Anda di halaman 1dari 14

CLINICAL SCIENCE SESSION

“DERMATOTERAPI”

Disusun Oleh:
Anjar Raraswati (130110150147)
Dhifa Luthfiah (130110150…)
Sondi Robianto(130110150…)

Preseptor:
Dr. Reiva Farah Wijaya Dwiyana, dr., SpKK(K)., M.kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
DERMATO-TERAPI
A. Pendahuluan
Dermato-terapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit. Penyakit
kulit dapat diobati dengan bermacam cara. Pemilihan cara tersebut bergantung pada jenis penyakit,
keadaan kulit, dan variasi individu. Jenis terapi yang dapat digunakan, yaitu:
a. Medikamentosa: topikal dan sistemik
b. Bedah kulit:
a) Bedah scalpel (untuk tumor)
b) Bedah listrik (untuk verruca vulgaris)
c) Bedah kimia (podofillin untuk condyloma acuminate)
d) Bedah beku (CO2 padat untuk neurofibroma)
c. Penyinaran:
a) Radioterapi (untuk basalioma)
b) Sinar UV (untuk psoriasis)
c) Sinar laser (untuk hemangioma)
d. Psikoterapi: neurodermatitis (kombinasi dengan terapi medikamentosa)

B. Pengobatan Topikal
a. Tujuan Pengobatan
Untuk mengembalikan homeostatis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan
sekitarnya untuk kembali ke keadaan fisiologik stabil sesegera mungkin, serta untuk
menghilangkan gejala yang muncul berupa sensasi gatal atau panas. Hal tersebut dapat
dicapai dengan cara:
a) Mengeringkan
b) Membasahi (hidrasi)
c) Melembutkan
d) Lubrikasi
e) Mendinginkan
f) Memanaskan
g) Melindungi (proteksi) dari lingkungan luar.

b. Prinsip Pengobatan
Prinsip umum:
a) Perhatikan pasien secara keseluruhan, somatis dan psikis
b) Segi fisiologis, patologi, biokimia, dan anatomi kulit perlu diperhatikan
c) Kuasai materi medika
d) Perhatikan farmasi dan farmakologi obat-obatan
e) Terapi yang baik adalah terapi kausal
f) Berikan obat sesederhana mungkin
g) Individualisasi
h) Perhatikan segi ekonomi pasien.

Prinsip khusus:
a) Pemilihan bahan dasar (vehikulum)
b) Semakin produktif penyakit kulit, maka semakin rendah konsentrasi bahan aktif yang
digunakan
c) Berikan penjelasan kepada penderita mengenai cara pemakaian obat dan cara
membersihkannya
d) Membatasi obat yang tidak stabil atau tidak dapat disimpan lama, misalnya larutan
permanganas kalikus (KmnO4).

c. Komponen Obat
Secara umum, obat topikal terbagi atas dua buah komponen, bahan dasar (vehikulum) dan
bahan aktif.
Vehikulum merupakan bahan dasar pembawa bahan aktif suatu obat, terdiri dari:
a) Cairan
b) Bedak
c) Salap
Bahan bifasik (terdiri atas dua campuran bahan dasar):
a) Bedak kocok (lotion): campuran cairan dan bedak
b) Krim: campuran cairan dan salap
c) Pasta: campuran salap dan bedak
Bahan trifasik (terdiri atas tiga campuran bahan dasar):
Linimen (pasta pendingin): campuran cairan, bedak, dan salap

Gambar 1: Bagan bahan dasar

d. Bahan Dasar Obat


a) Cairan
Peran cairan:
 Air sebagai pelarut (larutan atau solusio)
 Alkohol sebagai pelarut (tingtura)
Sifat cairan:
 Membersihkan eksudat, skuama, krusta
 Mengeringkan dengan kompres terbuka
 Mendinginkan pada radang akut
 Memanaskan dengan kompres tertutup
 Epitelialisasi
 Anti pruritus
 Dapat bersifat antimikotik, antiseptik, astringen tergantung bahan aktif yang
ditambahkan
Efek antimikotik:
 Larutan Resolsinol ¼ %
 Larutan Gentian violet 3%
Efek antiseptik :
 Larutan Acidum boricum (boor water) 3%
 Permanganas kalicus 1/5.000-1/10.000
 Larutan Rivanoli 1/1000
 Larutan Acid salysil 1/1000
Indikasi:
 Dermatitis yang basah atau akut, atau dermatitis krinis yang mengalami
eksaserbasi (contoh: erisipelas, dermatitis akut)
 Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok. Pada kompres terbuka terjadi
vasokonstriksi sehingga mengurangi eritema
 Ulkus yang kotor. Ulkus yang kotor yang mnegandung pus dan krusta akan
menjadi bersih setelah dikompres terbuka
Kontraindikasi:
Lesi kering
Cara pemakaian:
 Berendam (balneotherapy):
Selama 30 menit 2-3 kali per hari di dalam 75-100 liter air dengan suhu 37-
380C.
 Kompres terbuka:
Indikasi :
o Dermatitis Madidans
o Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok misalnya
erisipelas
o Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta
Efek pada kulit :
o Kulit yang semula eksudatif menjadi kering
o Permukaan kulit menjadi dingin
o Vasokonstriksi
o Eritema berkurang
Cara :
o Menggunakan kain kasa 3 lapis yang dicelupkan ke dalam larutan obat,
peras sedikit dan ditempelkan atau dibelitkan pada lesi.
o Kompres dilakukan 3 kali per hari, setiap kali kira-kira 2 jam. Jika kasa
hampir kering dibasahkan lagi.
o Bila dermatosa luas, cara kompres boleh digunakan dengan tidak
melebihi 30% (1/3) luas permukaan badan setiap kali dikompres agar
pasien tidak kedinginan.
o Jika kelainan telah kering, kompres segera dihentikan untuk
menghindari maserasi (perlunakan jaringan)
 Kompres tertutup:
Indikasi : untuk kelainan yang dalam misalnya limfogranuloma venerium
Efek : Vasodilasi, bukan penguapan
Cara : seperti kompres terbuka, tetapi ditutup dengan bahan impermeable,
misalnya selofan atau plastik. Kompres tertutup digunakan untuk kelainan
yang dalam. Tetapi dibandingkan kompres terbuka, kompres tertutup lebih
jarang digunakan.
b) Bedak
Bedak (powder) digunakan karena sifat fisiknya dan penetrasinya sedikit.
Contohnya:
 Oxydum zincicum
 Titanium dioxide
 Talcum venetum
 Magnesium stearat
Sifat bedak:
 Mempunyai covering power (daya penutup)
 Daya melekat
 Slipping power (melicinkan, misalnya pada daerah lipatan)
 Daya absorbsi (daya menghisap air (keringat) dan lemak (sebum))
 Daya mendinginkan
Indikasi:
 Lesi kering
 Lesi superfisial
 Lesi vesikobulosa akut (agar kering dan tidak pecah)
Kontraindikasi:
Penyakit kulit dermatosa yang basah terutama yang eksudatif (pus bercampur bedak
akan menimbulkan krusta).
Cara pemakaian:
Boleh ditaburkan, boleh memakai spons atau kapas.
c) Salap
Salap adalah lemak atau bahan-bahan yang menyerupai lemak dengan konsistensi
seperti mentega pada suhu kamar. Minyak termasuk ke dalam golongan ini.
Contoh:
 Lemak asli: adeps lanae, oleum arachidis
 Lemak mineral: vaselin (album atau flavum)
Sifat salap:
 Menutupi
 Protektif (tidak ada penguapan)
 Melicinkan
 Penetratif (meningkatkan penetrasi bahan aktif)
 Memanaskan (bila ditutup bahan impermeable)
Indikasi:
 Dermatosa yang kering, tebal atau kronik.
 Dermatosa yang dalam dan kronik
 Dermatosa yang bersisik dan berkrusta
Kontraindikasi:
 Dermatosa yang basah (sukar kontak dengan kulit)
 Radang akut dan eksudatif
 Daerah berambut (menyebabkan perlekatan dan tidak nyaman)
 Daerah lipatan
Cara pemakaian:
Dioleskan dengan jari atau spatel.

d) Bedak Kocok
Merupakan campuran bedak dengan cairan (suspensi), agar stabil ditambahkan
suspending agent, misalnya glycerinum. Bedak kocok ini lebih melekat pada kulit
dibandingkan bedak biasa. Bedak yang digunakan tidak boleh melebihi 40%.
Contoh:
 Talci veneti 20%
 Glycerinum 15%
Sifat bedak kocok:
 Mendinginkan
 Antipruritus (alkohol)
 Mengeringkan
Indikasi:
Seperti bedak, perbedaannya hanya lebih lekat. Digunakan untuk dermatosis
superficial, kering, agak luas dan pada keadaan subakut.
Kontraindikasi:
 Dermatosa yang masih sangat produktif karena krusta yang terbentuk dari
partikel bedak dan serum akan melindungi berkembangnya mikroorganisme
dibawahnya.
 Daerah berambut karen akan menggumpal
Cara pemakaian:
Kocok terlebih dahulu bedak basah ketika akan digunakan dan oleskan dengan kuas.
Cara membersihkan:
1 kali per hari dengan air.

e) Krim
Merupakan campuran lemak atau minyak dengan air dengan bantuan emulgator.
Sifat krim:
 Mendinginkan
 Emolien
 Penetrasi bahan aktif baik
Jenis krim:
 Krim O/W (oil in water: vanishing cream): fasa luar adalah air, lemak hanya
merupakan butir-butir di dalam air. Efek pendingin lebih besar dari cold cream
 Krim W/O (water in oil: cold cream): fasa luar adalah lemak, air merupakan
butir-butir di dalam air. Efek emolien lebih besar dari vanishing cream.
Indikasi:
 Dermatosa subakut (agak eksudatif atau kering)
 Dermatosa yang luas
 Untuk daerah berambut (O/W)
 Dermatosa yang kering (W/O)
 Obat-obat kosmetik
Kontraindikasi:
Dermatosa yang masih sangat produktif/ basah
Cara pemakaian:
Dioleskan dengan jari atau spatel.
f) Pasta dan Pasta Pendingin (Liminen)
Sifat pasta:
 Protektif
 Mengeringkan (bedak)
Indikasi:
Dermatosa subakut yang tidak produktif.
Kontraindikasi:
 Dermatosa yang produktif
 Daerah berambut
Cara pemakaian:
Pasta dioleskan dengan spatel kayu pada kulit dan pembalutnya (kain katun). Tukar
pembalut tiap 1-2 hari.
g) Gel
Sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa
organik. Zat untuk membuat gel diantaranya adalah karbomer, multiselulosa, dan
tragakan. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu
lapisan. Absorpsi lebih baik daripada krim.
Gambar 2: Tabel pemilihan vehikulum berdasarkan distribusi atau lokalisasi

e. Efek Obat Yang Diinginkan


a) Protektif : salap, pasta, pasta pendingin, krim W/O
b) Absorptif : bedak, bedak kocok
c) Mengeringkan : cairan, bedak kocok
d) Penetrasi yang baik dan cepat : salap, krim, tingtura
e) Melemaskan kulit : salap (untuk kulit kering), krim W/O
f) Membersihkan lesi : cairan
g) Mendinginkan : cairan, bedak kocok
h) Proteksi UV : bedak
i) Memanaskan : kompres tertutup
f. Bahan Aktif
Memilih obat topical selain factor vehikulum, juga factor bahan aktif yang dimasukkan ke
dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topical.
Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum, Bahan aktif dapat berinteraksi satu
sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat tercampurkan
atau tidak. Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek
vehikulum terhadap kulit.
1. Alumunium asetat: astringen (mengurangi eksudasi) dan antimikrobial. Digunakan
sebagai kompres terbuka
2. Alumunium klorida: antiperspiran (meningkatkan permeabilitas saluran keringat,
sehingga resorpsi keringan menjadi lebih baik)
3. Asam asetat: mengurangi mikroorganisme, terutama pseudomonas aeruginosa
4. Asam benzoat: sifat antisepik, terutama fungicidal
5. Asam salisilat: bersifat desinfektan, antipruritik, antimikotik, dan antiinflamasi.
Digunakan dalam solusio, bedak, bedak kocok, dan salap. Pemakaian pada daerah
luas hendaknya hati-hati
6. Asam undesilat: bersifat antimikotik
7. Vit. A: meningkatkan diferensiasi sel-sel epidermis, merangsang sintesis fibroblas dan
kolagen, meningkatkan vaskularisasi lokal
8. Benzil benzoas: berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosis
9. Benzokain: bersifat anestesia, sering menyebbakan sensitisasi
10. Camphora: antipruritus
11. Ditranol: mneghambat mitosis. Digunakan sebagai pengobatan psoriasis
12. Formalin: antiperspiran
13. Fluorouracil: mengalangi sintesis DNA
14. Vioform: bersifat antibakterial dan antifungal lemah
15. Kortikosteroid topikal: antiinflamasi, antipruritus, anti alergi, vasokonstriksi
16. Krotamiton: digunakan untuk pengobatan skabies
17. Mentol: antipruritik
18. Podofilin: digunakan senagai tingtur pada kondiloma akuminatum. Kontraindikasi
pada kehamilan
19. Selenium sulfida: untuk dermatitis seboroik sebagai sampo 1%, untuk tinea versikolor
20. Sulfur: antiseboroik, antiakne, anti skabies, anti jamur, anti bakteri gram positif
21. Tiosulfas natrikus: antimikotik untuk tinea versikolor
22. Urea: emolien
23. Ter: Bersifat antipruritus, antiradang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat
digunakan untuk psoriasis dan dermatitis kronik
24.Antiseptik: bersifat bakteriostatik. Terbagi menjadi:

 Alkohol
 Fenol
 Halogen
 Zat-zat pengoksidasi
 Senyawa logam berat
 Zat warna

g. Perjalanan Obat Melalui Kulit


Efikasi terapi topikal berhubungan dengan potensi obat tersebut dan kemampuan obat
tersebut untuk melakukan penetrasi ke dalam kulit. Absorbsi per kutaneus diawali dari
stratum corneum, epidermis, papilla dermis, dan ke dalam aliran darah. Berbeda dengan
obat-obatan per oral, obat yang digunakan secara topikal memiliki total absorbsi dan
kecepatan absorbsi yang rendah.

Gambar 3: Absorbsi obat per kutaneus


Faktor yang mempengaruhi absorbsi:
a) Stratum korneum
Stratum corneum merupakan barier yang membatasi kecepatan masuknya obat ke
dalam kulit sehingga ketebalan stratum corneum berbanding terbalik dengan penetrasi
obat. Sehingga pada daerah – daerah tubuh tertentu dengan stratum corneum yang
lebih tipis, terjadi penetrasi obat yang lebih baik. Tabel di bawah ini memperlihatkan
urutan penetrasi obat terhadap kulit

Gambar 4: Urutan kecepatan penetrasi obat ke kulit


Perlu juga diperhatikan dalam pemberian obat topikal pada penyakit kulit
dengan perubahan stratum korneum. Selain itu, pemakaian obat dengan komponen
seperti surfaktan dan alkohol akan lebih mudah menembus kulit karena komponen-
komponen tersebut dapat mendenaturasi lapisan kulit.
b) Oklusi
Oklusi dengan penutup yang ketat dan kedap udara atau dengan salep meningkatkan
hidrasi dan temperature stratum corneum serta membatasi pencucian obat sehingga
dapat meningkatkan penetrasi. Teknik oklusi bervariasi, mulai dari penggunaan
penutup luka yang kedap udara hingga hanya dengan sarung tangan atau kaos kaki
pada perawatan tangan dan kaki.
Untuk mendapatkan keuntungan maksimal oklusi, pasien harus menghidrasi
kulit selama 5 menit sebelum pengaplikasian krim atau salep. Selain itu, dapat pula
aplikasi dilakukan setelah mandi dan saat kulit belum dikeringkan sepenuhnya. Hal
ini dapat meningkatkan pengantaran obat 10-100 kali dibandingkan obat yang tidak
teroklusi sehingga onset yang didapatkan lebih cepat dan terjadi peningkatkan efikasi.
Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat mengakibatkan efek samping obat yang lebih
cepat, seperti pada pemakaian kortikosteroid topikal yang dapat mengakibatkan atrofi
kulit dan mensupresi jaras hipotalamus-pituitary-adrenal. Oklusi pun dapat
mengakibatkan infeksi, folikulitis, atau miliaria.
c) Frekuensi aplikasi
Frekuensi aplikasi topikal menempati peran yang kecil dalam meningkatkan efikasi
obat secara menyeluruh. Aplikasi satu kali per hari cukup untuk sebagian besar
glukokortikoid topikal, namun efek protektif dari krim atau salep cenderung dapat
meningkatkan efikasi obat dengan frekuensi yang lebih sering. Lamanya obat
berkontak dengan kulit dan beraugmentasi menggambarkan total absorbsinya.
d) Kuantitas aplikasi
Kuantitas aplikasi obat memiliki efek yang insignifikan dalam absorbsi obat. Prinsip
kuantitas obat adalah harus ada jumlah obat yang cukup untuk diaplikasikan pada
daerah tertuju. Pemakaian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan secara subjektif pada pasien seperti merasa lengket, sehingga
edukasi pasien sangat berpengaruh untuk mencegah penggunaan berlebihan ataupun
penggunaan yang kurang sehingga terjadi inefektivitas.
e) Kepatuhan
Kepatuhan pasien memegang peranan penting dalam menentukan efikasi pengobatan.
Biasanya kepatuhan yang tinggi terdapat pada wanita, orang yang bekerja, menikah,
dan harga obat yang murah, sedangkan kepatuhan yang kurang biasanya pada pasien
dengan penyakit yang berat dan pada penyakit kulit wajah.
f) Faktor lain
Penggarukan yang sering atau pemijatan pada kulit dapat meningkatkan luas daerah
yang terkena dan meningkatkan suplai darah local ke daerah tersebut sehingga terjadi
peningkatan absorbsi sistemik. Adanya folikel rambut pada daerah yang diobati juga
dapat meningkatkan efikasi obat karena daerah tersebut memiliki barier yang lebih
sedikit daripada kulit yang tidak berambut. Selain itu, pada orang tua, walaupun
memiliki stratum korneum yang lebih tipis, biasanya memiliki hidrasi yang rendah
dengan folikel rambut yang lebih sedikit sehingga menghalangi penghantaran obat.

Anda mungkin juga menyukai