Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI KESULITAN BELAJAR

MAKALAH KESULITAN BELAJAR TERKAIT ASD


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kesulitan Belajar

Dosen Pembina : Novia Solichah, M.Psi

Disusun oleh :
Imtihanun Nafi’atul M. (18410178)
Abdul Hafizh Al Afif (18410224)
Ayu Annisa Ismira Ningrum (18410229)
Wanda Amalia Putri Widiarto (18410231)

KELAS Z

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis dan tim panjatkan kehadirat Allah SWT. karena
limpahan rahmat dan hidayahnya-lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam juga tak lupa kami haturkan pada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. yang telah menuntun kita dari zaman yang gelap gulita menuju
ke zaman yang terang benderang seperti saat ini.

Dalam proses penulisan makalah ini, kami telah mendapat banyak


tantangan tetapi berkat dukungan dan bimbingan dari orang-orang disekitar kami,
baik itu dosen, orang tua, kakak pembimbing, maupun teman, kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tentunya masih ada banyak kekurangan
dalam makalah ini, tapi kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
banyak orang.

Malang, Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Cover …………………………………………………………....… 1


Kata Pengantar ……………………………………………………………… 2
Daftar Isi ………………………………………………………………....…... 3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….... 4
1.1 Latar Belakang …………………………………………..………….. 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………..……..... 5
1.3 Tujuan ………………………………………………………..……… 5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………. 6
2.1 Autism Spectrum Disorder (ASD) ………………..…………………. 6
2.2 Kesulitan Belajar Terkait ASD ………………………..…………... 9
2.2.1 Dampak autisme terhadap kemampuan kognitif ………….. 10
2.2.2 Strategi Pembelajaran Anak Autis ………………………..... 12
BAB III PENUTUP ……………………………………………………...…. 15
3.1 Kesimpulan ………………………………………………...…… 15
3.2 Saran …………………………………………….………...…….. 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...….…. 16
LINK REFERENSI ………………………………………………………… 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pendidikan merupakan sarana untuk menuju ke penghidupan yang
layak maka perlu dikembangkan pendidikan bagi semua kalangan. Yang
menjadi perhatian adalah ketika ada perbedaan perlakuan pemerintah terhadap
anak- anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam pendidikan belum
terakomodir oleh pemerintah sehingga banyak anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak
sebagaimana yang diterima oleh anak-anak reguler pada umumnya. Hal ini
menjadi perhatian khusus pemerintah dalam membina dan mengembangkan
solusi pendidikan berbasis inklusi ke beberapa sekolah umum yang menjadi
wadah bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengenyam dan
merasakan pendidikan seperti layaknya anak-anak reguler.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa
jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus.
Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan perkembangan
sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita.
Karakteristik yang menonjol pada anak dengan gangguan ASD adalah anak
yang bersangkutan akan kesulitan dalam membina hubungan sosialnya. Hal
ini dapat dilihat dari cara komunikasi anak yang sulit dipahami oleh orang lain
(tidak dapat berkomunikasi verbal dan non verbal), anak yang bersangkutan
akan sangat sulit dalam hal memahami emosi dan perasaan orang lain.
Anak-anak dengan gangguan ini tentunya akan mengalami kesulitan
belajar, sehingga mereka tidak dapat diberikan pembelajaran yang sama
dengan anak-anak yang lainnya, tetapi harus dibuatkan strategi pengajaran

