Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

IMPLIKASI TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

1. LAMBERTINA LEISUBUN
2. IFON .M. WATLITIR
3. JOCE .B.D. RAHAKET
4. ORSILA .E. HIWY
5. ROSITA RAHAKBAUW
6. CHRISTINA HEATUBUN
7. MARIA .M. RUMYAAN
8. MELINDA METURAN

TINGKAT : II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan”.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah
“Antropologi Kesehatan”.

Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna disebabkan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman.
Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Langgur, 22 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1
1.3 Tujuan................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2
2.1 Pengertian Transkultural....................................................................................
2
2.2 Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan.......................................
3
2.3 Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Status Kesehatan..........................
3
2.4 Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Status
Kesehatan Dan perilaku Kesehatan..................................................................
4

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


6
3.1 Kesimpulan........................................................................................................
6
3.2 Saran..................................................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
iii

BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1. Latar Belakang
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat
dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi
mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku
Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan
dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya
pasien pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implemenasi keperawatan diberikan sesuai nilai- nilai yang relevan yang telah
di miliki klien, sehingga  klien dapat meningkatkan atau mempertahankan
status kesehatannya. Negosiasi budaya merupakan stategi yang kedua yaitu
intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien beradaptasi
terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Transkultural?
2. Apa itu Implkasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan?
3. Apa itu Aspek Sosial Budaya Dalam Dalam Program Kb?
4. Apa itu Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan
perilaku Kesehatan?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Transkultural.
2. Untuk mengetahui Implkasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan.
3. Untuk mengetahui Aspek Sosial Budaya dalam Program Kb.
4. Untuk mengetahui Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Status Kesehatan
dan perilaku Kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Transkultural


Transkultural terdiri atas dua kata dasar yaitu “trans” yang berarti
“berpindah” atau “suatu perpindahan” dan satu kata lagi yaitu “kultur” yang
berarti “kebudayaaan”. Kultur atau keudayaan adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia. Secara singkat keperawatan transkultural
atau transkultural nursing dapat diartikan sebagai keperawatan lintas budaya.

2.2. Implikasi Transkultural Dalam Praktek Keperawatan


1. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang  budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan
individu sesuai dengan budaya klien.Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/ mempertahankan budaya,
mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/ mengganti budaya
klien (Leininger, 1991).
a. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga
setiap pagi
b. Negosiasi budaya . Intervensi dan implementasi keperawatan pada
tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap
budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang
hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan  sumber protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut
2. Proses keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan
dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991).
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a) Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model"
b) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan
kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai
yang
diyakini.
c) Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya
klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya
klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.
d) Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,
mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi bisa diketahui
latar belakang budaya pasien.

2.3. Aspek Sosial Budaya Dalam Program Kb


Sosial budaya menurut Koentjaraningrat adalah sistem gagasan,tindakan
dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yangdilahirkan dari diri
manusia melalui proses pembelajaran.Jadi, dapat menyimpulkan bahwa
peninggalan sosial budaya adalahsegala sesuatu yang nampak karena hasil
cipta, rasa dan karsa manusiasebagai akibat dari interaksi yang dilakukan oleh
manusia dengan manusialainnya ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Jadi,
ketika
melakukan pelestarian peniggalan sosial budaya kita harus menjaga dan
mengembangkan sosial budaya tersebut agar tetap utuh dan tidak
termakanoleh zaman.
1. Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana adalah program yang dibentuk oleh
pemerintah untukmenurunkan tingkat fertilitas. Pencanangan program
keluarga berencana(KB) pertama kali dicanangkan pada tahun 1970
dengan dibentuknya suatu badan yang mempunyai tugas mensukseskan
program tersebut. Badantersebut adalah Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN).Dalam menjalankan program KB,
BKKBN menyarankan masyarakatuntuk memiliki dua anak saja. Hal ini
dikarenakan jumlah masyarakatIndonesia terbilang besar.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia
sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun
2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk
bertambah 3,25 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang besar, tentunya
pemerintah semakin sulit untuk mengatur dan menyediakan berbagai
fasilitas dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Hal ini terjadi pada
suatu masyarakat yang memiliki jumlah anak banyak dengan
statusekonomi dan pendidikan rendah. Permasalahan yang mungkin
terjadi adalah apakah keluarga tersebut dapat menyediakan kebutuhan,
memberikan pendidikan, makanan bergizi, dan lain sebagainya sehingga
dapat melahirkangenerasi tangguh atau hanya menambah jumlah
penduduk yang menjadi beban keluarga juga pemerintah.Untuk itulah
pemerintah melalui BKKBN membuat program KB. Salahalternatif yang
disarankan BKKBN adalah penggunaan alat kontrasepsi
untukmengontrol kepemilikan anak.

2. Tujuan KB
Yang menjadi target atau sasaran dalam program keluarga
berencanaadalah pasangan usia subur, yaitu pasangan usia 15-49 tahun,
anggotamasyarakat, institusi dan wilayah. Program KB ini
memiliki tujuan yangterdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan
umum KB adalah meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalamrangka
mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera)yang
menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera
denganmengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk.Adapun tujuan khususnya adalah:
a. Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat terhadap
masalahkependudukan dalam melembagakan NKKBS.
b. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat
kontrasepsi.
c. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
d. Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara
penjarangan kelahiran.
e. Meningkatkan dan memantapkan peran dan tanggungjawab
pasanganusia subur dan generasi muda dalam penanggulangan
masalah kependudukan.

3. Pemberdayaan Keluarga Dan Kb


Tingkat kelahiran yang relatif tinggi merupakan salah satu
bebandalam pembangunan sosial dan budaya. Tingkat kelahiran yang
relatiftinggi ini mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang relatif
tinggidan jumlah anggota keluarga yang relatif besar. Tingginya angka
kelahirandewasa ini berkaitan dengan penyelenggaraan program
KeluargaBerencana (KB) yang belum sepenuhnya berkualitas dalam ak-
hak dan kesehatan reproduksi masyarakat.
Pendekatan program KByang telah diarahkan pada pemenuhan
hak-hak dan kesehatan reproduksi,dalam pelaksanaannya masih dijumpai
beberapa pelayanan KB yangmencerminkan pendekatan pemenuhan
target akseptor. Pendekatan targetakseptor mengakibatkan proses dan
kualitas penyampaian komunikasi,informasi dan edukasi (KIE), serta
pelayanan KB lebih ditujukan untukmencapai target akseptor KB
melebihi perhatian terhadap kecocokan caraKB dan kepuasan akseptor
KB.Kualitas program KB yang belum sepenuhnya memuaskan
klienmengakibatkan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi
termasukKB yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil yang
bahagia dansejahtera belum dapat dirasakan oleh sebagian masyarakat
dan keluarga.Hal ini dikarenakan keterbatasan dan jenis alat kontrasepsi
laki-laki, antaralain juga disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan laki-
laki di bidanghak-hak dan kesehatan reproduksi.
Kelembagaan dan jaringan pelayanan KB juga belum
sepenuhnya berkualitas dan mampu menjangkau seluruh wilayah Indones
ia. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterbatasan kemampuan sumber
daya program KB. Peran masyarakat dan pihak di luar Pemerintah juga 
masihsangat terbatas, walaupun tokoh agama, organisasi profesi dan
LembagaSwadaya dan Organisasi Masyarakat (LSOM) terbukti
sangatmempengaruhi keberhasilan program KB di beberapa daerah.
Sementaraitu, kemitraan pemerintah dengan masyarakat terutama PUS
dan sektor diluar pemerintah dalam penyelenggaraan KB dan kesehatan
reproduksi belum sepenuhnya dapat diwujudkan.

4. Penerapan Program Kb
Keluarga yang sehat sejahtera dan berkualitas akan terwujud
jikaangka kelahiran dapat diatur melalui program KB. Banyak
yangdiharapkan dari adanya gerakan ini, tetapi tampaknya banyak pula
kendalayang dihadapi oleh para pelaksana di lapangan. Salah satu
kendala itu muncul dari lembaga di daerah yang mengurus soal KB ini di
lebur entahke unit-unit lain yang mengakibatkan program kegiatannya
pun menjaditidak jelas.Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah
dalam menumbuhkankembali kesadaran masyarakat untuk ber-KB.
Sejalan denga era otonomi,hubungan pemerintah pusat dan daerah
terjalin berdasarkan prinsipdesentralisasi termasuk mekanisme pelayanan
program KB di lapangan.Tetapi, konsekuensinya adalah adanya
perubahan kebijakan dan sistemmanajemen sesuai kenyataan di
lapangan.
Salah satu dampaknya, adalah menurunnya kemampuan
daerahmenyelenggarakan pelayanan KB secara langsung. Tetapi yang
pasti,katanya, lembaga pemerintah yang mengelola KB di daerah
perludidukung dengan kebijakan yang terintegrasi, dengan
mendayagunakansumber daya manusia yang ada di daerah
setempat.Karena itu, tidak salah bila memang kemudian BKKBN
menggandeng PKK yang selama ini pun dikenal sebagai ujung
tombak bagi pelaksanaan peningkatan kesejahteraan keluarga. Bahkan se
lama ini pun PKK juga dikenal sebagai gerakan yang mempunyai tugas u
tamaadalah berupaya memberdayaan kesejahteraan keluarga di semua
aspekkehidupan, seperti di bidang ekonomi, sosial budaya dan
lingkunganhidup.
Yang menjadi salah satu fungsi utama BKKBN adalah
mengupayakan pelayanan di bidang kesehatan kepada
masyarakatterutama dalam memperkecil petumbuhan penduduk dan
keluarga sehat.Untuk menjalankan misi yang diemban BKKBN itu, maka
keikutsertaanPKK mempunyai peran penting. Sebab PKK sudah lama
eksis di seluruhaspek kehidupan bahkan di tingkat pemerintahan sudah
berada dari tingkat pusat sampai ke desa-desa.Dalam kondisi seperti ini
diharapkan PKK menjadi jembatankepentingan pemerintah dan
masyarakat dengan tujuan akhir

2.4. Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku


Kesehatan
Menurut G. M foster (1973) aspek budaya yang dpat mempengaruhi
Kesehatan seseorang antara lain adalah :
a) Tradisi
b) Sikap fatalism
c) Nilai                     
d) Ethnocentrisme
e) Unsur budaya dipelajari pada tingkat proses sosialisasi

1. Pengaruh tradisi terhadap perilaku kesehatan dan status kesehatan


Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif
terhadap kesehatan masyarakat, misalnyadi New Guinea,pernah terjadi
wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan
penyebabnya adalah virus, penderita hanya terbatas pada anak – ank dan
wanita, setelah dilakukan penelitian ternyata penyakit ini menyebar karena
adnya trdisi kanibalisme.
2. Pengaruh sikap fatalism terhadap perilaku dan kesehatn
Hal ini adalah sikap fatalism yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan.
Beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok yang beraga islam
dalam percaya bahwa anak adalah titipan tuhan, dan sakit atau mati itu
adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk mencari
pertolongan bagi anakya yang sakit , atau menyelamatkan seseorang dari
kematian.
3. Pengaruh sikap
Ethnosentris terhadap perilaku dan status kesehatan Sikap ethonosentris
adalah sikap yang memandang bahwa kebudayaan sendri yang paling baik
jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain misalnya orang- orang
berat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang
dimilikinya dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju
sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang
berkembang tetapi dari sisi lain. Semua anggota dari budaya lainnya
menganggap bahwa yang dilakukan secara alamiah yang terbaik. Oleh
karena itu sebagi petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang
menganggapbahwa petugas adlah orang yang pandai, paling mengetahui
maslah kesehatn karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan
masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikat sertakan ,masyarakat ,
dalam masalah kesehatan masyarakat. Dalm hal ini memang petugas lebih
baik mengusai tentang masalah kesehatn, tetapi masyarakat  diman mereka
bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri.
4. Pengaruh perasaan bangga pada masyarakat terhadap perilaku kesehatan
Suatu perasaan bangga terhadap budayanya  berlaku bagi orang
hal  tersebut barkaitan dengan sikap ethnosentrisme.
5. Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya, norma
dimasyarakat sangat mempengaruhi perilku kesehatn dari anggota
masyarakat yang mendukung norma tersebut sebagi contoh, untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi, banyak mengalami hambatan
karena adanya  norma yang melarang hubungan antara dokter sebgai
pemberi layanan dengna iu hamil sebagai pengguna layanan.
6. Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan
Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan, nilai- nilai tersebut ada yang menunjang da nada yang
merugikan kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan misalnya
adalah penilaian yang tinggi terhadap beras putih meskipun masyarakat
mengetahui bahwa beras merah  lebih banyak mengandung vitamin Bl jiak
dibandingkan dengan beras putih, masyrakat ini memberikan niali bahwa
beras putih lebih enak dan lebih bersih.
7. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingakt awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan
Pada tingkat awal proses sosialisasi, seseorang anak dianjurkan antara lain,
bagaimana cara makan, bahan makanan apa yang dimakan, cara buang air
kecil dan buar aiar besar, dan lain – lain. Kebiasaan tersebut terus
dilakukan sampa anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua, kebiasaan
tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk
diubah.
8. Pengaruh konsentrasi dari inivasi terhadap perilaku kesehatan
Tidak ada perubahan yang menjadi dalam isolasi, atau dengan perkataan
lain, suatu perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan
perubahan yang ketiga, apabila seseorang pendidikan kesehatan ingin
melakukan perubahan periaku kesehatan masyarakat, maka yang harus
dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan tejadi jika melakukan
perubahan mengenai faktor – faktor yang terlibat / berpengaruh terhadap
perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi
dengan perubahan tersebut apanbila ia tahu budaya masyarakat setempat
dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaaannya, maka ia
harus dapat menganstipasi reaksi yang muncul yang mempenagruhi dari
perubahan yang telah direncakan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikankeperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk
memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap  pasien.
Implikasi berfungsi membandingkan antara hasil penelitian yang lalu dengan
hasil penelitian yang baru dilakukan.
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaanh
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat, sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu
ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (leininger, 2002).

3.2.  Saran
Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya peran agama dalam
keperawatan, karena perawat dituntut untuk bisa melayani kebutuhan klien
sesuai dengan ajaran ajaran agama.
Kami sebagai penulis makalah ini menyatakan siapapun yang membaca
makalah ini dapat memahami pengertian dan memahami model dan konsep
dari Peranan Agama dan Kepercayaan dalam Keperawatan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menciptakan pemilihihan
kepemimpinan yang baik,dan semoga makalah ini memberikan dorongan,
semangat, bahkan pemikiran para pembaca,dengan makalah ini menjadi
pedoman kaidah yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press
Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section
One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
\Transcultural NursingModels ; Theory and Practice, Ditelusuri tanggal
14 Oktober 2006 dari
Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Three
Application of Transcultural Nursing Models, Ditelusuri tanggal 14
Oktober 2006 dari http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Anda mungkin juga menyukai