AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN IV
Disusun Oleh :
NIM : 1802050241
Kelas : 4B - D3 Farmasi
TAHUN 2020
1. HUBUNGAN IPTEK DAN BUDAYA ISLAM
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang
dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi,
demikian pula sebaliknya.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika
kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal
sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah
menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai
wilayah kebenaran yang berbeda.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran
ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak
saling mempengaruhi.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola
hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan
ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler.
Artinya : (Allah) Yang Maha Pengasih(1), Yang telah mengajarkan Al-Qur’an(2), Dia
menciptakan manusia(3), mengajarnya pandai berbicara(4), Matahari dan bulan beredar
menurut perhitungan(5), dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk (kepada-Nya)
(6), dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia menciptakan keseimbangan(7), agar kamu
jangan merusak keseimbangan itu(8), Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adildan
janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu(9), Dan bumi telah ada buah-buahan dan
pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang(10), didalamnya ada buah-buahan dan
pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang(11), dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-
bunga yang harum baunya(12), Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(13).
2) ) َعلَّ َم اإْل ِ ْنسَانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم4( ) الَّ ِذي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم1( ) ا ْق َر ْأ َو َربُّكَ اأْل َ ْك َر ُم2( ق
ٍ َق اإْل ِ ْنسَانَ ِم ْن َعل َ ِّا ْق َر ْأ بِاس ِْم َرب
َ َك الَّ ِذي َخل
َ َ) َخل3( ق
Wahyu yang pertama sekali diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad saw adalah
perintah untuk membaca/belajar (QS 96 : 1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk
shalat, puasa, atau dzikrullah. Hal ini menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu
pengetahuan.
3) ك ال ِع ْل َم لَنَا َ َ ْب َحانJ قَالُوا ُسJ )31( َصا ِدقِين َ ال أَ ْنبِئُونِي بِأ َ ْس َما ِء هَؤُال ِء إِ ْن ُك ْنتُ ْم َ َضهُ ْم َعلَى ْال َمالئِ َك ِة فَق
َ َوعَلَّ َم آ َد َم األ ْس َما َء ُكلَّهَا ثُ َّم ع ََر
ْب َ ُ َ َ
َ لْ لَ ُك ْم إِنِّي أ ْعلَ ُم َغيJJال ألَ ْم أق َ َ)ق33( مJْ قَا َل يَا آ َد ُم أنبِئهُ ْم بِأ ْس َمائِ ِه ْم فَلَ َّما أنبَأهُ ْم بِأ ْس َمائِ ِهJ )32( ك أَ ْنتَ ْال َعلِي ُم ْال َح ِكي ُم
َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َّإِال َما عَلَّ ْمتَنَا إِن
َض َوأَ ْعلَ ُم َما تُ ْب ُدونَ َو َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكتُ ُمون
ِ ْت َواألر ِ ال َّس َما َوا
Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi, bukan para malaikat-
Nya, karena manusia memiliki ilmu pengetahuan (QS 2 : 31-33). Dengan kelebihan ilmu
pengetahuan itu juga, Allah SWT memuliakan Adam as sehingga malaikat bersujud padanya.
4) شزُوا يَ ْرفَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُواُ شزُوا َفا ْن ُ ح هَّللا ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا قِي َل ا ْن َ س فَا ْف
َ س ُحوا يَ ْف
ِ س َّ َيَا أَ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قِي َل لَ ُك ْم تَف
ِ ِس ُحوا ِفي ا ْل َم َجال
ُ
ٍ ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أوتُوا ا ْل ِع ْل َم َد َر َجا
ت ۚ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِي ٌر
Manusia yang memiliki derajat yang paling tinggi disisi Allah SWT adalah manusia yang
memiliki iman dan ilmu (QS 58 : 11). Iman membawa manusia pada ketinggian di akhirat,
dan ilmu membawa manusia pada ketinggian di dunia.
“ Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, jika bintang mati, maka datanglah pada
langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku
mati, maka datanglah kepada para sahabat sesuatu yang mengancam mereka. Sahabatku
adalah pengaman umatku, jika mereka mati, maka datanglah kepada umatku sesuatu yang
mengancam mereka.” (HR. Imam Muslim).
Ø Penjelasan
Dalam hadits ini hanya mambahas satu larik saja , yaitu sabda Nabi : “bintang-
bintang adalah pengaman langit. Jika bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang
mengancamnya.”
Maksud dari kematian bintang adalah meredup dan memudarnya sinar bintang.
Sedang maksud dari “sesuatu yang mengancam langit” adalah tersingkap, terpecah, terbuka,
dan perubahan langit menjadi sesuatu yang tidak terurus, ditelantarkan, dan dipenuhi asap
dan kabut.
2) Pembelahan Bulan
Nabi Bersabda :
ِ اق ْال َق َم ِر َك َر َم ًة ل َِرس ُْو ِل
هللا ُ ِا ْنشِ َق
“ Terbelahnya bulan merupakan karamah Rasulullah “. (HR. Imam Al-Bukhori ).
Ø Penjelasan
Hadits ini diriwayatkan oleh oleh Imam Al Bukhori dalam Shahihnya kitab Al-
Maghazy. Maksud dari hadits ini adalah terbelahnya bulan ini adalah peristiwa . ini
merupakan representasi dari salah satu kemukjizatan indrawi yang muncul sebagai penguat
bagi Rasulullah dalam menghadapi kaum kafir dan musyrik Mekah dan pengingkaran mereka
atas kenabian Nabi SAW.
Mukjizat adalah peristiwa adikodrati yang keluar dari ketentuan Sunnatullah. Oleh
karena itu, aturan-aturan duniawi tidak mungkin bisa memahami terjadinya mukjizat.
Seandainya mukjizat pembelahan bulan menjadi dua ini tidak disebutkan dalam Al-Qur’an
dan sejarah Rasulullah, tentu kaum muslimin sekarang tidak akan mengimaninya. Jadi, fungsi
hadits di atas adalah untuk menguatkan bahwa Rasulullah benar-benar mempunyai mukjizat
yaitu salah satunya membelah bulan jadi dua.
3) Siklus Hujan
Nabi Bersabda :
ٍ َام بِأَقَ َّل َمطَرًا ِم ْن ع
َام ٍ َما ِم ْن ع
“Tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya daripada tahun yang lain”
Ø Penjelasan
Al – Baihaqi meriwayatkan hadis ini dalam As-Sunan Al-kubra dari Ibnu Mas’ud Ra,
dari Rasulullah dengan teks hadis “tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya
daripada tahun yang lain”.
Kendati nash hadis berhenti (mauquf) pada Ibnu Mas’ud, sehingga mendorong
beberapa pengkaji hadis untuk melemahkan statusnya (dhaif) karena tidak dapat memahami
petunjuk ilmiahnya, namun hadis ini tetap mempresentasikan sebuah gebrakan ilmiah yang
mendahului khazanah sains modern sejak tahun 1400 tahun silam. Di samping itu, hadis ini
merupakan salah satu representasi kemukjizatan sains dalam hadits-hadits Nabi SAW.
Sehingga meski berstatus dho’if, hadis itu pun tetap kuat dan diperhitungkan.
4) Dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ْ َ فِ ْي ِه ي،ك ِع ْل ًما
طلُبُ ْيقًا طَ ِر َسلَكَ َم ْن َ َِم ْن طَ ِر ْيقًا بِ ِه لهُ ا َسل
ِ طُر،ض ُع ْال َمالَئِ َكةَ َوإِ َّن ْال َجنَّ ِة
ُق َ َب أَجْ نِ َحتَهَا لَت
ِ ِ لِطَال،ْال ِع ْل ِم
ت فِي َم ْن لَهُ لَيَ ْستَ ْغفِ ُر ْال َعالِ َم َوإِ َّن ِ ْاألَر
ِ فِي َو َم ْن ال َّس َم َوا،ض
“Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan sesungguhnya para
malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan
sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-
makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun
memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas
seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh
bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah
mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat
banyak.” (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami’ul
Ushuul 8/6)
"… Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan pergantian dalam sunnah Allah, dan sekali-
kali tidak akan pula menemui penyimpangan", (Q.s. Fathir/35: 43).
Dari ayat ini, paling tidak, ada dua kata yang digunakan al-Qur‘an untuk menyifati
sunnatullah, yaitu lā tabdīl dan lā tahwīl. Yang dimaksud dengan tabdīl adalah bahwa tidak ada
seorang pun yang mampu merubah ketetapan Allah ini, yaitu azab Allah atas orang-orang kafir.
Sedangkan tahwīl adalah bahwa ketetapan Allah tersebut tidak mungkin dipindahkan kepada
orang lain.
b. Universal
Sifat universalitas sunnatullah adalah didasarkan pada penggunaan redaksi nakirah (tabdīl
dan tahwīl) dalam bentuk nafī (lan), menurut Ibn `Asyur, menunjukkan makna umum. Artinya,
ketetapan Allah yang tidak berubah dan pasti ini, berlaku bagi umat-umat masa lalu, umat yang
hidup pada saat turunnya al-Qur‘an, dan umat setelahnya. Yang dikehendaki dengan ‘universal‘
ini adalah bahwa manusia diposisikan sama.
Artinya, jika sunnatullah itu terjadi, maka tidak ada seorang pun mampu menghindar dari
padanya. Sebab, ketetapan Allah (sunnatullah) ini akan menimpa seluruh umat manusia tanpa
membedakan ras, suku, golongan, ideologi, dan lain-lain.
“Bertasbih kepada-Nya, tujuh langit dan bumi, serta makhluk yang berada didalam keduanya”.
Dan tidaklah dari masing-masing itu kecuali bertasbih dengan senantiasa memuji-Nya. Akan
tetapi, kalian tidak memahami tasbih mereka…” (Q.s. al-Isra‘/17: 44).
Kata tasbīh, yang berarti menyucikan Allah, pada mulanya berarti bersegera dalam
menyembah Allah. Kemudian dijadikan sebagai simbol dari segala bentuk perbuatan baik.
Namun, secara umum, tasbīh mengacu kepada makna ibadah dalam arti yang luas, baik
berupa ucapan, perbuatan, maupun niat; dan termasuk di dalamnya, segala bentuk pujian
kepada-Nya. Dari sinilah kemudian bisa dipahami bahwa seluruh makhluk itu beribadah atau
mengabdi kepada-Nya dengan caranya masingmasing. Namun, antara manusia dan alam
(alkaun/univers), dalam konteks pengabdian kepada Allah, memiliki perbedaan karakter.
“Mereka meminta kepadamu agar disegerakan turunnya azab. Padahal, Allah tidak akan
pernah menalahi janji-Nya. Hanya saja, sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu sebanding
dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Dan berapa banyak negeri yang Aku tangguhkan
(azab-Ku) kepadanya, padahal penduduknya berbuat zhalim.”
DAFTAR PUSTAKA
Yohan Lupita, dkk. 2015. Islam dan Iptek. Malang. Politeknik Negeri Semarang.
Tria Agustin, dkk. 2016. Islam, Iptek, Seni Budaya Dalam Ajaran Islam. Jambi. Fakultas
Pertanian Universitas Jambi.
Hidayati T.N. 2015. Pengertian Umum Tentang Sunnatullah. Surabaya. Universitas Islam
Negeri Surabaya.