mulai dari timbulnya keluhan yang di
rasakan sampai saat di bawa ke layanan kesehatan, apakah pernah
memeriksakan dirinya ke tempat lain serta pengobatan yang telah di
berikan dan bagaimana perubahannya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah pernah ada anggota keluarga klien yang
menderita penyakit yang sama seperti yang diderita klien sekarang ini.
6) Pengkajian Psikososial dan Spiritual
a) Psikologi : apakah klien mengalami peningkatan stress
b) Sosial : Cenderung menarik diri dari lingkungan
c) Spiritual : Kaji apa agama pasien, bagaimana pasien menjalankan
ibadah menurut agamanya
7) Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a) Kebutuhan nutrisi
Makan : kaji frekuensi, jenis, komposisi (pantangan makanan
kaya protein).
Minum : kaji frekuensi, jenis (pantangan alkohol)
b) Kebutuhan eliminasi
BAK : kaji frekuensi, jumlah, warna, bau
BAB : kaji frekuensi, jumlah, warna, bau
c) Kebutuhan aktivitas
Biasanya klien kurang / tidak dapat melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara mandiri akibat nyeri dan pembengkakan
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan
palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien
seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat
diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat
kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan
anjurkan klien melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa
gerakan bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan
tersebut aktif, pasif atau abnormal.
9) Pengkajian keseimbangan untuk lansia
Pengkajian posisi dan keseimbangan (sullivan)
No Tes koordinasi Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal, menutup mata
3 Berdiri dengan kaki rapat
4 Berdiri dengan satu kaki
5 Berdiri, fleksi trunk dan berdiri ke posisi
netral
6 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
7 Berjalan, tempatkan tumit salah satu kaki
didepan jari kaki yang lain
8 Berjalan sepanjang garis lurus
9 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan pada tumit
14 Berjalan dengan ujung kaki
Jumlah
Keterangan
4 : mampu melakukan aktifitas dengan lengkap
3 : mampu melakukan aktifitas dengan bantuan
2 : mampu melakukan aktifitas dengan bantuan maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktifitas

Nilai
42-54 : mampu melakukan aktifitas
28-41 : mampu melakukan sedikit bantuan
14-27 mampu melakukan bantuan maksimal
14 ≤ : tidak mampu melakukan

10) Pengkajian fungsional lansia


KATZ
Indeks kemandirian Katz untuk menilai aktifitas kehidupan sehari-
hari (ADL)
No Aktivitas Mandiri Tergantung
1 Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu)
atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta
tidak mandi sendiri
2 Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian
3 Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil
dan menggunakan pispot
4 Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur
atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih
perpindahan
5 Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan
kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers)
6 Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral ( NGT )
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien
Analisis hasil/ nilai:
A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian, dan mandi.
B : Kemandirian dalam semua hal, kecuali satu dari fungsi tersebut.
C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan.
E : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah, dan satu fungsi tambahan.
G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.

11) Modifikasi Barthel Indeks


Barthel Indeks merupakan skala yang digunakan untuk mengukur kinerja
dalam aktifitas sehari-hari.
NILAI
KETER
No KRITERIA BANTUA MANDIR
ANGAN
N I
1 Makan 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat
5-10 15
tidur, sebaliknya
3 Kebersihan diri, mencuci muka,
menyisir, mencukur dan menggosok 0 5
gigi
4 Aktivitas di toilet (menyemprot,
5 10
mengelap)
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di jalan yang datar (jika
tidak mampu jalan / melakukannya 10 15
dengan kursi roda)
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian termasuk mengenakan
5 10
sepatu
9 Mengontrol BAB 5 10
10 Mengontrol BAK 5 10
Total
Penilaian:
0 – 20 : Ketergantungan
21 – 61 : Ketergantungan berat/ sangat ketergantungan
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

12) Pengkajian masalah emosional


a) Pertanyaan tahap 1
(1) Apakah klien mengalami susah tidur?
(2) Apakah klien sering merasa gelisah?
(3) Apakah klien murung atau menangis sendiri?
(4) Apakah klien sering was-was atau kuatir?
Lanjutkan pertanyaan tahap 2 jika jawaban “ya” 1 atau lebih.
b) Pertanyaan tahap 2
(1) Keluhan > 3 bulan atau > 1 kali dalam sebulan
(2) Ada masalah atau banyak pikiran
(3) Ada gangguan atau masalah dengan orang lain
(4) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter
(5) Cenderung mengurung diri
Jika >1 atau = 1 jawaban “ya”, maka ada masalah gangguan
emosional.

13) Pengkajian status kognitif dan afektif


a) SPMSQ (short portable mental status quesioner). Ajukan
beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini:
No Item Pertanyaan Benar Salah
1 Jam berapa sekarang?
Jawab:
………………………………………………
2 Tahun berapa sekarang?
Jawab:
………………………………………………
3 Kapan bapak/ ibu lahir?
Jawab:
………………………………………………
4 Berapa umur bapak/ ibu sekarang?
Jawab:
………………………………………………
5 Dimana alamat bapak/ ibu sekarang?
Jawab:
………………………………………………
6 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal
bersama bapak/ ibu?
Jawab:
………………………………………………
7 Siapa nama naggota keluarga yang tinggal bersama
bapak/ ibu?
Jawab:
………………………………………………
8 Tahun berapa Hari kemerdekaan Indonesia?
Jawab:
………………………………………………
9 Siapa nama Presiden Republik Indonesia sekarang?
Jawab:
………………………………………………
10 Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1?
Jawab:
………………………………………………
Jumlah
Analisis Hasil
Skor salah (0 – 2) : Fungsi intelektual utuh
Skor salah (3 – 4) : Kerusakan intelektual ringan
Skor salah (5 – 7) : Kerusakan intelektual sedang
Skor salah (8 – 10): Kerusakan intelektual berat

b) MMSE (Mini Mental Status Exam)


No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar
Tahun :
Musim :
Tanggal:
Hari :
Bulan :
2 Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada?
Negara :
Propinsi:
Kabupaten/kota:
Panti werda:
Wisma :
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek
(misal: kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakan kepada
klien, menjawab:
1. Objek ........
2. Objek ........
3. Objek ........
4 Perhatian dan 5 Meminta klien berhitung
kalkulasi mulai dari 100 kemudian
kurangi 15 sampai 5 tingkat.
Jawaban:
a. 85
b. 70
c. 40
d. 25
e. 10
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek pada poin ke 2
(tiap poin nilai 1), misal:
kursi, meja, kertas
1. Objek ........
2. Objek ........
3. Objek ........
6 Bahasa 9 a. Menanyakan pada klien
tentang benda (sambil
menunjukan benda
tersebut).
Contoh :
Jam tangan, meja, kursi,
pensil

b. Minta klien untuk


mengulangi kata berikut:
tidak ada, dan, jika/ tetapi

c. Minta klien untuk


mengikuti perintah berikut
yang terdiri 3 langkah:
1. Ambil kertas ditangan
anda
2. Lipat dua
3. Taruh di lantai

d. Perintahkan pada klien


untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah
nilai satu poin).
“tutup mata anda”

e. Perintahkan kepada klien


untuk menulis kalimat
atau menyalin gambar.
Klien menulis/
menggambar
Total nilai 30
Interpretasi hasil
> 23 : aspek kognitif dari fungsi mentak baik
1 – 22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
0 – 17 : terdapat kerusakan fungsi mental berat

14) Pengkajian skala jatuh pada lansia


Morse Fall Scale (MFS) digunakan untuk melakukan pengkajian
skala jatuh pada lansia
No Pengkajian Skala Nilai

1 Riwayat jatuh: Apakah lansia pernah jatuh Tidak : 0


dalam 3 bulan terakhir?
Ya : 25

2 Diagnosa sekunder: Apakah lansia memiliki Tidak : 0


lebih dari satu penyakit?
Ya : 15

3 Alat bantu jalan:

- Bed rest/ dibantu perawat 0


- Kruk/ tongkat/ walker
- Berpegangan pada benda-benda disekitar 15
(kursi, lemari, meja) 30

4 Terapi intravena : Apakah saat ini lansia Tidak : 0


terpasang infus?
Ya : 20

5 Gaya berjalan/ cara berpindah

- Normal/ bed rest/ imobilisasi (tidak dapat 0


bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang, diseret)
20

6 Status mental

- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri 0


- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat
15

TOTAL SKALA

Tingkatan risiko jatuh


0 – 24 : Tidak berisiko (tindakan perawatan dasar)
25 – 50 : Risiko rendah (pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh
standar)
>51 : Risiko tinggi (pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh
risiko)

15) Pengkajian tingkat depresi pada lansia


Geriatric Depression Scale merupakan skala yang digunakan
untuk pengkajian tingkat depresi pada lansia
No Pertanyaan Keterangan
1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya Tidak
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau Ya Tidak
kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Ya Tidak
4 Apakah anda sering merasa bosan? Ya Tidak
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya Tidak
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada Ya Tidak
anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya Tidak
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Ya Tidak
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar Ya Tidak
dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat Ya Tidak
anda dibandingkan kebanyakan orang?
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya Tidak
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? Ya Tidak
13 Apakah anda merasa penuh semangat? Ya Tidak
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Ya Tidak
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaanya dari anda? Ya Tidak
SKOR
Keterangan:
Lingkari pilihan jawaban berdasarkan pernyataan klien
Skor : hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal
Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1
Skor antara 5 – 9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

16) Penilaian potensi dekubitus


Skor norton digunakan untuk menilai potensi dekubitus
No Item Penilaian Skor
1 Kondisi fisik:
 Baik 4
 Cukup baik 3
 Buruk 2
 Sangat buruk 1
2 Kondisi mental:
 Waspada/ sadar penuh 4
 Apatis 3
 Bingung 2
 Pingsan/ tidak sadar 1
3 Aktifitas:
 Dapat berpindah sendiri 4
 Berjalan dengan bantuan 3
 Terbatas dikursi 2
 Terbatas ditempat tidur 1
4 Mobilitas:
 Penuh/ bergerak bebas 4
 Sedikit terbatas 3
 Sangat terbatas 2
 Sulit bergerak 1
5 Inkontinensia:
 Tidak ngompol 4
 Kadang-kadang 3
 Sering inkontinensia urin 2
 Inkontinensia alvi dan urin 1
SKOR
Keterangan:
Skor < 14 : Resiko tinggi terjadinya ulkus diabetikum
Skor < 12 : Peningkatan risiko 50 kali lebih besar terjadinya ulkus
diabetikum
Skor 12 – 13 : Resiko sedang
Skor > 14 : Resiko kecil

17) Diagnosa Keperawatan


Menurut Doengoes (2018) diagnosa keperawatan pada
lansia yang sering muncul ialah:
a) Gangguan Memori
b) Penurunan Curah Jantung
c) Perfusi Perifer Tidak Efektif
d) Gangguan Pertukaran Gas
e) Pola Napas Tidak Efektif
f) Defisit Nutrisi
g) Gangguan Eliminasi Urin
h) Konstipasi
i) Gangguan Komunikasi Verbal
j) Defisit pengetahuan

2. Konsep Dasar Penyakit


a. Definisi
Secara umum hipertensi bisa dijelaskan sebagai kondisi dimana
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg. Secara alami tekanan darah manusia berfluktuasi
sepanjang hari. Tekanan darah tinggi dapat menjadi masalah bila tetap
persisten dalam jangka waktu yang lama. Tekanan darah mengakibatkan
terjadinya tegangan atau gangguan pada sistem sirkulasi dan organ yang
menerima suplai darah (termasuk jantung dan otak) (Manutung 2018).
Hipertensi arterial disederhanakan dengan sebutan tekanan darah
tinggi (Black dan Hawks, 2014). Hipertensi merupakan suatu
peningkatan tekanan darah dalam arteri. Hipertensi dihasilkan dari dua
faktor utama yaitu jantung yang memompa dengan kuat dan arteriol yang
sempit sehingga darah mengalir menggunakan tekanan untuk melawan
dinding pembuluh darah (Widyanto dan Tribowo, 2013).
1) Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut Nurarif & Kusuma (2016), sebagai
berikut:

Table 2.1 klasifikasi derajat hipertensi

Ketogori Sistolik Diastolik


Normal <120 mmHg <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 140-159 mmHg 90-99 mmHg
1
Hipertensi stage ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
2
Hipertensi stage ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg
3
(keadaan gawat)
Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2016)