4
juga evaluasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyusun
makalah ini, untuk lebih mengetahui tentang gangguan Autism Spectrum
Disorder (ASD), ciri-cirinya, dampaknya terhadap kognitif, pengaruhnya pada
pembelajaran yang mengakibatkan kesulitan belajar, hingga strategi
pembelajaran seperti apa yang sesuai untuk diberikan pada anak-anak dengan
ASD ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, berikut rumusan permasalahan yang
telah penulis tentukan :
1. Apa definisi dari Autism Spectrum Disorder (ASD)?
2. Bagaimana ciri anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD)?
3. Apa dampak Autism Spectrum Disorder (ASD) terhadap kemampuan
kognitif?
4. Bagaimana Autism Spectrum Disorder (ASD) dapat menyebabkan
kesulitan belajar?
5. Bagaimana strategi pembelajaran untuk anak dengan Autism Spectrum
Disorder (ASD)?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, berikut tujuan penulisan laporan
ini :
1. Untuk mengetahui definisi dari Autism Spectrum Disorder (ASD), ciri
anak dengan ASD, dampak ASD terhadap kemampuan kognitif,
bagaimana ASD dapat menyebabkan kesulitan belajar, dan bagaimana
strategi pembelajaran untuk anak dengan ASD.
2. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Kesulitan Belajar.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Autism Spectrum Disorder (ASD)


Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan perkembangan
sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita.
Karakteristik yang menonjol pada anak dengan gangguan ASD adalah anak
yang bersangkutan akan kesulitan dalam membina hubungan sosialnya. Hal
ini dapat dilihat dari cara komunikasi anak yang sulit dipahami oleh orang lain
(tidak dapat berkomunikasi verbal dan non verbal), anak yang bersangkutan
akan sangat sulit dalam hal memahami emosi dan perasaan orang lain. Pada
anak dengan gangguan ASD kadang kala terdapat suatu bentuk perilaku yang
khas yaitu tidak terkendalinya luapan emosi yang berkaitan dengan perasaan
atau yang dikenal dengan perilaku tantrum. Segala kekurangan tersebut kerap
kali membatasi anak dalam melakukan suatu kegiatan (Klin dkk, 2002).
Kesulitan dalam hubungan sosial dan interaksi telah menjadi ciri khas
ASD. Oleh karena itu, kebutuhan untuk memahami sifat dari kesulitan ini dan
untuk menemukan perawatan yang efektif untuk mereka telah menjadi inti
penelitian ASD dan praktik pendidikan. Tidak seperti anak-anak pada
umumnya yang belajar bagaimana menjadi sosial dan interaktif dengan
melihat bagaimana orang lain berbicara, bermain dan berhubungan satu sama
lain, menikmati pertolongan dan memulai keterlibatan sosial,
mempertahankan dan merespons interaksi dengan orang lain, anak-anak
dengan ASD sering tidak menunjukkan perkembangan yang diharapkan dari
keterampilan interaksi sosial awal. Mereka sering menghindar secara sosial,
tidak peduli secara sosial dan canggung.Anak ASD menghindari kontak sosial
dengan mengamuk atau melarikan diri dari orang-orang yang mencoba
berinteraksi dengan mereka.Mereka mencari kontak sosial dengan orang-
orang hanya jika mereka menginginkan sesuatu (Lal dan Ganesan, 2011).
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (2013)
muncul istilah baru untuk autis yaitu autism spectrum disorder (ASD).

6
Criteria diagnostic gangguan spectrum autism (ASD berdasarkan DSM V
adalah:
A. Defisiensi persisten dalam ranah komunikasi sosial dan interaksi sosil
dalam banyak konteks, seperti yang dituturkan berikut ini, baik dewasa ini
maupun berdasarkan sejarah (contoh dibawah ini bersifat ilustrasi, tidak
mendalam):
1. Defisiensi dalam timbal balik sosial & emosional, berkisar, misalnya
dari pendekatan sosial tidak lazim dan gagalnya percakapan normal,
berkurangnya perhatian, emosi atau kepura-puraan hingga gagal dalam
memulai interaksi sosial.
2. Defisiensi dalam perilaku komunikasi verbal dan non verbal,
kurangnya kontak mata, bahasa tubuh dan kurangnya pemahaman serta
gestur tubuh.
3. Defisiensi dalam mengembangkan, memelihara dan memahami suatu
hubungan, berkisar, misalnya dari kesulitan mengatur tindakan untuk
menyesuaikan keadaan sosial, menuju kesulitan untuk sharing
imaginative play; hingga hilangnya minat pada teman sebaya.
B. Terbatas, pola berulang pada perilaku, perhatian atau aktivitas
sebagaimana yang dituturkan oleh setidaknya dua hal berikut ini, saat ini
atau berdasarkan sejarah (contoh bersifat ilustratif, tidak mendalam):
1. Stereotip atau gerakan motorik berulang, penggunaan benda-benda,
atau tutur kata (misalnya, stereotype motorik sederhana, membariskan
mainan atau melemparkan benda-benda, echolalia, dan kata-kata yang
bersifat idiosinkratik (idioxyncratic).
2. Bersikeras terhadap kesamaan, kebiasaan mutlak yang melekat,
perialku berualng-ulang atau perilaku nonverbal dan verbal (misalnya,
tekanan hebat terhadap perubahan-perubahan kecil, kesulitan terhadap
transisi, pola pemikiran yang kaku, greeting ritual, kebutuhan untuk
mengambil rute atau makanan yang sama setiap hari).
3. Keterbatasan tinggi, minat yang tidak wajar pada intensitas dan
fokusnya (misalnya ketertarikan kuat pada atau kegemaran terhadap

