Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH RESIKO PERILAKU

KEKERASAN RSUD BANYUMAS TAHUN 2019/2020

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan dalam rangka penyelesaian pendidikan

Diploma III Keperawatan STIKES Al Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Tahun 2019/2020

Oleh

Alfiana

106117035

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP

2019/2020
HALAMAN Persetujuan

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Nama Mahasiswa : ALFIANA

NIM : 106117035

Cilacap,……………..2020

Menyetujui

Pembimbing utama Pembimbing Pendamping


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Asuhan keperawatan jiwa Dengan Resiko Perilaku Kekerasan di

RSUD banyumas 2020 “

Dalam penyusunan Karya tulis Ilmiah ini tentunya penulis membutuhkan

banyak bimbingan, pengetahuan dan dukungan dari semua pihak selama ini

dengan tulus dan ikhlas membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini. Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih juga

kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga

penulis diberikan kemudahan.

2. Kedua orang tua penulis (bapak Mahrad dan Ibu Wasiah ) yang telah

memberikan dukungan moril maupun materil dan selalu mendoakan

penulis disetiap waktu.

3. Bapak Sarwa, AMK., S.Pd., M.Kes. selaku Ketua STIKES Al-irsyad Al-

islamiyah Cilacap yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menimba ilmu.

4. Ibu Liliek Wijayanti, S.Kep., Ns., M.Kes selaku ketua prodi D3

Keperawatan STIKES AL-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap


5. Ibu Trimellia S, S.Kep M.kes selaku pembimbing I yang sudah

membimbing penulis sampai selesai.

6. Bapak Sutarno., SST., M.Kes selaku pembimbing II

7. Sahrul Ali Saputra selaku kekasih penulis yang telah memberikan

semangat dan dukungan.

8. Teman teman D III keperawatan yang selalu menemani dan memberikan

semangat kepada penulis serta kebersamaanya selama ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah , penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaanya Karya Tulis Ilmiah.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam

menambah pengetahuan dibidang kesehatan dan keperawatan, Amiin.

Cilacap,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keaadaan

bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman

adalah relatif, karena bersifat subyektif sesuai orang yang mendefinisikan

dan merasakan (Yusuf, Fitryani, Nurhayati, 2015). Kesehatan jiwa

merupakan kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara

fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

bahwa kemampuan sendiri dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara

produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya

(Kemenkes RI Nomor 18 tahun 2014).

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan

perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran

dalam bertingkah laku. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang di

tandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir , perilaku dan persepsi

(Stuart,2016). Data World Health Organization (WHO 2016) menunjukan,

terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar

, 21 juta terkena skizofrenia. Berdasarkan data yang di peroleh dari Riset

kesehatan (2013) prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk indonesia


1,7/1000 penduduk. Gangguan jiwa yang menjadi salah satu masalah

utama di negara-negara berkembang adalah skizofrenia . Pravelansi

gangguan jiwa berat atau skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 yang

terbesar pertama adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27%).

kedua Aceh (0,27%), ketiga Sulawesi Selatan (0,26%), Bali menempati

posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah sebanyak (0,23%). Jumlah

penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ketahun terus

meningkat yaitu 0,23% dari jumlah penduduk melebihi angka normal

sebanyak 0,17% (Riset Kesehatan Dasar, 2013),

Dampak dari tingginya gangguan jiwa dapat menyebabkan peran

sosial yang terhambat dan menimbulkan penderitaan pada klien karena

perilaku yang buruk. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,

psikologis dan sosial dengan kean ekaragaman penduduk, jumlah kasus

gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban

negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang

(Kemenkes RI, 2016).

Menurut (Riskesdas 2013) Di indonesia prevelensi penderita

skizofrenia mencapai 0,3 sampai 1% dan biasanya mulai tampak pada usia

sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada pula yang mulai menunjukan

skizofrenia pada usia 11 sampai 12 tahun. dari beberapa daerah indonesia

dengan jumlah penderita skizofrenia terbanyak yaitu 0,03% yakni berkisar

110.000 jiwa. Gejala yang timbul pada penderita skizofrenia ini meliputi

gejala resiko perilaku kekerasan dan gejala sekunder waham (Herman


2011). Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu Schzein yang artinya

retak atau pecah, dan Phren yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan

dengan fungsi emosi. Dengan demikian sesorang yang menderita

skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau

keretakan kepribadian serta emosi. Ada beberapa masalah keperawatan

pada klien skizofrenia, salah satu masalah keperaatan pada klien

skizofrenia adalah resiko perilaku kekerasan.( Mirames 2010).

Berdasarkan data dari RSUD banyumas pada bulan Januari sampai

Maret 2019 di peroleh sebanyak 391 jiwa yang mengalami skizofrenia

dengan beberapa kriteria gangguan jiwa. Diagnosa risiko perilaku

kekerasan perlu di poerhatikan karena risiko perilaku kekerasan

merupakan salah satu diagnosa yang memiliki risiko lebih tinggi

dibandingkan dengan yang lain, jika pasien kambuh dapat membahayakan

diri sendiri,orang lain dan lingkungan.(dalam Iin Farida 2019)

Resiko perilaku kekerasan menurut Keliat (2015) adalah keadaan

dimana seseorang pernah atau mempunyai riwayat melakukan tindakan

yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, baik

secara fisik, verbal, emosional atau seksual. Resiko perilaku kekerasan

adalah suatu bentuk perilaku sebagai respon marah yang di ekspresikan

dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain dan merusak

lingkingan secara fisik maupun psikologis (Retno, 2014).

Dampak dari resiko perilaku kekerasan yaitu dapat melukai dirinya

sendiri atau merusak lingkungan serta dapat mengalami kematian. Resiko


perilaku kekerasan tidak segera mendapatkan perawatan akan

menyebabkan terjadinya kekerasan yang dapat membahayakan diri, orang

lain maupun lingkungan (Yosep, 2011).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat

kasus resiko perilaku kekerasan sebagai Karya Tulis Ilmiah. Penulis

menggunakan proses Asuhan Keperawatan yang meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dalam

melaksanakan Asuhan Keperawaatan Pada klien X dengan Resiko

Perilaku Kekerasan

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan Resiko

Perilaku Kekerasan?

C. Tujuan Penulisan

Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan masalah Resiko

Perilaku kekerasan.

1. Manfaat

a. Bagi Penulis

Sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam melakukan penulisan

Karya Tulis Ilmiah dan menambah pengetahuan serta mengasah

kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien

dengan masalah resiko perilaku kekerasan.

b. Bagi Pembaca
Hasil asuhan keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan

ini dapat menjadi tambahan wawasan, pengetahuan serta dapat

mengembangkan ilmu keperawatan jiwa di masa mendatang.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi di

perpustakaan yang dapat digunakan untuk memeperluas informasi

dan wawasan bagi mahasiswa STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Cilacap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Resiko Perilaku Kekerasan

Resiko perilaku kekerasan menurut Keliat (2015) adalah keadaan

dimana seseorang pernah atau mempunyai riwayat melakukan tindakan

yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, baik

secara fisik, verbal, emosional atau seksual. Resiko perilaku kekerasan

adalah suatu bentuk perilaku sebagai respon marah yang di ekspresikan

dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain dan merusak

lingkingan secara fisik maupun psikologis (Retno, 2014).

B. Rentang Respon Marah

Perilaku atau rentang respon kemarahan dapat berflutuatif dalam

rentang adaptif dan maladaptif. Rentang respon marah menurut (Fitria,


2010) dimana amuk dan agresif pada rentang maladaptif seperti gambar

berikut :

Adaptif Rentang respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/Pk

Bagan 2.1 Rentang respon Perilaku Kekerasan (Fitria, 2010)

Penjelasan dari rentang respon marah diatas adalah sebagai berikut :

a. Respon Adaptif , meliputi :

1. Asertif

Merupakan Respon marah dimana individu mampu menyatakan

atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa

menyalahkan orang lain.

2. Frustasi

Merupakan Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai

tujuan, kepuasan, atau rasa aman, yang biasanya dalam keadaan

tersebut klien tidak menemukan alternatif lain.

3. Pasif

Merupakan Suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk

mengungkapkan perasaan yang sedang dialami, untuk menghindari

suatu tuntutan nyata.

b. Respon maladaptif, meliputi :

1. Agresif
Merupakan Perilaku yang menyertai marah dan merupakan

dorongan individu untuk menuntut sesuatu yang dianggapnya

benar, tetapi masih terkontrol.

2. Amuk/PK

Merupakan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai

hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan.

Untuk membandingkan Perilaku Pasif, Asertif dan Agresif menurut

Fitria (2010) dijabarkan dalam tabel sebagi berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif dan Agresif

Karakter Pasif Asertif Agresif

istik

Isi 1. Negatif 1. Positif 1.berlebihan

bicara 2. Menghina 2. Menghargai diri


2. Menghina orang lain
3. Dapat saya sendiri

lakukan 3. Saya dapat atau 3. Anda selalu atau pernah

4. Dapat ia akan lakukan

lakukan

Nada 1. Diam 1. Diatur 1. Tinggi

suara 2. Lemah 2. Menuntut

3. Merengek
Postur 1. Tenang 1. Tegak 1. Melotot

tubuh 2. Menundukan 2. Rileks 2. Bersandar ke

kepala depan

Gerakan 1. Minimal 1. Memperliha 1. Mengancam

2. Lemah tkan ekpresi

3. Resah gerakan gerakan

yang sesuai

Kontak 1. Sedikit 1. Sekali- 1. Melotot

mata atau kali

tidak (intermit

en)

2. Sesuai

dengan

kebutuh

an

interaksi

C. Etiologi

1. Faktor presdisposisi dari permasalahan resiko perilaku kekerasan

menurut (Direja 2011)

yaitu faktor yang mendasari atau mempermudah terjadinya perilaku

yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan

maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang


merupakan faktor presdisposisi artinya mungkin terjadi atau tidak

terjadi perilaku kekerasan.

a. Faktor biologis

1) Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen sistem neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat

implus agresif.

2) Pengaruh biokimia yaitu berbagai neurotransmiter (epineprin,

noreineprin, dopamin, asetil kolin dan serotin sangat berperan

dalam memfasilitasi dan menghambat implus negatif).

3) Pengaruh genetik menurut riset (murakami (2010) dalam gen

manusia terdapat domain (potensi)agresif yang sedang tidur

dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.

4) Gangguan otak,sindrom otak organik berhubungan dengan

gangguan sistem selebral, tumor otak, trauma otak, penyakit

epilepsi terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan

tindakan kekerasan

b. Faktor psikologis menurut Direja (2011)

1) Terdapa asumsi bahwa seseorang untuk mencapai sesuatu

tujuan mengalami hambatan akan timbul serangan agresif yang

memotivasi perilaku kekerasan.

2) Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecilnya

tidak menyenangkan

(1) Rasa frustasi


(2) Adanya kekerasan dalam rumah tangga,keluarga dan

lingkungan.

(3) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat

mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat

membuat konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan

dapat memberikan kekuatan yang dapat meningkatkan

citra diri serta memberi arti dalam kehidupan.

c. Faktor sosial kultural menurut (Direja 2011)

1) Social environment theory (Teori lingkungan)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam

mengekpresikan marah. Budaya tertutup dan membalas

terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah

perilaku kekerasan di terima.

2) Social learning theory (Teori belajar sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun

melalui proses sosialisasi.

2. Faktor presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan sering kali

berkaitan dengan : (Yosep dan Sutini 2014)

a. Ekpresi diri, ingin menunjukan eksitensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser,penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian masal, dan lain-lain.


b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuan menempatkan diri sebagai seorang yang dewasa.

d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat

dari alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

e. Kematian aggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan.

Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang

mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresos dapat

disebakan dari luar maupun dari dalam.sresor yang disebabkan dari luar

dapat berupa serangan fisik, kehilangam, kematian, dan lain-lain. Stresor

yang di sebabkan dari dalam dapat berupa kehilangan keluarga atau

sahabat yang dicintai, ketakutan kepada penyakit yang di deritanya

Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang

mendalam karena penggunaan koping yang kurang bagus. Beberapa

faktor yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu (kelliat

2011,dkk,2011:180)

1) Frustasi

Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang

diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi.


2) Hilangnya harga diri

Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk

dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi individu tersebut mungkin

akan merasa rendah diri.

3) Kebutuhan penghargaan status dan prestise

Jika tidak mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat

menimbulkan risiko perilaku kekerasan.

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagi berikut

1. Fisik

a. Mata melotot

b. pandangan tajam

c. tangan mengepal

d. rahang mengatup

e. wajah merah dan tegang

f. serta postur tubuuh kaku.

2. Verbal

a. Mengancam

b. mengumpat dengan kata-kata kasar

c. bicara dengan nada keras

d. kasar

e. Ketus
3. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif

4. Emosi

a. Tidak adekuat

b. tidak aman dan nyaman

c. merasa terganggu

d. dendam

e. jengkel

f. tidak berdaya

g. bermusuhan

h. mengamuk

i. ingin berkelahi

j. menyalahkan

k. menuntut.

5. Intelektual

a. Mendominasi

b. Crewet

c. Kasar

d. Berdebat

e. Meremehkan

f. jarang mengeluarkan kata bernada sarkasme.

6. Spiritual
a. Merasa dirinya berkuasa

b. merasa dirinya benar

c. keragu-raguan

d. tidak bermoral

e. kreativitas terhambat.

7. Sosial

a. Menarik diri

b. Pengasingan

c. Penolakan

d. Ejekan

e. sindiran.

8. Perhatian

a. Bolos

b. melarikan diri

c. melakukan penyimpangan seksual.

3. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping pasien,

sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme

koping yang konstruktif dalam mengekspresikan masalahnya.

Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme untuk

melindungi diri antara lain (Mukhripah Damaiyanti,2012)

a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyalurannya secara normal

Misalnya sesorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya pada objek lain seperti meremas-remas adonan kue,

meninju tembok dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk

mengurangi ketegangan akibat rasa amarah

b. Proyeksi menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya

yang tidak baik.

Misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik

menuduh bahwa bahwa temannya temannya mencoba merayu dan

mencumbunya.

c. Resepsi mencegah yang menyakitkan atay bahayakan masuk

kedalam sadar.

Misalnya seorang anak yang sangat benci kepada orang tuanya

yang tidak disukainya.

d. Reaksi formasi mencegah keinginan yang berbahaya bila di

ekspresikan dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang

berlawanan dan menggunakan sebgai rintangan.

e. Deplacement melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang

pada mulanya membangkitkan emosi itu.


Mengepresikan rasa marah dengan perilaku

konstruktif,menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima

tanpa menyakiti hati orang lain. Akan memberikan perasaan lega,

menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah dapat teratasi. Apabila

perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya

dilakukan invidu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak

menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang

berkepanjangan dan perilaku destruktif. Perilaku yang tidak asertif seperti

menekan rasa marah dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau

melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak

terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan perasaan distruktif

yang ditunjukan kepada diri sendiri.(Dermawan dan Rusdi 2013).

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

Berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang

dianggap sangat berpengaruh pada hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak

berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit

untuk bergaul dengan orang lain. (Fitria 2010)

Ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan

timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan

dan ini berdampak terhadap resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan

lingkungan (Fitria, 2010). Selain diakibatkan oleh berduka yang

berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi


keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga

Resiko Perilaku Kekerasan tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan

pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan

pasien karena dukungan tidak maksimal (Fitria, 2010).

D. Pohon masalah

Menurut (Yosep 2011) pohon masalah Risiko Perilaku Kekerasan

Resiko menciderai diri sendiri,orang lain,


lingkungan

Gangguan konsep
diri : Harga diri
rendah
Perilaku kekerasan
Gambar 2.2 pohon masalah risiko perilaku kekerasan

Sumber
Risiko (Damaiyanti
Perilaku kekersan 2014)
kekerasan
E. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Yosep 2011) diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

1. Risiko perilaku kekerasan

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3. Perilaku kekerasan

F. Fokus Intervensi

a. Diagnosa : Risiko Perilaku Kekerasan

1) Tujuan umum

Klin tidak menciderai diri sendiri .

2) Tujuan khusus

a) TUK 1 : Membina hubungan saling percya

(1) Kriteria hasil Evaluasi

a. Kriteria evaluasi :

1. Klien mau memebalas salam

2. Klien mau berjabat tangan

3. Klien mau mnyebutkan nama

4. Klien mau kontak mata

5. Klien mau mengetahui nama perawat

6. Klien mau menyediakan watu untuk berdiskusi

b. Intervensi

1. Beri salam dan panggil nama klien

2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan


3. Jelaskan maksud hubungan interaksi

4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

5. Beri rasa aman dan sifat empati

6. Lakukan kontak langsung tapi sering

Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan landasan utama

bagi hubungan selanjutnya

(2) TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

kekerasan

a. Kriteria hasil evaluasi :

1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasannya.

2. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya.

Rasional :

Dengan memberi kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya membantu mengurangu stres dan enyebab

perasaan jengkel dapat diketahui.

(3) TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda

perilaku kekerasan.

a. Kriteria hasil evaluasi :

1. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau

jengkel.

2. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesel

yang dialami.
b. Intervensi

1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat

marah/jengkel.

Rasional :

Untuk mengetahui hal-hal yang dialami dan dirasakan

saat jengkel.

2. Obeservasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional :

Untuk mengetahui tanda-tanda klien saat jengekel atau

marah yang dialami.

3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel

atau marah yang dialami

Rasional :

Menarik kesimpulan bersama klien supaya mengetahui

secara garis besar tanda-tanda marah atau jengkel.

(4) TUK IV : klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan.

1. Kriteria hasil evaluasi

a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

b. Klien dapat mengetahui cara yang dapat menyelesaikan

masalah atau tidak.


c. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan

2. Intervensi

1. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan klien.

Rasional :

Mengekplorasi perasaan klien terhadap perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan

2. Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan

Rasional :

Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dengan bantuan perawat agar bisa

membedakan perilaku konstruktif dan dekstrutif.

3. Bicarakan dengan klien apakah yang dengan klien

lakukan masalahnya akan selesai.

Rasional : dapat membantu klien dalam menemukan

cara yang dapat menyelesaikan masalah.

(5) TUK V : klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku

kekerasan

1. Kriteria hasil evaluasi

a. Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang

dilakukan klien.
2. Intervensi

1. Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan

klien.

Rasional :

Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang biasa

dilakukanya.

2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang

dilakukan oleh klien.

Rasional :

Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan

diharapkan klien merubah perilaku dekstruktif yang

dilakukan menjadi perilaku konstruktif.

3. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat?

Rasional :

Agar klien mengetahui cara lain yang lebih konstruktif.

(6) TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif

dalam berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.

1. Kriteria hasil evaluasi

Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan

secara konstrukti

2. Intervensi
a. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat.

Rasional :

Dengan mengidentifikasi cara konstruktif dalam

berespons terhadap kemarahan dapat membantu klien

menemukan cara yang baik untuk mengurangi

kejengkelannya sehingga klien tidak stres lagi.

b. Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat.

Rasional :

Reinforcement positif dapatmemotifasi dan

meningkatkan harga dirinya.

c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat

1. Secara fisik : tarik nafas jika sedang marah/jengkel,

memukul benda/kasur atau olahraga atau pekerjaan

yang menguras tenaga

2. Secara verbal : bahwa anda sedang kesal

tersinggung/jengkel (saya kesal anda berkata seperti

itu, saya marah karena mama tidak memenuhi

keinganan saya).

3. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara

marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen

perilaku kekrasan.
4. Secara spiritual : anjurkan klien sembahyang,

berdoa/ibadah lain : meminta kepada Tuhan untuk

diberi kesabaran

(7) TUK VII : klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol

perilaku kekerasan.

1. Kriteria evaluasi

a. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol

perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam

memukul kasur atu bantal, minum obat teratur, berkata

sopan, membaca doa atau mnengucapkan istighfar.

2. Intervensi

a. Bantu klien memlilih cara yang tepat untuk klien.

b. Klien mengidentifikasi manfaat cara yang terpilih.

c. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah

dipelajari saat jengkel atau marah.

(8) TUK VIII : klien mendapat dukungan keluarga dalam

mengontrol perilaku kekerasan.

1. Kriteria evaluasi

a. Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien

yeng berperilaku kekerasan.

b. Keluarga klien merasa puas dalam merawat klien.

2. Intervensi
a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari

sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien

selama ini.

Rasional :

Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan

memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian

terhadap perilaku kekerasan.

b. Jelaskan peran dan serta keluarga dalam merawat

klienn.Jelaskan cara-cara merawat klien.

1. terkait dengan cara mengontrol perilaku marah

secara konstruktif.

2. Sikap tenang bicara tenang dan jelas.

3. Membantu klien mengenal penyebab marah.

4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat

klien.

5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya

setelama melakukan demonstrasi.

(9) TUK IX : klien dapat menggunakan obat dengan benar .

1. Kriteria evaluasi

a. Klien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum

serta kegunannya.

b. Klien dapat minum obat sesuai dengan program

pengobatan.
2. Intervensi

a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.

b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti

minum obat tanpa izin dokter.

G. Strategi Pelaksanaan Tindakan Risiko

Menurut Keliat (2010) Perilaku Kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Pasien

a. SP 1

1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

3) Mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang dilakukan

4) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan

5) Membantu klien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik

(latihan nafas dalam)

6) Membantu klien mempraktekan latihan cara fisik (pukul kasur

atau bantal)

7) Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

b. SP 2

1) Mengevaluasi kegiatan yang lalu yaitu latihan nafas dalam dan

latihan memukul bantal atau kasur. Membantu klien latihan

patuh minum obat dengan prinsip 5 benar minum obat.

2) Menganjurkan klien untuk memasukan dalam kegiatan harian.

c. SP 3
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu yaitu latihan fisik pertama

dan kedua serta mengendalikan marah dengan cara patuh

minum obat menggunakan prinsip 5 benar minum obat.

2. Membantu klien latihan mengendalikan Perilaku Kekerasan

dengan cara verbal yaitu menolak dengan baik, meminta

dengan baik, dan mengungkapkan perasaan dengan baik.

3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

d. SP 4

1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu yaitu latihan fisik pertama

dan kedua, patuh minum obat dengan prinsip 5 benar, serta

mengendalikan marah secara verbal.

2. Membantu klien latihan mengendalikan Perilaku Kekerasan

dengan cara spiritual yaitu dengan latihan beribadah dan

berdo’a

3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

2. Keluarga

a. SP 1

1. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat klien.

2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku kekerasan

3. Menjelaskan cara merawat klien


4. Melatih keluarga klien cara-cara mengendalikan marah pada

klien.

5. Rencana tindak lanjut untuk keluarga atau menjadwal keluarga

untuk merawat.

b. SP 2

1. Mengevaluasi pengetahuan keluarga tentang marah

2. Anjurkan keluarga untuki memotivasi klien melakukan

tindakan yang telah dilakukan.

3. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien jika

klien dapat melakukan kegiatan tersebut.

4. Rencana tindak lanjut untuk keluarga agar memasukan ke

jadwal harian.

1) Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah

1. Tujuan umum

Klien dapat meningkatkan harga dirinya.

2. Tujuan khusus

a) TUK 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya.

1. Kriteria evaluasi hasil :

a. Ekspersi wajah bersahabat.

b. Menunjukan rasa tenang dan ada kontak mata.

c. Mau berjabat tangan dan menyebutkan nama.

d. Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan

dengan perawat.
e. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

Tindakan keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan

menggunakanm prinsip komunikasi terapeutik.

2. Sapa klien dengan ramah, baik dengan verbal

maupun non verbal.

3. Perkenalkan diri dengan sopan.

4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

yang disukai klien.

5. Jelaskan tujuan pertemuan.

6. Jujur dan menepati janji.

7. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa

adanya.

8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan butuh

dasar klien.

b) TUK 2 : klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki klien.

1. Kriteria hasil :

Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki klien.

Tindakan keperawatan :

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

klien,
b. Setiap bertemu klien hindari penilaian negatif.

c. Utamakan memberi pujian yang realistik pada

kemampuan dan aspek positf pada klien.

c) TUK 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

1. Kriteria hasil :

a. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan

dirumah sakit.

b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dinilai di

rumah.

Tindakan keperawatan :

a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang

masih digunakan selama saklit.

b. Diskusikan kemampuan yang dapat dianjurkan

penggunaan dirumah sakit.

c. Berikan pujian yang realistik.

d) TUK 4 : klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

1. Kriteria hasil :

a. Klien memiliki kemampuan yang akan dilatih.

b. Klien mencoba.

c. Susun jadwal harian.

Tindakan keperawatan :
1. Minta klien untuk memilih satu kegiatan /yang mau

dilakukan di rumah sakit.

2. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

3. Beri pujian atas keberhasilan klien

4. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan

yang telah dilatih.

Catatan : ulangi untuk kemampuan lain sampai

semuanya selesai.

5. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat

dilakukan setiap hari sesuai kemampuan,buat jadwal

kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan

sebagian, kegiatan yang emmbutuhkan bantuan

total, tingkatkan yang disukai sesuai dengan kondisi

klien, dan beri contoh cara pelaksanaan kegiatan

yang boleh klien lakukan.

e) TUK 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit

dan kemampuannya.

1. Kriteria hasil

a. Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih

(mandiri,dengan bantuan atau tergantung.

b. Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.

Tindakan keperawatan :
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba

kegiatan yang telah direncanakan.

2. Beri pujian atas keberhasilan klien.

3. Diskusikan untuk pelaksanaan dirumah.

f) TUK 6 : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang

ada.

1. Kriteria hasil :

a. Keluarga dapat memberi dukungan dan pujian.

b. Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.

Tindakan keperawatan :

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang

cara merawat klien dengan harga diri rendah.

2. Bantu keluarga dengan memberikan dukungan

selama klin dirawat.

3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.

4. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di

rumah.

5. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

2. Strategi pelaksanaan pada gangguan konsep diri : Harga

diri rendah menurut( Keliat,2010) adalah sebagai berikut :

1) Pasien

a. SP 1

1. Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimliki.


2. Menilai kemampuan yang dapat dilakukan.

3. Memilih kemampuan yang akan dilatih

4. Melatih kemampuan yang pertama telah dipilih.

5. Memasukan jadwal kegiatan harian klien.

b. SP 2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

2. Melatih kemampuan ketiga yang dapoat dilakukan

dan seterusnya.

3. Menganjurkan kklien memasukan ke jadwal harian

klien.

2) Keluarga

a. SP 1

1. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan dalam

merawat klien.

2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Harga

diri rendah yang dialami klien beserta proses

terjadinya,

3. Menjelaskan cara merawat klien dengan Harga

diri rendah.

b. SP 2

1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat

kliuen Harga Diri Rendah.


2. Melatih keluarga melakukan merawat langsung

kepada pasien dengan Harga Diri Rendah.

c. SP 3

1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas

di rumah termasuk minum obat (discharge

planning)

2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

H. Implementasi Keperawatan

Menurut (Riyadi, 2010) Implementasi keperawatan merupakan

pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien.

implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan

dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan.

(Setiadi 2012)

I. Evaluasi

Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah

dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung

tercapainya tujuan (Arikunto, 2010). Sedangkan menurut Wirawan (2012)

riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang

bermanfaat mengenai objek evaluasi, selanjutnya menilainya dan

membandingkannya dengan indikator evaluasi serta hasilnya

dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi

tersebut. Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan,

namun bukan akhir dari proses keperawatan.


Adapun evaluasi menurut setiadi (2012) sebagai berikut :

Tipe pernyataan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan

keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi ahir dari

keseluruhan.

a. Permyataan evaluasi formatif

Hasil observasi perawat terhadap respon pasien segera pada

saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulus pada

catatan perawatan.

1. Subjektif (S) : Respon subjektif klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.

2. Objektif (O) : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilakukan.

3. Analisa (A) : Analisa berdasarkan data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul

masalah baru atau data-data yang kontraindikasi dengan masalah

yang ada.

4. Planning (P) : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil

analisa

b. Pernyataan evaluasi sumatif

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan

perkembangan.
BAB III

PENGKAJIAN TERFOKUS

Anda mungkin juga menyukai