Anda di halaman 1dari 66

OSTEOPOROSIS

OLEH : ABDUL WAHAB, S.Kep.Ns


DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu penyakit kelainan
pada tulang yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang, kerusakan tubuh
atau arsitektur tulang sehingga tulang mudah
patah.
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yaitu
suatu penyakit yang berhubungan dengan
usia. Tapi Osteoporosis bisa dihindari atau
dicegah agar jangan terjadi akibat yang lebih
fatal yaitu patah tulang.
Patogenesis / Terjadinya Osteoporosis
 Secara normal di tubuh kita terjadi suatu

tahapan yang disebut REMODELLING


TULANG, yaitu suatu proses pergantian
tulang yang sudah tua untuk diganti dengan
tulang yang baru. Hal ini sudah terjadi pada
saat pembentukan tulang mulai berlangsung
sampai selama kita hidup.
 Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang.
Proses remodeling ini dimulai dengan
terjadinya resorpsi atau penyerapan atau
penarikan tulang oleh sel tulang yaitu
OSTEOKLAS, kemudian tulang yang sudah
diserap itu tadi akan diisi oleh tulang yang
baru dengan bantuan sel tulang yang bernama
OSTEOBLAS.
Kejadian ini adalah suatu keadaan yang normal,
dimana pada saat proses pembentukan tulang
sampai umur 30 – 35 tahun, jumlah tulang yang
diserap atau diresorpsi sama dengan jumlah tulang
baru yang mengisi atau menggantikan sehingga
terbentuk PUNCAK MASSA TULANG, tapi setelah
berumur 35 tahun keadaan ini tidak berjalan dengan
seimbang lagi dimana jumlah tulang yang diserap
lebih besar dari jumlah tulang baru yang
menggantikan. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat
pada OSTEOPOROSIS.
Proses Remodelling tulang tersebut dapat
digambarkan seperti gambar dibawah ini :
Bagian tubuh mana yang sering terkena
Osteoporosis?
 Tulang vertebra : tulang punggung, tulang

ekor
 Tulang pinggang

 Pergelangan tangan

 Tulang jari tangan

 Tulang pangkal paha


FAKTOR PENYEBAB

 Wanita, wanita lebih beresiko terhadap pria


 Berusia di atas 50 tahun
 Post menopause
 Kekurangan hormon estrogen
 Mengalami pengangkatan rahim / ovarium
 Kurang kalsium
 Kurang sinar matahari dan kurang vit. D
 Kurang aktifitas fisik
 Histori keluarga ada yang osteoporosis
 Perawakan kurus, tulang kecil
 Orang asia lebih beresiko dibanding orang
eropa
 Perokok
 Peminum kopi dan cola / minuman bersoda
 Peminum alcohol
 Pengguna obat–obatan seperti Kortison,
Prednison, Anti konvulsan, hormon tiroid
Mengapa wanita lebih beresiko osteoporosis dibanding pria??

 Wanita memiliki hormon estrogen yang dihasilkan


setiap mengalami siklus menstruasi, dimana
hormon ini merupakan suatu hormon yang
berfungsi sebagai PELINDUNG TULANG. Jadi
bagi wanita yang mengalami gangguan siklus haid
beresiko mengalami osteoporosis. Bila wanita
mengalami MENOPAUSE yaitu suatu fase dimana
wanita sudah tidak bisa haid lagi, maka hormon
estrogen sama sekali tidak bisa dihasilkan. Hal ini
akan mengakibatkan tidak adanya hormon yang
melindungi tulang, sehingga tulang mudah patah.
TANDA GEJALA
 Adanya nyeri di tulang belakang, pergelangan
tangan, pangkal paha
 Adanya nyeri dan rasa sakit pada tulang leher
 Adanya kecenderungan penurunan tinggi
badan
 Postur tubuh kelihatan memendek
AKIBAT OSTEOPOROSIS
 Nyeri pada tulang
 Tubuh makin lama makin memendek
(bungkuk)
 Tulang menjadi mudah patah
 Biaya perawatan besar
 Kecacatan
 Ketergantungan pada orang lain
 Kualitas hidup menurun
 Kematian
Perubahan fisik
PEMERIKSAAN DINI
Ada tiga cara pemeriksaan dini Osteoporosis :
 DENSITOMETRY

 LABORATORIUM

 RADIOLOGI
PENCEGAHAN
 Kalsium yang cukup, kira-kira 800–1200 mg per hari
 Vitamin D3 yang cukup
Kalsium dan Vit. D3 bisa didapatkan dari bahan
makanan tapi untuk lebih praktis dan dengan dosis
yang tepat, di pasaran sudah beredar EPOCALDI
dengan kalsium dan Vit.D3
 Olah raga yang teratur
 Hindari merokok, minuman alkohol dan kafein
(kopi)
 Melakukan pemeriksaan tulang untuk mengetahui
osteporosis secara dini
MAKANAN TINGGI CALCIUM, VITAMIN C
DAN PROTEIN
 Susu dan Daging Hewani, pilih yang rendah

lemak
 Sayur-sayuran segar

 Buah-buahan segar seperti jeruk

 Ikan termasuk tulang-tulangnya


STANDAR PENGOBATAN
 Kalsium dan Vitamin D3
 Terapi Hormon Pengganti Pada Wanita
Menopause
 Golongan Bisfosfonate : Alovell®
Alovell spesifik bekerja menghambat sel
osteoklast yang menyerap dan meresorpsi
tulang
 Olah Raga yang cukup
Tujuan Pengobatan Osteoporosis
 Meningkatkan kepadatan tulang

 Mencegah terjadinya patah tulang

Osteoporosis
 Menjaga keseimbangan metabolisme tulang

 Mengembalikan kualitas tulang


Diagnosa keperawatan
  Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh
bengkak pada pergelangan tangan, terdapat
fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak
meringis.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru
ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat
penurunan tinggi badan.
 Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak
sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat
bungkuk
 Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa
lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur
traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular.
   Gangguan citra diri yang berhubungan dengan
perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan
penyangga tulang belakang (spinal brace).
 Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan
dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan
buang air besar susah dan keras.
 Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi,
salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang
penyakitnya, klien tampak gelisah.
TRIMAKASIH
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN FRAKTUR
Oleh: Abdul Wahab, S.Kep. Ns.
Difinisi
 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001)
atau setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).
 Fraktur adalah putusnya kontinuitas sebuah
tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi,
pemendekan dan krepitasi (Christine Hichliff,
1999).
JENIS PATAH TULANG
 Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh
garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya
disertai dengan perpindahan posisi tulang.
 Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan
robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
 Open fracture (compound frakture / komplikata/
kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit
(integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol
sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai
ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
 Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
 Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
 Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
 Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang
patah sedang sisi lainnya membengkok.
 Transversal, fraktur sepanjang garis tengah
tulang.
 Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis
tengah tulang.
 Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
 Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi
beberapa fragmen.
 Depresi, fraktur dengan frakmen patahan
terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan wajah).
 Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami
kompresi (terjadi pada tulang belakang).
 Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah
tulang berpenyakit (kista tulang, metastasis
tulang, tumor).
 Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh
ligamen atau tendo pada prlekatannya.
Penatalaksanaan konservatif
1. Proteksi – mitela,tongkat
2. Immobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa
reduksi): gips, bidai
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan
immibilisasi eksterna menggunakan gips
4. Reduksi tertutup dengan traksi diikuti dengan
immobilisasi
Penatalaksanaan pembedahan
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau
fiksasi perkutaneus dengan K-wire : fraktur
jari
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau
fiksasi eksterna tulang: ORIF, OREF
Stadium penyembuhan tulang
   Stadium Haematum
Pada stadium ini karena pembuluh darah pecah,
maka terjadi pendarahan pada daerah fraktur.
Haematum terbentuk mengelilingi daerah tulang
yang mengalami fraktur kemudian setelah 24 jam
aliran darah pada daerah fraktur berkurang sehingga
terjadi penggabungan haematoma dengan fibroblast
dan membentuk fibrin. Setelah itu fibrin melindungi
& menutup daerah yang rusak dan aktifitas untuk
pertumbuhan kapiler dan fibroblas, karena terjadi
pengurangan suplay darah ke tulang, maka akan
terjadi juga nekrosis pada daerah sekitar trauma.
 Stadium Proliferasi
Dalam 48-72 jam setelah terjadi fraktur, bekuan
darah diganti dengan jaringan granulasi, sel-sel
jaringan baru mulai terbentuk pada daerah
fraktur. Pada saat yang bersamaan
hematum/sel darah merah dan jaringan yang
rusak dihancurkan oleh fagosit
 Stadium Pembentukan Callus
Setelah 6-10 hari injuri bersamaan dengan
terbentuknya jaringan granulasi juga terjadi
pembentukan kallus sederhana/prokallus yang
berisi lemak dan kemudian mengelilingi fraktur.
Setelah itu terbentuk leartiloga dan matriks tulang
yang baru dan kemudian akan menyebar &
menembus jaringan callus. Jaringan callus akan
semakin banyak terbentuk sampai pada diamater
tulang yang normal, kallus akan mencapai ukuran
maksimal setelah 14-21 hari setelah terjadinya injuri.
 Stadium Konsolidasi
kallus menjadi kuat kemudian terjadi
pengapuran pada kallus dan pada periusteum
serta karteks tulang selama 3-10 minggu kallus
berubah menjadi tulang, kemudian formasi
dari tulang tersebut mengeras, sehingga
terjadinya proses penyembuhan fraktur secara
sempurna. Untuk sementara, callus dapat
menahan bagian tulang tetapi tak cukup kuat
untuk menahan beban yang berat.
 Stadium Remodeling
Pada stadium remodeling ini, perlahan-lahan
terjadi reabsorpsi secara osteoklostik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kallus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kollus intermediat berubah
menjadi tulang kompok.
Pengkajian
Aktifitas (istirahat)
 Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian

yeng terkena (mungkin secara fraktur itu sendiri/terjadi


secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri)
Sirkulasi
 Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai

respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi


(kehilangan darah), takikerdia (respon stress,
hipovolemia), penurunan/ tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang terkena pembengkakan jaringan/masa
hepotoma pada sisi cedera
Neurosensori
 Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot,

kebos/kesemutan (ponestesis)
 Tanda : Deformitas lokal : ambulasi abnormal,

pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderik) Spasme


otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri /ansietas/trauma)

Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area jaringan /kesemutan pada tulang


= dapat berkurang pada imobilisasi, tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf, spasme / kram otot (setelah
imobilisasi)
Keamanan
 Tanda : Laserasi kulit, perubahan warna,

perdarahan, pembengkakan lokal (dapat


meningkatkan secara bertahap /tiba-tiba) 
Penyuluhan
 Gejala : Lingkungan cedera
Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan rontgen
 Scan CT/MRI :
 Arteriogram :
 Hitung darah lengkap
 Kreatinin
Nyeri
Batasan karakteristik :
-          Laporan secara verbal atau non verbal
-          Fakta dari observasi
-          Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
-          Gerakan melindungi
-          Tingkah laku berhati-hati
-          Muka topeng
-          Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-          Terfokus pada diri sendiri
-          Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
-          Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
-          Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
-          Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-          Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
-          Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
 
NOC :
 Pain Level,

 Pain control,

 Comfort level

Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)


 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Tanda vital dalam rentang normal


NIC :
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi


 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien


 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau


 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


 
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

Batasan karakteristik :
 Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian

 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

kasar
 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

halus
 Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak

 Keterbatasan ROM

 Kesulitan berbalik (belok)

 Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan,

kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang


berlebihan pada posisi lateral)
 Penurunan waktu reaksi

 Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek

 Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian untuk

aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan


ketidakmampuan aktivitas)
-          Pergerakan yang lambat
-          Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :
-          Pengobatan
-          Terapi pembatasan gerak
-          Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik
-          Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia
-          Kerusakan persepsi sensori
-          Tidak nyaman, nyeri
-          Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler
-          Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
-          Depresi mood atau cemas
-          Kerusakan kognitif
-          Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa
-          Keengganan untuk memulai gerak
-          Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning
-          Malnutrisi selektif atau umum
NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi
(walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
 Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat

latihan
 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan

kebutuhan
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap

cedera
 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs

ps.
 Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

 
Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

Definisi :
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
 
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk
berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
 
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual,
kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf
NOC :
 Self care : Activity of Daily Living (ADLs)

Kriteria Hasil :
 Klien terbebas dari bau badan

 Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs

 Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

 
NIC :
 Self Care assistane : ADLs

 Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.


 Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,

berpakaian, berhias, toileting dan makan.


 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-

care.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai

kemampuan yang dimiliki.


 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien

tidak mampu melakukannya.


 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk

memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.


 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.

 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-

hari. 
Risiko infeksi
 Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
 
Faktor-faktor resiko :
-          Prosedur Infasif
-          Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
-          Trauma
-          Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
-          Ruptur membran amnion
-          Agen farmasi (imunosupresan)
-          Malnutrisi
-          Peningkatan paparan lingkungan patogen
-          Imonusupresi
-          Ketidakadekuatan imum buatan
-          Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
-          Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
-          Penyakit kronik
 
 NOC :
 Immune Status
 Knowledge : Infection control
 Risk control
 
Kriteria Hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,


 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal

 Menunjukkan perilaku hidup sehat

 
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
·         Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
·         Pertahankan teknik isolasi
·         Batasi pengunjung bila perlu
·         Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
·         Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
·         Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
·         Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
·         Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
·         Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
·         Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
·         Tingktkan intake nutrisi
·         Berikan terapi antibiotik bila perlu
 
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
·         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
·         Monitor hitung granulosit, WBC
·         Monitor kerentanan terhadap infeksi
·         Batasi pengunjung
·         Saring pengunjung terhadap penyakit menular
·         Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
·         Pertahankan teknik isolasi k/p
·         Berikan perawatan kuliat pada area epidema
·         Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·         Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
·         Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·         Dorong masukan cairan
·         Dorong istirahat
·         Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
·         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·         Ajarkan cara menghindari infeksi
·         Laporkan kecurigaan infeksi
·         Laporkan kultur positif
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan
hospitalisasi

Definisi :
 Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai

respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini
merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan
individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan
Ditandai dengan
-        Gelisah
-        Insomnia
-        Resah
-        Ketakutan
-        Sedih
-        Fokus pada diri
-        Kekhawatiran
-        Cemas
 
NOC :
 Anxiety control

 Coping

Kriteria Hasil :
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan

gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan

tehnik untuk mengontol cemas


 Vital sign dalam batas normal

 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat

aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan


NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
·         Gunakan pendekatan yang menenangkan
·         Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·         Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·         Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·         Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·         Dorong keluarga untuk menemani anak
·         Lakukan back / neck rub
·         Dengarkan dengan penuh perhatian
·         Identifikasi tingkat kecemasan
·         Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·         Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
·         Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai