Anda di halaman 1dari 18

KONSEP GANGUAN PERTUKARAN GAS PADA RESPIRATORY DISTRS

SYDROMER (RDS)

Disusun oleh :

Citra Nanda Aulia (14201210060) Sabatari Dian R.O (1420121017)


Tina Septiani (1420121061) Randy Pandu Wijaya (1420121055)
Saminah (1420121008) Adria Winata (1420121011)
Nanang Mardiana (1420121033) Kholis Agung (1420121030)
Nikmatul Hayati (1420121003) Restu Pebrian (14201210

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS QOMARUL HUDA BADARUDDIN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas hikmat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Dan kami sangat berterima kasih kepada Ns. Bq Fitrihan, M.Kep
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Respiratory Distress Syndrome (RDS) Dan semoga tugas sederhana
ini dapat dipahami bagi pembaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Sintung 11 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………1


1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………1
1.3 TUJUAN……………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………..3

2.1 Respiratory Distress Syndrome (RDS)……………………………………………...3

A. Pengertian……………...…………………………………………………………..3
B. Etiologi………………………………………………………………………..……3
C. Patofisiologi…………………………………..………….………………….……..4
D. Manifestasi klinis…………….………………….………………………….……...5
E. Penatalaksanaan……………………………………………………...……….
…....7

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Respiratory Distress Syndrome…...…8

BAB II PENUTUP.......................................................................................................................13

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..............14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripadawaktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada
waktuekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi
beberapakelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan
pada bayidan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi
dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane
diseasemerupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan
pertukarangas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS
ataukomplikasi yang dihasilkannya.
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktansebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif
dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan
cupinghidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam
beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan
polisitema. Tanda-tandalain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory
atau asidosis campuran.
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal
steroiddan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari
pelayanan NICUturun menjadi 1%.Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada
laporan tentangkejadian RDS.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian RDS (Respiratory Distress Syndrome)
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien RDS pada anak?

1
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian RDS (Respiratory Distress Syndrome).
2.Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasieen RDS pada anak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Gangguan Pertukaran Gas Pada Respiratory Distress Syndrome (RDS)

A. pengertian

Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan
pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). RDS disebut juga
sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat
difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD) (Meta Febri Agrina, Afnani
Toyibah, 2016).

Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan
pertukaran gas merupakan keadaan individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun
karbon dioksida antara alveoli paru dengan sistem vascular, dapat dipicu oleh sekresi yang kental
atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada sistem neurologis, terjadi depresi pada susunan
saraf pusat, atau terjadi penyakit radang pada paru (Mubarak, 2015).

B. Etiologi

RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat dengan usia kehamilan.
Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada
bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining
Surasmi, Siti Handayani, 2003).

Penyebab SGNN adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan
surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan bagian dari permukaan
mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya paru. Ketidakadekuatan surfaktan
menimbulkan kolaps paru, sehingga menyebabkan hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya,
2012). Sedangkan penyebab dari gangguan pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi
perfusi dan perubahan membran alveolus kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017)

3
C. Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya RDS.
Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau
tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin
tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan
memerlukan usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
(ekspirasi). Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan
energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani,
2003).

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal sehingga


terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis
metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.
Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan aliran darah paru menurun dan mengakibatkan
berkurangnya pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005). Atelektasis menyebabkan paru
tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan
sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam,
serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli (Asrining
Surasmi, Siti Handayani, 2003).

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan
stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma
akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Akibat lain adalah

4
kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel
yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini
melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran
gas (Ngastiyah, 2005).

D. Manifestasi klinis

Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi
30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai dengan riwayat asfiksia pada
waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak
dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam
(Ngastiyah, 2005).

Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :

a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60x/menit

b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

c. Sianosis

d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi

e. Takikardia (170x/menit)

Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim Pokja DPP PPNI
(2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :

1) Kadar PCO2 meningkat/menurun


Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, kadar
ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan kemoreseptor sentral. Nilai normal PCO2 yaitu
4,6-6,0 kPa atau 35-45mmHg, apabila terjadi peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan
kondisi asidosis respiratorik atau keadaan dimana kadar asam di dalam darah yang lebih
tinggi dari normal karena terjadi peradangan pada paru-paru, sebaliknya jika terjadi
penurunan PCO2 maka akan terjadi kondisi alkalosis respiratori dimana keadaan ini

