HUKUM BISNIS
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis
Oleh :
Ridho Kurniawan
1309111475
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
2015/2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHAAN 4
PENUTUP 14
3.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain, dan tidak
untukdiperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang sering disebut
perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hokum untuk member perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis ang
sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara
konsumen dengan produsen. Tidak adana perlindungan yang seimbang menyebabkan
konsumen pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dapat
timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan
konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
produsen.1[1]
PEMBAHASAN
2.1 A. Pengertian Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang
m e n j a d i l a n d a s a n kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia yakni
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945,sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan n a s i o n a l b e r t u j u a n u n t u k
m e w u j u d k a n m a s y a r a k a t a d i l d a n m a k m u r . T u j u a n p e m b a n g u n a n nasional
diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu m e n u m b u h k a n d a n m e n g e m b a n g k a n d u n i a y a n g m e m p r o d u k s i
b a r a n g d a n j a s a y a n g l a y a k dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan K o n s u m e n ( U U P K ) .
Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat
Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas
transaksi suatu barang dan jasa.Pembangunan dan perkembangan perekonomian serta
pengaruh globalisasi dan kemajuant e k n o l o g i t e l a h m e m b a w a p e n g a r u h k e p a d a
setiap aspek kehidupan manusia, khususnya di bidang perindustian dan
perdagangan yang menghasilkan barang jasa dalam pemenuhank e b u t u h a n
hidup. Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi pelaku usaha
k h u s u s n y a konsumen karena semakin terbuka peluang untuk mendapatkan barang
atau jasa dengan hargay a n g k o m p e t i t i f . N a m u n d i s i s i l a i n t e r n y a t a j u g a
m e n i m b u l k a n p e n g a r u h n e g a t i v e k a r e n a mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen b e r a d a p a d a p o s i s i
yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan,
serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah
dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian
hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan keselamatan konsumen, m e n i n g k a t k a n k e s a d a r a n , k e m a m p u a n d a n
k e m a n d i r i a n k o n s u m e n u n t u k m e l i n d u n g i d i r i , mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif p e m a k a i a n
barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
m e m i l i h , menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian di dalam UU
Perlindungan Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label.Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar
yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan.
Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan-permasalahan
yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen a k i b a t p r o d u k y a n g
di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yang
membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan
m a s y a r a k a t s e r t a kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang
diperolehnya di pasar menjadi urgen. M a s i h s e g a r d i i n g a t a n , h e b o h n y a k a s u s
f o r m a l i n p a d a m a k a n a n , d i t a r i k n y a p r o d u k pengusir nyamuk HIT karena
dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanand a n k e s e l a m a t a n
konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat
p e n g a w e t berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet
(KOMBET) y a n g d i s u p e r v i s i o l e h L P 3 E S J a k a r t a d i t a h u n - t a h u n l a l u k e t i k a
m e n e l i t i s e j u m l a h p r o d u k minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa
sejumlah minuman isotonik mengandung z a t p e n g a w e t b e r b a h a y a y a k n i n a t r i u m
b e n z o a t d a n k a l i u m s o r b e t y a n g b i s a m e n y e b a b k a n penyakit yang dalam ilmu
kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan
mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika
antibodi yang seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia
itusendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman
mengandung s u s u p r o d u k R R C y a n g b e r b a h a y a , b e r a s m e n g a n d u n g
b a h a n p e n g a w e t b e r b a h a y a d a n seterusnya. Apa yang salah, sehingga
k e j a d i a n s e p e r t i s e l a l u b e r u l a n g , k e m a n a k a h p e r a n pengawasan dari instansi-
instansi yang berwenang mengeluarkan izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu
produk? Sebuah tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.
2.2 B. Hak dan Kewajiban bagi Konsumen dan Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban
konsumen antara lain:
a. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak konsumen
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau
jasa
2) Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
atau jasa
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
8) Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang
dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan,
keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar
( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen
dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )
2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan
secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau
tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui
pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha
periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko
pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para
pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku
usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku
tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat
“Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula
baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman
klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8
tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang
yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula
tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman
klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan
cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah
dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f
UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua)
tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-
pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya
para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang
merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya
bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan
pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana
bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
Sanksi Pidana :
Kurungan :
a. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat
(2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
b. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat
(1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
c. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
9
[7] Junaidi Abdullah, op.cit, hlm143