Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Kitab-Kitab Hadits Standar

Makalah Ini Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Hadits

Dosen Pengampu; Victor I. A., M.Ag

Oleh:

1. Fadlilah Himmah Soraya (012210015)


2. Sella Osiska (012210029)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kitab-Kitab Hadits Standar” Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak
mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak
tantangan itu bisa teratasi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan


makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Lamongan, 23 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
A. Latar Belakang dan Metode Penyusunan Kitab Hadits Standar ............... 2
1. Shahih Al- Bukhari ................................................................................... 2
2. Shahih Muslim ......................................................................................... 5
3. Sunan Abu Dawud.................................................................................... 7
4. Jami’ Al-Tirmidhi ..................................................................................... 9
5. Sunan Al-Nasa’i ..................................................................................... 10
6. Sunan Ibnu Majah .................................................................................. 12
B. Sistematika Kitab Hadits Standar ........................................................... 13
1. Shahih al-Bukhari ................................................................................... 13
2. Shahih Muslim ....................................................................................... 17
3. Sunan Abu Dawud.................................................................................. 19
4. Jami’ Al-Tirmidhi ................................................................................... 22
5. Sunan Al-Nasa’i ..................................................................................... 24
6. Sunan Ibnu Majah .................................................................................. 27
BAB III ................................................................................................................. 30
PENUTUP ............................................................................................................. 30
A. Kesimpulan ............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam, sebagai agama yang mengajarkan kehidupan berdasarkan
ajaran Allah yang terkandung dalam Al-Qur'an, juga mengambil pedoman
dan petunjuk dari hadits-hadits Rasulullah SAW. Hadits, sebagai sumber
kedua setelah Al-Qur'an, memberikan penjelasan, detail, dan contoh
konkret untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kehadiran kitab hadits standar menjelma sebagai bukti nyata komitmen
umat Islam untuk menjaga dan mentransmisikan warisan intelektual, moral,
dan spiritual yang diberikan oleh Rasulullah.

Makalah ini akan membahas latar belakang munculnya kitab hadits


standar, Metode penyusunan kitab hadits standar, serta sistematika dan
karakteristik kitab hadits standar.

Melalui pemahaman terhadap kitab hadits standar, kita dapat


merenungkan dan mengeksplorasi bagaimana ajaran-ajaran Rasulullah
SAW, yang diwariskan melalui sanad yang terjaga, dapat menjadi pilar
utama pembentukan kepribadian dan perilaku umat Islam. Dengan
demikian, makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejarah penyusunan
hadits serta sistematika dan karakteristik setiap hadits.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang dan Metode Penyusunan Kitab Hadits
Standar?
2. Bagaimana Sistematika Kitab Hadits Standar?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang dan Metode Penyusunan Kitab Hadits Standar
Kitab hadits standar adalah kumpulan hadits-hadits yang telah
melalui seleksi ketat dan validasi keabsahan, menjadikannya sebagai
referensi utama dalam memahami ajaran Islam. Kitab hadits standar ditulis
oleh para mukharij al-hadith.1 Kitab hadits karya mukharij sangatlah
beragam baik dilihat dari sistematika, metode, topik, serta karakteristik
setiap hadits.

Pada umumnya kitab-kitab hadits standar adalah Shahīh al-Bukhārī,


Shahīh Muslim, Sunan Abū Dāud, Jami’ al-Tirmidhī, Sunan al-Nasā’ī,
Sunan Ibnu Mājah (kitab-kitab ini disebut juga al-Kutub al-Sittah).

Dengan adanya keragaman kitab hadits terutama dari segi kualitas


hadis yang dikandungnya, maka upaya meneliti validitas hadis-hadis yang
termuat di dalamnya menjadi urgen dilakukan, agar umat Islam benar-benar
mampu memilah-milah hadis antara yang valid (sahih) dengan yang tidak
valid, untuk dapat diperpegangi sebagai sumber ajaran agama kedua (al-
mashdar al-tashri’ al-thānī) di dalam Islam.

Berikut ini penjelasan mengenai latar belakang dan metode


penyusunan kitab hadits karya mukharij;

1. Shahih Al- Bukhari


Imām al-Bukhārī menamakan kitab shahīhnya dengan nama al-
Jāmi’ al-Musnad al-Shaḥīh al-Mukhtashar min Umūr Rasūl Allāh SAW wa
Sunanih wa Ayyāmih. Perkataan al-Jāmi’ memberi pengertian bahwa kitab
yang ditulisnya itu menghimpun hadis-hadis hukum, faḍāil, berita-berita
tentang hal-hal yang telah lalu, hal-hal yang akan datang, sopan santun,
kehalusan budi dan sebagainya. Kata al-Shaḥīh memberi pengertian bahwa

1
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 18.
2
al-Bukhārī tidak memasukkan ke dalam kitabnya tersebut hadis-hadis yang
berkualitas ḍa’īf. Kata al-Musnad mengandung arti bahwa ia hanya
memasukkan hadis-hadis yang bersambung sanadnya melalui para sahabat
sampai kepada rasul, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan (taqrīr).2

Ishāq bin Rāhawaih, salah seorang guru Imām al-Bukhārī


menyarankan pada al-Bukhārī agar menulis kitab yang singkat, yang hanya
memuat hadis-hadis shaḥīh saja. Dalam kaitan ini pula, al-Bukhārī sendiri
menjelaskan, “saran beliau itu sangat mendorong saya hingga saya menulis
kitab al-Jāmi’ al-shaḥīh”.3

Penulisan kitab al-Jāmi’ al-shaḥīh tersebut juga diperkuat dengan


dorongan moral di mana al-Bukhārī pernah bermimpi bertemu dengan Nabi
Muhammad SAW dan berdiri tepat di dekat beliau sambil mengipasinya.
Menurut ahli ta’bīr, mimpi itu memiliki makna bahwa al-Bukhārī akan
membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan oleh musuh-
musuh Islam kepada Rasulullah. “Itulah yang mendorong saya untuk
menulis al-Jāmi’ al-Shaḥīh”, demikian tutur al-Bukhāri.4

Dalam menyeleksi hadis-hadis yang akan dimuat pada kitabnya ini,


al-Bukhārī telah mengikuti kaidah penelitian ilmiah yang benar, sehingga
keshahīhan hadisnya dapat diyakini sepenuhnya. Imām al-Bukhārī merasa
tidak puas dengan persyaratan kebersambungan sanad sebagaimana yang
ditentukan oleh pada umumnya para ahli hadis. Ketidakpuasan Imām al-
Bukhārī dan didorong oleh sikap kehati-hatian beliau mengingat kitabnya
kelak akan menjadi rujukan umat yang mendorong beliau untuk membuat
persyaratan sendiri dalam menentukan bersambungnya sanad, yang dikenal
dengan istilah syarṭ al-khāshshah li al-Bukhārī.5

2
Muhammad Musṭafā ‘Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature, (Indianapolis
American Trust Publication, 1977), h. 89.
3
Rifā’at Fauzī ‘Abdul Muṭalib, Kutub al-Sunnah Dirāsah Tauthīqiyyah (ttp.: Maktabah al-Khaniji,
1979), juz I, cet. 1, h. 64.
4
Ibid
5
Fauzī, Kutub al-Sunnah, h.73.
3
Menurut Imām al-Bukhārī, sanad disebut bersambung apabila antara
murid dan guru atau antara seorang perawi dengan perawi di atasnya dan di
bawahnya demikian seterusnya dari awal hingga akhir sanad, benar-benar
pernah bertemu meskipun hanya satu kali. Istilah bertemu di dalam konteks
ilmu hadis, artinya bahwa seorang perawi benar-benar menerima hadis dari
perawi di atasnya (guru) dan menyampaikan hadis kepada perawi di
bawahnya (murid), demikian kondisinya mulai dari awal hingga akhir
sanad. Dengan demikian antara seorang perawi dengan perawi di atasnya
atau perawi di bawahnya, harus benar-benar bertemu (liqā’) dan menjalin
relasi guru-murid dan sebaliknya. Sekedar kemungkinan bertemu karena
ada kesemasaan (mu’āsharah) sebagaimana persyaratan kebersambungan
sanad hadis yang digagas Imām Muslim, tampaknya bagi Imām al-Bukhārī
tidak dianggap sebagai sanad yang bersambung (muttashil). Di samping itu,
Imām al-Bukhārī juga mensyaratkan atau lebih mengutamakan lamanya
masa bersama antara seorang murid dan guru atau perawi kedua dengan
perawi pertama.6

Upaya maksimal Imām al-Bukhārī dalam menyeleksi hadis-hadis


shaḥīh di atas dikaitkan dengan aspek spiritual. Dalam konteks ini, al-
Farbarī seorang murid Imām al-Bukhārī mengatakan, “Aku mendengar
Muḥammad bin Ismā’īl al-Bukhārī berkata: “Aku menyusun kitab al-Jāmi’
di Masjid al-Ḥarām, aku tidak menuliskan sebuah hadis padanya kecuali
setelah istikhārah pada Allah dan shalat dua rakaat, serta jelas bagiku
keshaḥīhannya.7 Demikianlah al-Bukhārī, yang akhirnyā berhasil
menyelesaikan kitab shaḥīh ini dalam masa 16 tahun, setelah menyeleksinya
dari ± 600.000 hadis yang didapatkan dan diriwayatkan dari guru-gurunya.8

6
Ibid
7
Muhammad Abu Syuhbah, al-Kutub al-Shiḥḥah, (Al-Azhar: Majma’ al-Buḥūth al-Islāmiyah,
1969), h. 57.
8
Ibid
4
2. Shahih Muslim
Untuk menguraikan faktor yang melatar belakangi penyusunan
Kitab Shaḥīh Muslim secara detail memang sedikit agak sulit karena tidak
ada data yang akurat untuk itu. Namun secara umum dapat kita lihat dari
penjelasan Imām Nawāwī yang menyatakan bahwa penyusunan Shaḥīh
Muslim dimotivasi oleh besarnya keinginan Imām Muslim untuk memilah
dan menyisihkan hadis-hadis yang benar-benar berkualitas shaḥīh (menurut
kategori Imām Muslim) dengan hadis yang telah bercampur dengan riwayat
sahabat. Untuk itu kata Imām Nawāwī, Imām Muslim telah mengambil cara
yang sangat teliti dan cermat bagi kitab Shaḥīhnya.9

Hal ini sesuai dengan nama kitabnya al-Jāmi’ al- Shaḥīh li Muslim
yang mana maksudnya adalah kitab hadis yang memuat hadis-hadis Shaḥīh
saja dan terlebih telah diseleksi oleh penulisnya. Keinginan Imām Muslim
untuk menghimpun hadis Shaḥīh ini sangat memungkinkan sekali, yaitu
dengan potensi yang dimilikinya semenjak kecil dia sudah menekuni
berbagai ilmu dan telah hafal ribuan hadis. Apalagi setelah beliau berguru
kepada guru-guru dan ahli hadis yang amat terkenal pada masanya ke
seluruh negeri.

Sebagai gambaran tentang kecermatan Imām Muslim dalam


melakukan penyeleksian hadis-hadis, Imām Nawāwī juga menuturkan
bahwa, dari 300.000 hadis yang berhasil dikumpulkan Imām Muslim hanya
7.275 saja yang dikategorikan Shaḥīh, dari jumlah ini diciutkan lagi
sehingga tinggal hanya 4.000 hadis saja yang dimuat dalam Shaḥīh Muslim.
Hal ini dikarenakan sekitar 3.000 lagi ternyata hadis mukarrar (berulang).10
Meskipun bernama Shaḥīh Muslim, tapi tidak semua hadis Shaḥīh itu
dimuat dalamnya. Seperti yang diakui sendiri oleh Imām Muslim.11 Sesuai

9
Muhyi al-Dīn al-Nawāwī, Syarḥ al-Nawāwī ‘ala Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), cet.
III, jilid 1, h. 12.
10
Ibid, h. 14-16.
11
Abū Bakar al-Suyūṭī, Tadrīb al-Rāwī fī Syarḥ Taqrīb Imām al-Nawāwī, (Beirut: Dār al-Kutub
al-Ilmiah, 1979), cet. I, h. 46.
5
dengan ungkapan Muslim tersebut, ‘Ajjāj al-Khatīb dalam bukunya Ushūl
al-Hadīth ‘Ulūmuh wa Mushṭalaḥuh menjelaskan bahwa Imām Muslim
memperlihatkan Shaḥīhnya kepada gurunya Abū Zar’ah al-Rāzī. Setiap
hadis yang dinilai cacat oleh gurunya, Imām Muslim meninggalkannya
(tidak memuat dalam buku Shaḥīhnya). Sebaliknya hadis yang dinyatakan
Shaḥīh oleh gurunya ia langsung menempatkan dalam kitab Shaḥīhnya.12

Menelusuri kecermatan Imām Muslim dalam penyeleksian terhadap


hadis-hadis, maka para muḥaddithīn menempatkan Shaḥīh Muslim pada
peringkat kedua setelah Shaḥīh al-Bukhārī. Namun dalam pandangan para
pakar terutama ulama Maroko, mereka lebih cenderung menempatkan
Shaḥīh Muslim pada peringkat pertama karena mempunyai keunggulan-
keunggulan dalam berbagai hal. Alasan yang mereka kemukakan bisa
dilihat dalam pembicaraan selanjutnya terutama pada bahasan tentang
metode Shaḥīh Muslim dan perbandingan antara Shaḥīh Muslim dengan
Shaḥīh al-Bukhārī.

