Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ULUMUL HADIS’T

“MASA SELEKSI DAN PENULISAN KITAB HADIS’T”

DOSEN PEMBIMBING :

DRS.H.TASRI.MA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. MUHAMAD HAVIZ WAHYUDI

2. JUNAIDI MUHAMAT IBRAHIM

3. MUHAMAD ZAKY ANUGRAH

4. PEBRIAN RIKARDO

5. SHELLA PIRONICA

6. LOLA AGUSTIANI

7. NOVITA SARI

8. KHOIRUNNISA ELVIDA PUTRI

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM (SIYASAH)

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO (UINFAS) BENGKULU

TA: 2021-2022

1
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat allah swt karena berkat rahmat nya penyusunan makalah
ini dapat diselesaikan.makalah ini merupakan makalah hadis yang membahas“m a s a
seleski dan s i s t e m p e n u l i s a k i t a b hadis”.secara khusus pembahasan dalam
makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata
kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi.

Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.untuk
itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya allah-lah yang punya dan maha kuasa .harapan kami,
semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi
muda islam yang akan datang,khususnya dalam bidang hadis.

2
Daftar isi

Kata Pengantar...............................................................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................................................ 3
BAB I............................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
C. Tujuan................................................................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN............................................................................................................................6
A. Hadist Masa Seleksi............................................................................................................6
B. Sistem Penulisan Kitab Hadist............................................................................................7
C. Sistem Ulama-Ulama Abad Kedua Membukukan Hadits.................................................11
D. Masalah-Masalah Dalam Penulisan Dan Pembukuan Hadits............................................13
E. Pase Penulisan Kitab Hadist..............................................................................................14
F. Pase Penulisan Ilmu Hadist Riwayah................................................................................15
BAB III........................................................................................................................................ 16
PENUTUPAN............................................................................................................................. 16
B. Kesimpulan....................................................................................................................... 16
C. Saran................................................................................................................................. 16
Daftar Pustaka..............................................................................................................................17

A.

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kaum muslimin meyakini bahwa al-hadits merupakan sumber hukum utama


sesudah al-qur’an. Keberadaannya merupakan realitas nyata dari ajaran islam yang
terkandung dalam al-qur’an. Hal ini karena tugas rasul adalah sebagaipembawa risalah
dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-qur’an.
Sedangkan al-hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan danpraktek dari ajaran al-
qur’an itu sendiri.
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam
i s l a m memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari
masapra-kodifikasi, zaman nabi, sahabat, dan tabi’in hingga setelah pembukuan
padaabad ke-2 h.perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak
menggunakanlisan, dikarenakan larangan nabi untuk menulis hadits.
Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran nabi akan tercampurnya nash al-qur'an
dengan hadits.

B. Rumusan masalah

untuk mempermudah dalam memahami sejarah pembukuan hadits dan permasalahannya,


dalam makalah ini, kami membahas tentang :
1. Sejarah penulisan dan pembukuan hadits.
2. Masalah-masalah dalam penulisan dan pembukuan hadits.
3. Latar belakang pemalsuan hadits dan upaya penyelamatannya.

4
C. Tujuan

1. Agar mahasiswa memahapi pengertian pembukuan hadist


2. Agar mahasiswa mampu menulis hadist
3. Agar mahasiswa memahami tentang pemalsuan hadist

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadist Masa Seleksi

Masa seleksi atau penyaringan terjadi ketika pemerintahan dinasti bani abbas, khususnya
sejak masa al-makmun sampai dengan al-muktadir (sekitar tahun 201-300 h). Munculnya periode
seleksi ini karena pada periode sebelumnya, yakni periode tadwin, para ulama belum berhasil
memisahkan beberapa hadits mauquf dan hadits maqtu’ dari hadits ma’ruf. Begitu pula halnya
dengan memisahkan beberapa hadits yang dhaif dari yang shahih. Bahkan, masih ada hadits
maudu’ yang tercampur pada hadits shahih.

Pada masa ini, para ulam bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan hadits yang
diterimanya. Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkannya, mereka berhasil memisahkan hadits-
hadits yang dhaif dari yang shahih dan hadit-hadits yang mauquf dan yang maqtu’ dari yang
ma’ruf, meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih ditemukan terselipnya hadits yang
dhaif pada kitab-kitab shahih karya mereka
.
1. Kitab-kitab induk yang enam (kutub as-sittah)

Berkat keuletan dan keseriusan para ulama pada masa ini, bermunculanlahkitab-kitab
hadits yang hanya memuat hadits-hadits shahih. Kitab-kitab tersebut pada perkembangannya
dikenal dengan kutub as-sittah (kitab induk yang enam).
Ulama pertama yang berhasil menyusun kitab tersebut adalah abu abdillah muhammad bin ismail
bin ibrahim bin al-mughirah bin bardizbah, yang terkenal dengan imam bukrori (194-252 h)
dengan kitabnya al-jami’ ash-shahih. Kemudian abu husain muslim bin al-hajjaj al-kusairi an-
nasaiburi yang dikenal dengan imam muslim (204-261 h), dengan kitabnya al-jami’ ash-shahih.

6
Usaha yang sama dilakukan pula oleh abu daud sulaiman bin al-asy’as bin ishak as-
sijistani (202-275 h) yang menyusun as-sunan abu daud, abu isa muhammad binisa bin surah at-
tirmidzi (200-279 h) yang menyusun as-sunan tirmidzi, au abdul ar-rohman bin suaid ibn bahr
an-nasa’i (215-302 h) yang menyusun as-sunan an-nasa’i, dan abu abdillah binyazid ibnu majah
(207-273 h) yang menyusun kitab as-sunan ibnu majah. Kualitas as-sunan berada di bawah kitab
karya bukahari dan muslim.

2. Masa pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan kitab-kitab hadits

Setelah munculnya kutub as-sittah dan al-muwatha’-nya malik serta al-musnad-nya


ahmad ibn hambal, para ulam mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kitab-kitab jawami,
kitab syarah mukhtasar, men-tahrij, menyusun kitab athraf dan jawaid serta menyusun kitab
hadits untuk topik-topik tertentu. Ulama yang masih melakukan penyusunan kitab hadits yang
memuat hadits-hadits shahih, di antaranya ialah ibnu hibban al-bisti (w. 354 h), ibnu
huzaiman(w.311h),danal-hakiman-nasaburi.
Penyusunan kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan dengan
beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada, di antaranya dengan
mengumpulkan isi kitab shahih bukhori dan muslim, seperti yang dilakukan oleh muhammad
ibnu abdillah al-jauzaqi dan ibnu al-farut (w. 414 h). Mereka juga mengumpulkan isi kitab yang
sama, seperti yang dilakukanoleh abdul al-haq ibnu abdul ar-rahman asy-syabili (terkenal dengan
ibnu al-kharrat, w.583 h), al-fairu az-zabadi, dan ibnu al-asir al-jazari. Ada yang mengumpulkan
kitab-kitab hadits mengenai hukum, mereka ialah ad-daruqutni, al-baihaqi, ibnu daqiq al-ied,
ibnu hajar al-asqolani, dan ibnu qudamah al-maqdisi.
Masa perkembangan hadits yang disebut terakhir ini berlangsung sangat lama, yaitu
mulai abad keempat hijriah dan terus berlangsung hingga beberapa abad berikutnya sampai abad
kontemporer. Dengan demikian, masa perkembangan ini melewati dua fase sejarah
perkembangan islam, yakni fase pertengahan dan fase modern.

7
B. Sistem penulisan kitab hadist

sejarah mencatat bahwa kitab hadits mulai berkembang cukup pesat pada akhir abad ke-2
hijriyyah. Muncul kitab-kitab hadits yang sampai sekarang masih bisa kita nikmati. Ada
beberapa model ketika ulama menuliskan kitab hadits mereka, ada istilah jawami', sunan,
mushannafat, muwattha'at dan lain sebagainya. Kitab-kitab hadits ini masuk dalam kategori ilmu
hadits riwayat.

Sebelum itu, secara garis besar ilmu hadits terbagi dalam dua kategori; ilmu hadits
riwayat dan ilmu hadits dirayat. Ilmu hadits riwayat adalah ilmu yang mempelajari tentang
periwayatan secara teliti dan hati-hati terhadap sesuatu yang disandarkan kepada nabi
muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan sifat.

Sedangkan ilmu hadits dirayat adalah gabungan beberapa ilmu yang mempelajari tentang
keadaan seorang perawi hadits dan sesuatu yang diriwayatkannya dari segi diterima atau
tidaknya suatu hadits [1]. Ilmu hadits dirayat ini sering disebut dengan ilmu mushtalah hadits.

1. Sejarah penulisan dan pembukuan hadits

pada abad pertama hijriyah, mulai dari zaman rasulullah saw, masa khulafa rasyidin dan
sebagian besar zaman umawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijrah, hadits-hadits itu
berpindah dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada
kekuatan hafalannya. Pada masa ini mereka belum terdorong untuk membukukannya. Ketika
kendali khalifah dipegang oleh ‘umar ibn abdil aziz yang dinobatkan pada tahun 99 h sebagai
seorang khalifah dari dinasti umawiyah yang terkenal adil, sehingga beliau dipandang sebagai
khalifa rasyidin yang kelima, tergeraklah hati untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa
para perawi yang membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan hadits dari para perawinya,
memungkinkan hadits-hadits tersebut itu akan lenyap dari muka bumi ini.
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 h khalifah meminta kepada gubernur
madinah, abu bakar bin muhammad binamr bin hazm untuk membukukan hadits rasul dan
hadits-hadits yang ada pada al qasim bin muhammad bin abi bakar ash shiddieq.
‘umar bin abdil aziz menulis kepada abu bakar bin hazm, yang bunyinya :

8
‘’lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits rasulullah saw, lalu tulislah karena
aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan anda terima selain dari
hadits-hadits rasulullah saw. Dan hendaklah anda sebarkan ilmu dan mengadakan majlis-majlis
ilmu supaya orang yang tidak mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap ilmu
hingga dijadikan barang rahasia.”
Disamping itu ‘umar mengirimkan surat-suratnya kepada gubernur ke wilayah yang di bawah
kekuasaannya supaya berusaha membukukan hadits yang ada pada ulama yang diam di wilayah
mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadits atas kemauan khalifah
itu ialah : abu bakar muhammad bin muslim bin ubaidillah bin syihab az zuhry, seorang tabi’in
yang ahli dalam urusan fikih dan hadits.
Kitab hadits yang ditulis oleh ibnu hazm yang merupakan kitab hadits yang pertama yang
ditulis atas perintah kepala negara tidak sampai kepada kita, tidak terpelihara dengan semestinya.
Dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadits yang ada di madinah. Membukukan hadits yang
ada di madinah itu, dilakukan oleh al-imam muhammad bin muslim bin syihah az zuhry yang
memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadits di masanya.
Kemudian dari itu, berlomba-lombalah para ulama besar membukukan hadits atas anjuran abu
abbas as saffah dan anak-anaaknya dari khalifah-khalifah abbasiyah.
Pada zaman dahulu menyusun hadits tidak diberi upah, jangankan upah, tidak disuruh juga
mereka dengan senang hati menyusun hdits tanpa meminnta imbalan. Karena mereka
berfikir/berkata bahwa inilah hasil dari fikiran mereka, ddan ini bukanlah suattu pekerjaan yang
hharus diberi upah. Ulamma’ zaman dahulu benar-benar berbeda dengan ulama’ zaman
sekarang, mereka benar-benar berjuang di jalan allah dan tidak mengharapkan imbalan apapun.

Para pengumpul pertama hadist yang tercatat sejarah adalah:

a) Di kota makkah, ibnu juraij


b) Di kota madinah, ibnu ishaq, atau ibnu dzi’bin. Atau malik bin
c) Di kota bashrah, al rabi’ bin shabih). Atau hammad bin salamah (176 h ), atau sa’id bin
arubah (156h=773m)
d) Di kufah, sufyan ats tsaury ( 161 h )
e) Di syam, al auza’y (156 h )
f) Di wasith, husyaim al wasithy ( 104 h = 772 m – 188 h = 804 m ).

9
g) Di yaman , ma’mar al azdy (95 h = 753 m -153 h = 770 m )
h) Di rei, jarir al dlabby ( 110 h = 728 m – 188 h = 804 m ).
i) Di khurasan, bin mubarak (118 h = 735 m - 18 h = 797 m ).
j) Di mesir, al laits bin sa’ad ( 175 m ).

kitab yang paling tua yang ada di tangan umat islam dewasa ini ialah al muwaththa’ susunan
imam malik r.a. Ats permintaan khalifah al manshur ketika dia pergi naik haji pada tahun 144 h
kitab al muwaththa’ dianggap paling shahih, karena tingkat keshahihannya lebih tinggi daripada
kitab-kitab sebelumnya. Karena pada saat itu imam bukhory belum muncul, dari sistematika itu
yang paling baik.

2. Hadits pada masa rosul dan masa penyebarannya


rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka bergaul secara
bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan yang mempersulit para sahabat untuk
bergaul dengan beliau. Segala perbuatan, ucapan, dan sifat nabi bisa menjadi contoh yang
nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan
nabi sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik
dalam ibadah maupun dalam kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung
bertanya pada nabi. Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota madinah pun juga selalu
berkonsultasi pada nabi dalam segala permasalahan. Mereka. Mempelajari hukum- hukum
syari'at agama. Dan ketika mereka kembali ke kabilahnya, mereka segera menceritakan
pelajaran (hadits nabi)yang baru mereka terima
selain itu, para pedagang dari kota madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadits.
Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untukmembagikan pengetahuan yang
mereka peroleh dari nabi kepada orang-orang yang mereka temui.pada saat itu, penyebarluasan
hadits sangat cepat. Hal tersebut berdasar perintah rasulullah pada para sahabat untuk
menyebarkan apapun yang mereka ketahui dari beliau. Beliau bersabda “sampaikanlah
daripadaku, walaupun hanya satu ayat.”
dalam hadits lain disebutkan, “ketahuilah, hendaknya orang yang hadir menyampaikan
kepada orang yang tidak hadir” (dalam majlis ini). Dengan adanya sabda-sabda nabi diatas, maka
para sahabatpun sangat tergugah untuk mendengarkan, memperhatikan dan menyampaikan

10
hadits.kepada seluruh masyarakat muslim baik yang berada di madinah maupun yang di luar
madinah. Sehingga mereka dapat mengetahui hukum–hukum agama yang telah diajarkan oleh
rasulullah. Meskipun sebagian dari mereka tidak memperoleh langsung dari rasulullah, mereka
dapat memperoleh dari saudara–saudara yang langsung mendengar dari rosulullah.metode
penyebaran hadits tersebut berlanjut sampai wafatnya rasulullah

C. Sistem ulama-ulama abad kedua membukukan hadits

para ulama abad kedua membukukan hadits dengan tidak menyaringnya. Mereka tidak
membukukan hadits-hadits saja, fatwa-fatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya itu,
bahkan fatwa-fatwa tabi’in juga dimasukkan. Semua itu dibukukan bersama-sama. Maka
terdapatlah dalam kitab-kitab itu hadits marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu’.
1) Masa-masa hadits di bukukan
a) Masa pembentukan hadits.

masa pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan nabi muhammad saw itu sendiri, ialah
lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau
hafalan para sahabat saja.
Periode ini disebut al wahyu wa at takwin, yaitu hadits yang penyampaiannya belum
ditulis/masih lisan, hanya masih dalam benak mereka. Periode ini dimulai sejak nabi muhammad
diangkat sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya ( 610 m – 632 ).
b) Masa penggalian.

masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi’in, dimulai sejak wafatnya nabi muhammad
saw pada tahun 11 h atau 632 m. Pada masa ini kitab hadits belum ditulis ataupun dibukukan.
Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat islam yang
mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.
c) Masa penghimpunana

11
masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang mulai menolak menerima hadits
baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang
syari’at dan aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi’in ini sangat
mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut,
sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya, diteliti secermat-
cermatnya, siapaa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa
pemerintahan khalifah ‘umar bin ‘abdul ‘aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi’in
memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 h, dan hadits yang terhimpun
belum dipisahkan mana yang merupahan hadits marfu’, mana yang mauquf, dan mana yang
maqthu’.
d) Masa penyusunan

abad 3 h merupakan masa pentadwinan ( pembukuan ) dan penyusunan hadits. Guna


menghindari salah pengertian bagi umat islam dalam memahami hadits sebagai perilaku nabi
muhammad saw, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan memisahkan kumpulan
hadits yang termasuk marfu’ ( yang berisi perilaku nabi muhammad ), mana yang mauquf ( berisi
perilaku sahabat ) dan mana yamg maqthu’ (berisi perilaku tabi’in ). Usaha pembukuan hadits
pada masa ini selain telah dikelompokkan juga dilakukan penelitian sanad dan rawi-rawi
pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi ) atas hadits yang ada maupun
yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 h, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga
dinyatakan bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan mahligai hadits. Sedangkan
abad 5 h dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun
untuk memudahkan mempelajari dengan sumber utamanya kitab-kitab hadits abad 4 h.
e) Masa pembukuan hadits ( dari abad ke-2 h – abad ke-3 h )

usaha penulisan hadits yang dirintis oleh abu bakar bin hazm dan ibnu syihab az zuhri pada
sekitar tahun 100 h, diteruskan oleh ulama’ hadits pada pertengahan abad ii h. Perintah
kewarganegaraan mengenai pengumpulan hadits di atas dari khalifah ii abasyiah di baghdad,
yaitu abu ja’far al-mansur yang memerintah selama 22 tahun (136 – 158 h ). Perintah ini
ditujukan kepada malik bin anas sewaktu berkunjung ke madinah dalam rangka ibadah haji.

12
banyak ulama’ hadits yang menghimpun bersamaan dengan kegiatan ulama’ dalam bidang
lain untuk menghimpun ilmu-ilmu agama seperti fiqih, kalam dan sebagainya. Karena itu masa
ini dikenal dengan “ashrulal-tadwin” ( masa pembukuan ). Karya ulama’ pada masa ini masih
bercampur antara hadits rasul dan fatwa sahabat serta tabi’in, bahkan mereka belum
mengklasifikasikan antara hadits sahih, hasan dan dlo'if.
Sistem pembukuan pada masa ini adalah dengan menghimpun hadits mengenai masalah yang
sama dalam satu bab, kemudian dikumpulkan dengan bab yang berisi masalah lain dalam satu
karangan

D. Masalah-masalah dalam penulisan dan pembukuan hadits

1. Latar belakang mulai timbulnya pemalsuan hadits.


Di antara hal yang tumbuh dalam masa ketiga ini ialah muncul orang-orang yang
membuat hadits-hadits palsu. Hal itu terjadi sesudah ali r.a. Wafat. Sejak dari timbul
fitnah di akhir masa ‘usman r.a. Umat islam pecah menjadi beberapa golongan.
-pertama:golongan al ibin thalib, yang kemudian dinamakan golongan “syiah”.
-kedua:golongan khawarij, yang menentang ali dan mu’awiyah.
-ketiga:golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu ).

Terpecahnya umat islam tersebut, didorong keperluan dan kepentingan golongan, mereka
mendatangkan keterangan hujjah untuk mendukung. Maka bertindaklah mereka membuat
hadits-hadits palsu dan menyebarkannya kedalam masyarakat.
Mulai saat itu, terdapatlah riwayat-riwayat yang shahih, dan riwayat-riwayat yang palsu, dan
kian hari kian bertambah banyaknya. Awal mula yang melakukan pekerjaan sesat ini adalah
golongan syi’ah sebagaimana yang diakui sendiri oleh bin abdil hadid, seorang ulama syi’ah
dalam kitabnya nahlul balaghah, dia menulis, “ketahuilah bahwa asal mula timbul hadits yang
menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah golongan syi’ah sendiri.”
Perbuatan mereka ini ditandingi oleh golongan sunnah (jumhur) yang bodoh-bodoh. Mereka juga
membuat hadits untuk mengimbangi hadits-hadits yang dibuat oleh golongan syi’ah. Maka
dapat diambil kesimpulan bahwa kota yang mula-mula mengembangkan hadits-hadits palsu ialah
baghdad (kaum syiah berpusat di sana).
2. Langkah-langkah yang diambil untuk memelihara hadits

13
melihat adanya pemalsuan hadits yang berkembang dalam masyarakat, bergeraklah para
ulama untuk membela syari’at dan memelihara agama islam. Mereka berusaha menyaring dan
menepis hadits-hadits yang diriwayatkannya itu. Hadits-hadits yang shahih mereka ambil dan
hadits-hadits yang diduga palsu (dho’if) mereka tinggalkan. Mulai saat itu timbullah ilmu yang
dinamakan ilmu jarh wa ta’dil. Para ulama menerangkan kejelekan-kejelekan pemalsuan hadits
dan menyuruh manusia untuk berhati-hati, serta menerangkan hadits palsu dan motif pembuatan
hadits palsu.telah dijelaskan bahwa di samping para ulama’ membukukan hadits dan
memisahkan hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in atau memisahkan yang shahih dan
dho’if, beliau-beliau itu memberikan pula kesungguhannya yang mengagumkan untuk menyusun
kaidah-kaidah tahdis, usul-usulnya, syarat menerima riwayat, syarat menolaknya, syarat shahih
dan dho’if, serta kaidah yang dipegangi dalam menentukan hadits ma’udu.

E. Pase penulisan kitab hadist

Ilmu hadits riwayat jika kita telusuri sejarahnya, secara garis besar bisa dipetakan dalam
beberapa fase:

1. Zaman nabi, para shahabat dan tabiin awal. Pada fase ini, hadits belum tercatat dalam
satu kitab khusus, kebanyakan hadits berpindah dengan sistem hafalan.
2. Awal abad ke-2 hijriyyah. Pada masa ini, khalifah umar bin abdul aziz (101 h)
memerintahkan kepada ahli hadits saat itu untuk menuliskan hadits. Ahli hadits pertama
yang memenuhi permintaan khalifah umar bin abdul aziz adalah muhammad bin muslim
bin syihab az-zuhri (124 h). Pada fase ini, sudah banyak ulama yang menulis hadits,
tetapi kitab yang ditulis masih tercampur dengan perkataan-perkataan shahabat dan
tabiin.
3. Awal abad ke-3 hijriyyah. Di abad ini para ahli hadits sudah mulai memilih hadits yang
benar-benar disandarkan kepada nabi, memisahkannya dengan perkataan shahabat dan
tabiin, dan juga mengumpulkan hadits shahih dalam satu kitab. Misalnya imam bukhari
(w. 256 h) dengan kitab shahihnya dan juga imam muslim (w. 261 h). Bisa dikatakan
abad ke-3 ini adalah abad keemasan dalam penulisan sebuah kitab hadits.
4. Setelah abad ke-3 hijriyyah. Corak penulisan hadits setelah abad ke-3 adalah penulisan
hadits dalam satu bab saja, juga adanya inovasi dalam penataan bab dalam kitab.

14
Misalnya munculnya penulisan hadits hanya dalam bab targhib wa at-tarhib dan hanya
dalam hadits ahkam [2].

F. Pase penulisan ilmu hadist riwayah

Ilmu hadits riwayat jika kita telusuri sejarahnya, secara garis besar bisa dipetakan dalam
beberapa fase:

1. Zaman nabi, para shahabat dan tabiin awal. Pada fase ini, hadits belum tercatat dalam
satu kitab khusus, kebanyakan hadits berpindah dengan sistem hafalan.
2. Awal abad ke-2 hijriyyah. Pada masa ini, khalifah umar bin abdul aziz (w. 101 h)
memerintahkan kepada ahli hadits saat itu untuk menuliskan hadits. Ahli hadits pertama
yang memenuhi permintaan khalifah umar bin abdul aziz adalah muhammad bin muslim
bin syihab az-zuhri (w. 124 h). Pada fase ini, sudah banyak ulama yang m,enulis hadits,
tetapi kitab yang ditulis masih tercampur dengan perkataan-perkataan shahabat dan
tabiin.
3. Awal abad ke-3 hijriyyah. Di abad ini para ahli hadits sudah mulai memilih hadits yang
benar-benar disandarkan kepada nabi, memisahkannya dengan perkataan shahabat dan
tabiin, dan juga mengumpulkan hadits shahih dalam satu kitab. Misalnya imam bukhari
(w. 256 h) dengan kitab shahihnya dan juga imam muslim (w. 261 h). Bisa dikatakan
abad ke-3 ini adalah abad keemasan dalam penulisan sebuah kitab hadits.
4. Setelah abad ke-3 hijriyyah. Corak penulisan hadits setelah abad ke-3 adalah penulisan
hadits dalam satu bab saja, juga adanya inovasi dalam penataan bab dalam kitab.
Misalnya munculnya penulisan hadits hanya dalam bab targhib wa at-tarhib dan hanya
dalam hadits ahkam [2].

15
BAB III

PENUTUPAN

B. Kesimpulan
Ide penghimpunan hadits nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh
khalifah umar bin khattab(w.23/h/644m). Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh umar
karena beliau khawatir bila umat islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari alqur’an.
Sampai pada masa pemerintahan khalifah umar bin abdul aziz yangdinobatkan pada tahun 99 h.
Seorang khalifah dari bani umayyah yang terkenal sangat adil sehingga beliau dimasukkan
golongan khalifah rosyidin yang kelima. Beliau punya inisiatif untuk membukukan hadits.
Karena pada masa itu perawi atau para bendaharawan hadits kian lama kian berkurang karena
banyak yang meninggal dunia. Untuk melaksanakan inisiatifnya itu maka pada tahun100h beliau
memerintah gubernur madinahabu bakar bin hazm untuk membukukan hadits.ulama’ yang
pertama kali yang membukukan hadits” abu bakar muhammad bin muslim bin ubaidillah bin
syihab az-zuhri

C. saran
Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang sejarah pembukuan / penulisan
hadist. Diharapkan makalah ini mampu menjadi acuan bagi mahasiswa agar mampu, memahami,
dan menjadikannya sebagai contoh teladan.

16
Daftar Pustaka

coursehero.com/file/96004166/masa-seleksi-penyempurnaan-hadits-dan-pedocx/

caid17.blogspot.com/2009/07/masa-seleksi-dan-penyempurnaan-serta.html?m=1

Subhi ibrahim shalih (w. 1407 h), ulum al-hadits wa mushthalahuhu, (bairut: daar al-ilmi, 1984
m), hal. 107

Imad ali jum'ah, al-maktabah al-islamiyyah, (silsilat at-turats al-arabiy, 1424 h), hal. 100

Abu abdillah muhammad al-kattani, ar-risalah al-mustathrafah, (daar al-basyair, 1421 h), hal. 40

Mahmud at-thahhan, ushul at-takhrij, (riyadh: maktabah al-maarif, t.t), hal. 40

Az zuhry menerima hadits dari ibnu ‘umar, saheh ibn sa’ad, anas ibn malik, mahmud bin al rabi’,
sa’id bin musaiyab dan umamah bin saheh.
Shubhi ash shaleh,’ulum al-hadits wa musthalahuh (libanon :dar al-‘iim al-malayin, 1977).

17

Anda mungkin juga menyukai