Disusun oleh
Kelompok 4 :
KELAS SM.A
FAKULTAS SYARIAH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat,
nikmat, taufik serta hidayahnya kepada kita semua .Sholawat serta salam tetap
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAWbeserta semua
keluarga dan para sahabatnya, dan juga para pengikut sunnahnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadits dengan
judul “Hadits Pada Masa Kodifikasi dan Sesudahnya”. Kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar – besarnya kepada Ibu Khusniati Rofiah selaku dosen mata
kuliah studi hadits yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
untuk kami mengenai materi tersebut. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan kami terima untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah
Al-Quran. Sebab hadits mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna
yang dikandung oleh teks suci Al-Quran. Apalagi, banyak terdapat ayat-ayat
yang masih global dan tidak jelas maknanya sehingga sering kali seorang
mufassir memakai hadits untuk mempermudah pemahamannya.
Posisi hadits sebagai sumber hukum tidak lain karena adanya
kesesuaian antara hadits dengan teks suci yang ditranmisikan kepada Nabi
Muhammad SAW. Bisa juga dikatakan bahwa hadits merupakan wahyu Tuhan
yang tidak dikodifikasikan dalam bentuk kitab, sebab lebih banyak hasil dari
proses berpikirnya Nabi dan hasil karya Nabi. Akan tetapi bukan berarti hadits
adalah Al-Quran.
Dengan alasan itu maka selayaknya hadits mendapat perhatian yang
khusus bagi tokoh cendekiawan muslim selain studi Al-Quran. Agar khazanah
ajaran Islam benar-benar mengakar dengan melakukan kontektualisasi
terhadap realitas dimana hadits itu hadir.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang melatar belakangi kodifikasi hadits.
2. Mengetahui bagaimana kodifikasi hadits pada abad ke II.
3. Mengetahui bagaimana kodifikasi hadits pada abad ke III.
4. Mengetahui bagaimana kodifikasi hadits pada abad ke IV sampai abad ke V
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dari Urwah bin Az-Zubair bahwasannya Umar bin Al-Khattab ingin menulis
sunnah-sunnah Nabi, lalu beliau meinta fatwa dari para sahabat tentang hal itu.
Mereka menyarankan untuk menulisnya. Kemudian Umar beristikharah selama
sebulan. Hingga pada suatu pagi, beliau akhirnya mendapatkan kemantapan hati, lalu
berkata, “Suatu ketika aku ingin menulis sunnah-sunnah, dan aku ingat suatu kaum
terdahulu mereka menulis buku dan meninggalkan kitabullah. Demi Allah, aku tidak
akan mengotori Kitabullah dengan suatu apapun”..
1
Syaikh Manna Al-Qaththan. 2004. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar. Hlm 50.
6
Perintah Umar tersebut direspon positif oleh umat Islam, sehingga terkumpul
beberapa catatan hadits. Ulama setelah al-Zuhri yang berhasil menyusun kitab tadwin
yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang adalah Malik ibn Anas (93-179 H) di
Madinah, dengan hasil karyanya bernama al-Muwaththa` sebuah kitab yang selesai
disusun pada tahun 143 H dan merupakan kitab hasil kodifikasi yang pertama.2
2. Kodifikasi Hadits Abad ke II
Aktivitas kodifikasi mulai menggeliat pada generasi Ibnu Juraij. Kemudian
bertambah marak pada pertengahan kedua abad ke-2 H atau 8 M. Diantara mereka
yang turut andil dalam mengumpulkan hadits adalah Ibnu Ishaq, Imam Malik, Sufyan
Ats-Tsauri, Imam Al-Auza’i, dan lainnya.
Kodifikasi hadits mulai memasuki fase baru, yaitu fase klasifikasi (marhalah
at-tashnif) setelah sebelumnya hanya pengumpulan tanpa ada klasifikasi. Tashnif
adalah pengumpulan hadits per bab secara urut dan kategorisasi. Dengan kata lain,
mengumpulkan hadits-hadits yang sesuai dalam satu bab. Kemudian kumpulan bab-
bab atau kitab ini fikumpulkan dalam satu kompilasi (musannaf). 3
a. Penulisan Hadits
Sistem pembukuan hadits pada masa ini boleh dikatakan cenderung masih
bercampur baur antara hadits dengan fatwa sahabat dan tabi`in.
a. Lawatan ke daerah-daerah
b. Pengklasifikasian hadits kepada Marfu`, Mawquf dan Maqthu`
c. Penyelesaian kualitas hadits dan pengklasifikasian kepada Shahih, Hasan
dan Dha`if
Di abad ke-3 Hijriah ini telah muncul berbagai kitab hadits yang agung dan
monumental serta menjadi pegangan umat Islam sampai sekarang diantaranya
adalah :
4
Asep Herdi. 2014. Memahami Ilmu Hadits. Bandung. Tafakur.
8
Sejalan dengan keadaan dan kondisi dunia Islam diatas, maka kegiatan
periwayatan hadits pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan cara Ijazah dan
Mukatabah. Sedikit sekali ulama hadits pada masa ini melakukan periwayatan
hadits secara hapalan sebagaimana yang dilakukan oleh ulama yang
Mutaqaddimin. Diantaranya yaitu :
5
Asep Herdi. 2014. Memahami Ilmu Hadits. Bandung. Tafakur.
9
Adapun bentuk penyusunan kitab hadits pada periode ini para ulama hadits
mempelajari kitab-kitab hadits yang telah ada dan selanjutnya mengembangkannya
atau meringkasnya. 6
6
Asep Herdi. 2014. Memahami Ilmu Hadits. Bandung. Tafakur.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits adalah kalam, perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari
Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadits merupakan
sumber hokum kedua setelah al-Qur’an. Hadits mengalami kodifikasi yang
dimulai pada masa khalifah Umar ibn `Abd al-Aziz (99-101 H) khalifah
kedelapan Bani Umayyah. Kodifikasi dilakukan oleh para ulama mulai dari
pengumpulan hadits-hadits, penyeleksian hadits-hadits, pengembangan dan
penyempurnaan system penyusunan kitab-kitab hadits serta penyerahan kitab-
kitab yang sudah ada.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca tentang dilakukannya kodifikasi hadits seperti yang telah
dijelaskan diatas. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang mendukung semoga dapat
menjadi acuan yang lebih baik dalam pengembangan makalah berikutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Herdi, A. (2014). Memhami Ilmu Hadis. In A. Herdi, Memahami Ilmu Hadis. Bandung:
Tafakur.