Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH SINGKAT ILMU HADITS DAN KARYA-KARYA YANG MUNCUL

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Sattar, M.Ag

Disusun Oleh:

1. MAKHBUB SYAFIQ SOBIRIN (2201056064)


2. MUHAMMAD YOGA DWI NUGRAHA (2201056065)
3. ILA SALSABILLA (2201056066)

PRODI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2022

I
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah ULUMUL HADIST yang
berjudul “Sejarah Singkat Ilmu Hadits Dan Karya-Karya Yang Muncul”.

Dalam penyelesaian makalah ini tak terlepas dari beberapa pihak yang telah membantu
memberikan kritik dan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak.

Semarang, 27 Agustus 2022

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................................III
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits............................................................................2
B. Karya-Karya Yang Muncul.........................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
A. KESIMPULAN...........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hadis adalah segala ucapan, perbuatan dan ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh
rasulullah menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam. Pada masa Rasul masih hidup Hadis
belum mendapat perhatian sepenuhnya seperti alqur’an, karena para sahabat mempunyai tugas
istimewa untuk menghafalkan alqur’an dan mencatat ayat ayat alqur’an diatas alat alat yang mungkin
bisa dipergunakannya.

Berbeda dengan hadis walaupun para sahabat memerlukan petunjuk dalam menafsirkan atau
menjelaskan al Qur’an para sahabat masih ragu karena rasul juga pernah melarang untuk menulis
hadis agar tidak tercampur dengan al Qur’an, tetapi rasul juga pernah menyuruh untuk menuliskan
hadis untuk kepentingan da’wah bagi mereka yang jauh dari mekah. Setelah beberapa dekade usai
wafatnya rasulullah baru munculah inisiatif untuk menulis hadis. Penulisan hadis dilakukan secara
bertahap karena alqur’an masih dalam proses pembukuan seiring berjalannya waktu penulisan hadis
makin sering dilakukan guna menghindari kerancuan pendapat generasi selanjutnya. Dalam makalah
ini kami akan membahas bagaimana sejarah perkembangan ilmu hadis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits?


2. Apa Saja Karya-Karya Yang Muncul Dalam Perkembangan Ilmu Hadits?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui sejarah singkat perkembangan ilmu hadits dan karya-karya yang
muncul.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits

Hadist sebagai suatu informasi, memiliki metodoliogi untuk menentukan


keotentikan periwayatannya yang dikenal dengan Ulum al- Hadist, yang merupakan
bentuk manajemen infomasi. Hanya saja, pada masa Rasulullah SAWsampai sebelum
pembukuan Ulumul Al-hadist istilah Ulum al-hadist, jelas belumada. Akan tetapi
prinsip-prinsip yang telah berlaku pada masa itu sebagai acuanuntuk menyikapi suatu
informasi yang telah ada.i
Pada dasarnya hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist didalam
Islam, terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya
menghimpun hadist-hadist Rasul Saw dikarenakan adanya ke khawatiran hadist-
hadist tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan
pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai mempergunakan kaidah-
kaidah dan metode-metode tertentu ddalam menerima hadist, namun mereka
belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
Dasar dan landasan periwayatan hadist di dalam Islam dijumpai di dalam Al-
Qur’an dan hadist Rasul Saw. Di dalam surah al-Hujurat ayat 6, Allah SWT
memerintahkan orang-orang yang beriman untuk meneliti dan mempertanyakan
berita-berita yang datang dari orang-orang yang fasik Artinya :
َ‫ص ْيبُوْ ا قَوْ ًم ۢا بِ َجهَالَ ٍة فَتُصْ بِحُوْ ا ع َٰلى َما فَ َع ْلتُ ْم ٰن ِد ِم ْين‬ ٌ ۢ ‫م فَا ِس‬kْ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ ْن َج ۤا َء ُك‬
ِ ُ‫ق بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُ ْٓوا اَ ْن ت‬
“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatuberita maka periksalah berita tersebut dengan teliti agar kamu tidak
menimpakanmusibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan ( yang
sebenarnya) yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu” (QS. Al -Hujurat
[49] : 6)
Di samping itu, Rasul Saw juga mendorong serta menganjurkan parasahabat
ddan yang lainnya yang mendengar atau menerima hadist-hadist beliau untuk
menyampaikan atau meriwayatkannya kepada mereka yang tidak mendengar atau
mengetahuinya. Di dalam sebuah hadistnya Rasul Saw bersabda : (Semoga) Allah
membaguskan rupa seseorang yang mendengar dari kami sesuatu(hadist), lantas dia

i
Dr. H. Ramly Abdul Wahid, MA,
Studi Ilmu Hadist, Cita Pustaka Medi
, Bandung 2005, hlm 52

2
menyampaikannya (hadist tersebut) sebagaimana dia dengar,kadang-kadang orang
yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar. (HR. Al-Tirmidzi)
Apabila dicermati sikap dan aktifitas para sahabat terhadap hadist Nabi Saw
dan periwayatannya, maka dapat disimpulkan beberapa ketentuan umumyang
diberlakukan dan dipatuhi oleh para sahabat, yaitu :
1. Penyelidikan periwayatan hadist (taqlil al-riwayat) dan pembatasannya untuk hal-
hal yang diperlukan saja. Sikap ini dilaksanakan terutama dalamrangka
memelihara kemurnian hadist dari kekeliruan dan kesalahan.Sebagaimana sabda
Rasul SAW :Siapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, maka ia telah
menyediakan tempatnya di dalam neraka. Selain itu, alasan lain dan bahkan lebih
penting adalah pemeliharaan agar jangan terjadi pencampurbauran antara hadist
dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an pada masa itu, terutama pada masa Abu
Bakar dan ‘Umar, belum dikodifikasi secara resmi.
2. Ketelitian dalam periwayatan, baik ketika menerima atau menyampaikan riwayat.
3. Kritik terhadap matan hadist (naqd al-riwayat). Kritik terhadap matanhadist ini
dilakukan oleh para sahabat dengan cara membandingkannya dengan nash Al-
Qur’an atau kaidah-kaidah dasar agama. Apabila terdapat pertentangan dengan
nash Al-Qur’an, maka sahabat menolak dan meninggalkan riwayat tersebut.

Ketelitian dan sikap hati-hati para sahabat diikuti pula oleh para ulama hadist
yang datang sesudah mereka, dan sikap tersebut semakin ditingkatkan terutama
setelah munculnya hadist-hadist palsu, yaitu sekitar tahun 41 H, setelah masa
pemerintahan Khalifah Ali ra. Semenjak saat itu mulailah dilakukan penelitian
terhadap sanad hadist dengan mempraktikan ilmu al-Jarrah wa al-Ta’dil, dan
sekaligus mulai pulalah al-Jarrah wa al-Ta’dil ini tumbuh dan berkembang.

Setelah munculnya kegiatan pemalsuaan hadist dari pihak-pihak yangtidak


bertanggung jawab, maka beberapa akktifitas tertentu dilakukan oleh para ulama
hadist dalam rangka memelihara kemurnian hadist, yaitu seperti :

1. Melakukan pembahasan terhadap sanad hadist serta penelitian terhadap keadaan


setiap para perawi hadist, hal yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan.

2. Melakukan perjalanan (rihlah) dalam mencari sumber hadist agar dapat


mendengar langsung dari perawi asalnya dan meneliti kebenaran riwayattersebut.

3. Melakukan perbandingan antara riwayat seorang perawi dengan riwayat perawi


lain yang lebih tsiqat dan terpercaya dalam rangka untuk mengetahui ke-dha’if-an
atau kepalsuan suatu hadist. Hal tersebut dilakukan apabila ditemukan suatu hadist
yang kandungan makna nya ganjil dan bertentangan dengan akal atau dengan

3
ketentuan dasar agamasecara umum. Apabila telah dilakukan perbandingan dan
terjadi pertentangan antara riwayat perawi itu dengan riwayat perawi yang lebih tsiqat
dan terpercaya, maka para ulama hadist umumnya bersikap meninggalkan dan
menolak riwayat tersebut, yaitu riwayat dari perawi yang lebih lemah itu. ii

Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa
Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin
Syihab al-Zuhri, para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan
hadist tersebut menerapkan ketentuan-ketentuan ilmu hadist yang sudah ada dan
berkembang sampai pada masa mereka. Mereka memperhatikan ketentuan-ketentuan
hadist Shahih, demikian juga keadaan para perawinya. Halini terutama karena telah
menjadi perubahan yang besar didalam kehidupan umat Islam, yaitu para penghapal
hadist sudah mulai berkurang dan kualitas serta tingkat kekuatan hapalan terhadap
hadist pun sudah semakin menurun karena telah menjadi percampuran dan akulturasi
antara masyarakat Arab dengan non Arab menyusul perkembangan dan perluasan
daerah kekuasaan Islam. Kondisi yang demikian memaksa para ulama hadist untuk
semakin berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan riwayat, dan mereka pun
telah merumuskan kaidah-kaidah dalam menentukan kualitas dan macam-macam
hadist. Hanya saja pada masa ini kaidah-kaidah tersebut masih bersifat rumusan yang
tidak tertulis dan hanya disepakati dan diingat oleh para ulama hadist di dalam hati
mereka masing-masing, namun mereka telah menerapkannya ketika melakukan
kegiatan perhimpunan dan pembukuan hadist.
Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah
perkembangan hadist, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah
hadist ditulis dan dibukukan, namun masih bersifat parsial. Yahya bin Ma’in (w.234
H/848 M) menulis tentang tarikh al-Rijal, (sejarah dan riwayat para perawi hadist),
Muhammad bin Sa’ad (w. 230 H/844 M) menulis al-Thabaqat (tingkatan para perawi
hadist ), Ahmad bin Hanbal (241 H/855 M) menulis al-An’Ilal (beberapa ketentuan
tentang cacat atau kelemahan suatu hadist atau perawinya),dan lain-lain.
Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab
yang membahas tentang ilmu hadist yang bersifat komprehensif, seperti kitab al-
Muhaddits al Fashil byn al-Rawi wa al-Wa’i oleh al-Qadhi Abu Muhammad al-Hasan
ibn ‘Abd al-Rahman ibn al-Khallad al-Ramuharmuzi (w.360 H/971 M), Ma’rifat
‘Ulum al-Hadist oleh Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn ‘Abd Allah al-Hakim al-
Naisaburi (w.405 H/1014 M), al-Mustakhraj ‘ala Ma’rifat ‘Ulum al-Hadist oleh Abu

ii
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag.
Ulumul Hadist.
Bandung:Tafakur. Hal 102

4
Nu’aim Ahmad bin ‘Abd Allah al-Ashbahani (w.430 H/1038 M),al-Kifayah fi ‘Ulum
al-Riwayah oleh Abu Bakar Muhammad ibn ‘Ali ibn Tsabit al-Khathib al-Baghdadi
(w.463 H/1071 M), al-Jami’ li Akhlaq wa adab al-Sami’oleh al-Baghdadi (463
H/1071 M). dan lain-lain.
A. Periode Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
1. Hadits Pada Periode Rasulullah SAW
Hadis pada Masa Nabi SAW belum dibukukan, kebanyakan hadis hanyalah
dihafal oleh para sahabat, sementara sebagian kecil sahabat saja yang membuat
catatan hadis untuk kepentingan sendiri.
Adapun sikap Nabi SAW terhadap hadis yang dicatat para sahabat ada 2 sikap:
+Menyuruh menghapusnya karena khawatir akan bercampur dengan Al-Quran
+Suruhan menuliskanya karena untuk kepentingan dakwah bagi mererka yang jauh
dari kota Madinah.
Berdasarkan penelitian para ahli hadis ada ditemukan 8 (delapan) riwayat
yang membolehkan dan mengizinkan untuk menulis hadis dan 3 (tiga) riwayatyang
melarang penulisan hadis. Riwayat-riwayat itu pada hakikatnya tidak bertentangan,
melainkan dapat dikompromikan seperti tergambar pada dua sikap Nabi SAW
diatas.iii
Dimikanlah keadaan hadis belum dibukukan secara resmi sampai wafat
Rasulullah SAW pada tahun 11 H.
2. Hadis Pada Periode Sahabat dan Tabi'in.
A .Periode Sahabat
Setelah Nabi SAW wafat (11 H/l632 M), kendali kepemimpinan umat Islam
berada di tangan sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan
itu adalah Abu BakarAl-Siddiq (13 H/ 634M), kemudian disusul oleh Umar bin Al-
Khatab (23 H l 644 M), Usman bin Affan (35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (401-
If 661 M). Keempat khalifah ini dikenal dengan "AI-khulafa Ar-Rasyidin", dan
periodenya disebut dengan zaman "Sahabat Besar". Abu Bakar al-Shiddiq, la
merupakan sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-hatianya dalam
periwayatan hadis. Periwayatan hadis pada masa Khalifah Abu Bakar dapat dikatakan
belum merupakan kegiatan yang menonjol dikalangan umat Islam. Demikian juga
yang dilakukan oleh sahabat lainya, dan mereka sangat hati-hati sekali dalam
periwayatan Hadis Nabi.

iii
Syaikh Manna Al-Qaththan,
PENGANTAR STUDI ILMU HADITS
, 2005, Jakarta,halaman 75

5
Umar bin AI- Khatab, ta dikenal sangat hati-hati dalam pcriwayatan
hadis.Umar baru bersedia menerima riwayat hadits setelah ada kesaksian dari
sahabatlain. Bila tidak ada saksi maka umar tidak menerimanya. Disamping
kewaspadaan dan kehati-hatian dalam periwayatan hadis agar tidak terjadi kekeliruan
dan kepalsuan. Dalam pada itu, Umar pernah merencanakan penghimpunan hadis
Nabi secara tertulis, setelah melakukan shalat Istikharah, Umar mengurungkan
niatnya itu, karena khawatir akan memalingkaa perhatian umat Islam dari Al-Quran.
Hal itu bukanlah berarti Umar melarang periwayatan hadis, tetapi haruslah
dengan hati-hati dari kekeliruan dan kebohongan. Periwayatan hadis Nabi pada masa
Umar telah banyak dilakukan umat Islam bila dibandingkan dengan masa Abu Bakar,
namun tetap dalam kehati-hatian. Caranya tetap melalui hafalan, dan sedikit melalui
catatan yang tidak resmi.
Usman bin Affan secara umum kebijakan Usman tentang periwayatan hadis
tidak jauh berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya,
hanya saja langkah Usman tidaklah setegas langkah Umar bin Khatab. Pada zaman
Usman kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadis semakin luas, karena Usman
tidak sekeras Umar, juga karena wilayah Islam semakin luas, yang mengakibatkan
bertambahnya kesulitan pengendalian kegiatan periwayatan hadis secara ketat, dan
keadaan hadis pada masa Usman ini juga belum dibukukan secara resmi, melainkan
tetap melalui hafalan dan catatan-catatan pribadi.
Ali bin Abi Thalib, la tidak jauh berbeda sikapnya dengan para
pendahulunya dalam periwayatan hadis. Secara umum, Ali barulah bersedia
menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayatan hadits yang barsangkutan
mengucapkan sumpah, kecuali pada periwayat yang telah diyakini kebenaranya,
maka Ali tidak minta sumpah lagi. Dalam pada itu Ali bin Abi Thalib sendiri cukup
banyak meriwayatkan hadis, selain dalam bentuk lisan (hafalan) juga dalam bentuk
tulisan. Situasi umat Islam pada zaman Ali telah berbeda dengan situasi zaman
sebelumnya, karena pertentangan politik diantara sesama umat Islam. Adapun sahabat
Nabi selain Khulafah ar-Rasyidin, juga menunjukan kehati-hatian dalam periwayatan
hadis, seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Umar bin Khatab,dan lain-lain. Dalam
pada itu diakui bahwa kegiatan periwayatan hadis pada masasahabat sesudah periode
Khulafah ar-Rasyidin, telah lebih banyak dan luas dibandingkan zaman khalitah yang
empat itu.iv

B.Periode Tabi'in

iv
Muhammad Dede Rudliyana, MA.
Perkembangan pemikiran Ulumul Hadist dariklasik sampai modern
, Pustaka Setia, 2004 Bandung hlm 109

6
Periwayatan hadis pada periode Tabi'in tampak semakin semarak, namun
tetap dalam kehati-hatian. Mereka mulai menyelidiki sanad dan matan hadis agar
terhindar dari kepalsuan, bahkan tidak segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk
mengecek dan menylidiki kebenaranya, seperti peristiwa berikut:
-Said bin Al-Musayyab (94 H/ 712 M) seorang tabi'in besar di kota Madinah, Sejak
muda beliau telah melakukan perjalanan siang-malam untuk mendapatkan hadis Nabi
SAW.
-Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhri (17 Ramadhan 124 H) ulama dengan andil besar
dalam pembukuan hadis. Ulama yang pertama kali membukukan hadis atas perintah
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Potensi besarnya sebagai ulama telah diketahui o
leh Khalifah Bani Umayah saat itu, berawal dari pertemuannya dengan Abdul Malik
bin Marwan untuk yang pertama kalinya. Perihal kesungguhan Az Zuhri dalam menu
ntut ilmu juga diakui oleh Shalih bin Kaisan rahimahullah. Perjuangan dan kesunggu
hannya menuntut ilmu agama terkadang membuat sang istri cemburu. Diantara kelebi
han Az Zuhri adalah kekuatan hafalan yang kokoh dan sangat kuat beliau mampu me
nghafal al Qur’an hanya dalam jangka waktu 80 malam, Bahkan ulama sekaliber Ima
m Malik rahimahullah pernah dibuatnya kagum dengan kekokohan hafalannya. Az Z
uhri semakin disegani dengan dukungan wawasan ilmunya yang luas dan koleksi hadi
s yang banyak yaitu 2000 hadis.
Bukti-bukti diatas menunjukan kesungguhan, kehati-hatian, dan kekuasan
pengetahuan ulama tabi'in. Bagian hadis yang mereka kaji dan dalami buku matan
matanya saja melainkan juga nama-nama periwayat dan sanadnya. Pada zaman tabi'in
ini tidak memperoleh hadis lansung dari Nabi. Mereka menerima riwayat dari sahabat
yang bertemu dengan mereka, atau dari sesama tabi'in yang sesanad dengan mereka,
atau dari tabi'it-tabi'in yang banyak ilmunya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa periwayatan hadis pada zaman
tabi'in telah semakin meluas. Rangkaian para periwayat hadis yang beredar
dimasyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan dengan periode sahabat. Pada
masa tabi'in inilah mulai usaha pembukuan hadis yang dilakukan secara resmi atas
perintah dan permintaan Khalifah Umar bin Ahdul Azis, memerintah
(99-101H/718M), dan berlanjut terus pada periode-periode berikutnya.

B. Karya-Karya Yang Muncul

Pada abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu


hadist ini, yang sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam
membicarakan ilmu hadist, yang di antaranya adalah: ‘Ulum al-Hadist oleh Abu
‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman yang lebih dikenal dengan Ibn al-Shalah (w.643

7
H/ 1245 M), Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawaei oleh Jalal al-Din ‘Abd al-
Rahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi (w.911 H/ 1505 M).

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

Dari hasil kajian makalah yang telah di buat mulai dari pendahuluan, kajian materi dari beberapa
literatur atau sumber yang penulis peroleh serta data-data yang mendukung terhadap makalah ini.
Dimana Ulumul Hadits telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam Islam, terutama
setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun hadist-hadist Rasul Saw
dikarenakan adanya ke khawatiran hadist-hadist tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat

8
mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai mempergunakan
kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu ddalam menerima hadist, namun mereka belumlah
menuliskan kaidah-kaidah tersebut. Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi
atas prakarsa Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin
Syihab al-Zuhri, para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist tersebut
menerapkan ketentuan-ketentuan ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang sampai pada masa
mereka. Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah perkembangan
hadist, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist ditulis dan dibukukan,
namun masih bersifat parsial. Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus
kitab-kitab yang membahas tentangilmu hadist yang bersifat komprehensif. Pada abad-abad
berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist ini, yang sampai saat sekarang
masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadist.

9
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36489887/Sejarah_dan_Perkembangan_ilmu_hadits

https://www.man2kebumen.sch.id/2021/01/mengenal-tokoh-hadits-tabiin.html

Dr. H. Ramly Abdul Wahid, MA, 2005. Studi Ilmu Hadist. Cita Pustaka Medi Bandung

Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag 2004. Ulumul Hadist. Bandung:Tafakur

Syaikh Manna Al-Qaththan. 2005. PENGANTAR STUDI ILMU HADITS . Jakarta

Muhammad Dede Rudliyana, MA. 2004. Perkembangan pemikiran Ulumul

Hadist dari klasik sampai modern. Pustaka Setia: Bandung

10

Anda mungkin juga menyukai