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), hipertensi lanjut usia


dibedakan atas:
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari
90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia
adalah terjadinya perubahan-perubahan pada
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
b. Etiologi
Menurut Aspiani (2016), berdasarkan penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu:
1) Hipertensi essensial (primer)
Penyebab hipertensi esensial belum bisa diketahui secara pasti.
Tetapi, ada bermacam-macam faktor yang diperkirakan bisa
mendorong munculnya hipertensi primer, termasuk penambahan
usia, tekanan psikologis, dan juga herediter (atau diwarsikan oleh
orang tua). Sekitar 90% penderita hipertensi atau lebih tergolong
hipertensi primer, sedangkan hipertensi sekunder sekitar 10%
(Manutung, 2018).
Hipertensi primer dijelaskan sebagai hipertensi yang
penyebabnya bukan karena organ lain, seperti ginjal dan jantung
mengalami gangguan. Hipertensi ini bisa didorong oleh faktor
penyebab kondisi lingkungan, seperti faktor hereditas,
ketidakseimbangan pada pola hidup, keramaian, stres, dan pekerjaan.
Kebanyakan hipertensi primer diakibatkan oleh faktor stres. Gaya
hidup pun akhirnya mendukung timbulnya hipertensi kategori ini,
diantaranya konsumsi berlebih terhadap makanan berlemak dan
garam yang tinggi, kurangnya aktifitas tubuh untuk bergerak aktif,
kebiasaan merokok, dan juga konsumsi alkohol serta kafein.
Disamping itu, hipertensi bisa juga terjadi karena gangguan dalam
rekaman masa lalu pada jiwa seseorang dan bisa pula didorong oleh
faktor genetika dan lingkungan fisik orang tersebut (Manutung,
2018).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dimana penyebabnya
sudah dipastikan termasuk adanya gangguan pada pembuluh darah
ginjal, kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan sebagainya (Manutung, 2018).
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas salah
satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal,
yang terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat
kongenital atau akibat aterosklerosis stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan
baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan
angiotensin II. Angiotensin II secara langsung 14 meningkatkan
tekanan darah tekanan darah, dan secara tidak langsung
meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorpsi natrium. Apabila
dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang
terkena di angkat,tekanan darah akan kembali ke normal.
Penyebab lain dari hipertensi sekunder, antara lain
ferokromositoma, yaitu tumor penghasil epinefrin di kelenjar
adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung
dan volume sekuncup, dan penyakit cushing, yang menyebabkan
peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan
CTR karena hipersensitivitas system saraf simpatis aldosteronisme
primer (peningkatan aldosteron tanpa diketahui penyebab-nya) dan
hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral juga dianggap
sebagai kontrasepsi sekunder (Aspiani, 2016).
3) Faktor resiko
Menurut Kartika (2021), faktor resiko yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu :
a) Tidak dapat diubah:
(1) Keturunan, faktor ini tidak bisa diubah. Jika di dalam
keluarga pada orangtua atau saudara memiliki tekanan
darah tinggi maka dugaan hipertensi menjadi lebih besar.
Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi
lebih tinggi pada kembar identik dibandingkan kembar tidak
identik. Selain itu pada sebuah penelitian menunjukkan
bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah
tekanan darah tinggi.
(2) Usia, faktor ini tidak bisa diubah. Semakin bertambahnya
usia semakin besar pula resiko untuk menderita tekanan
darah tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan regulasi
hormon yang berbeda.
b) Dapat diubah:
(1) Konsumsi garam, terlalu banyak garam (sodium) dapat
menyebabkan tubuh menahan cairan yang meningkatkan
tekanan darah.
(2) Kolesterol, Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah
menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah menyempit, pada akhirnya
akan mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi.
(3) Kafein, Kandungan kafein terbukti meningkatkan tekanan
darah. Setiap cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein,
yang berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.
(4) Alkohol, alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh
darah. Ini akan menyebabkan tekanan darah meningkat.
(5) Obesitas, Orang dengan berat badan diatas 30% berat badan
ideal, memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi.
(6) Kurang olahraga, Kurang olahraga dan kurang gerak dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. Olahraga teratur
dapat menurunkan tekanan darah tinggi namun tidak
dianjurkan olahraga berat.
(7) Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas,
yang cenderung meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu. Jika stress telah berlalu maka tekanan
darah akan kembali normal.
(8) Kebiasaan merokok, Nikotin dalam rokok dapat
merangsang pelepasan katekolamin, katekolamin yang
meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan
vasokonstriksi yang kemudian meningkatkan tekanan darah.
(9) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expansion,
Penghentian penggunan kontrasepsi hormonal, dapat
mengembalikan tekanan darah menjadi normal kembali..
c. Patofisologis
Tekanan darah di pengaruhi oleh curah jantung dan tahanan
perifer. Faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer
akan mempengaruhi tekanan darah ada beberapa faktor genetik, obesitas,
jenis kelamin, stress dan usia (Irianto, 2014)
Hipertensi menyebabkan kerusakan padan vaskuler pembuluh
darah sehingga mengakibatkan perubahan struktur pada pembuluh darah
dan terjadilah penyumbatan atau vasokontriksi. Hal tersebut akan
menyebabkan gangguan sirkulasi (Nurarif, 2015).
Gangguan sirkulasi akan berdampak pada otak, ginjal, pembuluh darah
dan retina. Gangguan sirkulasi pada otak mempengaruhi otak sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah ke otak sehingga timbul nyeri
dan pola tidur terganggu. Sirkulasi yang terganggu juga menyebabkan
penurunan oksigen ke otak akan terjadi sinkop terjadilah gangguan
perfusi jaringan perifer. Vasokontriksi pembuluh darah di ginjal akan
menyebabkan blood flow mengalami penurunan sehinggan RAA akan
merespon dan terjadinya rangsang aldosteron menyebabkan retensi Na
mengakibatkan edema. Peningkatan afterload yang disebabkan oleh
vasokontriksi sistemik akan menyebabkan penurunan curah jantung,
peningkatan afterload juga akan menyebabkan cemas sehingga penderita
akan diminta untuk beristirahat agar tidak mempengaruhi tekanan
darahnya selain itu juga menyebabkan iskemik miokard karena koroner
di pembuluh darah sehingga timbul nyeri. Diplopia yang terjadi pada
mata diakibatkan spasme arteriole pada retina akan menyebabkan resiko
cidera pada klien (Nurarif, 2015).
PATHWAY

Umur Stress Jenis Kelamin Obesitas Keturunan

Elastesitas
arteriosklerosis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Ggn sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh Darah Retina

Resistensi Suplai Vasokontriksi Spasme


sistemik koroner arteriole
pembuluh O2 pembuluh
darah otak darah ginjal
Vasokontriksi Diplopia
Sinkop Blood Iskemik
Nyeri flow
Afterload miocard
akut
Resiko cidera

Respon Nyeri
Ggn. Pola Perfusi jaringan RAA
tidur perifer tidak
efektif
Intoleransi
fatigue
aktivitas
Retensi Na Rangsang
aldosteron Penurunan
Curah
jantung
Edema

Sumber: Irianto (2014), Nurarif (2015) dan PPNI (2017)


d. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi secara umum menurut (Amanda,
2018) ada beberapa yaitu:
a) Stres nafas
b) Mengeluh sakit kepala,pusing
c) Gelisah
d) Lemas, kelelahan
e) Kesadaran menurun
f) Penglihatan kabur
g) Mati rasa atau rasa kesemutan
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki
keluhan. Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah,
palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah
lelah, lemas dan impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi
berat, dengan ciri khas nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari.
Anamnesis identifikasi faktor risiko penyakit jantung, penyebab
sekunder hipertensi, komplikasi kardiovaskuler, dan gaya hidup
pasien. Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis
hipertensi dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan
tekanan darah yang berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor
gaya hidup (perubahan pekerjaan menyebabkan penderita bepergian
dan makan di luar rumah), penurunan frekuensi atau intensitas
aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien dengan riwayat keluarga
dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke hipertensi esensial.
Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram otot,
kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema,
gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral,
wajah membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat
terlarang, dan tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah
pada hipertensi sekunder (Adrian, 2019).
e. Pemeriksaan penunjang
Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada penderita hipertensi adalah:
a) Laboratorium
(1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
(2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena
parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.
(3) Darah perifer lengkap
(4) Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
b) EKG
(1) Hipertrofi ventrikel kiri
(2) Iskemia atau infark miocard
(3) Peninggian gelombang P
(4) Gangguan konduksi
c) Foto Rontgen
(1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi
aorta.
(2) Pembendungan, lebar paru
(3) Hipertrofi parenkim ginjal
(4) Hipertrofi vascular ginjal
f. Komplikasi
Komplikasi akibat hipertensi menurut Ignatavicius (2017), antara
lain :
a. Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan
karena berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba.
Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat
berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA
(cerebrovascular accident). Hipertensi menyebabkan tekanan yang
lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding
pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah.
Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada
bukan penderita hipertensi.
b. Penyakit jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai
akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi.
c. Otak
Menyebabkan penyakit stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Pada stroke iskemik terjadi karena aliran darah yang
membawa oksigen dan nutrisi ke otak terganggu. Stroke hemoragik
terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak yang diakibatkan
oleh tekanan darah tinggi yang persisten.
d. Penyakit arteri koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama
penyakit arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak
terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri,
arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex.
Aliran darah kedistal dapat mengalami obstruksi yang di sebabkan
oleh akumulasi plak atau penggumpalan.
e. Aneurisma
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada
yang terpisah sehingga memungkinkan darah masuk. pelebaran
pembuluh darah bisa timbul karena dinding pembuluh darah aorta
terpisah atau disebut aorta disekans.
f. Mata
Menyebabkan penyakit kerusakan retina (vascular retina),
yang terjadi karena adanya penyempitan atau penyumbatan
pembuluh arteri di mata.
g. Kebutuhan
Tidak sedikit penderita hipertensi berakhir dengan
kebutuhan permanen. Kebutuhan ini muncul akibat hipertensi yang
berlangung selama bertahun-tahun atau yang disebut dengan
hipertensi kronis. Pada penderita tekanan darah tinggi tidak sedikit,
tekanan bola mata sehingga menyebabkan pecahnya bola mata
pada penderita hipertensi.
g. Penatalaksaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta
morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan
distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko. Hal ini dapat
dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat
antihipertensi (Aspiani, 2016).

Terapi pada penyakit hipertensi menurut Marya (2013) dibagi


menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis.
a) Terapi farmakologis
(1) Diuretic
Peranan sentral retensi garam dan air dalam proses
terjadinya hipertensi essensial, penggunaan diuretic dalam
pengobatan hipertensi dapat masuk akal. Akan tetapi, akhir-
akhir ini rasio manfaat terhadap resikonya masih belum jelas.
Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan diuretic
seperti hypokalemia, hipereurisemia, dan intoleransi
karbohidrat dapat meniadakan efek manfaat obat tersebut
dalam menurunkan tekanan darah tinggi.
(2) Vasodilator
Peningkatan resistensi perifer merupakan kelainan
utama hipertensi essensial, maka pemberian obat vasodilator
dapat menjawab kelainan ini. Obat-obat vasodilator akan
menyebabkan vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah yang
akan menurunkan tekanan darah.
b) Terapi non farmakologis
Terapi non farmakologis bagi penderita hipertensi, yaitu:
(1) Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor seperti stress,
merokok dan obesitas
(2) Melakukan aktivitas olahraga aerobic secara teratur
(3) Membatasi asupan jumlah kalori, garam, kolesterol, lemak
dan lemak jenuh dari makanan.
h. Pengkajian keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan,
kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari
klien, untuk informasi yang diharapakan dari klien (Iqbal, 2016).
a. Identitas
Identitas klien meliputi pengkajian mengenai nama,
tempat/tanggal lahir klien, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,
golongan darah, agama, status perkawinan klien, alamat, jenis
kelamin, orang yang paling dekat dengan klien atau yang
bertanggung jawab, hubungan orang tersebut dengan klien,
alamat dan jenis kelamin orang tersebut.
b. Riwayat kesehatan
i. Keluhan utama
Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri kepala yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan aliran darah ke otak.
ii. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya
pusing, jantung kadang berdebar-debar, cepat lelah,
palpitasi, kelainan pembuluh retina (hipertensi retinopati),
vertigo dan muka merah dan epistaksis spontan.
iii. Riwayat kesehatan masa lalu
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua
golongan : (1) Hipertensi essensial atau hipertensi primer
yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatis dan factor-faktor yang meningkatkan
resiko seperti : obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
(2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya
seperti : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vascular dan hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan.
iv. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita
daripada pria dan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh
factor keturunan yaitu jika orang tua mempunyai riwayat
hipertensi maka anaknya memiliki resiko tinggi menderita
penyakit seperti orang tuanya.
c. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan
penyakit klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat
meliputi adanya kecemasan individu dengan rentan variasi
tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan
adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon
nyeri dan kurang pengetahuan akan program pengobatan dan
perjalanan penyakit. Adanya perubahan aktivitas fisik akibat
adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon
terhadap konsep diri yang maladaptif.
d. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi Purin.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi
dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah
keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi
saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri
pada kulit apakah terdapat kelainan seperti benjolan dan
merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan
pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan bandingkan
antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut aktif,
pasif atau abnormal.
i. Diagnosa keperawatan gerontik
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077)
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas (D.0008)
c) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan
sirkulasi (D.0009)
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0153)
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(D.0055)
f) Resiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan (D.0136)
j. Rencana tindakan keperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan keperawatan (SLKI) Tindakan keperawatan (SIKI)


o

1. Nyeri akut b.d agen Label : Tingkat nyeri (L.08066) Label : manajemen nyeri (I.08238)
cedera biologis (D.0077) Setelah diberikan asuhan Observasi
keperawatan selama 2 x - Kaji secara komprehensip terhadap nyeri
kunjungan, diharapkan nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
yang dirasakan dapat berkurang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
dengan kriteria Hasil : faktor presipitasi
1. Klien melaporkan nyeri berkurang Terapeutik
(Skala 1-3) - Tentukan pengaruh pengalaman nyeri
2. Klien tidak tampak mengeluh dan terhadap kualitas hidup( napsu makan,
menangis tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial)
3. Ekspresi wajah klien tidak - Control lingkungan yang dapat
menunjukkan nyeri mempengaruhi respon ketidaknyamanan
4. Klien dapat menggunakan teknik non klien
farmakologis - Ajarkan cara penggunaan terapi non
5. Klien menggunakan analgesic sesuai farmakologi (Pijatan atau akupresur pada
instruksi titik-titik tertentu di kaki)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian Analgesic

2. Penurunan curah jantung Label : Curah jantung (L.02008) Label :Perawatan jantung (I.02075)
b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan ke Observasi :
kontraktilitas (D.0008) Perawatan 1x 24 jam penurunan curah - Identifikasi tanda/gejala primer curah
jantung teratasi , dengan kriteria hasil : jantung (dyspnea, kelelahan,edema)
1. Dispnea, dari sedang (3) menjadi - Identifikasi tanda/gejala sekunder
meningkat (1) penurunan curah jantung (peningkatan
2. Lelah, dari sedang (3) menjadi berat badan, ronki basah, batuk,kulit
meningkat (1) pucat)
3. Edema, dari sedang (3) menjadi - Monitor tekanan darah
meningkat (1) - Monitor berat badan setiap hari pada
4. Pucat/sianosis, dari sedang (3) waktu yang sama
menjadi meningkat (1) - Monitor saturasi oksigen
5. Suara jantung S3, dari sedang (3) - Monitor keluhan nyeri dada
menjadi meningkat (1) (intensitas,lokasi,radiasi,durasi,presivitas
6. Berat badan, dari sedang (3) yang mengurangi nyeri)
menjadi meningkat (1) Terpeutik :
7. Tekanan darah, dari sedang (3) - Posisikan pasien semi flowler atau fowler
menjadi membaik (5) dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (batasi
asupan kafein,natrium,kolesterol dan
makanan tinggi lemak)
- Fasilitas pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan dukungan emosinal dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi :
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleran
- Anjurkan beraktivitas secara bertahap
- Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
- Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
- Rujuk ke program rehabilitas jantung
3. Perfusi jaringan perifer Label : Perfusi perifer (L.02011) Label : Perawatan sirkulasi (I.02079)
tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
gangguan sirkulasi 1x24 jam diharapkan ketidakefektifan - Periksa sirkulasi perifer (Nadi perifer,
(D.0009) perfusi jaringan perifer teratasi dengan warna, suhu )
kriteria hasil : - Monitor panas, kemerahan, nyeri serta
1. Denyut nadi perifer, dari sedang (3) pembekakan
menjadi meningkat (5) - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
2. Warna kulit pucat, dari sedang (3) (diabetes atau hipertensi)
menjadi menurun (5) Teraputik :
3. Akral, dari sedang (3) menjadi - Hindari pemasangan infus atau
membaik (5) pengambilan darah di lokasi keterbatasan
4. Turgor kulit, dari sedang (3) perfusi
menjadi membaik (5) - Hindari pengukuran tekanan darah
- Lakukan hidrasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat penurun tekanan
darah
4. Intoleransi aktivitas b.d Label :Toleransi aktivitas (L.05047) Label : Manajemen energi (I.05178)
kelemahan (D.0153) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
1x 24 jam intoleransi aktivitas teratasi , - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
1. Frekuensi nafas, dari sedang (3) ke - Monitor kelelahan fisik dan emosional
membaik (5) - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
2. Dyspnea setelah beraktivitas, dari selama melakukan aktivitas
sedang (3) ke meningkat (1) Terapeutik :
3. Keluhan lelah, dari sedang (3) ke - Lakukan latihan rentang gerak aktif dan
meningkat (1) fisik
4. Perasaan lemah, dari sedang (3) ke - Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
meningkat (1) tidak dapat berindah atau berjalan
5. Saturasi oksigen, dari sedang (3) ke Edukasi :
meningkat (5) - Anjurkan melakukan aktivitas secara
6. Kemudahan dalam melakukan bertahap
aktivitas sehari-hari, dari sedang (3) - Anjurkan menghubungi perawat jika ada
ke meningkat (5) tanda dan gejala kelelahan tidak
7. Warna kulit, dari sedang (3) ke berkurang
membaik (5) Kolaborasi :
8. Tekanan darah, dari sedang (3) ke - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
membaik (5) meningkatkan asupan makanan
9. Sianosis, dari sedang (3) ke
meningkat (1)

5. Gangguan pola tidur b.d Label : pola tidur (L.05045) Label : Dukungan tidur (I.0925)
kurang control tidur (D. Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
0055). diharapkan jumlah jam tidur klien dalam - Monitor dan catat kebutuhan tidur klien
batas setiap hari dan jam.
normal dengan kriteria - Determinasi efek-efek medikasi terhadap
hasil : pola tidur.
1. Jumlah jam tidur dalam batas Terapeutik
normal 6-8 jam/hari. - Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
2. Pola tidur dan kualitas tidur dalam - Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
batas normal. sebelum tidur (membaca).
3. Perasaan segar setelah tidur dan - Ciptakan lingkungan yang nyaman.
istirahat. Kolaborasi
4. Mampu mengidentifikasi hal-hal - Diskusikan dengan klien tentang teknik
yang meningkatkan tidur tidur klien.

6. Resiko cedera b.d Label : tingkat cedera (L.14136) Label : manajemen lingkungan (I.14514)
gangguan penglihatan Setelah dilakukan asuhan Observasi
(D.0136) keperawatan selama 4x - Sediakan lingkungan yang aman dan
nyaman
kunjungan diharapkan pasien
- Hindarkan lingkungan yang berbahaya
terbebas dari cedera dengan
Terapeutik
Kriteria Hasil :
- Pasang side rail tempat tidur
1. Klien terbebas dari cidera
- Tempatkan saklar lampu ditempat yang
2. Klien mampu menjelaskan cara
mudah dijangkau
untuk mencegah cidera
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan
3. Klien mampu menjelaskan factor
bersih
resiko dari lingkungan
- Anjurkan keluarga untuk menemani
4. Mampu memodifikasi gaya hidup pasien.
untuk mencegah injury - Berikan alat bantu seperti tongkat
Edukasi
- Jelaskan cara membuat lingkungan rumah
yang aman
DAFTAR PUSTAKA

Alert, Villarroel, R. M, Formiga, F, Casas, N , Farre, C. V. (2016). Assesing Risk


Screening Methods of Malnutrition in Geriatric Patients: Mini Nutritional
Assesment (MNA) Versus Geriatric Nutritional Risk Index (GNRI). Nutr Hosp.
27(2):590-598. http://www.mna-
elderly.com/forms/mini/mna_mini_indonesia.pdf. Diunduh pada tanggal
15 Mei 2019.
Amanda, D., & Martini, S. (2018). The Relationship between Demographical
Characteristic and Central Obesity with Hypertension. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 6(1), 43. https://doi.org/10.20473/jbe.v6i12018.43-50

Anshari, Z. (2020). Komplikasi Hipertensi Dalam Kaitannya Dengan


Pengetahuan Pasien Terhadap Hipertensi Dan Upaya Pencegahannya. Jurnal
Penelitian Keperawatan Medik, 2(2), 44–51.
http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JPKM/article/view/289
Andormoyo, Sulistyo. (2015). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.
Asikin M, dkk. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG.
As’adi, Muhammad. (2010). Waspadai Asam Urat. Yogyakarta: Diva Press.

Febriyenti, dkk (2017). Perbedaan Status Psikososial Lanjut Usia Yang Tinggal
Di Panti Werdha Damai Ranomuut Manado Dengan Yang Tinggal
Bersama Keluarga Di Desa Sarongsong II Kecamatan Airmadidi
Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Keperawatan Universitas Sam Ratulangi
Manado. Vol.5 No.1

Deharnita,dkk. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Fungsi Kognitif


Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Solok
Poltekes Kemenkes Padang. Vol.10 Jilid.2
Doengoes, Marilynn E , dkk. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Depkes. Lansia yang sehat, lansia yang jauh dari demensia.2016. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/article/view/16031000003/menkes-lansia-
yangsehat-lansia-yang-jauh-dari-demensia.html. 20 Oktober 2016.
Depkes, 2019, Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes, 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar: Dinas Kesehatan Pemerintah
Provinsi Kalimantan selatan.
Ekasari, et al. (2018). Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai
Intervensi. Malang: Wineka Media. 117 hlm.
Deharnita,dkk. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Fungsi
Kognitif Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Solok Poltekes Kemenkes Padang. Vol.10 Jilid.2 .

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Analisis Lansia di Indonesia.


Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI;
2017.

Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For
Interprofessional Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.
Iqbal, dkk. (2018). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Manuntung, A. (2018). Terapi Perilaku Kognitif Pada Pasien Hipertensi (1st ed.).
Malang: Wineka Media.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
ANDI.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.
Kholifah, S.N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan.
Sulaiman & Anggriani. (2018). Efek Postur Tubuh Terhadap Keseimbangan
Lanjut Usia Di Desa Suka Raya Kecamatan Pancur Batu. Jurnal
Jumantik, 3(2), 127-140.

Anda mungkin juga menyukai