7
objek yang tidak biasa, berlihan terhadap minat yang terbatas atau
preserfatif).
4. Hyper/Hyporeactivity untuk input sensorik atau minat yang tidak biasa
pada aspek sensorik dari lingkungan (misalnya, ketidakpedulian
terhadap rasa sakit/temperature, respon negatif terhadap suara atau
tekstur, berlebihan dalam membaui/menyentuh. suatu objek, terpesona
secara visual oleh adanya cahaya atau gerakan).
Harus terdapat gejala dalam masa perkembangan awal (namun
mungkin tidak sepenuhnya terwujud hingga tuntutan sosial melebihi
kapasitas yang terbatas, atau bisa jadi tertutupi dengan strategi yang telah
dipelajari dikemudian hari). Gejala menyebabkan gangguan klinis yang
signifikan pada bidang sosial, pekerjaan atau wilayah penting dari fungsi
saat ini.gangguan semacam ini tidak dijelaskan secara lebih baik oleh
kecacatan intelektual (Gangguan perkembangan intelektual) atau
keterlambatan perkembangan global. Kecacatan intelektual dan gangguan
spectrum autism sering terjadi disaat yang sama, untuk membuat diagnosa
komorbiditas gangguan spectrum autism dan kecacatan intelektual,
komunikasi sosial harus dibawah yang diharapkan untuk level
perkembangan umum.
Salah satu karakteristik ASD adalah pola perilaku yang tidak biasa
seperti anak-anak normal pada umumnya. Rudy Sutadi (2000) menyatakan
bahwa perilaku pada autisme mempunyai dua permasalahan yaitu perilaku
berlebihan (axcessive), dan perilaku yang berkekurangan (deficit) atau
bahkan tidak ada perilaku. Perilaku berlebihan pada anak autisme ditandai
dengan tantrum, seperti menjerit, menangis, mengamuk, dan sejenisnya
serta stimulasi diri, seperti tangan mengepak-ngepak, memutar-mutar
badan, membanting-banting, berjalan “lurus”, dan sebagainya. Menurut
Rahmah (dalam Sha’arani dan Tahar, 2017) tanpa solusi yang tepat,
amukan akan menyebabkan bahaya pada anak ASD, termasuk menyakiti
diri sendiri dan orang lain. Tingkah laku yang tidak terkendali di antara
autistik ditunjukkan saat menangis, berteriak, berguling-guling di atas
lantai dan juga menendang benda di sekitar diri mereka sendiri.

