Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pneumonia merupakan salah satu jenis-jenis penyakit paru paru

yang berbahaya. Penyakit ini disebut juga dengan radang paru-paru.

Pneumonia dapat timbul diberbagai daerah di paru-paru (Abata, 2014).

Pneumonia merupakan suatu radang paru yang disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2012). Pneumonia merupakan

peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau

virus. Penyakit ini umum terjadi pada bayi dan anak-anak, walaupun dapat

juga terjadi pada semua usia (Suharjo et.al, 2009).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)

pneumonia merupakan penyebab infeksi tunggal terbesar pada anak-anak

diseluruh dunia. Pneumonia membunuh 808.694 anak dibawah usia 5

tahun. Pada tahun 2017, terhitung 15% dari semua kematian anak dibawah

usia lima tahun. Pneumonia menyerang anak-anak dan keluarga dimana-

mana, tetapi paling umum di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Anak-

anak dapat dilindungi dari pneumonia, dapat dicegah dengan intervensi

sederhana, dan dirawat dengan biaya rendah, pengobatan dan perawatan

berteknologi rendah (WHO, 2017).


Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada

tahun 2018 menyebutkan prevelensi angka kejadian pneumonia pada anak

sebesar 2,0% dan mengalami peningkatan angka kejadian pneumonia pada

anak sebesar 0,4% dari tahun 2013 ke tahun 2018 (Riskesdas, 2018).

Penyakit Pneumonia pada balita di Jawa Tengah masih merupakan

masalah serius, seluruh kasus Pneumonia pada tahun 2018 sebesar 62,5

persen, meningkat dibandingkan capaian tahun 2017 yaitu 50,5 persen

yang terjadi di Jawa Tengah (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2018).

Jumlah kasus pneumonia di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016

tercatat sebanyak 20.662 kasus (10 kematian). Jumlah kematian anak pada

kelompok umur <1 tahun sebanyak 9 anak dengan dengan Case Fatality

Rate (CFR) 0,15% dan pada kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 1 anak

dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,01% (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Banyumas di tahun 2018,

balita dengan pneumonia ditangani mencapai 2.451 balita dari target yang

ditentukan sejumlah 4.382 balita. Cakupan penemuan penderita

pneumonia balita sebesar 55,93%. Angka ini belum mencapai target yang

diharapkan yaitu 80%. Angka penemuan kasus pneumonia di masing-

masing Puskesmas berbeda-beda, bisa dikarenakan kondisi wilayah dan

kepatuhan petugas dalam melaksanakan prosedur pengobatan yang belum

maksimal sehingga banyak kasus pneumonia balita tidak terdeteksi dan

tidak terlaporkan. Selain itu, belum maksimalnya sosialisasi kepada


masyarakat tentang tanda-tanda pneumonia balita serta bahayanya jika

tidak segera ditangani, juga berperan dalam rendahnya cakupan

pneumonia balita ditangani. Penemuan kasus pneumonia balita belum

pernah mencapai 50% dari target, kecuali ditahun 2016 yang mencapai

53%. Target penemuan ditentukan oleh pusat, dan pada tahun ini adalah

3,61% dari jumlah target balita (Dinas Kesehatan Banyumas, 2018).

Upaya pemerintah dalam menekan angka kesakitan dan kematian

akibat pneumonia diantaranya melalui penemuan kasus pneumonia balita

dan anak sedini mungkin di pelayanan kesehatan dasar, penatalaksanaan

kasus, dan rujukan (Depkes RI, 2017). Sebagai salah satu upaya

menemukan balita penderita dan meningkatkan kualitas tatalaksana

penderita pneumonia. Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan

WHO dan UNICEF untuk menerapkan pendekatan integrated management

childhood ilness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di

unit pelayanan kesehatan dasar (Dinas Kesehatan Banyumas, 2018).

Dampak pada anak yang menderita pneumonia adalah menurunnya

kemampuan anak dalam bernafas karena terdapat dahak atau sputum yang

menghalangi jalan nafas, selain itu dapat terjadi penurunan aktivitass dan

latihan sebagai dampak kelemahan fisik pada anak (Depkes RI, 2017).

Beberapa masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kasus

pneumonia antara lain ketidakefektifan bersihan jalan nafas,

ketidakefektifan pola nafas dan hambatan pertukaran gas. Ketidakefektifan


bersihan jalan nafas merupakan konsep masalah keperawatan umum dari

kasus ini yang menjadi ketidakmampuan membersihkan sekresi atau

obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan jalan nafas. Batasan

karakteristik dari masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

nafas meliputi adanya batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi

nafas, sianosis, kesulitan mengeluarkan dahak, dyspnea, sputum dalam

jumlah berlebih, batuk yang yang tidak efektif, ortopnea (Herdman, 2011).

Peran perawat dalam masalah pneumonia pada anak adalah untuk

memberikan penatalaksanaan pada anak dengan cara mengatur posisi anak

agar lebih mudah bernafas, misalnya dengan memposisikan semi fowler,

mengajarkan anak cara batuk efektif yaitu dengan menarik nafas panjang

kemudian batukkan sambil mengeluarkan sputum atau dahak, bila anak

terjadi kejang maka lakukanlah tindakan agar anak tidak terbentuk pada

tempat tidur atau terjatuh, bila terjadi kenaikan suhu bada pada anak maka

lakukanlah tindakan kompres menggunakan air hangat diketiak atau di

daerah selangkangan pada anak (Sudarti, 2010). Penatalaksanaan yaang

tepat dilakukan untuk mengatasi penyakit penumonia adalah dengan

pemberian antibiotik, dan vaksinassi. Selanjutnya berkan oksigen sesuai

kebutuhan anak, lakukan fisioterapi dada untuk membantu anak

mengeluarkan dahak, setiap 4 jam atau sesuai petunjuk (Pardede, 2013).


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan banyaknya kasus pneumonia yang masih banyak

terjadi di Indonesia maka penulis akan menguraikan rumusan masalah

dalam penelitian ini “Bagaimana asuhan keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada An.X dengna Pneumonia di Puskesmas?”

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Menggambarkan asuhan keperawatan anak ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada an. X dengan Pneumonia di Puskesmas.

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan pengkajian asuhan keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada An. X dengan pneumonia di puskesmas.

b. Menggambarkan diagnosa asuhan keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada An. X dengan pneumonia di puskesmas.

c. Menggambarkan intervensi asuhan keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada An. X dengan pneumonia di puskesmas.

d. Menggambarkan implementasi asuhan keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada An. X dengan

pneumonia di puskesmas.

e. Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan ketidakefektifan

bersihan jalan nafas pada An. X dengan pneumonia di puskesmas.

f. Menganaalisis antara teori pneumonia dengan kasus pneumonia

yang terjadi di lapangan.


D. MANFAAT

1. Masyarakat (khususnya responden dan keluarga)

Masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dalam merawat pasien

dengan pneumonia dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Pengembangan ilmu keperawatan dapat memperoleh keluasan ilmu

dalam bidang keperawatan dalam mengatasi masalah kebutuhan

oksigenasi pada anak yang menderita pneumonia.

3. Penulis

Penulis dapat memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan

hasil riset keperawatan, khususnya studi kasus tentang penatalaksanaan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai