Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN RISIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN SKIZOFRENIA PADA Tn. P DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY

Proposal Karya Tulis Ilmiah

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan

Diploma III Keperawatan di Universitas Harapan Bangsa Purwokerto

Oleh :

NUR OKTARIANI

NIM : 170102043

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D3

UNUVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah S.W.T yang Maha Pengasih dan juga Penyayang, atas nikmat dan kekuatan

yang diberikan kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan tepat waktunya. Karya Tulis ini diajukan memenuhi sebagian

persyaratan untuk menyelesaikan Pendiddikan Ahli Madya Keperawatan

Universitas Harapan Bangsa Purwokerto dengan judul “ASUHAN

KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN RISIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN SKIZOFRENIA PADA Tn. P DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA GRAHASIA ” penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Iis Setiawan Mangkunegara, S.Kom.,M.TI., selaku Ketua Yayasan

Pendidikan Dwi Puspita yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

untuk mengikuti dan menyelesaikain pendidikan di program studi

Keperawaatan DIII.

2. Dr. Pramesti Dewi, M.Kes, selaku Ketua Universitas Harapan Bangsa

Purwokerto yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti dan menyelesaikain pendidikan di program studi Keperawaatan

DIII.

3. Mariah Ulfah, S,S.i.T S.Kep, Ns, M.Kes selaku koordinator KTI

2018/2019 Universitas Harapan Bangsa

4. Tri Sumarni, S.Kep, Ns, M.Kep selak dosen pengampu 2


5. Kedua Orang tua penulis yang sudah memberikan doa, dorongan moral

dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan Pendidikan Diploma di

Universitas Harapan Bangsa Purwokerto

Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan berguna bagi pendidikan. Namun penulis mengakui dan menyadari

sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis

harapkan.

Purwokerto, September 2019

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan

yang sangat signifikan diberbagai belahan dunia. Berdasarkan data dari

World Health Organization (WHO) ada sekitar 450 juta orang didunia

yang mengalami gangguan jiwa (Yosep, 2013). WHO menyatakan

setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental

dan masalah gangguan jiwa diseluruh dunia yang menjadi masalah yang

sangat serius (Yosep, 2013).

Data dari WHO dalam Yosep(2013) menunjukkan hampir 24 juta

diseluruh dunia menderita gangguan skizofrenia dengan angka kejadian 1

per 1000 penduduk. Data yang didapatkan dari WHO menunjukkan di

Amerika serikat 300.000 orang setiap tahun mendderita skizofrenia dan di

Eropa sekitar 250.000 orang (VOA, 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa preelansi gangguan mental

emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan

di indonesia sebesar 6% untuk usia 15 tahun keatas atau sekitar 14juta

orang (Departemen Kesehatan, 2014). Prevelansi gangguan jiwa berat,

seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000

orang (Depertemen Kesehatan, 2014). Menurut Riskesdas tahun 2013,

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka orang gangguan jiwa

tertinggi di Indonesia yaitu 16 rubu orang yang hidup dengan skizofrenia

dengan prevelansi skizofrenia 4,6 per 1000 penduduk (Gusti, 2015).


Skizofrenia merupakan gangguan psikis yang ditandai dengan

penyimpangan realitas, penarikan ddiri dari interaksi sosial, serta

disorganisai persepsi, pikiran dan kognitif(Stuart, 2013). Pada klien

dengan skizofrenia akan muncul berbagai gejala yaitu gejala positif,

begatif dan kognitif. Gejala yang muncul dapat menimbulkan berbagai

masalah pada klien.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2011).

Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh

individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional atau seksual yang

ditunjukkan kepada orang lain (Herdman, 2012).

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu

dapat berkembang secara fisik mental, spiritual dan sosial sehingga

individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,

dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitanya.

Menurut American Psychiatric Associztion (2011), gangguan

mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak

secara klinis, yang terjadi pada seseorang berrhubungan dengan keadaan

distres (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada

satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko

terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebassan


yang penting dan tidak jarang respons tersebut dapa diterima pada kondisi

tertentu.

Data terakhir yang didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Grhaia

Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 terdapat 2897 orang dengan

gangguan jiwa yang dirawat dengan kasus skizofrenia sejumlah 1646

orang atau 56,8%. Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Grhasia

Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan Januari sampai September 2015

terdapat penderita gangguan jiwa dengan diagnosa medis skizofrenia tak

terinci (F20.3) sejumlah 526 orang atau 32%. Di ruang Srikandi terdapat

26 orang yang dirawat baik yang masuk maupun ddipindahkan ke ruangan

lain, 20 orang atau 76% didiagnosa skizofrenia yang 10 diantarnya

mengalami masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan dengan

diagnossa medis Skizofrenia tak terinci (F20.3) atau sebesar 50%.

Dari uarain diatas, penulis terinspirassi untuk membuat Karya

Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN KEAMANAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DENGAN SKIZOFRENIA PADA Tn. P DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DIY”.

B. RUMUSAN MASALAH

Pengambilan kasus hanya dibatasi pada kasus resiko perilaku kekerasan

pada Tn. P DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

DIY.
C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Penulis mampu menggambarkan proses asuhan keperawatan jiwa pada

klien dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ. GRHASIA DIY.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu mediskripsikan pengkajian pada asuhan

keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerassan di RSJ.

GRHASIA DIY.

b. Penulis mampu mendeskripsikan analisa data pada asuhan

keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ

GRHASIA DIY.

c. Penulis mampu mendeskripsikan rencana tindakan pada asuhan

keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ.

GRHASIA DIY.

d. Penulis mampu mendiskripsikan iimplementasi pada asuhan

keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ.

GRHASIA DIY.

e. Penulis mampu mendiskripsikan evaluassi pada asuhan

keperawatan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ.

GRHASIA DIY.
D. MANFAAT

1. Bagi Orang dengan skizofrenia (ODS)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasien

khususnya orang dengan skizofrenia (ODS) mengenai gambaran

tingkat kebutuhan spiritual pada orang dengan skizofrenia (ODS).

2. Bagi institusi pendiddikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai gambaran

tingkat kebutuhan spiritual pada orang dengan skizofrenia (ODS) di

ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa

Yogyakarta.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelayanan

kesehatan jiwa baik di rumah sakit jiwa maupun dipelayanan

masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar bagi pembentukan

kebijakan baru meliputi program kerja, implementasi, evaluasi

program yang berkaitan dengan orang dengan skizofrenia (ODS).

4. Bagi Peneliti

Penelitian diharapkan dapat menambah pemahaman, pengetahuan dan

wawasan mengenai perilaku kekerasan pada orang dengan skizofrenia

(ODS), serta mengenai proses penelitian yang baik dan benar.

5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian tentang gambaran perilaku kekerasan pada orang dengan

skizofrenia (ODS) di Ruan srikandi Rumah Sakit Grhasia Daerah


Istimewa Yogyakarta diharapkan dapat menjadi referensi terkait

perilaku kekerasan pada orang dengan skizofrenia (ODS).


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan

1. Definisi dan Klasifikasi

a. Definisi

Risiko perilaku kekerasan merupakan perrilaku seseorang

yang menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau

orang lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual,

verbal ) NANDA, 2016).

Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari

rentang respon marah yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah

merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

ansietas (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai

ancaman (Stuart & Laraia, 2005).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis

(Keliat, 2011).

Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional

atau seksual yang ditunjukkan kepada orang lain (Herdman, 2012).

2. Penyebab atau faktor predisposisi

a. Faktor Predisposisi

a) Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yaitu adanya anggota keluarga yang

sering memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan,

adanya keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanya

riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan

NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya).

b) Faktor Psikologis

Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap

stimulus eksternal, internal maupun lungkungan. Perilaku

kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi

terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu

menemui kegagalan atau terhambat. Salah satu kebutuhan

manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak

dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang

akan muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.

c) Faktor Sosiokultural

Teori lingkungan sosial (social environment theory)

menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi

sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya

dapat mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif.

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui

proses sosialisasi (socil learning theory).


b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu

bersifat unik, berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut

dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun luar

individu.

Faktor dari dalam individu meliputi kehulangan relasi atau

hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti (putus pacar,

perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekhawatiran

terhadap penyakit fisik dan lain laain. Sedangkan faktor luar

individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu

ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaa, tindakan kekerasan.

3. Sumbe-sumber Koping

Setiap individu memiliki beberapa kelebihan personal didalam dirinya

yang meliputi (Stuart, 2013):

1. Personal ability

2. Social support

3. Nature assets

4. Positive believe

4. Tanda gejala atau Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan

pasien dan didukung dengan hasil observasi

a. Data Subjektif

- Ungkapan berupa ancaman


- Ungkapan kata-kata kasar

- Ungkapan ingin memukul

b. Data Objektif

1) Wajah memerah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Bicara kasar

6) Suara tinggi, menjerit ataau berteriak

7) Mondar mandir

8) Melempar atau memukul benda atau orang lain

5. Rentang Respon

Menurut Yusuf (2015) respo marah berfluktuasi sepanjang respon

adaptif dan maladaptif, hal tersebut dapat terlihat pada gambar, sebagai

berikut :

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustassi Pasif Agresif

Amuk

Berdasarkan rentang respon keterangan sebagai berikut :

1. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


2. Frustasi: Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.

3. Pasif : Respon pasien yang tidak mampu mengungkapkan.

4. Agresif : Perilaku destruktif tapi masih tekontrol.

5. Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi

penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan (Yosep,

2007).

1. Penatalaksanaan meddis

Penatalaksanaan medis dapat diabagi menjadi dua metode, yaitu

metode psikofarmakologi dan metode psikososial.

a. Metode Biologik

Berikut adalah beberapa metode biologik untuk

penatalaksanaan medis klien dengan perilaku kekerasan yaitu:

1) Psikofarmakologi

a) Anti Cemas dan sedatif Hipnotik

Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.

Benzodiazepin seperti Lorazepam dan Clonazepam,

sering digunakan didalam kedaruratan psikiatri untuk

menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini

direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena

dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,

juga bisa memperburuk gejala depresi. Selanjutnya


pada beberapa klien yang mengalami efek dari

Benzodiasepin dapat mengakibatkan peningkatan

perilaku agresif. Buspirone obat anti cemas, efektif

dalam mengenddalikan perilaku kekerasan yang

berkaitan dengan kecmasan dan depresi. Ini ditunjukkan

dengan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi

klien dengan cedera kepala, demensia dan

depevelopmental disability.

b) Anti depresi

Penggunaan obat ini mampu mengontrol implusif

dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan

perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif

untuk menghilangkan agresif yang berhubungan dengan

cedera kepala dan gangguan mental organik (Keliat,

Dkk, 2005).

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk

mencegah perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang

intervensi perawat.

a. Strategi preventif

1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran

dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan

antara masalah pribadi.

2) Penddidikan klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi

dan cara mengekspresikan marah dengan tepat.

3) Latihan asertif

Kemampuan dassar interpersonal yang dimiliki meliputi:

(a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang

(b) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak

beralasan

(c) Sanggup melakukan komplain

(d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat

b. Strategi antisipatif

1) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif.

Bersikap tenang bicara tidak deengan cara konkrit,

tunjukkan rasa menghakimi, hindari intensitas kontak mata

langsung, demonstrasikn cara mengontrol situasi, fasilitas

pembicaraan klien dengan dengarkan klien, jangan terburu

buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak

tepat.
2) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas

seperti : membaca, group program yang dapat mengurangi

perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi

sosial.

3) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai

perilaku yang dapat diterima dan tidk dapat diterima serta

konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.

c. Strategi pengurungan

1) Managemen kritis

2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan terakhir

dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana

klien dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan

dengan pasien lain

3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan

alat manual untuk membatasi gerakan fisik pasien

menggunakan manset, seprei pengekangan.


B. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Definisi dan Klasifikasi

a. Definisi

Penyakit Skizofrenia atau Schizophrenia artinya kepribadian yang

terpecah antara pikiran, perasaan dan peilaku. Dalam artian apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik

Skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran

dan perilaku (Faisal, 2008).

Skizofrenis berasal dari bahasa yuanani yaitu “Schizein” yang

artinya retak atau pecah (split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang

selalu dihubungkan dengan fungsi emosi. Dengan demikian seseorang

yang menderita skizofrenia adalah sesseorang yang mengalami

keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi (Sianturi, 2014).

b. Klasifikasi

1) Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utama pada

jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan, gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan

halusinasi jarang sekali terdapat.

2) Skizofrenia Bebefrenik

Permulaaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul

pada masa remaja antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok ialah

gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya


depersonalisasi atau double depersonality. Gangguan psikomotor

sperti mennerism atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat

bebefrenik, waham dan halusinasi banyak sekali.

3) Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya

akut serta sering didahului oleh stres emosional, mungkin terjadi

gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4) Stupor Katatonik

Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan perhatian sama

sekali terhadap lingkungannya. Emosinya sangat dangkal.

5) Gaduh-gelisah katatonik

Terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi

yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja, ia menunjukkan

stereotopi, menerisme, grimas, dan neologisme, ia tidak dapat

tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi

atau kolabs dan kadang-kadang kematian.

6) Jenis Paranoid

Merupakan subtipe yang paling umum dimana waham dan

halusinasi audiotorik jelas dilihat. Gejala utamanya adalah waham

kejar atau waham kebesarannya dimana individu merasa dikejar-

kejar oleh pihak tertentu yang ingin mencelakainya.

7) Jenis skizo-aktif (Skizofrenia skizo afektif)


Muncul gejala-gejala depresi (skizo-depresif) atau gejala-gejala

(skizo-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa

efek, tetapi mungkin juag timbul lagi serangan.

8) Disorganisai ( hebefrenik)

Perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,

kecenderungan untuk selalu menyendiri, serta perilaku

menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. Proses berpikir

mengalami disorganisai dan pembicaraan inkoheren.

9) Skizofrenia residual

Gejala negatif dari skizofrenia menonjol seperti pelambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek tidak wajar, pembicaraan

inkoheren. Riwayat psikotik sperti waham dan halusinasi di masa

lampau.

2. Penyebab

a. Mempunyai riwayat keluarga dengan skizofrenia

b. Terkena serangan virus, toxin atau malnutrisi, terutama pada

kehamilan trimester satu dan dua

c. Lingkungan hidup yang sangat menekan

d. Orang tua yang berumur

e. Minum obat psikoaktif dimasa muda.

3. Tanda gejala atau Manifestasi Klinis

Menurut Bleuler (2005), gejala-gejala skizofrenia dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu :
a. Gejala primer

1) Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran)

Pada skizofrenia inti ganguan memang terdapat pada proses pikiran

yang terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu idea

belum selesai diutarakan, sudah timbul idea yang lain.

2) Gangguan efek dan emosi

Gangguan ini mungkin berupa :

a) Kedangkalan efek dan emosi

b) Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira, pada penderita timbul rasa sedih dan marah

c) Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, tetapi

menangis.

d) Emosi yang berlebihan

3) Gangguan kemauan

Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertinddak

dalam suatu keadaan.

4) Gejala psikomotor

Dinamakan gejala-gejala katatonik.

b. Gejala sekunder

1) Waham

Dibagi menjadi 2 kelompok :

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa

penyebab apa-apa dari luar


Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan

mrupakan cara bagi penderita untuk menrangkan gejala-gejala

skizofrenia lain

2) Halusinassi

Halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran. Paling sering pada

penderita ialah halusinasi pendengaran, kadang-kadang halusiansi

penciuman, halusinasi cita rasa.

4. Patofisiologi

Meskipun patofisiologi gangguan jiwa skizofrenia belum sepenuhnya

dimengerti, namun sudah diketahui bahwa gangguan jiwa skizofrenia

sebagai akibat gangguan sinyal penghantar syaraf (neurotransmitter) pada

sel-sel saraf otak, yaitu antara lain pelepasan zat pada reseptor dopamin,

serotonin dan nonadrenalin. Pelepasan zat tersebut terjadi disusunan saraf

pusat yaitu sistem limbik khususnya di nucleus accumbens dan

hipotalamus yang menimbulkan gejala positif negatif maupun kogitif

(Maramis, 2006).

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan skrining ada

tidaknya kecanduan obat bius yang sering memberikan gejala yang

sama dengan skizofrenia. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan CT

scan dan MRI otak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di otak.
b. Pemeriksaan psikologi, dokter akan menanyakan tentang pikiran,

perasaan, ada tidaknya waham (delusion), sikap/perilaku, keinginan

untuk bunuh diri ataau melakukan kekerasan.

6. Komplikasi

a. Bunuh diri

b. Perilaku yang mencederai perilaku diri sendiri

c. Depresi

d. Kecanduan alkohol dan obat bius

e. Kemiskinan

f. Gelandangan

g. Konflik keluarga

h. Ketidakmampuan pergi sekolah atau bekerja

i. Ganguuan kesehatan sebagai efek samping obat anti psikotik yang

diminum

j. Menjadi korban kejahatan

k. Terkena penyakit jantung terutama karena akibat menjadi perokok

berat.

7. Penatalaksanaan

Menurut Luana (200) pengobatan skizofrenia terdiri dari 2 macam, yaitu :

a. Psikofarmakologi

Obat antipsikotik, dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu antipsikotik

generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua (APG II).

APG I bekerja memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal,


negostriatal, dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat

menurunkan gejala positif. APG II sering disebut juga sebagai

serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik antipikal.

Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur

dopamin di otak yang menyebalkan rendahnya efek samping

ekstrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif.

b. Terapi Psikososial

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan antara lain :

1) Psikoterapi individual

a) Terapi suportif

b) Sosial skill training

c) Terapi okupasi

d) Terapi kognitif dan perilaku

2) Psikoterapi kelompok

3) Psikoterapi keluarga

c. Strategi Komunikasi Perawat

Menurut Linda Carman (2007) perawat perlu memiliki strategi

komunikasi dalam menghadapi pasien dengan skizofrenia, antara lain :

1) Jangan menghakimi, membantah, atau menggunakan logika untuk

menunjukkan kekeliruan

2) Bersikap netral ketika klien menolak kontrak

3) Mempertahankan kontak mata, senyum, atau menggunakan

ekspresi positif
4) Bicara singkat, dengan kalimat sedderhana selama interaksi

5) Beri pertanyaan terbuka ketika memandu klien melalui suatu

pengalaman

6) Catat dan bri komentar klien tentang perubahan yang halus dalam

ekspresi perasaan

7) Berfokus pada apa yang sedang terjadi disini saat ini, dan

bicarakan tentang aktivitas yang didasarkan pada kenyataan

8) Minta klarifikasi jika klien berbicara secara umum tentang

“mereka”

9) Jika perlu, identifikasi apa yang tidak perlu dipahami perawat

tanpa menyangka klien

10) Jika perlu, sampaikan penerimaan terhadap klien meskipun

beberapa pikiran dan persepsi klien tidak dipahami oleh orang lain.

Anda mungkin juga menyukai