8
Berdasarkan observasi yang dilakukan di Presiden Special Needs
Center Cikarang, peneliti menemukan permasalahan pada ASD yang
memiliki salah satu masalah perilaku berlebihan (axcessive) yaitu perilaku
tantrum berupa menjerit sambil berteriak, menangis. Perilaku tantrum
berupa menangis yang muncul sangat mengganggu kegiatan belajar dalam
satu kelas. Suara menangis yang ditimbulkan sangat keras sampai semua
orang yang berada dalam satu sekolah mendengar tangisan dari subjek.
Beberapa kali pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
beberapa perilaku tantrum yang muncul disertai dengan perilaku agresif
yaitu melukai diri sendiri dengan menangis, memukul diri sendiri, teriak,
menggigit diri sendiri, melempar, mendorong dan mencubit.
Selama masa anak-anak sebagian besar penyandang ASD
cenderung membutuhkan beberapa tingkat dukungan, seperti melatih
mereka untuk menemukan solusi menyelesaikan masalahnya, kemandirian
dan memiliki beberapa kontak sosial dan persahabatan. Anak ASD
memiliki kecemasan tinggi dan gangguan suasana hati dan perilaku yang
mengganggu, egois, serta gangguan komunikasi dan masalah yang
berkaitan dengan masalah social. Selain itu mereka juga rentan dengan
perilaku disruptive misalnya ketika disekolah mereka mengganggu teman
lainnya atau suasana belajar didalam kelas. Anak ASD memiliki tingkat
kemampuan kognitif, usia, sifat menggangu atau melakukan kerusakan.
Walaupun secara sadar mereka tidak dapat mengontrol atau mengetahui
dengan pasti apa yang menyebabkan perilaku tersebut. Mereka hanya
melakukan trial error terhadap perilaku yang mereka lakukan. (De
Matteo, 2012).

2.2 Kesulitan Belajar Terkait ASD


Menurut Dadang, 2015:20 anak autis memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Mengalami hambatan didalam Bahasa
2. Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial
3. Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan

9
4. Kurang memiliki perasaan dan empati
5. Sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak
6. Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku
7. Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri
8. Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
9. Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungan

2.2.1 Dampak autisme terhadap kemampuan kognitif


Salah satu dampak dari autisme adalah hampir tidak adanya aktivitas
imajinasi. Kesulitan dalam aktivitas imajinasi menyebabkan permainan anak
dengan autisme bergantung pada pola dan rutinitas. Permainan tak
berkembang dan kurang bervariasi karena tidak adanya imajinasi dalam
permainan yang menimbulkan berbagai pengalaman belajar. Tidak adanya
imajinasi juga mengarahkan anak dengan Autisme pada kecenderungan fokus
terhadap pengalaman perseptual yang konkrit (tetap dan jelas).
Padahal, permainan merupakan media dalam kegiatan bermain anak
yang dapat menambah pengalaman dalam mengembangkan kemampuan
kognitif. Jo mengemukakan bahwa perkembangan kognitif didefinisikan
sebagai peningkatan dalam penyimpanan dasar pengetahuan (Lunzer, 1959);
hal tersebut terjadi sebagai hasil dari pengalaman dengan objek-objek dan
orang-orang (Piaget, 1952b).
Pernyataan Jo memberikan penguatan bahwa kegiatan bemain dapat
meningkatkan perkembangan kognitif anak. Karena, kegiatan bermain sangat
erat kaitannya dengan objek-objek atau suatu peraturan yang melibatkan orang
lain didalamnya. Namun, anak dengan autisme kesulitan dalam
mengembangkan permainan dan cara bermain sehingga kemampuan kognitif
dari kegiatan tersebut tidak berkembang.
Selain itu, menurut Chris dan Barry masalah dengan imajinasi
menyebabkan kesulitan dalam kemampuan merencanakan sesuatu di masa
depan dan memahami berlalunya waktu. Kemampuan merencanakan dapat

