2. Etiologi
Terdapat 3 kondisi dalam trias Virchow yang berkontribusi pada pembentukan trombosis vena dalam:
1) Stasis aliran darah
Dalam kondisi aliran darah laminar normal, trombosit berada terutama di bagian tengah lumen
pembuluh darah, terpisahkan dari endotel oleh lapisn plasma yang bergerak lebih lambat
Stasis menyebabkan aliran darah melambat, sehingga trombosit dan leukosit dapat
berhubungan dengan endotel
Stasis juga memperlambat pembersihan faktor-faktor pembekuan yang teraktifkan dan
menghambat aliran masuk penghambat faktor pembekuan
2) Kerusakan endotel pembuluh darah
Jejas endotel menyebabkan terpaparnya matriks ekstrasel subendotel, yang akan
menyebabkan pelekatan trombosit, pelepasan faktor jaringan, serta penurunan produksi PGI 2
dan aktivator plasminogen secara lokal
Pada kondisi tidak terjadinya jejas, endotel yang mengalami disfungsi juga dapat menyebabkan
produksi faktor-faktor prokoagulan dalam jumlah yang lebih besar, sedangkan produksi
molekul-molekul antikoagulan dalam jumlah yang lebih sedikit
3) Hiperkoagubilitas
Hiperkoagubilitas merupakan kondisi terjadinya kelainan pada jalur-jalur pembekuan yang
mempermudah timbulnya trombosis
3. Faktor Risiko
1) Didapat
Usia lanjut
Imobilisasi lama
Penggunaan terapi penggantian hormon atau kontrasepsi oral
Keadaan hiperestrogenik (kehamilan dan postpartum)
Tromboemboli vena sebelumnya
Keganasan
Operasi
Sindrom nefrotik
Trauma atau cedera tulang belakang
Perjalanan jarak jauh (>6 jam)
Varises vena
Sindrom antibodi antifosfolipid
Penyakit mieloproliferatif
Polisitemia
2) Genetik
Faktor V Leiden
Mutasi protrombin (varian G20210A)
Defisiensi antitrombin
Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Peningkatan faktor XI
Disfibrinogenemia
3) Gabungan
Homosisteinemia
Peningkatan faktor VII, VIII, IX atau IX
Hiperfibrinogenemia
Resistensi protein C aktif tanpa faktor V Leiden
4. Patogenesis
a. Lokasi trombosis
Pada awal perkembangan DVT, trombosis diperkirakan terjadi pada area yang relatif stasis,
seperti soleal sinus vein atau calf vein
Selain itu, DVT juga dapat terjadi pada ekstremitas atas dan seringkali melibatkan axilary vein
atau subclavian vein yang dapat terkompresi saat melakukan latihan atau aktivitas tubuh
bagian atas
b. Nasib trombus
1) Pembesaran
Trombus membesar melalui penambahan trombosit dan fibrin, sehingga memingkatkan
sumbatan pembuluh darah
2) Embolisasi
Sebagian atau semua dari trombus terlepas dan berpindah ke suatu tempat lain dalam
pembuluh darah
3) Pencairan
Jika suatu trombus baru terbentuk, aktivasi faktor fibrinolitik dapat memperkecil trombus
secara cepat dan mencairkannya secara menyeluruh
Pada trombus yang lebih lama, polimerisasi fibrin yang luas membuat trombus lebih resisten
terhadap proteolisis yang diinduksi oleh plasmin, dan lisis menjadi tidak efektif
4) Organisasi
Trombus yang lebih lama akan disorganisasi melalui pertumbuhan sel-sel endotel, sel otot polos,
dan fibroblas ke dalam trombus, kemudian akan menjadi trombus yang kaya akan fibrin
5) Rekanalisasi
Terbentuk pembuluh-pembuluh kapiler yang dapat menciptakan saluran sepanjang trombus,
sehingga mengembalikan kontinuitas dari lumen asli
5. Manifestasi Klinis
Pada awal perkembangan DVT biasanya tidak terdapat atau timbul beberapa manifestasi klinis
yang bersifat akut seperti:
- Pembengkakan
- Nyeri
- Rasa tertekan yang tidak nyaman
Gejala terasa lebih berat ketika berjalan, sedangkan gejala membaik jika tungkai bawah
dielevasikan
Gejala dapat memburuk jika DVT menyebar dan melibatkan vena dalam proksimal yang utama.
Kedua kondisi berikut dapat berkembang menjadi gangren vena yang perlu diamputasi, sehingga
diagnosis serta terapi yang tepat dan agresif harus dilakukan
- Phlegmasia cerulea dolens
Trombosis terjadi pada vena dalam proksimal yang utama dengan kolateralisasi minimal
Ditandai oleh nyeri, edema, dan sianosis akibat kongesti pada vena
- Phlegmasia alba dolens
Trombosis melibatkan vena kolateral
Ditandai oleh nyeri yang hebat, edema, dan pucat akibat insufisiensi arteri yang
disebabkan oleh peningkatkan tekanan kompartemen tungkai bawah secara drastis
6. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat penyakit saat ini
Lokasi keluhan
Durasi dan progresivitas keluhan
Faktor yang memperingan dan memperberat keluhan
2) Faktor risiko
3) Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit
Riwayat pengobatan
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum: tampak sehat
Tanda-tanda vital
Tinggi dan berat badan
2) Status lokalis pada tungkai
Suhu: hangat
Pembengkakan: pitting edema
Tanda Homan (calf pain produces by passive dorsiflexion of the foot): +
Tanda Bancroft (tenderness on anteroposterior but not lateral compression of calf): +
Tanda Lowenberg (calf pain associated with inflation of blood pressure cuff about the calf): +
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Duplex ultrasound (DUS)
DUS merupakan tes yang paling sering dilakukan untuk mendeteksi DVT pada area
infrainguinal
Memiliki sensitifitas dan spesifisitas >95% pada pasien dengan gejala DVT
DUS mengacu pada kombinasi real-time B-mode ultrasound dan pulsed Doppler
DUS dapat memvisualisasikan anatomi vena secara non-invasif, mendeteksi segmen vena
yang tersumbat, dan mendemonstrasikan karakteristik aliran darah vena
Pemeriksaan dimulai dari pergelangan kaki hingga pangkal paha. Setiap vena divisualisasikan
dan sinyal aliran darah vena dinilai dengan pemberian kompresi pada bagian distal dan
proximal
DVT pada ekstremitas bawah dapat didiagnosis dengan temuan DUS sebagai berikut:
- Aliran darah yang tidak spontan
- Vena tidak dapat terkompresi
- Lumen vena tidak terisi warna
- Tidak ada variasi aliran darah karena respirasi
- Distensi vena
2) Impedance plethysmography (PG)
Mengkuantifikasi perubahan hambatan listrik yang dihasilkan dari perubahan volume darah
ekstremitas bawah
IPG memiliki sensitifitas sebesar 83% pada pasien dengan gejala DVT, namun kurang baik
dalam mendeteksi DVT pada calf vein. Karena itu, IPG jarang digunakan karena kurang
akurat jika dibandingkan dengan DUS.
3) Iodine-125 fibronigen uptake (FUT)
Fibrinogen radioaktif diadministrasikan secara IV, kemudian dilakukan evaluasi dari
penangkapan radioaktif pada gumpalan fibrin
Peningkatan tangkapan radioaktif sebesar 20% atau lebih pada 1 area tungkai
mengindikasikan area yang memiliki trombus
FUT dapat mendeteksi DVT pada betis, tetapi latar belakang dengan radiasi tinggi dari pelvis
dan saluran kemih membatasi FUT untuk mendeteksi DVT proksimal
FUT juga tidak dapat digunakan untuk pasien dengan ekstremitas yang belum lama dioperasi
atau mengalami inflamasi aktif
FUT memiliki sensitifitas sebesar 73% dan spesifisitas sebesar 71% untuk mengidentisikasi
DVT pada kelompok pasien yang bergejala dan tidak bergejala
4) Venography
Kateter kecil dimasukkan ke dorsal foot vein, kemudian kontras radio-opak diinjeksikan
Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika kontras tidak memasuki vena dalam
Venografi tidak rutin dilakukan karena merupakan prosedur yang invasif dan memiliki risko
timbulnya komplikasi
7. Kriteria Diagnosis
Stratifikasi probabilitas DVT berdasarkan kriteria Wells
Parameter Klinis Skor
Kanker aktif 1
Paralisis, parese, atau imobilisasi plester pada ekstremitas bawah 1
Berbaring >3 hari atau operasi besar dalam 4 minggu terakhir 1
Nyeri tekan lokal sepajang distribusi vena dalam 1
Pembengkakan pada seluruh tungkai 1
Pembengkakan pada betis >3cm dibanding betis normal kontralateral 1
Kolateral vena superfisial 1
Diagnosis alternatif -2
Probabilitas:
Tinggi : skor 3
Sedang : skor 1-2
Rendah : skor 0
8. Diagnosis Banding
Penyakit sistemik yang menyebabkan pembengkakan ekstremitas bawah:
- Gagal jantung kongestif
- Sirosis
- Insufisiensi ginjak kronis
Trauma atau cedera lokal
Otot tegang atau robek
Selulitis
9. Tatalaksana
Terapi pada kasus DVT bertujuan mencegah mortalitas dan morbilitas terkait dengan komplikasi yang
mungkin timbul
1) Terapi medikamentosa
Setelah diagnosis DVT ditegakkan, pemberian terapi antitrombotik harus segera dimulai
Heparin
- Merupakan penghambat faktor koagulasi IX, X, XI, XII, dan antitrombin III
- Heparin diberikan secara intravena maupun subkutan, dan harus dipantau secara tepat
untuk mencapai efek antitrombotik yang diharapkan serta meminimalisir risiko perdarahan
Warfarin (antagonis vitamin K)
- Obat ini menurunkan kadar fungsional beberapa faktor koagulasi (faktor II, VII, IX, dan X)
yang aktivitasnya tergantung pada vitamin K
- Efek antitrombotik akan tercapai dalam waktu 3 hari karena waktu paruh faktor II adalah
60 jam. Oleh karena itu, warfarin tidak dianjurkan sebagai terapi tunggal trombosis akut
- Warfarin digunakan untuk profilaksis sekunder bersama atau setelah terapi heparin
2) Terapi kompresi dan elevasi
Untuk mengurangi keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai, dapat dilakukan elevasi atau kompresi
pada tungkai yang terkena menggunakan stocking khusus
3) Terapi endovaskular
Pemasangan filter yang diletakkan pada vena cava inferior. Filter ini dapat mencegah terjadinya
emboli paru sambil memungkinkan keberlangsungan aliran darah vena s
4) Trombektomi vena
Diindikasikan untuk pasien yang mengalami perburukan kondisi setelah diberikannya terapi
antikoagulan, pasien dengan phlegmasia cerulea dolens, dan pasien dengan gangren vena
10. Komplikasi
Emboli paru
Sindrom pasca trombosis
11. Prognosis
Mayoritas trombosis vena dalam akan hilang tanpa komplikasi, namun ada risiko yang signifikan untuk
kambuh. Embolus paru jarang terjadi ketika trombosis vena dalam diobati dengan benar tetapi bisa
terjadi dan dapat mengancam jiwa.
12. Edukasi
* Hindari periode tidak aktif yang lama. Jika harus duduk lama saat terbang, bangun dan berjalan
sekitar setiap jam atau lebih.
* Tetap aktif. Lakukan olahraga ringan teratur, seperti jalan-jalan.
* Minum banyak cairan nonkafein dan nonalkohol setiap hari agar tidak mengalami dehidrasi.
* Pakailah stocking khusus sesuai sara dokter
* Tidak merokok.
* Mengurangi berat badan.
13. FCM
14. Referensi
Schwartz’s principle of surgery
Rutherford’s vascular surgery and endovascular therapy