Sebagai murid Imām al-Bukhārī, Imām Muslim mempergunakan


kriteria atau persyaratan yang hampir sama dengan kriteria yang digunakan
oleh Imām al-Bukhārī dalam menilai atau menyeleksi Shaḥīh atau tidaknya
sebuah hadis, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang
thiqah (ḍabit dan adil dari permulaan sampai akhir sanad), terhindar dari
syudhūdh dan ‘illat.13

Hanya saja Imām Muslim berbeda dengan al-Bukhārī adalah terletak


pada persyaratan berupa adanya pertemuan langsung antara seorang perawi
dengan perawi di atas atau di bawahnya (al-liqā’). Imām al-Bukhārī
menetapkan hadis Shaḥīh itu perawinya harus benar-benar bertemu dengan
gurunya (sumber riwayatnya) walaupun hanya satu kali saja. Sedangkan
Imām Muslim menetapkan cukup hanya dengan al-mu’āsharah

12
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadith ‘Ulumuh wa Mustalahuh, (Beirut: Dar al-Fikr.
1971), cet III, h. 315.
13
Ibid, h. 316.
6
(kesemasaan hidup) saja, meskipun tidak sempat bertemu dengan gurunya.
Dengan demikian, kriteria hadis Shaḥīh bagi Imām al-Bukhārī lebih ketat
dibandingkan dengan Imām Muslim.

Perbedaan selanjutnya adalah Imām al-Bukhārī hanya menerima


hadis dari peringkat pertama dan sedikit perawi pada peringkat kedua dan
tidak menerima dari perawi pada peringkat ketiga. Sedangkan Imām
Muslim, disamping mengutamakan perawi pada peringkat pertama dan
kedua, dia masih mau menerima hadis dari perawi peringkat ketiga, tapi
tentunya dalam jumlah dan masalah tertentu, yaitu hadis-hadis mutāba’āt
dan syawāhid. Cara penyusunan hadis Imām Muslim lebih sistematis yaitu
mengumpulkan hadis yang sama matannya sehingga tidak terjadi
pengulangan, cara ini diungkapkan Muslim dalam muqadimah kitab
Shaḥīh-nya.14

3. Sunan Abu Dawud


Abū Dāwud adalah seorang ulama, ḥafīdh (penghafal al-Qur’an) dan
ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan keislaman, khususnya ilmu
fiqh dan hadis. Pendidikannya dimulai dengan belajar Bahasa Arab, al-
Qur’an dan pengetahuan agama lainnya.

Setelah perjalanan studi tersebut, Abū Dāwud berhasil menulis salah


satu karyanya yang cukup monumental, yakni Sunan Abū Dāwud. Banyak
ulama hadis yang tercatat telah berguru kepada Abū Dāwud, sekaligus
mengambil dan menyebarkan hadis-hadis yang ada dalam sunannya itu. Di
antara murid-muridnya itu adalah Imām al-Nasā’ī, Abū Bakar Ibn Abī
Dāwud, Abū ‘Awānah, Abū Basyar Ibn Dasah dan Abū Salīm Muhammad
Ibn Said al-Jaludī. 15

14
Rifa’at Fauzī Abd al-Khaṭīb, al-Kutub al-Sittah Dirāsah Tawthīqiyah (Kairo: Maktabah al-
Khanji, 1979), cet. I, juz, 179.
15
Jā’ Musṭafā Hazīn, A’lām al-Muḥaddithīn wa Manāhijuhum fi al-Qarni al-Thālith al-Hijri
(Kairo: al-Azhar, t.t.), h. 136.
7
Karya-karya di bidang hadis kitab-kitab Jāmi’, Musnad dan
sebagainya di samping berisi hadis-hadis hukum, juga memuat hadis-hadis
yang berhubungan dengan amal-amal terpuji (faḍā’il al-‘amal), kisah-kisah,
nasihat-nasihat (mawa’idz), adab dan tafsir. Cara demikian tetap
berlangsung sampai kemudian datang Abū Dāwud, menyusun kitab
hadisnya secara spesifik, yakni menyusun kitab yang hanya memuat hadis-
hadis hukum dan sunnah yang menyangkut hukum.

Kitab Sunan Abū Dāwud merupakan karyanya yang paling


monumental di antara karya-karyanya yang lain. Tidak kurang dari 13 judul
kitab yang telah mengulas karya tersebut, baik dalam bentuk syarḥ
(komentar), mukhtashar (ringkasan), tahdhib (revisi), dan lain-lain.16 Kitab
ini disebut Sunan, karena kitab tersebut disusun dengan sistematika yang
didasarkan atas bab-bab hukum sebagaimana ditemukan dalam kitab sunan
lainnya, seperti ṭahārah, shalat, zakāt, haji dan seterusnya.

Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan


hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum, dan dalam menyusunnya
berdasarkan urutan bab-bab fiqih seperti thaharah, shalat, zakat, dan
sebagainya dengan beraneka kualitas dari yang shahih sampai yang dla‟if.
Tetapi, hadis-hadis yang berkaitan dengan fadla‟il al-‘amal (kekuatan
amal) dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.

Adapun dalam menyusun kitabnya, beliau mencukupkan diri dengan


memaparkan satu atau dua buah hadis dalam setiap babnya, walaupun masih
didapatkan sejumlah hadis shahih lainnya. Bahkan, secara tegas beliau
menyatakan empat buah hadis saja dari kitab Sunan ini sudah cukup
menjadi pegangan hidup bagi setiap orang.17

Abū Dāwud menyusun kitab sunan saat beliau berdomisili di Tarsus


selama 20 tahun. Abu Dawud memilih sekitar 4.800 dari 5.000.000 hadis

16
Ensiklopedi Islam, Jilid I (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994), 41.
17
Tim Penulis Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kaijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 91-93.
8
yang dicatat dan dihafalkannya, namun sebagian ulama ada yang
menghitung jumlah hadis dalam kitab sunan tersebut sebanyak 5.274
hadis.18 Perbedaan penghitungan jumlah ini, di antaranya disebabkan
sebagian orang yang menghitungnya memandang sebuah hadis yang
diulang-ulang sebagai satu hadis, sementara yang lainnya menganggap
sebagai dua hadis atau lebih, tergantung pada jumlah jalur sanad hadis
bersangkutan.

4. Jami’ Al-Tirmidhi
Imam at Tirmidzi dikenal juga dengan Jami’ Al Sahih, itu adalah
sumber hadist hasan,tetapi apabila diteliti lebih dalam mengandung hadist-
hadist sahih.19 Menurut pengarang Kasyf az-Zunnun, Hajji Khalfah (w.
1657) kedudukan kitab sunan ini berada di peringkat ke-3 dalam hirarki
kitab hadis dari keenam kitab. Bahkan Abu Isma’il al-Anshari, sang ahli
hadis, memandang bahwa kitab at-Tirmizi lebih bermanfaat daripada kitab
Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim dari segi penggunaannya. Kitab karya
al-Bukhari dan Muslim hanya dapat dipahami oleh seorang yang ahli, tetapi
Sunan at-Tirmizi dapat dipahami oleh siapapun. At-Tirmizi mempunyai
pedoman pokok dalam penyaringan hadis untuk bahan kitabnya yaitu
apakah hadis itu dipakai oleh para fukaha sebagai hujjah atau tidak dengan
demikian dalam kitabnya ini terhimpun hadis-hadis yang ma’mul (praktis).
At-Tirmizi tidak menyaring hadis dari segi sahih atau da’if. Karena itulah
ia selalu memberikan penilaian tentang nilai hadis, bahkan uraian
perbandingan dan kesempurnaannya.

Adapun metode penulisan yang digunakan al-Tirmidhī adalah


dengan meletakkan judul, lalu mencantumkannya satu atau dua hadis
sebagai sumber penarikan judul tersebut. Sesudah itu ia memberikan
komentar dan pendapatnya tentang kualitas hadis tersebut, apakah shaḥīh,

18
Ibid
19
Ahmad Sutarmadi, Al Imam Al Tirmidzi, (Ciputat: PT Logos wacana Ilmu, 1998), h.32.

9
ḥasan, dan ḍa’īf. Untuk maksud ini pula, al-Tirmidhī menggunakan
terminologi yang belum/tidak digunakan oleh para ulama sebelumnya.
Dalam konteks ini, di samping memberikan penilaian atas kualitas hadis
yang dicantumkannya, ia juga memperkenalkan istilah hadīth ḥasan, hadīth
hasan shaḥīh, hadīth shaḥīḥ ḥasan dan sebagainya. Ia juga mencantumkan
pendapat para faqīh, qāḍī dan para imam awal berkenaan dengan persoalan
yang dibahas. Bahkan ia menunjukkan hadis yang diriwayatkan sahabat lain
berkaitan dengan persoalan yang sama, sekalipun dalam konteks dan
kaitannya dalam kerangka yang lebih luas.20

Imam al-Tirmidhī juga memiliki pedoman pokok dalam menyaring


hadis yang akan dimasukkan sebagai bahan dalam kitab yang ditulisnya.
Pedoman dimaksud adalah mengenai apakah hadis itu digunakan/diamalkan
oleh ahli fiqh (fuqahā’) atau tidak. Hadis-hadis yang diamalkan oleh para
fuqahā’ itulah yang dipilih dan diseleksi oleh al-Tirmidhī untuk kemudian
dimasukkan ke dalam kitabnya. Dengan demikian, dalam kitab hadis al-
Tirmidhī terhimpun hadis-hadis yang ma’mūl (diamalkan/praktis). Al-
Tirmidhī tidak secara khusus menyaring hadis-hadisnya itu dari segi
kualitasnya apakah shaḥīḥ atau ḍa’īf. Karena itulah tampaknya ia senantiasa
memberikan uraian lebih lanjut mengenai kualitas dan nilai hadis yang
dicantumkannya tersebut dan bahkan uraian dan penjelasan mengenai
perbandingan dan kesimpulannya.21

5. Sunan Al-Nasa’i
Sunan an-Nasā’ī termasuk dalam satu di antara “al-Kutūb al-īiḥaḥ
al-Sittah”, kitab hadis shahih ada enam. Dua pertama dari kitab “al-Kutūb
al-Sittah tersebut dikenal dengan nama “dua kitab al-ṣaḥīḥ atau ṣaḥīḥayn”,
yakni Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dengan martabat keshahihan yang
berbeda-beda. Sementara itu, empat “alkutub al-sittah” yang terakhir

20
. M. Azami, Studies in Ḥadīth Methodology and Literature, (Canada: Islamic Teaching Centre,
t.t.), h. 104.
21
Ensiklopedi Islam, Jilid V, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 106.
10
dikenal dengan nama “sunan” yakni Sunan Abu Dāūd, Sunan al-Turmużi,
Sunan al-Nasā’i dan Sunan ibnu Mājah. Dalam hal ini Muḥammad Ajjāj al-
Khattīb menyebutkan, pengarang empat kitab “sunan” itu dalam kitab
mereka tidak hanya mencatat hadis shahih, melainan juga beberapa hadis
hasan, bahkan hadis dhaif dengan penjelasan kedhaifannya.22

Adapun penamaan kitab-kitab itu dengan istilah sunan tiada lain


adalah karena penulis kitab itu ingin memberikan kesan kepada masyarakat
pembaca bahwa kitab itu berisi sunnah Nabi SAW. Selain itu penamaan ini
juga disebabkan karena pembahasannya telah dibagi menurut pokok
bahasan hukum-hukum fikih, seperti berbagai persoalan tahaharah, shalat,
23
zakat, haji dan setrusnya yang bersumber dari Rasulullah SAW. Perlu
juga diketahui, selain metode itu, ada juga metode penulisan yang dikenal
dengan “musnad”. Hal ini seperti yang dipakai oleh Ahmad ibn Hambal,
dikatakan musnad karena pembahasan kitabnya berdasarkan Rijalul Hadis.
Artinya dimulai dari generasi yang paling awal. Seperti bab Abu Bakar ash-
Siddiq, bab Umar, Utsman dan seterusnya. Jadi bukan berdasarkan pokok
permasalahan fiqih.24

Imam an-Nasā’ī menyusun dua kitab, yaitu al-Sunan Kubrā (kitab


sunan yang utama dan diringkas menjadi as-Sunan asṣughrā (kitab sunan
yang sekunder). Kitab yang ada sekarang adalah as-sunan sugra yang
disebut juga dengan al-Mujtabā min as-Sunan. Jumlah hadis yang tercantum
di dalamnya sebanyak 5.761 hadis.25

Kitab al-Mujtabā ini disusun dengan metodologi yang memiliki


keunikan tersendiri. Keunikan dimaksud terletak pada cara penyusunan
yang memodifikasi antara fiqh dan kajian sanadnya. Artinya, bahwa di
dalam kitab al-Sunan tersebut, al-Nasā’ī mencoba membukukan isnad-isnad

22
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2011), h. 114.
23
Ibid, h. 115.
24
Dewan Ensiklopedia, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), h. 76-77.
25
Ibid
11
hadis yang berbeda, di mana di dalamnya masih banyak terdapat kesalahan
yang dilakukan perawinya.

6. Sunan Ibnu Majah


Sunan Ibnu Majah adalah kitab kumpulan hadis-hadis sahih yang
ditulis oleh Ibnu Majah. Pada bagian mukadimah, penulisnya menjelaskan
beragam hal yang terkait dengan sunnah Rasulullah SAW sekaligus
keutamaan ilmu hadis secara khusus dan ilmu agama secara umum.26 Karya
besar Ibn Mājah adalah karya dalam bentuk sunan yang dikenal dengan
nama Sunan Ibni Mājah.

Memang bentuk sunan adalah salah satu bentuk penulisan kitab


yang sangat terkenal saat itu, selain sunan, para muhadditsin mengenal
bentuk lain seperti ṣahḯh dan musnad. 27

Ibn Mājah kemudian memilih bentuk Sunan daripada bentuk ṣahĩh.


Ibn Mājah bukanlah orang yang pertama yang menuliskan hadis dengan
sistimatika seperti ini, tokoh pertama yang menghimpun hadis dengan
metode seperti ini adalah Abũ Dāwud dalam karyanya Sunan Abu Dāud.

Memang ada kecenderungan dalam pemilihan bentuk penulisan


kitab-kitab hadist ini, ada pola, dimana setelah munculnya Ṣahǐh al-Bukhãrǐ
dan Ṣahǐh Muslim, para ulama hadis kemudian lebih banyak mencurahkan
dan lebih meminati bentuk penulisan sunan.

Kitab hadis dengan pola Ṣahǐh yang sungguh terkenal hanya ada dua
yakni karya Imam Bukhãrǐ dan Imam Muslim, setelah mereka lebih banyak
muncul tokoh-tokoh yang menghimpun hadis berdasarkan sunan.

Penulisan kitab Sunan Ibnu Majah menggunakan metode fikih


(hukum Islam). Metode ini memang lazim digunakan oleh para ulama pada
zaman itu. Di antara kelebihan metode penulisan seperti ini adalah dapat

26
Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), h.115.
27
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widiya, 1998), h. 136.

12
mempermudah para pengkaji ilmu yang hendak mendalami hukum Islam
untuk menemukan dalil-dalil yang bersumber pada hadis-hadis Rasulullah.

B. Sistematika Kitab Hadits Standar


Sistematika adalah urutan atau susunan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa sistematika adalah pengetahuan
tentang klasifikasi (penggolongan). Sistematika kitab hadits standar adalah
susunan yang teratur dari suatu kitab karya mukharij yang berisi tentang
hadits-hadits Islam.

Berikut penjelasan sistematika kitab hadits karya Muharij;

1. Shahih al-Bukhari
Menurut Ibnu Shalāh, seperti yang dikutip oleh Muhammad Abū
Syuhbah, bahwa Kitab Shaḥīh al-Bukhārī berisi 7275 hadis dengan
pengulangan dan apabila tanpa pengulangan jumlahnya hanya 4000 hadis.
Kitab Shaḥīh al-Bukhārī ini tersusun dari beberapa kitab dan setiap kitab
terdiri dari beberapa bab. Secara keseluruhan kitab shaḥīh ini mencakup 97
kitab dan 3450 bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa hadis. Berikut
ini sistematika isi kitab shaḥīh al-Bukhārī.28

No Nama Kitab Jumlah Bab Nomor Hadis


1 Badū al-Wahy 6 1-7
2 Al-Īmān 42 8-58
3 Al-Īlm 53 59-134
4 Al-Wudhū 75 135-247
5 Al-Ghusl 29 248-293
6 Al-Hayd 30 294-333
7 Al-Tayammum 9 334-348
8 Al-Shalāh 109 349-520

28
Imām al-Bukhārī, Shaḥīh al-Bukhārī, (tt.: Dār al-Fikr, 1981).

13
9 Mawāqīt al-Shalāt 41 521-602
10 Al-Ādzān 166 603-875
11 Al-jumu’ah 41 876-941
12 Shalat Al-Khauf 6 942-947
13 Al->Īdayn 26 947-989
14 Al-Witr 7 990-1004
15 ‘Al-Istisqā 29 1005-1039
16 Al-Kusūf 19 1040-1066
17 Sujūd al-Qur’ān 12 1067-1081
18 Taqsīr al-Shalāh 20 1082-1119
19 Al-Tahajjud 37 1110-1187
20 Fadl al-Shalat 6 1188-1197
21 Al-‘amal fi al-Shalat 18 1198-1223
22 Al-sahw 9 1224-1236
23 Al-Janāiz 98 1237-1394
24 Al-Zakah 78 1395-1512
25 Al-Ḥaj 151 1513-1772
26 Al-Umrah 20 1773-1805
27 Al-Mahshar 10 1806-1820
28 Jaza’ al-Shayd 27 1821-1866
29 Fadhāil al-Madīnah 12 1867-1890
30 Al-Shaum 69 1891-2007
31 Shalat al-Tarāwīh 1 2008-2013
32 Fadhlu Lailat al-Qadr 5 2014-2024
33 Al-I’tikāf 19 2025-2046
34 Al-Buyū’ 113 2047-2238
35 Al-Silm 8 2239-2256
36 Al-Syaf’ah 3 2257-2259
37 Al-Ijārah 22 2260-2286

14
38 Al-Ḥiwālah 3 2287-2289
39 Al-Kafālah 5 2290-2298
40 Al-Wakālah 16 2299-2319
41 al-Muzara’ah 21 2320-2350
42 Al-Musāqah 17 2351-2384
43 Al-Istiqradh 20 2385-2409
44 Al-Khusumāt 10 2410-2425
45 Al-Luqatah 12 2426-2439
46 Al-Mazālim 35 2440-2482
47 Al-Syirkah 16 2483-2507
48 Al-Ruhn 6 2508-2516
49 Al-‘Itq 20 2517-2559
50 Al-Mukātab 5 2560-2565
51 Al-Hibah 37 2566-2636
52 Al-Syahādah 30 2637-2689
53 Al-Shulh 14 2690-2710
54 Al-Syurūṭ 19 2711-2737
55 Al-Washaya 36 2738-2781
56 Al-Jihād 199 2782-3090
57 Fardhu al-Khumus 20 3091-3155
58 Al-Jizyah 22 3156-3189
59 Bad>u al-Khalq 17 3190-3325
60 ‘Ahādīth al-Anbiyā 54 3326-3488
61 Al-Manāqib 28 3489-3648
62 Fadhāil Shahabah 30 3649-3775
63 Manāqib al-Ans}ār 53 3776-3948
64 Al-Maghāzī 89 3949-4473
65 Al-Tafsīr 100 4474-4977
66 Fadhāil al-Qur’ān 37 4978-5062

15
67 Al-Nikāh 125 5063-5250
68 Al-Thalāq 53 5251-5350
69 Al-Nafaqat 16 5351-5372
70 Al-Ath’imah 59 5373-5466
71 Al->Aqīqah 3 5467-5474
72 Al-Zabaih 38 5475-5544
73 Al-Adhahi 16 5545-5574
74 Al-Asyribah 31 5575-5639
75 Al-Mardha 22 5640-5677
76 Al-Thib 58 5678-5782
77 Al-Libās 103 5783-5969
78 Al-Adab 128 5970-6226
79 Al-Isti’zān 53 6227-6303
80 Al-Da’awāt 69 6304-6411
81 Al-Riqāq 53 6412-6593
82 Al-Qadr 16 6594-6620
83 Al-Aimān wa al-Nuzūr 33 6621-6707
84 Kaffarat al-Aimān 10 6708-6722
85 Al-Faraid 31 6723-6771
86 Al-Ḥudūd wa al-Mu- 46 6772-6859
harabin
87 Al-Diyāt 32 6860-6917
88 Istitabah al-Murtadin 9 6918-6939
99 Al-Ikrah 7 6940-6952
90 Al-hayl 15 6953-6981
91 Al-Ta’bīr 48 6982-7047
92 Al-Fitan 28 7048-7136
93 Al-Ahkām 53 7137-7225
94 Al-Tamannī 9 7226-7245

16
95 Akhbar al-Ahād 6 7246-7267
96 Al-I’tisām bi al-Kitāb 28 7268-7370
97 Al-Tawḥīd 58 7371-7563

Berdasarkan sistematika kitab hadis tersebut, dapat dipahami


bahwa kitab Sahīh al-Bukhārī tidak hanya berisi hadis-hadis tentang
ibadah dan mu’amalah saja, namun juga berisi tafsir, tauhid, sejarah
dan sebagainya. Dari 97 kitab tersebut, ada sekitar 79 kitab yang
membahas persoalan fiqih, 4 kitab terkait dengan keimanan (tawhid),
5 kitab mengenai sejarah, 1 kitab tentang ilmu, 2 kitab tentang tafsir
al-Qur’an, dan 2 kitab berisi tentang persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan hadis.
2. Shahih Muslim
Sistematika isi kitab Shaḥīh Muslim adalah sebagaimana dalam
tabel berikut:

Nomor Nama kitab Jumlah hadis


- Muqaddimah 101
.1 Al-Īmān 280
.2 Al-Ṭahārah 111
.3 Al-Hayḍu 126
.4 Al-Shalāh 285
.5 Al-Masājid wa mawāḍi’ al-shalāh 316
.6 Shalāt al-musāfirīn wa qashruhā 312
.7 Al-Jumu’ah 73
.8 Al-‘Īdayn 22
.9 ‘Al-Istisqā 17
.10 Al-Kusūf 29
.11 Al-Janāiz 108

17
.12 Al-Zakāh 177
.13 Al-Shiyām 222
.14 Al-I’tikāf 10
.15 Al-Ḥajj 522
.16 Al-Nikāḥ 110
.17 ‘Al-Raḍā 32
.18 Al-Ṭalāq 134
.19 Al-Li’ān 20
.20 Al-‘Itq 26
.21 ‘Al-Buyū 123
.22 Al-Musāqah 143
.23 Al-Farāiḍ 21
.24 Al-Hibāt 32
.25 Al-Washiyyah 22
.26 Al-Nadhār 13
.27 Al-Aymān 59
.28 Al-Qasāmah wa al-muḥāribīn wa al- 29
qishāsh wa al-diyāt
.29 Al-Ḥudūd 46
.30 Al-Aqḍiyah 21
.31 Al-Luqāṭah 19
.32 Al-Jihad wa al-Siyār 150
.33 Al-‘Imārah 185
38. Al-Adab 45
39. Al-Salām 155
40. Alfādz min al-adab wa ghayruhā 21
41. Al-Syi’r 10
42. Al-Ru’yā 23

18
43. Al-Faḍā’il 174
44. Faḍāil al-shahābah ra. 232
45. Al-Birr wa al-shilah wa al-adab 166
46. Al-Qadr 34
47. Al-‘Ilm 16
48. Al-Dhikr wa al-du’ā wa al-tawbah 101
wa istighfār
49. Al-Tawbah 60
50. Shifat al-munāfiqīn wa aḥkāmuhum 83
51. Al-Jannah wa shifat nafsihā wa 84
ahluhā
52. Al-Fitan wa asyrāṭ al-sā’ah 143
53. Al-Zuhd wa al-raqāiq 75
54. Al-Tafsīr 34

Sistematika yang digunakan Imam Muslim tergolong sangat baik,


ini dapat dilihat dari cara beliau mengklasifikasikan hadits-hadits kedalam
tema besar dalam beberapa bagian yang secara khusus membincangkan
persoalan tertentu. Kitab hadits ini sepintas memberikan nuansafiqh,
diawali dengan muqaddimah, kemudian pada bagian pertama
membincangkan persoalan tentang iman dengan 96 bab dan kurang lebih
280 hadits, disusul dengan bagian kedua yang menerangkan thaharah
dengan 34 bab dan 111 hadits, selanjutnya tentang haid, shalat, sampai yang
paling akhir yaitu tentang tafsir.

3. Sunan Abu Dawud


Hadis-hadis yang dicatat Abū Dāwud dalam kitab Sunannya tidak
seluruhnya berkualitas shaḥīh, baik yang ia sebutkan sendiri ke-ḍā’if-annya

19
maupun tidak disebutkan.29 Menurutnya, hadis ḍā’if jika tidak terlalu ḍa’īf
lebih baik daripada pendapat pribadi, dan oleh karenanya Abu Dāwud lebih
suka memasukkan hadis ḍa’īf daripada pendapat atau pemikiran ulama masa
awal Islam (sahabat atau tabi’in). Cara Abu Dāwud yang ditempuh dalam
menyusun kitabnya itu dapat diketahui dari surat yang dikirimkannya
kepada penduduk Mekkah, sebagai jawaban atas pertanayaan yang diajukan
mereka mengenai kitab sunannya tersebut.

Adapun sistematika isi kitab sunan Abū Dāwud adalah sebagaimana


diuraikan dalam tabel berikut:

No. Kitab Nama Kitab Jumlah Hadis


1. Al-Ṭahārah 390
2. Al-Shalah 1165
3. Al-Zakāh 145
4. Al-Luqāṭah 20
5. Al-Manāsik 325
6. Al-Nikāḥ 129
7. Al-Ṭalāq 138
8. Al-Shawm 164
9. Al-Jihād 311
10. Ḍahāyā 56
11. Al-Shayd 18
12. Al-Washāyā 23
13. Al-Farāiḍ 43
14. Al-Kharaj wa al-Imārah 161
15. Al-Janāiz 153
16. Al-Aymān wa al- 84
Nudhūr
17. Al-Buyū’ wa al-ijārah 245

29
Ibid, h.101.
20
18. Al-Aqḍiyah 70
19. Al-‘Ilm 28
20. Al-Asyribah 67
21. Al-Aṭ’imah 119
22. Al-Ṭib 71
23. Al-‘Itqu 43
24. Al-Hurūf wa al-Qirā’ 40
25. Al-Hammam 11
26. Al-Libās 139
27. Al-Tarajjul 55
28. Al-Khatm 26
29. Al-Fitan 39
30. Al-Mahdī 12
31. Al-Malāhim 12
32. Al-Ḥudūd 143
33. Al-Diyat 102
34. Al-Sunnah 177
35. Al-Adab 502

Dari 35 kitab dalam sunan Abū Dāwud tersebut, hampir semuanya


membicarakan atau membahas masalah fiqih, yakni 30-an kitab
sebagaimana ciri kitab sunan lainnya. Sedangkan persoalan yang berkaitan
dengan hal-hal di luar fiqih di antaranya adalah persoalan al-ilm, al-huruf
wa al-qira’, al-fitan, al-mahdi dan al-adab. Kendati mencakup
permasalahan di luar fiqih, tetap saja kitab ini disebut sebagai kitab sunan,
karena secara mayoritas (aghlabī) pembahasan difokuskan dan didasarkan
kepada persoalan fiqih.

21
4. Jami’ Al-Tirmidhi
Adapun sistematika penyusunan kitab Jāmi’ al-Tirmidhī secara
lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut:

No Nama Kitab Jumlah hadis


1 Al-ṭahārah 148
2 Abwāb al-shalah 89
3 Al-Shalah 195
4 Al-zakāh 73
5 Al-Shiyām 126
6 Al-Hajj 15
7 Al-Janāzah 144
8 Al-Nikāḥ 65
9 Al-Raḍā’ 26
10 Al-Ṭalāq wa al-Li’ān 30
11 Al-Buyū’ 104
12 Al-Aḥkām 58
13 Al-Diyāt 36
14 Al-Ḥudūd 40
15 Al-Shayd 7
16 Al-dhabāih 1
17 Al-Aḥkām wa al-Wa’īd 10
18 Al-aḍāhī 30
19 Al-Siyar 70
20 Faḍāil al-Jihad 50
21 Al-Jihad 49
22 Al-Libās 67
23 Al-aṭ’imah 72
24 Al-Asyribah 34
22
25 Al-Birr wa al-Shilah 138
26 Al-Thib 33
27 Al-Farāiḍ 25
28 Al-washāyā 8
29 Al-walā’ wa al-Hibah 7
30 Al-fitan 111
31 Al-Ru’yā 16
32 Al-Syaḥādah 7
33 Al-Zuhd 110
34 Al-Qiyāmah, al-Raqā’iq wa 110
al-Wara’
35 Sifat al-Jannah 45
36 Sifat Jahannam 21
37 Al-Īmān 31
38 Al-‘Ilm 31
39 Al-Isti’dhān 43
40 Al-adab 118
41 Al-Nisā’ 11
42 Faḍāil al-Qur’ān 41
43 Al-Qirā’āt 18
44 Tafsīr al-Qur’ān 158
45 Al-da’āwāt 189
46 Al-Manāqib 133
47 Al-‘Ilal 77

Dilihat dari sistematika sisi kitab sebagaimana dalam tabel di atas,


tampaknya pantas jika kitab yang disusun al- Tirmidhi ini disebut sebagai
kitab Jāmi’ dan terkadang sebagai Sunan. Disebut sebagai kitab Jami’

23
karena kitab ini mencakup beberapa pembahasan di luar fiqih atau hukum,
yakni diantaranya mencakup permasalahan yang berkaitaan dengan etika,
pengobatan, ilmu, al-Qur’an dan tafsir, persoalan eskatologis mengenai
surga dan neraka, serta sejarah kehidupan para sahabat.

5. Sunan Al-Nasa’i
Adapun sistematika penulisan Kitab al-Sunan al-Mujtabā adalah
sebagai berikut:30

No Nama Kitāb Jumlah Bāb Nomor Ḥadīth

1 Al-Ṭahārah 206 1-326

2 Al-Miyāh 14 327-349
3 Al-Ḥayḍ wa al-
26 350-398
Istiḥāḍah
4 Al-Ghusl wa al-
30 399-451
Tayammūm
5 Al-Shalah 24 452-497
6 Al-Mawāqīt 55 498-632
7 Al-Ādhān 42 633-695
8 Al-Masājid 46 696-749
9 Al-Qiblat 25 750-784
10 Al-Imāmah 65 785-883
11 Iftāh al-Shalat 89 884-1036
12 Al-Taṭbīq 107 1037-1186
13 Al-Sahw 105 1187-1374
14 Al-Jumu’ah 45 1375-1443
15 Qashr Shalāt al-Safar 5 1444-1469

30
Abū Muḥammad ‘Abd al-Mahdī, Ṭurūq Takhrīji Ḥadīth Rasūlillāhi SAW, (Kairo: Dār al-
I’tishām, t.t), h. 292-294.
24
16 Al-Kusūf 25 1470-1514
17 Al-Istisqā’ 18 1515-1539
18 Shalat al-Khauf 1 1540-1566
19 Shalat al-’Idain 36 1567-1608
20 Qiyām al-Laili wa
Taṭawwu’ al- 67 1609-1828
Nahār
21 Al-Janāiz 121 1829-2101

22 Al-Shiyām 85 2102-2446

23 Al-Zakāt 100 2447-2630

24 Manāsik al-Hajj 231 2631-3097

25 Al-Jihād 48 3098-3208

26 Al-Nikāḥ 84 3209-3401

27 Al-Ṭalāq 76 3402-3575

28 Al-Khayl 17 3576-3608

29 Al-Ihbās 4 3609-3625

30 Al-Washāyā 12 3626-3686

31 Al-Naḥl 1 3687-3702

32 Al-Hibah 4 3703-3720

33 Al-Ruqbā 2 3721-3734

34 Al-‘Umrā 5 3735-3776

35 Al-Aimān wa al-
43 3777-3882
Nudhūr

25
36 Al-Muzāra’ah 3883-3981

37 ‘Asyrāh al-Nisā’ 4 3982-3982

38 Taḥrīm al-Dam 29 3983-4149

39 Qism al-Fa’i 1 4150-4165

40 Al-Bā’iah 39 4166-4228

41 Al-Aqīqah 5 4229-4238

42 Al-Far’u wa al-‘Aṭīrah 11 4239-4279

43 Al-Shayd wa al-
38 4280-4377
Dhabā’ih
44 Al-Ḍaḥāyā 44 4378-4465

45 Al-Buyū’ 109 4466-4722

46 Al-Qasāmah 48 4723-4886

47 Qaṭ’u al-Sāriq 18 4887-5001

48 Al-Īmān wa
33 5002-5056
Syarā’i’uhu
49 Al-Zīnah 124 5057-5395

50 Ādāb al-Quḍāt 37 5396-5444

51 Al-Isti’ādhah 65 5445-5556

52 Al-Asyribah 58 5557-5776

Dari sistematika tersebut, dapat dipahami bahwa kitab Sunan al-


Mujtabā ini tidak memuat hadis-hadis yang berkenaan dengan kitab Tafsīr,
Manāqib maupun Mau’idhah dan lain-lain. Secara global, dapat dikatakan
bahwa isi kitab sunan tersebut menyangkuat aspek-aspek yang berkaitan

26
dengan masalah berikut: pertama, dari kitab 1-21 menyangkut masalah al-
ṭahārah dan al-shalat, tetapi porsi kitab al-shalat lebih banyak; kedua,
mendahulukan kitab shiyām dari pada kitab al-Zakāt (lihat nomor 22 dan
23); ketiga, pembagian al- Fa’i setelah mengeni al-Jihad (38, 25); keempat,
pembahasan al-Khail setelah pembahasan mengenai al-Jihad (nomor 28 dan
25); kelima, merelevansikan antara pembahasan mengenai al-ahbās/al-
waqf dan al-washāyā, al-naḥl, al-hibah, al-ruqbā, al-‘Umrā akan tetapi tidak
dibahas mengenai al-Farāiḍ (lihat no. 29-34); keenam, kitab masalah al-
asyribah disajikan secara terpisah dengan kitab al-shayd wa al-dhabāih serta
al- ḍahāyā. (perhatikan nomor 51, 42 dan 43); hanya dua kitab yang
topiknya di luar masalah al-aḥkām, yaitu al-īmān dan al-isti’ādhah (nomor
47, 50).31

6. Sunan Ibnu Majah


Sebagaimana kitab-kitab sunan yang lain, Sunan Ibnu Mājah ini
disusun berdasarkan materi dan bab fiqih. Adapun lebih jelasnya, dapat
dicermati pada sistematika berikut ini:32

Nomor Nama Kitāb Jumlah Bāb Nomor Ḥadīth

1 Al-Muqaddimah 46 1-278
2 Al-Ṭahārah wa Sunanuhā 139 279-711
3 Al-Shalāh 13 712-754
4 Al-Adhān wa al-Sunnat
7 755-783
Fīhā
5 Al-Masājid wa al-Jamā’ah 19 784-851
6 Iqāmat al-Shalāh wa al-
205 852-1499
Sunnah
7 Al-Janāiz 65 1500-1707
8 Al-Shiyām 68 1708-1854

31
Ibid, h 294-295.
32
Ibid, h. 298-299.
27
9 Al-Zakāt 28 1855-1917
10 Al-Nikāḥ 63 1918-2093
11 Al-Ṭalāq 36 2094-2167
12 Al-Kaffārāt 21 2168-2219
13 Al-Tijārah 69 2220-2395
14 Al-Aḥkām 33 2386-2464
15 Al-Hibah 7 2465-2479
16 Al-Shadaqah 21 2480-2529
17 Al-Ruhūn 24 2530-2586
18 Al-Syuf’ah 4 2587-2597
19 Al-Luqāṭah 4 2598-2607
20 Al-‘Itqu 10 2608-2629
21 Al-Ḥudūd 38 2630-2712
22 Al-Diyah 36 2713-2797
23 Al-Washāyā 9 2798-2822
24 Al-Farāiḍ 18 2823-2857
25 Al-Jihād 46 2858-2991
26 Al-Manāsik 108 2992-3238
27 Al-Aḍāhī 17 3239-3281
28 Al-Dhabāih 15 3282-3320
29 Al-Shaid 20 3321-3373
30 Al-Aṭ’imah 62 3374-3495
31 Al-Asyribah 27 3496-3561
32 Al-Ṭibb 45 3562-3678
33 Al-Libās 47 3679-3787
34 Al-Adab 59 3788-3958
35 Al-Du’ā 22 3959-4025
36 Ta’bīr al-Ru’yā 10 4026-4060
28
37 Al-Fitan 36 4061-4238
38 Al-Zuhd 39 4239-4485

Ada beberapa catatan khusus yang penting untuk diperhatikan


mengenai sistematika penulisan Sunan Ibnu Mājah tersebut. Catatan-catatan
khusus dimaksud adalah menyangkut hal-hal berikut: pertama, pada nomor
8 dan 9, di sana terlihat Ibnu Mājah mendahulukan al- Shiyām kemudian al-
Zakāt. Kedua, mengenai Muqaddimah-nya, tampaknya Sunan Ibnu Mājah
membahasnya secara panjang lebar. Di dalam bagian muqaddimah ini saja
terdapat 24 bab yang menyangkut sunah (praktek ibadah Nabi), keimanan,
keutamaan- keutamaan dan masalah ilmu, bahkan hingga memuat 278
hadis.

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tentang Kitab Hadits Standar di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kitab hadits standar ditulis oleh para mukharij al-hadith. Kitab


hadits karya mukharij sangatlah beragam baik dilihat dari
sistematika, metode, topik, serta karakteristik setiap hadits.
Pada umumnya kitab-kitab hadits standar adalah Shahīh al-Bukhārī,
Shahīh Muslim, Sunan Abū Dāud, Jami’ al-Tirmidhī, Sunan al-
Nasā’ī, Sunan Ibnu Mājah (kitab-kitab ini disebut juga al-Kutub al-
Sittah). Dari keenam kitab tersebut terdapat perbedaan latar
belakang dan metode penyusunan yang menjadikan adanya
keragaman kitab hadits terutama dari segi kualitas hadis yang
dikandungnya.
2. Sistematika adalah urutan atau susunan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa sistematika adalah
pengetahuan tentang klasifikasi (penggolongan). Sistematika kitab
hadits standar adalah susunan yang teratur dari suatu kitab karya
mukharij yang berisi tentang hadits-hadits Islam. Dari uraian
sistematika kita dapat mengetahui perbedaan isi dari setiap kitab
yang tercantum diatas.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abu Syuhbah, Muhammad. 1969. al-Kutub al-Shiḥḥah. Al-Azhar: Majma’ al-


Buḥūth al-Islāmiyah.
Ajjaj al-Khatib, Muhammad. 1971. Ushul al-Hadith ‘Ulumuh wa Mustalahuh.
Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Bukhārī, Imām. 1981. Shaḥīh al-Bukhārī. tt.: Dār al-Fikr.

Al-Dīn al-Nawāwī, Muhyi. 1978. Syarḥ al-Nawāwī ‘ala Shahih Muslim. Beirut:
Dar al-Fikr.
Al-Suyūṭī, Abū Bakar. 1979. Tadrīb al-Rāwī fī Syarḥ Taqrīb Imām al-Nawāwī.
Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiah.
Azami, M. Studies in Ḥadīth Methodology and Literature. Canada: Islamic
Teaching Centre.
Dewan Ensiklopedia, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. 2000. Pemikiran dan
Peradaban. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Dzulmani. 2008. Mengenal Kitab-kitab Hadis. Yogyakarta: Insan Madani.
Ensiklopedi Islam. 1994. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Fauzī ‘Abdul Muṭalib, Rifā’at. 1979. Kutub al-Sunnah Dirāsah Tauthīqiyyah. ttp.:
Maktabah al-Khaniji.
Hazīn, Jā’ Musṭafā. A’lām al-Muḥaddithīn wa Manāhijuhum fi al-Qarni al-
Thālith al-Hijri. Kairo: al-Azhar.
Muḥammad ‘Abd al-Mahdī, Abū. Ṭurūq Takhrīji Ḥadīth Rasūlillāhi SAW. Kairo:
Dār al-I’tishām.

Musṭafā ‘Azami, Muhammad. 1977. Studies in Hadith Methodology and


Literature. Indianapolis American Trust Publication.
Sutarmadi, Ahmad 1998. Al Imam Al Tirmidzi. Ciputat: PT Logos wacana Ilmu.
Syuhudi Ismail, M. 1992. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang.

Tim Penulis. 2009. Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kaijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: Teras.
31
Yuslem, Nawir. 1998. Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widiya.
Yuslem, Nawir. 2011. Sembilan Kitab Induk Hadis. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

32

Anda mungkin juga menyukai