10
digunakan dalam berbagai hal, salah satunya dalam kegiatan kreativitas seperti
merencanakan gambar yang akan dilukis saat kegiatan melukis.
Mengenai hal tersebut, Chris dan Barry juga menyatakan bahwa:
“Sebagian besar orang dengan gangguan spektrum autisme mengembangkan
kemampuan imajinasi saat mereka semakin tua, meskipun terlambat. Mereka
dapat sangat kreatif tapi lebih suka menggunakan saluran kreatif yang lain.
Sebagai contoh, lukisan digambar tidak berdasarkan intuisi, kesan atau
imajinasi, dan lebih pada logika, memori dan penggabungan ... Individu
dengan autisme dewasa menggabungkan memori atau pengetahuan untuk
membangun suatu yang baru dengan cara seperti ini. Beberapa orang seperti
Temple Grandin dan Stephen Wiltshire dikenal dengan kemampuannya.”
Berdasarkan pendapat tersebut, Chris & Barry menjelaskan bahwa
meskipun individu dengan autisme mengalami masalah dengan imajinasinya
saat periode awal perkembangan, namun hal tersebut dapat berkembang.
Individu dengan autisme mengembangkan imajinasinya dengan cara yang
berbeda, namun tetap kreatif.
Dampak dari autisme terhadap kemampuan kognitif lainnya, yaitu
dalam kemampuan pemahaman. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Linda
bahwa: “Pengembangan kemampuan dapat menjadi tidak merata dan beberapa
anak dengan autisme menunjukkan kemampuan fungsi yang tinggi dalam
bidang tertentu, menunjukkan hiperlexia (membaca pada tingkat lanjutan) atau
kemampuan luar biasa untuk melakukan perhitungan matematis. Kemampuan
ini kadang-kadang disebut savant skills. Meskipun ketika anak-anak dengan
autisme mengalami peningkatan tingkat kemampuan, mereka sering kesulitan
dalam komprehensif, misalnya seorang anak mungkin mampu melakukan
perhitungan tetapi tidak memiliki makna angka.”
Salah satu faktor penyebab autisme, yaitu sel syaraf pada otak anak
dengan autisme mempunyai dampak pada perkembangan kemampuan
kognitifnya. Jamaris mengemukakan dua teori kognitif yang terdapat
hubungan antara otak individu autistik dengan perilaku yang ditampilkan,
yaitu: “(1) Teori sosial kognitif, yang menjelaskan bahwa proses internal yang
terjadi didalam otak, yang mengendalikan berbagai kegiatan didalam otak

11
kurang berkembang pada individu autistik. Teori juga berkaitan dengan teori
berpikir yang mengemukakan bahwa kelainan perilaku individu autistik terjadi
karena ketidakmampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas mental yang
berkaitan dengan dirinya sendiri dan orang lain. (2) Teori pengolahan
informasi, yang mengemukakan bahwa kelainan perilaku dari individu autistik
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengolah dan melakukan kegiatan
berdasarkan informasi yang diterima oleh panca indera. Hal ini disebabkan
oleh kelemahan pengolahan informasi, yang berkaitan dengan working
memori (ingatan yang dapat diaktifkan), perencanaan dan pelaksanaan.”
Pada penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa individu dengan
autisme mengalami kesulitan dalam pengolahan informasi dan
ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas-tugas mental dikarenakan
dikarenakan kurang berkembangnya proses internal dalam otak.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka dampak autisme
terhadap kemampuan kognitif peserta didik dengan autisme, diantaranya
kesulitan dalam kegiatan bermain dan mengembangkan permainan,
merencanakan sesuatu, kesulitan dalam pemahaman termasuk memahami
berlalunya waktu, kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas mental terhadap
dirinya dan orang lain, serta kesulitan dalam mengolah informasi.

2.2.2 Strategi Pembelajaran Anak Autis


Anak autis membutuhkan pembelajaran khusus sebagai berikut :
1. Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam
setting kelompok.
2. Perlu menggunakan beberapa teknik, dalam menghilangkan
perilaku-perilaku negatif yang muncul dan mengganggu
kelangsungan proses belajar secara keseluruhan (stereotip).
3. Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan
berbagai bantuan.
4. Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat
dikendalikan pada hal yang diharapkan. (Dadang, 2015:20)

12
A. Perencanaan Pembelajaran
Pada proses perencanaan pembelajaran untuk anak autis harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak itu sendiri. Tentunya dalam proses
perencanaan di perluan hal-hal untuk menunjang kelangsungan proses
pembelajaran, yaitu :
a) Materi apa yang dibutuhkan oleh anak. Meskipun sama-sama
anak autis tetapi dalam proses pembelajaran mereka memiliki
kebutuhan berbeda-beda.
b) Tujuan dilakukan pemilihan materi-materi tertentu untuk anak
autis
c) Media pembelajarannya. Media pembelajaran itu sendiri juga
dibuat sebisa mungkin menarik, supaya anak dapat lebih
mudah fokus
d) Lokasi pembelajaran. Lokasi pembelajaran terutama untuk
anak autis harus luas, karena mereka cenderung aktif.

B. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dilakukan sesuai rencana yang telah
dibuat, dan menyesuaikan perkembangan pada diri anak autis itu
sendiri.Misalnya dalam proses pembelajaran floor time anak diminta
untuk melakukan aktivitas di atas lantai, seperti merangkak, naik turun
tangga, bermain memasukkan bola ke dalam keranjang. Adapun
kegiatan untuk psikomotoriknya, yaitu memanjat, prosotan,
mendorong gerobak kecil, berjalan di atas batu-batu kecil.
Dalam proses pembelajaran khusus untuk anak autis harus
adanya media pembelajaran yang membuat mereka mau untuk
mengikuti proses pembelajaran, seperti bola-bola kecil dengan
berbagai macam warna, berbagai macam puzzle, mainan anak-anak
(ayunan, prosotan, gantungan), jalan setapak (untuk melatih anak
dalam berjalan/apabila mengalami susah berjalan), tali untuk
memanjat.

13
C. Evaluasi Pembelajaran
Dalam proses evaluasi pembelajaran untuk anak berkebutuhan
khusus sangat berbeda dengan anak yang normal, sebab cara
mengevaluasi anak penyandang autisme berbeda, yaitu apabila anak
itu dapat atau berhasil fokus terhadap apa yang diajarkan,mampu
mengenal benda-benda yang ada di sekitarnya dengan baik, mampu
berkomunikasi dengan orang lain, meskipun itu pandangannya tidak
fokus ke orang yang diajak komunikasi, tetapi dia menyadari ada
orang di sekitarnya.
Anak dapat membuat ketrampilan sesuai dengan arahan guru,
meskipun itu harus dibimbing oleh 2 guru sekaligus, karena jika anak
itu fokus dan merasa nyaman dengan orang sekitarnya maka ia akan
melakukan aktivitas itu dengan sendirinya, tetapi jika ia merasa tidak
nyaman maka ia akan mengalihkan perhatiannya ke media lain yang
bisa menghilangkan kecemasannya.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kelainan perkembangan
sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita.
Karakteristik yang menonjol pada anak dengan gangguan ASD adalah anak
yang bersangkutan akan kesulitan dalam membina hubungan sosialnya. Hal
ini dapat dilihat dari cara komunikasi anak yang sulit dipahami oleh orang lain
(tidak dapat berkomunikasi verbal dan non verbal), anak yang bersangkutan
akan sangat sulit dalam hal memahami emosi dan perasaan orang lain. Pada
anak dengan gangguan ASD kadang kala terdapat suatu bentuk perilaku yang
khas yaitu tidak terkendalinya luapan emosi yang berkaitan dengan perasaan
atau yang dikenal dengan perilaku tantrum. Segala kekurangan tersebut kerap
kali membatasi anak dalam melakukan suatu kegiatan.
Dampak autisme terhadap kemampuan kognitif peserta didik dengan
autisme, diantaranya kesulitan dalam kegiatan bermain dan mengembangkan
permainan, merencanakan sesuatu, kesulitan dalam pemahaman termasuk
memahami berlalunya waktu, kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas
mental terhadap dirinya dan orang lain, serta kesulitan dalam mengolah
informasi. Hal ini tentunya juga menyebabkan kesulitan belajar pada anak-
anak dengan gangguan ASD. Sehingga anak-anak dengan gangguan ini tidak
dapat diberikan pembelajaran yang sama dengan anak-anak yang lainnya,
tetapi harus dibuatkan strategi pengajaran juga evaluasi tertentu.

3.2 Saran
Saran penulis bagi penulis selanjutnya yang akan menyusun makalah
dengan tema yang serupa yaitu mengenai kesulitan belajar terkait ASD, agar
lebih memperhatikan tiap materi yang berkaitan dengan tema juga sumber-
sumber yang akan dipakai baik itu buku, jurnal, atau skripsi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, YBD. 2018. Autism Spectrum Disorder (ASD). Semarang(ID): Unika


Soegijapranata Semarang.
Aulia, Alfi Ida. 2019. Model Pembelajaran Bagi Anak Autis Di Sekolah Dasar
Negeri Ketawanggede Malang [tesis]. Malang(ID): UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Assjari, Musjafak & Sopariah, Eva Siti. 2011. Penerapan Pelattihan
Sensorimotori Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Pada Anak
Autistic Spectrum Disorder. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 17(2):
225-243.
Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Psikosain.
Solek, Purboyo. 2015. Mengenal Kesulitan Belajar Dan Kesulitan Belajar
Spesifik. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY. Yogyakarta(ID):
Universitas PGRI Yogyakarta.
Ivony, Titi. 2016. Strategi Pembelajaran Anak Autis Di SLB Autisma Yogasmara,
Semarang [skripsi]. Semarang(ID): Universitas Negeri Semarang.
Putri, Siti Sonalia. 2020. Analisis Kesulitan Belajar Siswa Berkebutuhan Khusus
(Autisme) Dalam Pembelajaran Matematika Di Kelas Inklusi [skripsi].
Jambi(ID): UIN Sulthan Thana Saifuddin Jambi.
Sari, Annisa Noor Indah. 2017. Peran Guru Kelas Dalam Mengatasi Kesulitan
Belajar Siswa Berkebutuhan Khusus (Autis) Di Kelas V SDN Merjosari 04
Kota Malang [skripsi]. Malang(ID): UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hidayah, Nurul., dkk. 2019. Pendidikan Inklusi Dan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Samudra Biru.
Winarsih, Sri. 2013. Panduan Penanganan Anak Bekebutuhan Khusus Bagi
Pendamping (Orang Tua, Keluarga, Dan Masyarakat). Jakarta:
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republic
Indonesia.
Mutia, A. 2018. Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, Dan
Penanggulangannya. Jakarta(ID): Universitas Negeri Jakarta.

16
LINK REFERENSI

http://repository.unp.ac.id/23544/1/2019%20HAKI%20Buku%20Asesmen%20Ke
sulitan%20Belajar.pdf
http://repository.unair.ac.id/96764/4/14%20Bab%201.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031
-
MOHAMAD_SUGIARMIN/Anak_Autistik_dan.kesulitan_belajar_pptx.p
df
http://repository.upy.ac.id/414/1/artikel%20purboyo.pdf
http://repository.unika.ac.id/16640/2/11.92.0070%20YOHANA%20BERTHA%2
0DAMARWULAN%20S%20%284.77%25%29.BAB%20I.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/76939829.pdf
http://repository.uinjambi.ac.id/3778/1/TM161373%2C%20Analisis%20kesulitan
%20belajar%20siswa%20berkebutuhan%20khusus%20dalam%20pembela
jaran%20matematika%20di%20kelas%20inklusi.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/121473-none-a882b135.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/9492/1/13140047.pdf
http://repository.ub.ac.id/101211/1/THESIS_TRISAKTI_AGRIANI_%28105110
100111020%29.pdf
https://www.researchgate.net/profile/Mas_Rifati/publication/335291845_PSIKOE
DUKASI_AUTISME_AUTISM_SPECTRUM_DISORDER/links/5d5cdb
cc458515210254e0ae/PSIKOEDUKASI-AUTISME-AUTISM-
SPECTRUM-DISORDER.pdf?origin=publication_detail
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/b3401-panduan-penanganan-abk-
bagi-pendamping-_orang-tua-keluarga-dan-masyarakat.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66372/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
http://eprints.uad.ac.id/15746/1/BUKU%20LUARAN.pdf
http://www.repository.trisakti.ac.id/webopac_usaktiana/digital/000000000000000
98658/2019_TA_DI_091101500004_Bab-2.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai