Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM BISNIS
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis

Oleh :

Ridho Kurniawan

1309111475

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
2015/2016
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1            Latar Belakang 1


1.2            Pembahasan Makalah 3

BAB II PEMBAHAAN 4

2.1 Pengertian Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen


2.2 Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku Usaha 8

2.3 Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Dan Lembaga


Pengawasan 11

PENUTUP 14

3.1 Kesimpulan Terhadap Perlindungan Konsumen 14

3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain, dan tidak
untukdiperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang sering disebut
perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hokum untuk member perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis ang
sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara
konsumen dengan produsen. Tidak adana perlindungan yang seimbang menyebabkan
konsumen pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dapat
timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan
konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
produsen.1[1]

B.  Rumusan Masalah


1. Apa pengertian asas dan tujuan hukum perlindungan konsumen ?
2. Bagaimana hak dan kewajiban bagi konsumen dan pelaku usaha ?
3. Apa badan perlindungan konsumen nasional ?
4. Bagaimana bentuk tanggungjawab Pelaku usaha ?
5. Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen ?

1[1] Elsi, Advendi, HUKUM DALAM EKONOMI, PT GRASINDO:Jakarta,2007,hal.159


BAB II

PEMBAHASAN
2.1 A. Pengertian Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang
m e n j a d i l a n d a s a n kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia yakni
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945,sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan n a s i o n a l b e r t u j u a n u n t u k
m e w u j u d k a n m a s y a r a k a t a d i l d a n m a k m u r . T u j u a n p e m b a n g u n a n nasional
diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu m e n u m b u h k a n d a n m e n g e m b a n g k a n d u n i a y a n g m e m p r o d u k s i
b a r a n g d a n j a s a y a n g l a y a k   dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan K o n s u m e n ( U U P K ) .
Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat
Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas
transaksi suatu barang dan jasa.Pembangunan dan perkembangan perekonomian serta
pengaruh globalisasi dan kemajuant e k n o l o g i t e l a h m e m b a w a p e n g a r u h k e p a d a
setiap aspek kehidupan manusia, khususnya di bidang perindustian dan
perdagangan yang menghasilkan barang jasa dalam pemenuhank e b u t u h a n
hidup. Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi pelaku usaha
k h u s u s n y a konsumen karena semakin terbuka peluang untuk mendapatkan barang
atau jasa dengan hargay a n g k o m p e t i t i f . N a m u n d i s i s i l a i n t e r n y a t a j u g a
m e n i m b u l k a n p e n g a r u h n e g a t i v e k a r e n a mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen  b e r a d a p a d a p o s i s i
yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan,
serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah
dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian
hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan keselamatan konsumen, m e n i n g k a t k a n k e s a d a r a n , k e m a m p u a n d a n
k e m a n d i r i a n k o n s u m e n u n t u k m e l i n d u n g i d i r i , mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif   p e m a k a i a n
barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
m e m i l i h , menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian di dalam UU
Perlindungan Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label.Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar
yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan.
Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan-permasalahan
yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen a k i b a t p r o d u k y a n g
di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yang
membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan
m a s y a r a k a t s e r t a kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang
diperolehnya di pasar menjadi urgen. M a s i h s e g a r d i i n g a t a n , h e b o h n y a k a s u s
f o r m a l i n p a d a m a k a n a n , d i t a r i k n y a p r o d u k    pengusir nyamuk HIT karena
dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanand a n k e s e l a m a t a n
konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat
p e n g a w e t  berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet
(KOMBET) y a n g d i s u p e r v i s i o l e h L P 3 E S J a k a r t a d i t a h u n - t a h u n l a l u k e t i k a
m e n e l i t i s e j u m l a h p r o d u k   minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa
sejumlah minuman isotonik mengandung z a t p e n g a w e t b e r b a h a y a y a k n i n a t r i u m
b e n z o a t d a n k a l i u m s o r b e t y a n g b i s a m e n y e b a b k a n  penyakit yang dalam ilmu
kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan
mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika
antibodi yang seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia
itusendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman
mengandung s u s u p r o d u k R R C y a n g b e r b a h a y a , b e r a s m e n g a n d u n g
b a h a n p e n g a w e t b e r b a h a y a d a n seterusnya. Apa yang salah, sehingga
k e j a d i a n s e p e r t i s e l a l u b e r u l a n g , k e m a n a k a h p e r a n  pengawasan dari instansi-
instansi yang berwenang mengeluarkan izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu
produk? Sebuah tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.

Berdasarkan pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa azas


P e r l i n d u n g a n Konsumen adalah:

1.    Asas Manfaat


Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.    Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.    Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4.    Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5.    Asas Kepastian Hukum
Adalah pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi:


1.    Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif
pemakaian barang dan/ atau jasa
3.    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen
4.    Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen,
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.    Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

2.2 B.  Hak dan Kewajiban bagi Konsumen dan Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban
konsumen antara lain:
a.    Hak dan Kewajiban Konsumen
  Hak konsumen
1)        Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau
jasa
2)        Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3)        Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
atau jasa
4)        Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
5)        Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
6)        Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7)        Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
8)        Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9)        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
  Kewajiban konsumen
1.    Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang
dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2.    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
3.    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4.    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

b.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha


Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban
pelaku usaha, sebagai berikut.
  Hak pelaku usaha
1)        hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan
2)        hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
3)        hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen
4)        hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan
5)        hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
  Kewajiban pelaku usaha
1)        Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2)        Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3)        Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,
pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan, pelaku
usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen
4)        Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar nutu barang atau jasa yang berlaku
5)        Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa
tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat maupun yang
diperdagangkan
6)        Memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan
7)        Memberi kompensasi ganti rugi apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Segala kesalahan atau kelalaian pelaku usaha yang dapat menimbulkan kerugian kepada
konsumen khususnya,atau kepada masyarakat umumnya haruslah bertanggungjawab atas
kerugian yang ditimbulkannya. Tanggungjawab pelaku usaha ini tidak hanya berlaku untuk
kerugian barang konsumsi yang diperdagangkan, tapi juga bertanggungjawab iklan-iklan
barang dan jasa termasuk barang import yang diiklankan.
Dalam pasal 19 undang-undang perlindungan konsumen ditentukan, bahwa pelaku usaha
bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang harus
dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan kecuali apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Kemudian terhadap periklanan dan importir ditentukan sebagai berikut:2[5]
1)        Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
2)        Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi
barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
3)        Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
4)        Pelaku usaha yang menjual barang dan jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila:
a.    Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang
atau jasa tersebut.
b.    Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang
atau jasa yang di lakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan
komposisi.
5)        Pelaku usaha yang tidak memproduksi barang yang manfaatnya berkelanjutan dalam waktu
sekurang-kurangnya 1 tahun wajib menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
a.    Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut.
b.    Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan fasilitas perbaikan.

2[5] Op.cit,hlm 205


6)        Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan garansi yang
disepakati atau yang diperjanjikan.
7)        Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, apabila:
a.    Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan.
b.    Cacat barang timbul pada kemudian hari.
c.    Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
d.   Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
e.    Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu
yang diperjanjikan.

2.3 C. Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Dan Lembaga Pengawasan

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan


Konsumen Nasional. Badan Perlindungan Nasional berkedudukan di ibukota Negara Republik
Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. (pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor
57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional). Apabila dipandang perlu
Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di ibukota daerah
propinsi untuk membantu pelaksanaa fungsi dan tugasnya.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan


pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.
Untuk menjalankan fungsi Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
1.    Memberikaan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijakan dibidang perlindungan konsumen.
2.    Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
dibidang perlindungan konsumen.
3.    Melakukan penelitian terhadap barang atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
4.    Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
5.    Menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.
6.    Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.
7.    Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

  Sanksi bagi pelaku usaha yang merugikan konsumen


Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha
diantaranya sebagai berikut :

1)   Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan,
keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar
( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen
dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )
2)   Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan
secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau
tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui
pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha
periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko
pemakaian barang/jasa.

Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para
pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku
usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku
tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat
“Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula
baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman
klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8
tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang
yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.

Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula
tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman
klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan
cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah
dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f
UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua)
tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.

Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-
pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya
para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang
merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya
bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan
pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana
bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian( Oktober 2004 )

Sanksi Perdata :

Ganti rugi dalam bentuk :

a.    Pengembalian uang atau


b.    Penggantian barang atau
c.    Perawatan kesehatan, dan/atau
d.   Pemberian santunan
e.    Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19
ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :

Kurungan :

a.    Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat
(2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
b.   Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat
(1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
c.    Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

Hukuman tambahan , antara lain :

a.    Pengumuman keputusan Hakim


b.    Pencabuttan izin usaha;
c.    Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
d.   Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
e.    Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asas danTujuan Perlindungan Konsumen
1.    Asas Manfaat
2.    Asas Keadilan
3.    Asas Keseimbangan
4.    Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumaen Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban
konsumen. Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan
kewajiban pelaku usaha.
Segala kesalahan atau kelalaian pelaku usaha yang dapat menimbulkan kerugian
kepada konsumen khususnya,atau kepada masyarakat umumnya haruslah bertanggungjawab
atas kerugian yang ditimbulkannya. Tanggungjawab pelaku usaha ini tidak hanya berlaku
untuk kerugian barang konsumsi yang diperdagangkan, tapi juga bertanggungjawab iklan-
iklan barang dan jasa termasuk barang import yang diiklankan.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha
3.2 Saran

Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha


s e h i n g g a t e r c i p t a kenyamanan dalam transaksi perdagangan.
Mempertegas tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana diatur dalam
u n d a n g - u n d a n g sehingga tidak merugikan konsumen.
Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumeny a n g m e n j a m i n d i p e r o l e h n y a h a k k o n s u m e n d a n p e l a k u u s a h a
s e r t a d i l a k s a n a k a n n y a kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
  
Daftar Pustaka
3
[1] Elsi, Advendi, HUKUM DALAM EKONOMI, PT
GRASINDO:Jakarta,2007,hal.159
4
[2] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2012,hlm 192
5
[3]Junaidi Abdullah, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus,
2010 hlm.129
6
[4]Ibid, hlm.130
7
[5] Op.cit,hlm 205
8
[6] Zaeni Asyhadie, Lop.,Cit, hlm 207

9
[7] Junaidi Abdullah, op.cit, hlm143

Anda mungkin juga menyukai