5
merupakan suatu keadaan saat darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam
(James, Baker, & Swain, 2008).
2) PO2 menurun
PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling menentukan banyaknya O2
yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul oksigen berikatan secara ringan dan reversible
bersama Hb semakin tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb (Saminan, 2012).
Kadar PO2 yang rendah 10 menggambarkan hipoksemia dan klien tidak bernafas dengan
adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan.
Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg (James et al., 2008).
3) Takikardia
Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari Normal dalam kondisi
istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/ menit (Kozier, B., Erb, G., Berman,
A., & Snyder, 2010).
4) Kadar pH arteri meningkat/menurun
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan juga cairan tubuh
lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal yaitu7,0 apabila pH dibawah 7,0 adalah
asam dan bila di atas 7,0 adalah basa (alkali) (Mubarak et al., 2015). Pada darah nilai pH
yang normal yaitu berkisar antara 7,35-7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau
menurun < 7,35 maka keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau
>7,45 maka keadan ini disebut dengan alkalosis (James et al., 2008).
5) Bunyi nafas tambahan
Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu vesicular, trakeal,
brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar jernih dan tidak terputus-putus dengan
inspirasi lebih keras dibandingkan ekspirasi, trakeal yaitu suara napas yang terdengar pada
sisi leher /region tiroid suara nafas terdengan keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih
panjang dibandingkan inspirasi, brokial yaitu suara nafas yang menyerupai suara nafas
trakeal meski tidak sekeras suara nafas trakeal dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Selain ketiga suara nafas normal tersebut terdapat suara napas tambahan atau suara nafas
yang abnormal. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya penyempitan atau sumbatan pada
jalan nafas. Terdapat empat suara nafas tambahan diantaranya (Djojodibroto, 2016) :
a) Stridor

6
Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus), memiliki nada
tinggi yang dapat terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat ekspirasi, disebabkan
karena adanya penyempitan pada saluran nafas ini.
b) Ronkhi Basah
Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang bernada renda sehingga
memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak (raspy). Hal ini disebabkan oleh udara
melewati penyempitan dan dapat terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi.
c) Mengi (wheezing)
Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang terdengar kontinyu dan memiliki
nada lebih tinggi dibandingkan dengan suara nafas lainnya, bersifat musical disebabkan
karena terjadinya penyempitan pada saluran pernafasan kecil (bronkus perifer dan
bronkiolus).
d) Ronkhi Kering (Rales atau crackles)
Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas yang terdengan diskontinu (terputus-putus),
disebabkan oleh adanya cairan di dalam saluran nafas dan terjadi kolaps pada saluran
nafas bagian distal dan alveoli.

E.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan gangguan pertukaran
gas (Ngastiyah, 2005):
a. Memberikan lingkungan yang optimal
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o - 37o c)
dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat
(70-80%).
b. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks
terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental) dan lain-lain. Untuk
mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan
analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisa gas darah arteri tidak ada,

7
maka O2 diberikan dengan konsentrasi O2 tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang.
c. Pemberian cairan dan elektrolit
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5- 10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik
yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik
Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat
diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg
BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Pemberian surfaktan eksogen

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Respiratory Distress Syndrome (RDS)
Dengan Gangguan Pertukaran Gas

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang
berkaitan dengan masalah yang dialami klien (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:

a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea.
c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran preterm,
riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita hipertensi, riwayat neonatus
dengan asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan nilai APGAR skor rendah (Asrining
Surasmi, Siti Handayani, 2003).
d. Pemeriksaan Fisik

8
Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian
pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi takipnea, retraksi substernal, kreleks
inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan cuping hidung dan adanya sianosis (Wong,
2003).
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan analisa gas darah.

2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu, keluarga dan


komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
Diagnosis dibagi menjadi dua yaitu diagnosis positif dan diagnosisi negative. Diagnosis positif
yaitu menunjukkan klien dalam keadaan sehat dan dapat mencapai keadaan yang lebih sehat
diagnosis ini dapat disebut dengan diagnosis promosi kesehatan, sedangkan diagnosis negative
yaitu menunjukkan klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit, diagnosis negative
dapat dibagi dua yaitu actual dan potensial (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Pada penelitian
ini mengambil diagnosis keperawatan gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas
merupakan kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida pada
membrane alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan pertukaran gas
termasuk ke dalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi. Diagnosis actual
menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehtaan yang dapat menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Perumusan diagnosis actual menggunakan penulisan tiga bagian
yaitu masalah (P) berhubungan dengan penyebab (E) dibuktikan dengan tanda gejala (S), jadi
perumusan diagnosis dalam penelitian ini menjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolus kapiler dibuktikan dengan dipsnea, PCO2 meningkat/menurun,
PO2 menurun, takikardia, ph arteri abnormal, bunyi napas tambahan. Gejala dan tanda mayor
dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :

a. Subjektif yaitu : dispnea

b. Objektif yaitu : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, Ph arteri


meningkat/menurun, terdapat bunyi napas tambahan.

Gejala dan tanda minor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :

9
a. Subjektif yaitu : pusing dan penglihatan kabur

b. Objektif yaitu : Sianosis, embranesi, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas abnormal, warna
kulit abnormal, kesadaran menurun.

Kondisi klinis yang terkait pada gangguan pertukaran gas yaitu : PPOK, Gagal jantung
kongestif, asma, pneumonia, embranesis paru, penyakit membrane hialin, asfiksia, Persistent
Pulmonary Hypertension Of New Born (PPHN), prematuritas, infeksi saluran nafas (Tim Pokja
DPP PPNI SDKI, 2017).

3. Intervensi

Intervensi merupakan fase proses keperawatan yang penuh dengan pertimbangan yang sangat
sistematis,mencangkup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah (Kozier, B., Erb, G.,
Berman, A., & Snyder, 2010). Berikut intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah
gangguan pertukaran gas.

Tabel 1 Intervensi Keperawatan

Pada Bayi RDS Dengan Gangguan Pertukaran Gas

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan Pertukaran Setelah diberikan Asuhan Pemantauan Respirasi
Gas berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Observasi
perubahan mebran jam, diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama,
alveolus kapiler ditandai pertukaran gas meningkat kedalaman dan upaya nafas
dengan dispnea, PCO2 dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas (bradipnea,
meningkat/ menurun, 1. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
PO2 menurun,takikardia, 2. Bunyi nafas tambahan cheyne-stokes, biot, ataksik)
Ph arteri meningkat menurun 3. Monitor saturasi oksigen
/menurun, terdapat bunyi 3. Nafas cuping hidung 4. Monitor nilai analisa gas darah
napas tambahan menurun (AGD)
4. PCO2 membaik Terapeutik
5. PO2 membaik 1. Atur interval pemantauan respirasi
6. Takikardia membaik sesuai kondisi pasien

10
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu Manajemen jalan napas
Observasi
1. Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
1. Berikan posisi semi fowler atau
fowler
2. Berikan oksigen, jika perlu
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator, jika
perlu

(Sumber : Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Standar Luaran Kperawatan Indonesia,


2019.dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Standar Intervensi Kperawatan Indonesia,
2018).

4. Implementasi

Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan yaitu


tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Kozier, B., Erb,
G., Berman, A., & Snyder, 2010). Pelaksanaan implementasi yang dilakukan pada masalah
gangguan pertukaran gas yaitu, memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas,
memonitor pola napas, memonitor saturasi oksigen, memonitor nilai analisa gas darah (AGD),
mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan hasil
pemantauan, menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, menginformasikan hasil

11
pemantauan, memonitor bunyi napas tambahan, memberikan posisi fowler atau semi-fowler
untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen (Tim Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).

5. Evaluasi

Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan tahap yang
tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi
menentukan apakah intervensi keperawatan harus dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Kozier, B.,
Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).

Evaluasi keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut (Tim Pokja DPP
PPNI SlKI, 2018) :

a. Dispnea menurun
b. Bunyi nafas tambahan menurun
c. PCO2 membaik
d. PO2 membaik
e. Takikardia membaik
f. pH arteri membaik

12
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan
pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). RDS disebut juga
sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat
difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina, Afnani
Toyibah, 2016).
RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat dengan usia
kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian
RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan
pertukaran gas merupakan keadaan individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun
karbon dioksida antara alveoli paru dengan sistem vascular, dapat dipicu oleh sekresi yang kental
atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada sistem neurologis, terjadi depresi pada susunan
saraf pusat, atau terjadi penyakit radang pada paru (Mubarak, 2015).
Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :Pernafasan
cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60x/menit,Retraksi
interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi,Sianosis,Grunting (terdengar seperti
suara rintihan) saat ekspirasi,Takikardia (170x/menit).
Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim Pokja DPP PPNI
(2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :Kadar PCO2meningkat/menurun,PO2
menurun, Takikardia,kadar pH arteri meningkat /menurun dan bunyi nafas tambahan.

13
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan gangguan pertukaran gas
(Ngastiyah, 2005): memberikan lingkungan yang optimal,pemberian oksigen,pemberian cairan
dan elektrolit,pemberian antibiotik dan pemberian surfaktan eksogen.

DAFTAR PUSTAKA

Asrining Surasmi, Siti Handayani, H. N. K. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. (M. Ester, Ed.) (1st ed.).
Jakarta: EGC.
Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, J. (2016). Tingkat kejadian. Jurnal Sain Veteriner, JSV 34 (1)(2), 125–
131.
Tim Pokja DPP PPNI SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: PPNI.
Mubarak, I. & S. (2015). Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (M. Ester S.Kp, Ed.) (2nd ed.). Jakarta.
ZR, dr. A., & Sari, W. K. S. K. (2009). Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. (A. Setiawan, Ed.) (1st
ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
James,J., Baker, C., & Swain,H. (2008). Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Saminan “Pertukaran udara O2 dan CO2 dalam pernapasan,” pp. 122–126, 2012.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (7th ed.).
Jakarta: EGC
Kusuma, Hardhi. (2012). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta: Media
Hardy.
Djojodibroto, D. (2016). Respirologi (Respiratory Medecine). (J. Suyono & E. Melinda, Eds.) (2nd ed.).
Jakarta: EGC.
Wong, D. L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (4th ed.). Jakarta: EGC.
Sumber : Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Standar Luaran Kperawatan Indonesia,
2019.dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Standar Intervensi Kperawatan Indonesia, 2018
Tim Pokja DPP PPNI SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

14
15

Anda mungkin juga menyukai