A DENGAN RISIKO
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ANGGREK
RSJ PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM
PROVINSI SUMATERA UTARA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK III
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat serta karunia yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga
penulisdapat menyelesaikan Karya tulisini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruangan Anggrek Di RSJ
Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara”. Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Stase Jiwa di
Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia Tahun 2016.
Tulisan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih
yang setulusnya kepada yang terhormat Bapak/Ibu :
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Dr. Candra S, Sp.OG Selaku Direktur RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem
PROVSU yang Telah Memberikan Ijin Kepada Mahasiswa/I Profesi Ners
Dalam Melaksanakan Praktek Keperawatan Jiwa.
4. Ibu Duma Farida Panjaitan, S.Pd, S.Kep, Ners, selaku Kepala Bidang
Keperawatan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara yang telah
mengizinkan kelompok untuk melaksanakan praktek lapangan keperawatan
jiwa. di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara.
5. Ibu Lince Herawati Tambunan, S.Pd, S. Kep, Ners, selaku Kepala Bidang
Diklat di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara yang telah telah
mengijinkan kelompok untuk melaksanan praktek lapangan keperawatan jiwa
dan sekaligus pembimbing kelompok III di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi
Sumatera Utara yang telah mengarahkan kelompok dalam penyelesaian
proposal ini.
6. Taruli Rohana Sinaga, SP., MKM selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
7. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
8. Ns. Jek Amidos Pardede, S.Kep, M.Kep Sp.KJ selaku Koordinator Profesi
Ners Sekaligus Pembimbing Kelompok III Profesi Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Sari Mutiara
9. Sebagai bukti kasih sayang dan rasa hormat peneliti kepada kedua orang tua
yang sangat peneliti cintai dan banggakan, Ayahanda dan Ibunda serta Kakak
dan Adik peneliti yang selalu memberikan doa, perhatian, semangat,
pengorbanan, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis dalam
penulisan ini.
10. Para dosen yang telah senantiasa sabar mengajar, mendidik dan membimbing
penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
11. Kepada teman-teman Mahasiswa/i Universitas Sari Mutiara Indonesia yang
telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan upaya dalam membantu
menyelesaikan tulisan ini.
Harapan penulis semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya dan peneliti juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan dan kebaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
(Kelompok III)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Upaya Kesehatan
Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang
optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.
(Keliat,2011). WHO menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang
didunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa
yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius.
Menurut data WHO, pada tahun 2013 jumlah penderita skizofrenia mencapai
450 juta jiwa di seluruh dunia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang
ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6%
untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti Skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang. Dari jumlah tersebut, ternyata 14,3% di antaranya atau
sekira 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di
pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. (Riskesdas, 2013)
Kejadian gangguan jiwa yang terjadi ini dapat ditimbulkan akibat adanya
suatu pemicu dari fungsi afektif dalam keluarga yang tidak berjalan dengan
baik. Apabila fungsi afektif ini tidak dapat berjalan semestinya, maka akan
terjadi gangguan psikologis yang berdampak pada kejiwaan dari seluruh unit
keluarga tersebut (Nasir & Muhith, 2011). Gangguan jiwa merupakan suatu
gangguan yang terjadi pada unsure jiwa yang manifestasinya pada kesadaran,
emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah
perilaku kekerasan.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini dibatasi pada satu kasus saja yaitu
asuhan keperawatan pada Tn. A dengan resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof.
Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara mulai tanggal 12 Desember
2016 – 23 Desember 2016
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa Skizofrenia paranoid episode berulang “risiko perilaku
kekerasan” sesuai dengan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan masalah
keperawatan, membuat pohon masalah, menetapkan pohon masalah,
menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. A dengan resiko perilaku
kekerasan di ruang Anggrek RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera
Utara
b. Dapat menegakkan diagnose keperawatan pada Tn. A dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang Anggrek RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi
Sumatera Utara.
c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan pada Tn. A dengan
resiko perilaku kekerasan di ruang Cempaka RSJ Medan untuk
memenuhi kebutuhan Tn. M dan mengatasi masalah Tn. A
d. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada Tn.
A dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Anggrek RSJ Prof. Dr. M.
Ildrem Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang telah ditegakkan.
e. Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada Tn. A dengan resiko perilaku kekerasan di ruang
Anggrek RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara.
f. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada Tn. A
dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Anggrek RSJ Prof. Dr. M.
Ildrem Provinsi Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakn secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol ( Kusumawati
dan Hartono, 2010).
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.
Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan
yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi
bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi
kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai
orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain.
Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi: Merokok, Menyabu,
Berjudi, Tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko
tinggi, Penyalagunaan zat, Perilaku yang menyimpang secara sosial.
Perilaku yang menimbulkan stress, Gangguan makan, Ketidakpatuhan
terhadap pengobatan Medis (Stuart, 2012).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu
akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive
action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom) (Yosep, 2007).
D. Rentang Respon
Keterangan:
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol.
5. Amuk / Perilaku Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.
E. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan koping yang konstruktif dalam
mengekpresikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formasi.
F. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol perilaku psikososial.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA