Anda di halaman 1dari 41

KARYA TULIS ILMIAH

FREKUENSI PENYAKIT MALARIA DI PUSKESMAS SIOBAN


KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN
MENTAWAI TAHUN 2017

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Pendidikan


Diploma III Analis Kesehatan Stikes Perintis

Oleh :
YASEYAS ADE
NIM: 1410308445355

PROGRAM STUDI D III ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS
PADANG
2018
LEMBARAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan dan dipertahankan di depan sidang


komprehensif dewan penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi D III Analis
Kesehatan Perintis serta diterima sebagai syarat untuk memenuhi gelar Ahli
Madya Analis Kesehatan.

Yang berlangsung pada :


Hari :
Tanggal : 2 Februari 2018
Tempat : Ruang sidang ujian komprehensif Stikes Perintis

Dewan Penguji :

1. Endang Surinai SKM :


NIDN : 1005107604

2. Dra. Suraini, M.Si


NIDN : 1020116502

Mengetahui :
Ketua Program Studi Prodi D III Analis Kesehatan
Stikes Perintis

( Endang Suriani, SKM )


NIDN : 1005107604
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, serta petunjuk yang berlimpah,
sehingga penulis telah diberi kemudahan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “FREKUENSI PENYAKIT
MALARIA DI PUSKESMAS SIOBAN KECAMATAN SIP0RA SELATAN
KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI PERIODE JANUARI – JUNI
2015”, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Diploma III Analisis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis.

Terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis tidak
lupa menyampaikan rasa terima kasih setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp, M.Biomed selaku Ketua STIKes Perintis
2. Ibu Endang Suriani, SKM selaku Ketua Program Studi D III Analisis
Kesehatan
3. Ibu Suraini selaku Pembimbing yang telah mengarahkan, membina serta
memberikan masukan kepada penulis demi tercapainya Karya Tulis Ilmiah
ini.
4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik
5. Teman-teman seperjuangan D III Analis Kesehatan angkatan 2012 atas
semangat dan sharing selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan Karia Tulis Ilmia ini.
Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan jasa-jasa
yang telah diberikan kepada penulis.

i
Penilis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmia ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang
dapat membangun kesempurnaan Karya Tulis Ilmia ini. Harapan penulis,
semoga Karya Tulis Ilmia ini bermanfaat bagi kita semua pihak.
Semoga Tuhan Memberkati.

Padang Februari 2018

Penulis

ii
ABSTRACT

Malaria is one of public health problem especially in Indonesia that can


cause of death. Regency of Mentawai island regency is one of endemic malaria
region that have 4 island, one of that Sipora island. Based on data from Sioban
clinic south Sipora subdistrict in 2017 found 147 data of clinical malaria with
population about 9.553 people, from 147 case of clinical malaria found 1 patient
that positive infect of malaria with SPR 0,68% in 2014 found 138 of data about
clinical malaria with the population 10.269, from 138 case of clinical malaria
found about 2 patient that positive infect of malaria with SPR 3,1%. Therefor the
purpose of research to know the frequency of malaria disease in Sioban clinic,
south Sipora subdistrict of Mentawai island regency in periode Januari –
Desember 2017. Design of this research is retrospective to see frequency of
malaria disease in Sioban Sipora clinic, south Sipora subdistrict of Mentawai
island regency in periode Januari – Juni 2017. Population and sample of this
research is all of data patients who indicated malaria that have done check of
blood with microscopic, it is during Januari – Desember 2017. The Result of the
research is not found parasite about malaria in Sipora clinic during periode of
Januari – Desember 2017.

Keywords : Malaria, frequency of malaria

iii
ABSTRAK

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama di


Indonesia yang dapat menyebabkan kematian. Kabupaten Kepulauan Mentawai
merupakan salah satu daerah endemis malaria yang terdiri atas 4 pulau salah
satunya yaitu Kepulauan Sipora. Bedasarkan dari Puskesmas Sioban Kecamatan
Sipora Selatan Pada tahun 2017 ditemukan 147 data malaria klinis dengan jumlah
penduduk 9553 jiwa, dari 147 kasus malaria klinis ditemukan 1 orang pasien
positif malaria dengan SPR 0,68%. Di tahun 2014 ditemukan 138 data malaria
klinis dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa, dari 138 kasus malaria klinis
ditemukan 2 orang pasien positif malaria dengan SPR 3,1%. Oleh karena itu
penelitian ini bermaksud untuk mengetahui frekuensi penyakit malaria di
Puskesmas Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai
periode Janauri – Desember 2017. Desain penelitian ini bersifat retrospektif untuk
melihat gambaran frekuensi penyakit malaria di Puskesmas Sioban Kecamatan
Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai periode Januari – Desember
2017. Telah dilakukan pengambilan data pada bulan Juni 2018 di Puskesmas
Sioban Sipora Selatan. Populasi sampel pada penelitian ini adalah semua data
pasien yang terindikasi malaria yang melakukan pemeriksaan darah secara
mikroskopis, yaitu selama periode Januari – Desember 2017. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ditemukannya parasit malaria di Puskesmas Sioban
Sipora selama periode Januari – Desember 2017.

Kata Kunci : Malaria, frekuensi penyakit malaria

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakti malaria salah satu penyakit infeksi yang bersifat menular dan
disebabkan oleh plamodium (kelas sporozoa) yang menyerang sel darah
merah. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang dapat menyebabkan kematian (Depkes, 2011). Penyakit ini
disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan oleh Anopheles betina.
Terdapat beberapa Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit ini,
antara lain Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae, Plasmodium knowlesi dan Plasmodium ovale. Plasmodium
terbanyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium vivax (55%) yang
menyebabkan malaria tropika, kemudian Plasmodium vivax (45%) yang
menyebabkan malaria tertiana. Sedangkan Plasmodium malariae,
Plasmodium knowles dan Plasmodium ovale ditemukan dalam jumlah yang
sedikit (WHO, 2013). Di Indoneia dikenal 4 macam spesies parasit malaria
yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum
dan Plasmodium ovale (Friaraiyatini dkk, 2006), namun yang menjadi
penyebab utama malaria di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax (Sagung Seto, 2011).
Berdasarkan Wordl Malaria Report tahun 2013, ditemukan 207 juta
kasus malaria dan diperkirakan terdapat 627.000 kematian 90% dari semua
kematian malaria terjadi di Sub – Sahara Afrika dan 77% terjadi pada
anak balita.

Di Indonesia didapatkan 146.978.014 populasi berisiko dengan angka


kejadian malaria adalah 1.321.451 kasus (Depkes, 2012). Kasus malaria
berdasarkan Annual Parasite Insidence (API) mengalami penurunan pada
tahun 2012 dari 1,75 per 1000 penduduk menjadi 1,69 per 1000 penduduk
pada tahun 2012 (Kementerian Kesehatanm, 2013).

1
2

Malaria paling banyak dijumpai di luar pulau Jawa – Bali, terutama di


daerah kawasan timur Indonesia seperti Papua, Irian Jaya Barat, Maluku,
Maluku Utara dan NTT yang merupakan zona merah/tertinggi kejadian
malaria yaitu > 50 kasus per 1000 penduduk.
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Sumatera Barat yang merupakan salah satu daerah endemis
malaria. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai tercatat 6.011,35
km dengan garis pantai sepanjang 1.402,66 km (Pemerintah Kepulauan
Mentawai, 2012). Kondisi geografis dan alam Kabupaten Kepulauan
Mentawai merupakan kawasan hutan yang mencapai 85,19% dari luas
wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai (coremap, 2007), Kabupaten
Kepulauan Mentawai terdiri atas 4 pulau besar dan 52 pulau – pulau kecil
yang terdiri atas 10 kecamatan, 43 desa dan 202 dusun. Kabupaten
Kepulauan Mentawai mempunyai 76.173 jiwa dengan angka kejadian
malaria 1,335 per 1000 penduduk pada tahun 2011 (Depkes, 2012).
Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 pulau salah satunya Kepulauan
Sipora. Kepulauan Sipora merupakan zona kuning/menengah kejadian
malaria, diperkirakan 10 – 50 kasus per 1000 penduduk dan ini dikaitkan
dengan banyaknya kegiatan yang berhubungan dengan hutan, perpindahan
penduduk yang tinggi serta faktor-faktor lainnya yang mendukung tingginya
malaria di suatu daerah (Erdinal dkk, 2006).
Wilayah kerja Puskesmas Sioban Sipora terletak pada 0,35”00 LS/LS
100 12,00, BT kondisi alamnya memiliki tofografi dari rawa datar, berbukit-
bukit dan hutan. Wilayah kerja Puskesmas Sioban sipora terdiri dari 1 (satu)
kecamatan yaitu Kecamatan Sipora Selatan.

Berdasarkan data dari Puskesmas Sioban Sipora Kecamatan Sipora


Selatan pada tahun 2017 ditemukan 147 data malaria klinis dengan jumlah
penduduk 9553 jiwa, dari 147 kasus malaria klinis ditemukan 1 orang pasien
positif malaria dengan SPR 0,68%. Di tahun 2014 ditemukan 138 data
malaria klinis dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa, dari 138 kasus malaria
3

klinis ditemukan 2 orang pasien positif malaria dengan SPR 3,1%.


Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis ingin mengetahui tingkat
infeksi malaria dengan melakukan penelitian yang berjudul
“FREKUENSI PENYAKTI MALARIA DI PUSKESMAS SIOBAN
KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN
MENTAWAI PERIODE JANUARI – JUNI 2017”.

1.2.Perumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran sikap masyarakat terhadap prevalensi malaria
di Puskesmat Sioban
2. Bagaimana gambaran perilaku masyarakat terhadap prevalensi
malaria di Puskesmat Sioban
1.3.Bagaimana gambaran lingkungan terhadap prevalensi malaria di
Puskesmat Sioban
1.4.Maksud dan Tujuan
1.3.1. Maksud Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka
kejadian malaria pada masyarakat di Kabupaten Sumba Barat.
1.3.2. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui gambaran sikap terhadap kejadian malaria
2. Mengetahui gambaran perilaku terhadap kejadian malaria
3. Mengetahui gambaran lingkungan terhadap kejadian malaria
1.4.Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat Mengetahui tentang penyakit malaria, pencegahan
dan penanggulangannya.
2. Bagi Instansi Kesehatan Sebagai masukan pada instansi kesehatan
Kabupaten Sumba Barat untuk menurunkan angka kejadian penyakit
khususnya penyakit malaria.
3. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang penyakit malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Malaria

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang

disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis

berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan menurut ahli lain

malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang

disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai

dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam,

menggigil, anemia, dan pembesaran limpa (Harijanto, 2006).

Parasit malaria pada manusia terdapat empat spesies: Plasmodium

vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium

ovale, Pada kera ditemukan spesies - spesies parasit malaria yang hampir

sama dengan parasit manusia antara lain : Plasmodium cynomolgimenyerupai

Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi menyerupai Plasmodium

falciparum dan Plasmodium malariae, Plasmodium rodhaini pada

chimpanzee di Afrika dan Plasmodium brasilianum pada kera di Amerika

Selatan sama dengan Plasmodium malariae pada manusia. Manusia dapat

diinfeksi oleh parasit malaria kera secara alami dan secara eksperimental,

begitupun sebaliknya dapat terjadi ( Pribadi,1998).

4
5

2.2 Klasifikasi Malaria

Malaria disebabkan oleh parasit malaria, dengan klasifikasi sebagai

berikut :

Phylum : Protoma

Subphytum : Sporazoa

Class : Telospora

Subclass : Haemosporina

Family : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

2.3 Morfologi dan daur hidup

Daur hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama,

yaitu mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke

manusia dan kembali ke nyamuk lagi. Terdiri dari siklus seksual (sporogoni)

yang berlangsung pada nyamuk Anopheles, dan siklus aseksual yang

berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit

(erythrosyticschizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel

hepar (exo - erythrosytic schizogony) (Gandahusada, 2006 dan Harijanto,

2000).
6

Gambar 1.Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum, parasit ini merupakan spesies yang paling

berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat

(Gandahusada, 2006 dan Harijanto, 2000).

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase

praeritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps

jangka panjang (rekurens). Jumlah merozoit pada skizon matang kira–kira

40.000 buah. Bentuk awal yang terlihat dalam hati adalah skizon yang

berukuran kira-kira 30 mikron pada hari ke empat setelah infeksi. Dalam

darah, bentuk cincin stadium trofozoit muda Plasmodium falciparum sangat

kecil dan halus dengan ukuran kira - kira 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk

cincin dapat dilihat dua butir kromatin (bentuk pinggir dan bentuk accole).

Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosil (infeksi

multipel), Walaupun bentuk marginal, uccole, cincin dengan kromatin ganda

dan infeksi multipel dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang diinfeksi oleh
7

pesies Plamodium lain pada manusia. Bentuk cincin Plasmodium falciparum

kemudian menjadi lebih besar, berukuran ¼ dan kadang-kadang hampir ½

diameter eritrosit. Sitoplasma dapat mengandung satu atau dua butir pigmen.

Stadium perkembangan daur aseksualberikutnya pada umumnya lidak

berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pemisiosa). Adanya

skizon muda dan skizon matang Plasmodium falciparum dalam sedian darah

tepi berarti keadaan infeksi yang berat. bentuk skizon muda Plasmodium

falciparum dapat dikenaldengan mudan oleh adanya satu atau dua butir

pigmen yang menggumpal (Gandahusada, 2006 dan Harijanto, 2000).

Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24

jam dan tertahan di kapiler alai - alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta,

usus atau sumsum tulang, di tempat-tempat ini parasitber kembang lebih

lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara

skizogoni, bila skizon sudah matang akan mengisi kira - kira dua per tiga eritrosit

dan membentuk 8 sampai 24 buah merozoit, dengan jumlah rata - rata 16 buah

merozoit Derajat infeksi pada jenismalaria ini lebih tinggi dari spesies

lainnya, kadang - kadang melebihi 500.000/mm3 darah. Sebagian besar kasus

berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit ini

menggumpal dan menyumbat kapiler (Gandahusada, 2006 dan Harijanto,

2000).

Pembentukan gametosis berlangsung di kapiler alat - alat dalam, tetapi

kadang - kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosis

muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau
8

berbentuk elips, akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang

sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama kali tampak di darah

tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni, biasanya kira - kira 10

hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau

makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dan gametosis

jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan

Ramanowsk atau Gkms. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan

butir - butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih

lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah

merahan dan intinya berwarna merah muda, besar dan tidak padat, butir -

butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti (Gandahusada, 2006 dan

Harijanto, 2000).

Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai

dalam waktu 48 jam dan periodesitasnya khas tersiana, seringkali pada

spesies ini terdapat dua atau lebih kelompok - kelompok parasit, dengan

sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodesitas gejala pada penderita ini

menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria.

Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti

pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20ºC 15

sampai 17 hari pada sudhu 23ºC dan 10 sampai 11 hari pada suhu 25ºC-28ºC.

Pigmen pada ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar,

membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi

dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda.
9

Pada hari ke delapan hanya beberapa butir pigmen yang bisa dilihat

(gandahusada,2006 dan Harijanto,2000)

Gambar 2. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae, inokulasi sporozoit Plasmodiummalariae

manusia pada simpanse dengan gigitan nyamuk Anopheles membuktikan

adanya stadium praeritrosit Plasmodiummalariae. Parasit ini dapat hidup

pada simpanse merupakan hospes reservoir yang potencial. Skizon praetrosit

menjadi matang 13 hari setelah infeksi, bila skizon matang, merozoit

dilepaskan ke aliran darah tepi, siklus eritrositasesual dimulai dengan

periodesitas 72 jam. Sel darah merah yang dihinggapi Plasmodium malariae

tidak membesar, dengan pulasan khusus pada sel darah merah dapat terlihat titik

- titik yang disebut titik Zieman. Trofozoit yang lebih tua bila membulat

besarnya kira – kira ½ eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit

dapat melintang sepanjang sol darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu

bentuk yang khas pada Plasmodium malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya

besar, kasar dan berwama gelap. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya

terbentuk skizon matang yang mengandung rata - rata 8 buah merozoit. Skizon

matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai


10

susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga "daisy" atau disebut

juga "roset" (Gandahusada, 2006 dan Harijanto, 2000).

Derajat parasitemia pada malaria ini lebih rendah dari pada malaria

yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung parasitnya (parasite couni)

jarang melampaui 10.000/mm3 darah. Siklus aseksual dengan periodesitas 72

jam biasanya berlangsung sinkron dengan bentuk - bentuk parasit di dalam

darah. Gametosit Plasmodium malariae mungkin dibentuk dalam alat - alat

dalam dan tampak dalam darah tepi bila sudah tumbuh sempuma.

Makrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil

dan padat, mikrogametosit, sitoplasma berwarna biru pucat, berinti difus dan

lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma (Gandahusada, 2006 dan

Haryanto, 2000).

Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu rata –

rata 26 - 28 hari. Pigmen didalam okista berbentuk granula kasar, berwarna

tengguli tua dan tersebar di tepi (Gandahusada, 2006 dan Hunjanto. 2000).

Gambar 3.Plasmodium ovale


11

Plasmodium ovale, morfologi Plasmodium ovale mempunyai

persamaan dengan Plasmodium malariae, tetapi pada eritrosit yang

dihinggapi parasit mirip dengan Plasmodium vivax. Trofozoit muda

berukuran kira - kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik - titik Schuffner (disebut

juga titik James) terbentuk sangat cepa tan tampak jelas. Stadium trofozoit

berbentuk hulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi

tidak sekasar pigmen.Plasmodium malariae.Pada stadium ini eritrosit agak

membesar dan sebagian berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit

bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik - titik Schuffner yang menjadi

lebih banyak (Gandahusada, 2006 dan Harijanto, 2000).

Stadium praeritrosit mempunyai periode prepaten 9 han, skizon hati 70

mikrondanmengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit

aseksual pada Plasmodlum ovale hampir sama dengan Plasmodium vivax dan

berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang

mengandung 8 - 1 0 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi

granula pigmen yang berkelompok di tengah (Gandahusada, 2006 dan

Harijanto, 2000).

Stadium gametosit betina bentuknya bulat, mempunyai inti

kecil,kompak dan sitoplasma berwama biru, sedangkan yang jantan

mempunyaiinti difus, sitoplasma berwama pucat kemerah - merahan,

berbentuk bulatPigmen dalam ookista berwarna cokelat atau tenggul tua dan

garnulanya mirip dengan yang tampak pada Plasmodium malariae, Siklus


12

sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12 - 14 hari pada suhu

27°C(Gandahusada, 2006 dan Harijanto, 2000).

Gambar 3.Plasmodium vivax

Plasmodium vivax, setelah sporozoit maiuk melalui kulit ke peredaran

darah perifer manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles betima, kira – kira ½

jam sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati

dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan

membentuk kira - kira 10.000 merozoit. Skizon hati masih dalam daur

praeritrosit atau daur eksoeritrosh primer yang berkembang biaknya secara

aseksual dan disebut skizogoni hati (Gandahusada, 2006 dan Harijanto,

2000).

Hipnozoit tetap istirahat dalam sel hati selama 3 bulan sampai aktif

kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dan skizon

hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit dan mulai dengan daur

eritrosit untuk pembiakan aseksual, merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi

trofozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya 1/3eritrosit, dengan pulasan

Giemsa sitoplasma berwarna biru, inti merah dan mempunyai vakuol yang

besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit Plasmodium vivax mengalami


13

perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus

berwana merah, yang bentuk dan besamya sama dan disebut titik Schuffner.

Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut yang sangat aktif

sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Pigmen dari parasit ini

menjadi makin nyatadan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur

eritrositmengandung 12 - 18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit

dengan pigmen berkumpul dibagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit

padaPlasmodium vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron.

Walaupundemikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit

daridaur eritrosit, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform,

kecuali pada han - hari permulaan serangan pertama (Gandahusada, 2006dan

Harijanto, 2000).

Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali, sebagian merozoit yang

tumbuh menjadi trofozoit dapat membentuk sel kelamin betina dan jantan

yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit dan

masih tampak titik Schuffneer disekitarnya. Makrogametosit mempunyai

sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat dan berwama merah, sedangkan

mikrogametosit biasanya bulat, berwama pucat biru kelabu dengan inti yang

besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletak ditengah. Butir – butir Pigmen,

baik betina maupun jantan jelas dan tersebarpada sitoplasma (Gandahusada,

2006dan Harijanto, 2000).

Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung

selama 16 han pada suhu 20 º C dan 8 - 9 hari pada suhu 27 º C. Dibawah 15


14

ºC perkembang biakannya secara seksual tidak mungkin berlangsung. Ookista

muda dalam nyamuk mempunyai 30 - 40 butir pigmen berwarna kuning

tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas (Gandahusada, 2006

dan Harijanto, 2000).

2.4 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk anopheles betina.

1. Siklus pada manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darahmanusia,

sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masukkedalam

peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan

masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dan 10.000 -30.000 merozoit

hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut siklus ekso - eritrositer yang berlangsung selama

lebih kurang 2 minggu. Pada Plasmodium vivax dan Pasmodium ovale,

sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi

ada yang menjadi bentuk dormanyang disebut hipnozoit. Hipnozoit

tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan – bulan sampai

bertahun – tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan

menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).


15

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah. Di dalam sel

darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai

skizon (8 – 3 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan

aseksual ini skizogoni. Selanjutnya ertrosit yang terinfeksi (skizon) pecah

dan merozoit yang keluar menginfeksi sel darah merah lainnya siklus ini

disebut siklus eritrositer.

Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit

jantan dan betina).

2. Sikus pada nyamuk anopheles betina

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan danbetina

melakukan pembuafaan menjadi zigot- zigot berkembang menjadi ookinet

kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Padadinding luar

lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista danselanjutnya menjadi

sporozoit Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Gambar 5. Siklus Hidup Plasmodium


16

2.5 Manifestasi umummalaria

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodic, anemia,

splenomegali.Masa inkubasi bervariasi pada masing – masing Plasmodium.

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan,

malaise, sakit kepala merasa nyeri di punggung, nyeri sendi dan tulang,

demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang – kadang

dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium

malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Gejala yang klasik terjadi “trias malaria” secara berurutan. Periode

dingin (15 – 60 menit), mulai menggigil, penderita sering membungkus diri

dengan selimut atau sarung dan menggigil sering seluruh badan bergetar,

diikuti dengan meningkatnya temperatur. Periode panas, maka penderita

merah, nadi cepat, danpanas badan tetapp tinggi beberapa jam diikuti

dengan keadaan berkeringat. Periodeberkeringat, penderita berkeringat

banyak dan temperatur turun dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih

sering terjadi pada infeksi Plasmodium vivax, padaPlasmodium falciparum

menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas

berlangsung 12 jam pada Plasmodium falcitparum,36 jam pada Plasmodium

vivax dan Plasmodium ovale, 60 jam pada Plasmodium malariae.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi

malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia ialah pengerusakan eritrosit

oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses


17

complement mediated immune complex, eritrofagositosis penghambatan

pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa (spleno

megali) sering terjadi penderita malaria. Beberapa keadaan klinik dalam

perjalanan infeksi malaria ialah:

a. Serangan primer

Keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan

paroksismal yang terdiri dari dingin atau menggigil, panas, berkeringat.

Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari

perbanyakan parasit dan keadaan immunitas penderita.

b. Periode latent

Periode tanpa gejala dan tanpa prasitemia selama terjadinya infeksi

malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

c. Recrusdescense

Berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggusesudah

berakhir serangan primer. Recrusdescense dapat terjadi berupaberulangnya

gejala klinik sesudah periode latent dari serangan primer.

d. Recurrence

Berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya

serangan primer,

e. Relapse atau Rechute

Berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu

serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lamadari

masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi yangtidak


18

sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaxatau

ovale ( Harijanto,2006).

World Health Organization (2006) mendefinisikan malaria berat jika

terdapat parasitemia Plasmodium falciparumfase aseksual dengan disertai

satu atau lebih garabaran klinia atau laboratoris beritau ini :

a. Manifestasi klinis antara lain :

Kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory distress (pernapasan

asidosis), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan, abnormal,

ikteik dan hemoglobinuria.

b. Pemeriksaan laboratorium antara lain :

Anemia berat, hipoglikemia, asidosis gangguan fungsi ginjal,

hiperlaktatemia, hiperparasitemia (Zulkarnain dan Setiawan, 2006).

2.6 Pemeriksaan darah untuk malaria

a. Tetesan preparat darah tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan

darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.

Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi

parasit Pemeriksaan parasit dilakukan 5 menit (diperkirakan 100 lapang

pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatip bila

setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan perbesaran kuat 700 -

1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada

tetes tebaldengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit.Bila


19

leukositnya 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit

dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro - liter darah.

b. Tetesan darah tipis

Digunakan untuk identifikasi jeuis plasmodium, bila dengan preparat

darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung

parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang

mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >

100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting

untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi dapat

timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan

Giemsa, atau Leishman’s atau Field dan juga Romanowsky. Pengecatan

Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan

pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

c. Tes Antigen: P-F test

Yaitu mendeteksi antigen dari Plasmodium falciparum (Histidine

RichProteinII).Deteksinya sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan

latinan khusus, seraitivitasnya baik, tidak memerlukan alatkhusus. Deteksi

untuk antigen vivaxs sudah beredar dipasaran denganmetode ICT. Tes

sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dariplasmodium (pLDH)

dengan cara immunochromatographik telah dipasarkan dengan nama tes

Optimal. Optimal dapat mendeteksi dari 0- 200 parasit/ul darah dan dapat

membedakan apakah infeksiPlasmodium falciparum atau Plasmodium vivax.

Tes ini sekarangdikenal sebagai tes cepat (Rapid test).


20

d. Tes sirologi

Tes serologi mulai dipernalkan sejak lahun 1962 dengan memakai teknik

indireck fluorescent test.Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi

spesipik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat

minimal.Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epmemiologi atau

alat uji saring donor darah. Titer >1 : 200 dianggap sebagai infeksi baru

dan titer > 1 : 20 dinyatakan positif. Metode – metode tes serologi antara

lain : indirect haemagglutination test, immune – precipitation techniques,

ELISA test, radio – immunoassay.

e. Pemeriksaan PC R (Polymerase Chairt Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,

waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya

tinggi.Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat kecil dapat

mcmberikan hasil positif (Harijanto, 2006).

Di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Penyakit malaria

umumnya adalah genus Plasmodium family plasmadiadae dan

ordococcidiidae, sampai saat ini dikenal 4 macam parasit malaria yaitu :

1. Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika

2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana

3. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana


21

4. Plasmodium ovallejenis ini jarang sekali dijumpai di Indoensia, karena

umumnya banyak kasusteriadi di Africa dan Pasifik barat (Hiswani,

2004).

2.7 Prosedur Kerja

a. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, objek

glass (kaca obiek), blood lancet, tabung reaksi, pipet tetes, raktabung,

kapas kering, kapas alkohol 70%. Bahan yang digunakan untuk

penelitianini adalah giemsa, imersi oil, darah kapiler, malaria card,buffer

(ph 7,2), aquadest, metanol, kapas injeksi.

b. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Giemsa

Diambil giemsa1ml masukkan kedalam tabung. Di ambil

20 ml aquadest dengan gelas ukur masukkan kedalam tabung yang

sudah ada larutan giemsa.Dihomogenkan campuran tersebut dan

dipergunakan sebagai larutan kerja.

2. Cara pengambilan darah kapiler

Siapkan peralatan lancet steril, kapas alkohol 70%.Bersihkan

ujung jari (2, 3, 4) dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering lalu

tusuk dengan lancet steril.Setelah darah keluar, buang tetes darah

pertama dengan memakai kapas kering, tetes berikutnya boleh dipakai

untuk pemeriksaan.
22

3. Pembuatan sediaan apus darah tebal

Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering

kemudian tusuk ujung jari dengan lancet. Tetes darah pertama dihapus

dengan kapas kering, kerine tetes darah kedua diteteskan diatas objek

glass, gunakan ujung objek glass lainnya untuk membentuk lingkaran

dengan diameter 1- 1,5 cm, kemudian keringkan. Sediaan darah yang

sudah kering dihemolisa dengan air sampai haemoglobin hilang.

Kemudian sediaan siap diwarnai.

4. Pembuatan sediaan apus darah tipis

Bersihkan ujung jari dengan kapsul alkohol 70%, biarkankering

kemudian tisuuk jari dengan lancet.Tetes darah pertama dihapus

dengan kapas kering, tetes darah kedua dteteskan diatas objek glass.

Pada tepi tetesan darah tersebut ditetakkan kaca objek lainnya dengan

membentuk sudut 30 - 40 derajat. Tetesan darah akanmenyebar di

sepanjang tepi kaca objek tadi, setelah darah menyebar rata, objek

glass dorong kedepan sehingga didapatkan sediaan hapus (seperti

parabola).

5. Pewarnaan slide

1. Pewamaan slide sediaan apus darah tebal

Sediaan darah yang sudan di hemolisa disusun di rak pewarna.

Buat larutan giemsa dengan perbandingan 3 tetes giemsa dengan 1

ce buffer. Tuangkan larutan giemsa di atassediaan darah,

kemudiaan tanggu 7 - 1 0 menit (pewamaan cepat). Cuci dengan


23

airmengalir sampai semua cairan giemsa terbuang, lalu keringkan

dan periksa di bawah mikroskopdengan pembesaran 10 x 100

memakai minyak imersi (GrasiaLS,BrucnerDA, 1998).

2. Pewarnaan slide sediaan apus darah tipis

Sediaan darah tipis yang sudah kering di fiksasi dengan

metanol. Letakkan sediaan pada rak pewarna dengan posisi darah

verada diatas. Buat larutan giemsa dengan perbandingan 3 tetes

giemsa 1 cc buffer. Tuangkan larutan giemsa di atas sediaan

darah, kemudian tunggu 7 – 10 menit (pewarnaan cepat). Cuci

dengan air mengalir sampai cairan giemsa terbuang, lalu

keringkan dan periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran

10 x 100 memakai minyak emersi,

6. Pemeriksaan slide

Slide yang sudah kering, ditetesi dengan imersi oil. Dilihat

dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x. Laporkan hasil yang

didapat.

2.8 Vektor malaria di Indonesia

Koofirmasi vektor telah düakukan sejak tahun 1919 sampai tahun 2009,

dan selama periode tersebut terdapat 25 spesies ditemukan positif membawa

parasit malaria. Menurut tempat berkembang biak vektor malariadapat di

kelompokkan dalam tiga tipe yaitu berkembang biak dipersawahan, pebukitan

/hutan dan pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di


24

daerah persawahan adalah Anopheles aconitus, Anophelesannullaris,

Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles karwari, Anopheles

nigerrismus, Anopheles simensis, Anopheles tasellatus, Anophelesvagus,

Anonheles latifer. Vektor malaria yang berkembang biak diperbukitan/hutan

adalah Anopheles balabacensis. Anopheles branecrofri, Anopheles punculatus,

Anopheles umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis vector

malaria adalahAnopheles flavirostris, Anopheles koliensis, Anopheles ludlowi,

Anopheles minismus. Anopheles punctulatus, Anopheles paragensis,

Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus. Waktu aktivitas menggigit vector

malaria yang sudah diketahui yaitu jam 17.00 - 18.00, sebelum jam 24 (20.00

- 23.00), setelah jam 24 (00.00 - 04.00), vector malaria yang aktivitas

menggigitnya jam 17.00 18.00 adalah Anopheles Tesselatus, sebelum jam 24

adalah Anopheles acónitus, Anopheles annullaris, Anopheles barbirostris,

Anopheles kochi, Anopheles sinensis, Anopheles vagus, sedangkan yang

menggigit setelah jam 24 adalah Anopheles farauti, Anopheles koliensis,

Anopheles leucosphyrosis, Anopheles unctullatus. Perilaku vektor malaria

seperti tempat berkembang biak dan waktu aktivitas menggigit ini sangat

penting diketahui oleh pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan

untuk menentukan intervensi dalam pengendalian vektor yang lebih efektif.


25

2.9 Upaya pengendalian malaria

Tingkat penuiaran malaria dapat berbeda tergantung faktor setempat

seperti pola curah air hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah).

Kedekatan antara lokasi perkembang biakkan nyamuk dengan manusia serta

jenis nyamuk diwilayah tersebut. Beberapa daerah angka kasus yang

cendrung tetap sepanjang tahun negara tersebut digolongkan sebagai endemis

malaria, di daerah lain ada musim malaria yang biasanya berhubungan

dengan musim hujan (who report 2010).

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan

melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain

meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans, dan

pengendalian vektor yang kesemuanya ditunjukan untuk memutus mata rantai

penularan malaria. Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementrian

Kesehatan Tahun 2010 - 2014 adalah menurunkan angkakesakitan malaria

dan kematian nenyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi i per 1000

penduduk dari baseline tahun 1990 sebesar 4,7 per 1000 peduduk. Indikator

lain yang perlu diperhatikan adalab target MDGs yaitu angka kematian

malaria. Upaya pengendalian malaria dan pencegahan malaria dapat

dilakukan yaitu:

a. Pemakaian kelambu

Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan

penularan penyakit malaria. Metalui bantuan Global Fund (OF)

komponen malaria ronde 1 dan 6 telah dibagikan kelambu berinsektisida


26

ke 16 provinsi. Kelambu dibagikan terbanyak di Provinsi Nusa Tengara

Timur (NTT), sedangkan di Sumatera Barat tidak ada laporan, cakupan

kelambu berinsektisida yang dibagikan kepada penduduk yang beresiko

malaria terbanyak pada tahun 2007 adalah Timor Leste (25,54%), tahun

2008 dan 2009 adalah Srilangka (23,21 dan 40,39%).

b. Pengendalian vektor

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya

pengendalian terhadapAnopheles sp sebagai nyamuk penular malaria.

Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap

jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp

secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control

(menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan dan lain -

lain.

c. Diagnosis dan pengobatan

Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria jugamerupakan

upaya pengendalian malaria yang penting. PemeriksaanSediaan Darah (SD)

untuk diagnosis malaria, untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun

2008 sampai tahun 2010 terjadi peningkatan penderita malaria klinis yang

diperiksa sediaandarahnya (Buletin Malaria Depkes, 2011).


BAB III
METODE PENEMTIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penehtian ini bersifat retrospeklif untuk melihat gambaran tingkat

frekuensi penyakil malaria di Puskesmas Sioban sipora Kecamatan Sipora

selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai periode Januari - Juni 2018.

3.2 Waktu dan tempat penetitian

Pengambilan data telah dilakukan pada bulan Mei 2018 di Puskesmas

Sioban Sipora Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

terindikasi dengan gejala klinis malaria berdasarkan data laporan dari

Puskesmas Sioban Keamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan

Mentawai selama periode Januari - juni 2018.

3.3.2 Sampel

Semua Pasien yang terindikasi malaria positif berdasarkan data

laporan dari Puskesmas Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten

Kepulauan Mentawai selama periode Januari – Juni 2018.

27
28

3.4 Prosedur penelitian

Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian adalah sebugai berikut :

1. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian ke Prodi D III

Analis Kesehatan STIKes Perintis untuk pengambilan data.

2. Peneliti memberikan surat pengantar dari Prodi D III Analis Kesehatan

ke sekretaris bagian tata usaha STIKes Perintis untuk melakukan

pengambilan dala dan penelitian ditempat tersebut

3. Peneliti memberikan surat pengantar dari STIKes Perintis untuk

pengambilan data ke sekretaris bagian tata usaha Puskesmas Sipora

Sioban serta meminta surat yang akan direkomendasi ke bagian

program penyakit malaria Puskesmas Sioban Sipora

4. Peneliti menyerahkan surat rekomendasi dari bagian tata usaha

Puskesmas sioban Sipora ke bagian program penyakit malaria

Puskesmas Sipora Sioban.

5. Melakukan pengambilan data malaria pada bagian program penyakit

malaria di Puskesmas Sioban.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dalam laporan kasus malaria, diketahui bahwa kasus malaria

dibagimenjadi 2 yaitu kasus malaria klinis dan kasus malaria positif. Salah

satu cara untuk membandingkan kasus malaria antar waktu dengan

melakukan penilaian kejadian malaria dengan menggunakan indikator AMI,

API, MoML dan MoPL, AMl (annual Malaria lncidence) digunakan

untukmengetahui incidence malaria klinis pada satu daerah tertentu selama

satu tahun, API (Annual Parasite Incidence) digunakan untuk mengetahui

incidence malaria pada satu daerah tertentu selama satu tahun, MoMI

(Monthly Malaria Incidence) digunakan untuk mengetahui incidence malaria

klinis pada satu daerah tertentu selama satu bulan, MoPl (MonthlyParasite

Incidence) digunakan untuk mengetahui incidence malaria pada satu daerah

tertentu selama satu bulan, Pembagian 2 kasus malaria iniberdasarkan adanya

pemeriksaan laboratorium, Berikut jumlah kasusmalaria yang berasal dari

pasien yang ada di Puskesmas Muara Siberut periode Januari-Juni 2015

Tabel 4.1 Monthly malaria Incidence (MoMI) Puskesmas Muara Siberut


periode januari- Juni 2015.
Jumlah N
N
Bulan Pendudu (Kasus MoMI (%)
o
k (Orang) )
1 Januari 10.269 11 1,07
2 Februari 10.269 24 2,34
3 Maret 10.269 36 3,51
4 April 10.269 14 1,36
5 Mei 10.269 67 6,52
6 Juni 10.269 17 1,66

29
30

Berdasarkan table 4.1 diketahui kasus malaria klinis di Puskemas

Muara Siberut pada periode Januari – Juni 2015 adalah 11 kasus di bulan

Januari dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI 1,07

per 1000 penduduk, 24 kasus di bulan Februari dengan jumlah penduduk

10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI 2,34 per 1000 penduduk, 36 kasus di

bulan Maret dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI

3,51 per 1000 penduduk, 14 kasus di bulan April dengan jumlah penduduk

10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI 1,36 per 1000 penduduk, 67 kasus di

bulan Mei dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI

6,52 per 1000 penduduk, 17 kasus di bulan Juni dengan jumlah penduduk

10.269 jiwa yang memiliki nilai MoMI 1,66 per 1000 penduduk.

Tabel 4.2 Monthly parasite Incidence (MoPI) Puskesmas Muaro Siberut


periode Januari – Juni 2015
Jumlah
N MoPI
No Bulan Penduduk
(Kasus) (%)
(Orang)
1 Januari 10.269 0 0
2 Februari 10.269 0 0
3 Maret 10.269 0 0
4 April 10.269 0 0
5 Mei 10.269 0 0
6 Juni 10.269 0 0

berdasarkan table 4.2 diketahui kasus malaria positif di Puskesmas

Muaro Siberut pada periode Januari – Juni 2015 adalah 0 kasus di bulan

Januari dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoPI 0 per

1000 penduduk, 0 kasus di bulan Februari dengan jumlah penduduk 10.269

jiwa yang memiliki nilai MoPI 0 per 1000 penduduk, 0 kasus di bulan April

dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoPI 0 per 1000
31

penduduk, 0 kasus di bulan Mei dengan jumlah penduduk 10.269 jiwa yang

memiliki nilai MoPI 0 per 1000 penduduk, 0 kasus di bulan Juni dengan

jumlah penduduk 10.269 jiwa yang memiliki nilai MoPI 0 per 1000

penduduk.

4.2. Pembahasan

Kasus malaria klinis di Puskesmas Muara Siberut pada periode

Januari – Juni 2015 adalah 11 kasus di bulan Januari, 24 kasus di bulan

Februari, 36 kasus di bulan Maret, 14 kasus di bulan April, 67 kasus di bulana

Mei dan pada bulan Juni 17 kasus malaria. Penetapan kasus malaria klinis di

Puskesmas Muara Siberut berasal dari diagnose petugas puskesmas yang

menemukan penderita malaria berdasarkan gejala klinis. Besar masalah kasus

malaria klinis dapat diketahui dengan menggunakan indicator Annual Malaria

Incidence (AMI) (Kemenkes,2007).

Indicator AMI dapat digunakan pada wilayah yang melakukan

pengumpulan data kasus malaria klinis. Puskesmas Muara Siberut memiliki

nilai MoMI pada bulan Januari – Juni 2015 adalah sebesar 1,07 kasus per

1000 penduduk pada bulan Januari 2,34 kasus per 1000 penduduk di bulan

Mei, dan pada bulan Juni 1,66 kasus per 1000 penduduk.

Indikator AMI adalah kasus malaria klinis selama satu tahun disuatu

wilayah per 1.000 penduduk.Indikator ini digunakan untuk mengetahui

tingkat endemisitas dan besar masalah malaria disuatu wilayah.Suatu wilayah

dapat dikatakan endemis malaria rendah jika diketahui nilai AMI <10 kasus

per 1.000 penduduk. Endemisitas sedang jika AMI sebesar 10 – 50 kasus per
32

1.000 penduduk dan wilayah dengan endemis tinggi jika AMI > 50 kasus per

1.000 penduduk (Kemenkes. 2007)

Kasus malaria positif di Puskesmas Muara Siberut memiliki nilai

MoPI 0 per 1.000 penduduk pada periode Januari – Juni 2015. Endemisitas

wilayah berdasarkan indicator API dapat diketahui jika nilai API < 1 kasus

per 1.000 penduduk maka wilayah tersebut dapat dikategorikan endemis

rendah, API 1 – 5 kasus per 1.000 penduduk dikategorikan endemis sedang

dan endemis tinggi jika API > 5 kasus per 1.000 penduduk (Kemenkes,2007).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui tidak ditemukannya masalah

malaria di Puskesmas Muara Siberut pada periode Januari – Juni

2015.Penentuan besar masalah malaria dengan menggunakan indicator API

dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat dibandingkan dengan

menggunakan indicator AMI.Hal ini dapat dilihat dari penegakkan kasus

malaria berdasarkan hasil identifikasi gejala klinis malaria masih menimulkan

banyak permasalahan. Gejala klinis malaria memiliki kesamaan dengan gejala

klinis penyakit lain sehingga diagnosis pembanding menjadi lebih besar

mengalami kesalahan dalam mendiagnosis malaria.

Indicator API menjadi cukup penting dalam menggambarkan besar

masalah malaria disuatu wilayah (Kemenkes, 2009).Hal ini dikarenakan

indicator API lebih baik dari indicator AMI akibat dari indicator API

menggambarkan kasus malaria secara lebih akurat.Keakuatan tersebut

disebbkan oleh penegakkan kasus malaria berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium bukan hanya berdasarkan hasil diagnosis gejala klinis oleh

tenaga kesehatan.Pentingnya peran laboratorium dalam mengidentifikasi


33

malaria positif sehingga dapat menggambarkan besar masalah dan endemis

malaria dengan tepat sehingga program pengendalian malaria dapat tepat

sasaran.
BAB V
KESIMPUALAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah didapatkan untuk menentukan

Frekuensi Penyakit Malaria di Puskesmas Muara Siberut Kecamatan Siberut

Selatan Kabupaen Kepulauan Mentawai periode Januari – Juni 2015,

penyakit malaria di Puskesmas Muara Siberut didapatkan dari data

pemeriksaan laboratorium pasien Puskesmas Muara Siberut pada periode

Januari – Juni 2015 seanyak 169 tidak ditemukan adanya kasus infeksi

malaria pada bayi, balita maupun orang dewasa.

5.2. Saran

1. Penguatan peran laboratorium dalam mendiagnosis malaria

2. Penambahan petugas laboratorium dan peningkatan komperhensif petugas

laboratorium dalam mendiagnosa malaria secara mikroskopis di

Puskesmas yang belum aktif laboratoriumnya.

3. Segera memeriksakan jika ditemukan gejala – gejala klinis malaria

4. Program pengendalian malaria perlu di prioritaskan pada daerah yang

endemis malaria.

5. Menjalankan promosi kesehatan melalui penyuluhan mengenai bahaya

malaria dan cara penularannya kepada masyarakat.

34
DAFTAR PUSTAKA

COREMAP. 2007. Letak Geografis.


http://regional.coremap.or.id/mentawai/profil_kabupaten/deskripsi_wilaya
h/kondisi_geografis/

Dinas kesehatan Propinsi Suamtera Barat. Profil kesehatan taun 2010.2011;42-46

Depkes.2012. Profil Kesehatan Indonensia Tahun 2011.Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Depkes. 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta.

Erdinal, Ssanna D, Wulandari RA. Faktor – factor yang berhubungan dengan


kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar,
2005/2006. Makara Kesehatan, 2006;10;64-70.

Friaraiyantini, Keman S, Yudhastuti R. Pengaruh lingkungan dan perilaku


masyarakat terhadap kejadian malaria di kab. Baio Selatan Propinsi
Kalimantan Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan.2006;2:121-8.

Gandahusada, S. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Indonesia,


Jakarta, 2006

Garcia LS, Brucner DA.Diagnostik medical parasitoogi, Calcuta; Chaterje


medical publisher, 1990.

Harijanto, P. N. Malaria (Malaria: Epidemiologi, Paogenesis, Manifestasi Klinis


dan Penanganan). Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2000

Harijanto PN. Malaria.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006;Hal:1754-60.

Hiswani “Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia” Fakultas


Kesehatan Masyarakat. USU. 2004

Anda mungkin juga menyukai