Anda di halaman 1dari 19

LINGKUP KESEHATAN KLIEN DENGAN HIV/AIDS

Makalah di susun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Yang di bina Oleh Ns.Mohammad Ali Hamid, S. Kep.,Ners, M.Kes

Di susun oleh :

Devi Khalisah Lestari

(1811011100)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

Maret,2020
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa, karena dengan rahmat, dan
anugrahnya kami dapat menyusun makalah ini dengan judul “Lingkup Kesehatan Klien dengan
HIV/AIDS” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah HIV/AIDS yang diberikan oleh
bapak Mohammad Ali Hamid, S. Kep.,Ners, M.Kes.

Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun
berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril maupun materil,
akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi.Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan
rasa terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar harapan
kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua

Jember, Maret 2020

Penyusun

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Makalah

“Lingkup Kesehatan Klien dengan HIV/AIDS”

Disususun untuk Memenuhi Tugas Daring Mata Kuliah HIV/AIDS

Tahun Akademik 2019/2020

Disusun oleh :

Devi Khalisah Lestari (1811011100)

Jember, 19 Maret 2020

Menyetujui

Dosen Pengampu, Penyusun,

(Ns, Mohammad Ali Hamid, S.Kep.,M.Kes) (Devi Khalisah Lestari)

NIP : 070708088101 NIM : 1811011100

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB 1 EPIDEMOLOGI....................................................................................................1

BAB II ASPEK PSIKO, SOSIO, KULTURAL DAN SPRITUAL..................................3

BAB III PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK..................................................7

BAB IV PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS.............................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

iii
iv
BAB I

A. Epidemologi

Sindrom AIDS pertama kali dari Amerika Serikat pada tahun 1981. Sejak saat itu
jumlah Negara yang melaporkan kasus AIDS meningkat yaitu 8 Neagar pada tahun 1981
ada 53 negara, dan 153 pada tahun 1996, begitu pula bahaya dengan jumlah kasus AIDS
meningkat cepat, pada tahun 1981 sebanyak 185 kasus menjadi 237.100 kasus pada tahun
1990 dan tahun2013 sebanyak 35,3 juta kasus.
Menurut para ahli epidemologi Internasional, Di Amerika Serikat dan Eropa
bagian Utara epidemic terutama terdapat pada pria yang berhubungan seksual dengan
pria, sementara di Eropa bagian Selatan dan Timur, Vietnam, Malaysia, India Timur
Laut, dan Cina insidensi tertinggi adalah pada pengguna obat suntik. Di afrika, Amerika
Selatan, dan sebagian besar Negara di Asia Tenggara jalur penularan yang dominan
adalah secara heteroseksual dan vertical.
Di Indonesia kajian tentang kecendurangan epidemi HIV/AIDS memproyeksikan
pada peningkatan upaya penanggulangan yang bermakna, maka pada tahun 2012 jumlah
kasus HIV/AIDS ada 39 ribu jiwa, sementara itu 3.541 kasus baru muncul pada januari-
september 2012, dengan kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000
orang dengan kematian 350.000 orang. Penularan dari sub populasi berperilaku berisiko
kepada istri atau pasangannya akan terus berlanjut.

Pada epidemologi AIDS akan diuraikan mengenai factor agent, factor host dan factor
environment.

a) Penyebab penyakit (Agent)


HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk golongan retrovirus yang muda
mengalami mutasi, sehingga sulit membuat obat yang dapat membunuh virus
tersebut. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. HIV termasuk
virus yang sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih dan
berbagai desinfektan.

1
b) Tuan rumah (Host)
Distribusi golongan umur penderita HIV/AIDS di Amerika, Eropa, Afrika
maupun di Asia tidak jauh berbeda. Kelompok terbesar berada pada umur 1545
tahun, mereka termasuk kelompok umur yang aktif melakukan hubungan seksual.
Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo maupun heteroseksual
merupakan pola transmisi utama.

Kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah mereka yang melakukan hubungan


seksual dengan banyak mitra seks, kaum homoseksual atau biseksual. Di Cina
2009-2010 ada 57,9% 2011-2012 menjadi 69,0% kelompok homoseksual sangat
meningkat dan menjadi rute dominan transmisi HIV di Cina, laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) antara kelompok usia 21-30 tahun yang
sudah menikah 42,4% sedangkan yang belum menikah 61,6%.

c) Faktor lingkungan (Environment)


Faktor lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan suatu organisasi, seperti halnya penyakit
HIV/AIDS. Faktor lingkungan social yang mempengaruhi kejadian HIV/AIDS
pada laki-laki umur 25-44 tahun adalah transfuse darah (pendonor maupun
penerima), pengangguran narkoba, kebiasaan konsumsi alcohol, ketersediaan
sarana di pelayanan kesehatan (kondom). Faktor social budaya dukungan
keluarga, dukungan tenaga kesehatan, akses ke tempat PSK, akses ke perlayanan
kesehatan.

2
BAB II

A. Aspek psikologis

Respon adaptasi psikologis terhadap stressor menurut Potter & Perry (2005) dalam
Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap stressor
yakni, pengingkaran, marah , tawa menawa, depresi, dan menerima.

Berikut penjelasan terkait tahapan psikologis dan tindakan yang dibutuhkan :

1. Tahap pengingkaran (denial)


a) Mengidentifikasi terhadap penyakit pasien
b) Mendorong pasien untuk mengekpresikan perasaan takut menghadapi
kematian dan mengeluarkan keluh kesahnya
2. Tahap kemarahan (anger)
a) Memberukan kesempatan mengekpresikan marahnya
b) Memahami kemarahan pasien
3. Tahap tawar-menawar
a) Mendorong pasien agar mau mendiskusikan perasaan kehilangan dan takut
mengahadapi penyakit pasien
b) Mendorong pasien untuk menggunakan kelebihan (positif) yang ada pada
dirinya
4. Tahap depresi
a) Memberikan dukungan dan perhatian
b) Mendrorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kondisi
5. Tahap menerima
a) Memotivasi pasien untuk mau berdoa dan sembahyang
b) Memberikan bimbingan keagamaan sesuai keyakinan pasien

3
B. Aspek Sosial

Respon adaptif sosial individu yang menghadapi stressor tertentu menurut Stewart (1997)
dalam Nursalam dkk (2014) dibedakan dalam 3 aspek yang antara lain :

a. Stigma social memperarah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri
individu
b. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan bekerja dan
hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
c. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai penolakan, marah-
marah, tawar-menawar, dan depresi berakibat terhadap keterlambatan upaya
pencegahan dan pengobatan. Adanya dukungan social yang baik dan keluarga,
teman, maupun tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. Hal
ini sesuai dengan penelitian oleh payuk, dkk (2012) tentang hubungan antara
dukungan social dengan kualitass hidup ODHA di daerah kerja pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas). ODHA dapat mengevaluasi pekerjaannya serta
mendapatkan informasi yang dibutuhkan sehingga ODHA dapat membantu dalam
memberikan informasi mengenai akses kesehatan kepada kelompok anggota
dukungan.
1. Jenis dukungan social
a) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan
b) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungakapan hormat/penghargaan
positif untuk orang tersebut
2. Dampak bagi lingkungan
a) Menurunnya produktivitas masyarkat
Salah satu masalah social yang dihadapi ODHA adalah menurunnya
produktivitas mereka.
b) Menggangu terhadap program pengentasan kemiskinan
Berkaitan dengan point yang pertama. Ketika ODHA mengalami
penurunan produktivitas, mereka akan kehilangan pekerjaan mereka

4
dan mulai menggantungkan hidupnya kepada keluarganya ataupun
orang lain.
3. Meningkatnya angka pengangguran
Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah satu dampak
social yang ditimbulkan HIV/AIDS.Daya tahan tubuh yang melemah,
antibody yang rentan dan ketergantungan kepada obat membuat ODHA
merasa di diskriminasi dalam hal pekerjaan. Sehingga mereka susah untuk
mencari pekerjaan yang sesuai.
4. Mempengaruhi pola hubungan social di masyarakat
Pola hubungan social di masyarakat akan berubah ketika masyarakat
memberikan stigma negative kepada ODHA dan mulai mengucilkan ODHA
5. Meningkatkan kesenjangan pendapatan kesenjangan social
Kesenjangan social dapat terjadi ketika masyarakat di sekitar tempat ODHA
tinggal mulai memperlakukan beda atau mendiskriminasi , memberi stigma
negative dan mengucilkan ODHA
6. Munculnya reaksi negative dalam bentuk deportasi, stigmatisasi, diskriminasi,
dan isolasi.

C. Aspek Kultural
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan
diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta pengabaian
nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri.Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi
factor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya.Ditemukan beberapa
budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah
ini.Meskipun kini tidak lagi Nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam
kehidupan masyarakat.Seperti budaya di salah satu daerah provinsi Jawa Barat,
kebanyakan orang tua menganggap bila memiliki anak perempuan, dia adalah asset
keluarga. Menurut mereka jika anak perempuan menjadi pekerja seks Komersial (PSK)
diluar negri akan meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak
wanitanya menjadi PSK, sebagian warga wilayah Pantura tersebut bias menjadi orang

5
kaya di kampungnya.Hal ini merupakan pemasukan HIV/AIDS dalam aspek budaya dan
budaya seperti ini seharusnya dihapuskan.

D. Aspek Spiritual
Respons adaptif spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000) dalam
Nursalam dkk (2014) . Respons adaptif spiritual, meliputi : menguatkan harapan yang
realistis kepada pasien terhadap kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan social.Orang
bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”.
Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesmebuhan, misalnya
akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
1. Ketabahan hati
Karakteristik sesorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati dalam
mengahadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan
tabah dalam menghadapi setiap cobaan.
2. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada
pasien untuk selalu berpikiran positif terhadap semua cobaan yang
dialaminya.

6
BAB III

A. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan HIV meliputi antara lain:


1. Suhu.
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada gejala lain.
Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit infeksi tertentu atau
kanker yang lebih umum pada orang yang mempunyai sistem kekebalan tubuh lemah
2. Berat.
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan 10% atau
lebih dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom wasting, yang merupakan
salah satu tanda-tanda AIDS , dan yang paling parah Tahap terakhir infeksi HIV.
Diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika Anda telah kehilangan berat
badan.
3. Mata
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini terjadi
lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari 100 sel per mikroliter
(MCL).Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan.Jika
terdapat gejala retinitis CMV, diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera
mungkin.Beberapa dokter menyarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6
bulan jika jumlah CD4 anda kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).
4. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang yang
terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan pemeriksaan mulut pada setiap
kunjungan. pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun. Jika Anda beresiko
terkena penyakit gusi (penyakit periodontal), Anda perlu ke dokter gigi Anda lebih
sering.
5. Kelenjar getah bening.
Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu disebabkan oleh
HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang semakin membesar atau jika

7
ditemukan ukuran yang berbeda, Dokter akan memeriksa kelenjar getah bening Anda
pada setiap kunjungan.
6. Perut.
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali).Kondisi ini dapat disebabkan
oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker.

Penderita HIV/AIDS mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan atas atau bagian
kiri atas perut
a. Kulit
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV.pemeriksaan yang
teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat diobati mulai tingkat keparahan dari
dermatitis seboroik dapat sarkoma Kaposi . Dokter akan melakukan pemeriksaan
kulit setiap 6 bulan atau kapan gejala berkembang.
b. Ginekologi terinfeksi.
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel daripada wanita yang
tidak memiliki HIV.Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan tes Pap.Anda harus
memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelah anda telah didiagnosa dengan
HIV. Jika kedua pemeriksaan Pap Smear hasilnya normal, Anda harus melakukan tes
Pap sekali setahun. Anda mungkin harus memiliki tes Pap lebih sering jika Anda
pernah memiliki hasil tes abnormal. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan
memberikan informasi tentang keadaan kesehatan Anda saat ini. Pada Pemeriksaan
selanjutnya dokter akan menggunakan informasi ini untuk melihat apakah status
kesehatan Anda berubah.

8
B. Diagnostik pada klien
Diagnostik pada HIV/AIDS ada dua macam pendekatan, yaitu secara sukarela dan atas
inisiatif petugas kesehatan. Selain itu terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi
pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan
untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.6 Komponen mayor dari terapi HIV ialah
vaksinasi, anti ARV, profilaksis dan pengobatan infeksi oportunistik serta konseling.
Masing–masing memiliki pesan yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas hidup &
mengurangi penderitaan.2 Laporan kasus ini membahas seorang pasien wanita, usia
27 tahun dengan diagnosis HIV/AIDS.

9
BAB IV

A. Patofisiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi
HIV/AIDS.Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 <
200µL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi oportunistik.HIV
ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit
yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi.
Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam
tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan kuat
dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke membran
sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein
gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan
perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran.
Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV.Monosit
dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak
dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel
manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans,
sel dendritik, sel mikroglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan
limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks kemudian terbentuk
partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi.
Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau
mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan banyak virus. Infeksi
pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas melalui beragam mekanisme
termasuk apoptosis (kematian sel terprogram) anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut),
atau pembentukan sinsitium (fusi sel).

10
B. Diagnosis

Untuk memastikan apakah pasien terinfeksi HIV, maka harus dilakukan tes HIV.Skrining
dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti di laboratorium.
Jenis skrining untuk mendeteksi HIV adalah:

1. Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh


untuk melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar
jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
2. Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi p24, suatu protein yang
menjadi bagian dari virus HIV. Tes antigen dapat dilakukan 2-6 minggu
setelah pasien terinfeksi.

Bila skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka pasien perlu
menjalani tes selanjutnya.Selain untuk memastikan hasil skrining, tes berikut dapat
membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode
pengobatan yang tepat.Sama seperti skrining, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel
darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut antara lain:

a. Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV.
Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula kemungkinan
seseorang terserang AIDS. Pada kondisi normal, jumlah CD4 berada dalam rentang 500-
1400 sel per milimeter kubik darah. Infeksi HIV berkembang menjadi AIDS bila hasil
hitung sel CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik darah.
b. Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Pemeriksaan viral load bertujuan untuk
menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah
RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru saja
terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA di bawah 10.000 kopi per mililiter
darah, mengindikasikan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat. Akan tetapi,
kondisi tersebut tetap saja menyebabkan kerusakan perlahan pada sistem kekebalan
tubuh.

11
c. Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat. Beberapa subtipe HIV diketahui kebal pada
obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat anti HIV yang tepat
bagi pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

(Talita, 2017)Talita. (2017). Tentang pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera.


Jurnal Kesehatan, 7–15.

https://www.alomenika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/epidemiologi

https://www.academia.edu/39352939/ASPEK PSIKO SOSIO DAN KULTURAL HIV AIDS

13

Anda mungkin juga menyukai